Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Aku Amelia [Hijab Story with No SARA] UPDATE BAGIAN VII! STILL CONTINUES!

BAG III
NEXT GAME LEVEL PLAY


Hubungan komunikasiku dengan Dimas semakin membaik, bahkan lebih intens komunikasiku dengan Dimas saat ini dibanding intensitas komunikasiku dengan Ali dahulu. Semenjak kejadian di kamar mandi itu, Dimas mendadak menjadi perhatian kepadaku. Dia selalu mengingatkanku untuk makan, sekedar bertanya sedang apa, dan lain sebagainya. Ku akui, cara dia men-treat-ku membuatku nyaman berkomunikasi dengannya. Perlahan hati rapuh ini dikuatkan olehnya. Aku seperti hidup kembali, dan mencoba bangkit dari keterpurukan ini. Namun, jujur saja, aku masih merindukan Ali. Sosok Ali belum bisa tergantikan dihatiku. Memang, disini aku pun sedang didekati oleh beberapa laki-laki. Ada Jay, kakak kelas tingkatku yang tinggal dibelakang kosanku. Dia mengaku mendapat nomorku dari temannya yang kebetulan juga partnerku di Lab Kampus. Ada juga Fikri, teman sekelasku. Berbadan bongsor, cenderung gemuk. Dia mengakui suka padaku pada saat awal-awal ospek. Tidak lupa, Faisal, dia adalah teman Bang Bowo, pacar sahabatku, Dwita. Pertama kali kami bertemu di acara pernikahan salah satu sahabat kami. Faisal tanpa sugkan meminta nomorku langsung.

Dari sekian banyak pria yang mendekatiku, aku hanya nyaman sebagai teman komunikasi, ya terkadang aku juga sedikit memanfaatkan mereka. Mereka mengirim makanan ke kosanku, mengantarku ke tempat yang aku tuju. Mereka dengan caranya masing-masing mencoba mendekatiku. Mencoba selalu ada disaat aku butuh. Ya, aku nyaman. Tapi sekali lagi, Ali bukanlah sosok yang mudah tergantikan dihatiku. Kelak, aku akan menceritakan kisahku bersama mereka. Just wait there, guys.

Ini adalah hari Mingguku. Lagi-lagi aku kesepian. Beberapa sahabatku pergi bersama keluarganya masing-masing. Aku hanya berdua saja bersama Dwita, seorang mahasiswi satu tingkat denganku. Badannya tidak jauh berbeda dengan badanku, namun cara berpakaiannya agak lebih ketat. Dia beberapa kali aku tegur tentang caranya berpakaian. Pernah suatu saat dia berangkat ke kampus bersamaku. Aku perhatikan dia. Dia hanya memakai tanktop hitam, dengan cardigan biru tua. Bagian payudaranya jelas menonjol. Ditambah lagi, jeans ketat yang dia pakai memperlihatkan cekungan bentuk bokongnya. Aku berpikir, apakah dia tidak risih memakai pakaian seperti itu?

Karena jenuh, aku mencoba berkomunikasi dengan Dimas. Sore itu memang keadaan cuaca sedang tidak baik. Mendung, tapi tidak hujan. Membuatku agak ragu untuk keluar sekedar refreshing di Mall dekat kampusku.

Aku : Dim, lagi apa lo?
Dimas : Lagi ngerjain laporan akhir tahun organisasi gue. Si Ali sibuk banget. Dia lagi ribet banget ngurusin Pemira (red: Pemilihan Umum Raya, Pemilihan Ketua Jurusan, dan Ketua BEM).
Aku : Tapi dia sehat kan, Dim? Ingetin buat jangan lupa makan, sama kurangin ngopi dan begadangnya. Kasian nanti tambah kurus.
Dimas : Sehat, kok. Iye nanti gue ingetin. Eh lo lagi ngapain? Tumben WA gue duluan? Kangen ya lo? Hahaha.
Aku : Dih, gak ya! Gua lagi bete nih. Mendung gak jelas disini. Mau keluar, ragu gua. Takut ujan.
Dimas : Hahaha. Ngaku aja deh lo. Kangen kan sama gue? Hahaha. Eh mendung? Wah cakung nih! Hahaha.
Aku : Cakung? Apaan tuh? (aku benar-benar tidak mengerti)
Dimas : Hmm, mulai deh lemotnya. Cakung tuh Cuaca Mendukung, Liaaaaaa!!!
Aku : Mendukung apa tuuuhhh? Hahahaha

Agak lama dia membalas. Status pada WA nya hanya typing…. Lalu hilang lalu typing…. Lagi lalu hilang lagi. Aku pikir, dia memang lagi sibuk mengerjakan laporan akhir tahun organisasinya. Sebagai salah satu pimpinan organisasinya, Dimas memang sering ditugaskan oleh Ali untuk membuat laporan-laporan yang bersifat administratif.

Karena jenuh, dan Dimas tidak membalas chat-ku, maka aku putuskan untuk mandi saja. Siapa tahu diluar sudah tidak mendung. Aku mau keluar untuk sekedar ngopi di salah satu kedai dekat kosanku tinggal.



Setengah jam kemudian…..



Aku baru selesai mandi. Rambutku bau matahari. Jadi kuputuskan untuk keramas tadi. Karena rambutku memang agak panjang, jadi kukeringkan dulu dengan handuk. Dalam keadaan masih telanjang, aku duduk membelakangi kipas angin kosanku. Mengelap rambutku dengan handuk sambil mengecek handphone-ku.


DEGGG!


Kaget bukan kepalang. Dimas membalas chat terakhirku. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan sebuah foto dirinya. Foto bagian bawah perutnya. Dalam foto tersebut terlihat dia sedang memakai celana pendek hitam. Sangat terlihat jelas bentuk penisnya dibalik celana itu. Aku jadi teringat candaan Ali terhadap dirinya. Memang dulu Ali pernah bercerita bahwa Dimas sangat jarang sekali memakai celana dalam di kosannya.

Dimas : Mendukung happy-happy, Li. Hahahaha
Aku : Ih lo nih! Mikirnya kearah situ mulu. Dasar lemah! Hahahaha.
Dimas : Ya elah, Li. Namanya juga jomblo. Wajar, Li.
Aku : Jomblo sih jomblo, tapi jangan gue mulu yang jadi bahan fantasi lo!
Dimas : Tapi teleponan enak-enak sama gue, asik kan, Li? Hahahaha.
Aku : Hah? Teleponan yang lo tiba-tiba coli itu? Hahahaha. Dasar lelaki lemah! (aku masih berpura-pura aku tidak melakukan apa-apa saat itu).
Dimas : Ah, gue gak percaya lo gak ngapain-ngapain kemaren. Yuk Video Call. Gue mau buktiin kalau lo juga emang nyaman kan teleponan asik sama gue? Hahahaha.

Tidak lama, Dimas melakukan panggilan Video Call kepadaku. Aku kaget. Bingung. Aku pikir, aku angkat saja lah. Toh selama aku tidak pancing-pancing, tidak akan terjadi apa-apa. Selama ini memang kami sering melakukan Video Call, entah itu hanya untuk menemaniku saat makan, saat istirahat jam kelas kampus, atau sebelum tidur malam. Tapi hari ini, entah kenapa aku agak sedikit ragu.

Aku : Apa lo, Dim? (posisi handphone mengarah keatas)
Dimas : Dih, kok ngarahin nya keatas sih?! Gue Video Call-an sama lampu, nih?

Aku mengarahkan kameraku kedepan wajahku.

Dimas : Nah gitu dong. Hahahaha, kan jadi keliatan jeleknya. Hahaha
Aku : Sialan lo! Jelek-jelek gini, lo sering jadiin gue bahan fantasi lo! Hahahaha LEMAH!
Dimas : Hahaha abisnya tuh toket ngajakin banget buat gelut sih! Hahahaha.
Aku : Dih, nyalahin toket gue. Ini alami, dari sananya. Lo nya aja yang genit!
Dimas : Jangan nyalahin gue dong. Mata gue emang sering auto fokus gitu sih kalau ngeliat sesuatu yang bagus! Hahahaha.
Aku : Bagus bagus aja lo! Kaya udah pernah liat isinya aja. Hahahaha.
Dimas : Ya belom, Ali sih cerita emang toket lo gemesin banget. Hahaha. Jadi penasaran gue.


DEGG!!


Benarkah Ali menceritakan hal seperti itu kepada sahabatnya? Untuk apa? Aku pikir, dia bukan tipe seperti itu. Aku jadi merasa malu. Atau, jangan-jangan dia memutuskanku karena badanku memang jelek untuknya? Atau….

Aku : Dim…. (aku memasang wajah seperti berpikir, ragu….).
Dimas : Apa? Kenapa lo? Tiba-tiba muka lo kok canggung begitu? Kenape? Cerita sini sama Om…
Aku : Gak, gak jadi. Gak apa-apa.
Dimas : Ooooh! Jadi udah gak mau nih cerita lagi sama gue? Oke deh.
Aku : Ih ih, bukan gitu (aku cemberut).
Dimas : Hmm mulai deh manjanya keluar. Yaudah iya, mau ceita apa? Mau Tanya apa? Mau minta apa?
Aku : Dim, gue mau nanya, tapi jangan liar ya otak lo!
Dimas : Wih wih, seru nih kayanya. Hahaha. Iye-iye, gak liar otak gue.
Aku : Serius BUTO!!!!!
Dimas : Hmmm, iye-iye. Serius. Janji gak akan mikir macem-macem gue.

Lama aku terdiam. Ragu untuk bertanya, tapi aku penasaran. Namun, aku benar-benar tidak merasa enak jika mempertanyakan hal ini kepada Dimas. Bisa-bisa dia berpikir macam-macam padaku. Tapi, aku benar-benar penasaran.

Aku : Hmm…
Dimas : Dih malah diem. Kuota woy kuota!!!
Aku : Iya iya. Tapi beneran jangan liar otak lo! (aku pasang wajah cemberut lagi).
Dimas : Iya ah! Lama lo!
Aku : Hmm, Dim! Menurut lo, body gue jelek ga sih? Gendut gitu ya? Kaya mbok-mbok gitu ya?
Dimas : HUHAHAHAHAHAHAHA!!!
Aku : Dimas!!! Malah ketawa lagi lo! Udah ah! Gak usah dijawab! Gua ngambek sama lo!
Dimas : Sorry-sorry. Abisnya lo lucu. Kenapa lo? Lagi gak pede emang sama body lo?
Aku : Bbb-bukan gitu, Dim. Gua Cuma mikir, jangan-jangan Ali mutusin gue karena emang body gue jelek, dan dia dapet cewe yang lebih hot disana.
Dimas : Hmm, ya sepenglihatan gue sih, lo hot banget! Kalem diluar, tapi aslinya beeeehh brutal! Hahahaha. Tapi kalau masalah body, hmmm…
Aku : Jelek banget?
Dimas : Gak tau, gue jarang perhatiin jelas body lo, sih. Coba arahin kamera lo agak bawah (nadanya menggoda).
Aku : Cukup, Dimas. Lo mah, gue lagi nanya serius, malah pikiran lo liar! Males ah!
Dimas : Gak liar, Li. Gue emang gak merhatiin jelas body lo. Curi-curi kesempatan sih, iya. Tapi kalau merhatiin jelas, gak pernah gue. Hmm, lagi pula kan Cuma lewat Video Call. Aman lah. Nanti gue kasih tau kurang lo apa, biar lo bisa berbenah, olahraga kek, apa kek. Sini liatin ke gue. Gue nilai, dan lo harus terima penilaian gue, dan lakuin apa yang gue suruh buat lo! Mau balikan gak sama si Ali?

Ku akui, cara Dimas meyakinkanku cukup baik. Aku memang terlalu terobsesi pada cinta butaku terhadap Ali. Kalaupun aku dapat penilaian dari Dimas, toh tidak apa. Dia sudah pengalaman dengan beberapa wanita. Dia lebih paham apa yang dibutuhkan lelaki terhadap wanita. Dan, ya siapa tahu, saran dari Dimas dapat kulakukan agar aku bisa secepatnya mendapatkan hati Ali sepenuhnya lagi. Lagi pula, toh ini hanya Video Call. Tidak akan terjadi apa-apa. Dimaspun sepertinya serius menanggapiku. Dia memang teman curhatku yang baik. Aku percaya dia.

Saat itu, aku hanya menggunakan tanktop hitam, dan celana pendek. Tentunya karena hari ini libur, dan aku tidak berniat kemana-mana, aku tidak menggunakan bra-ku. Putingku agak terlihat samar-samar menonjol dibalik tantop yang aku gunakan. Aku memutuskan untuk menyuruh Dimas menunggu sebentar. Aku hadapkan handphone-ku keatas. Aku mulai jongkok dihadapan lemari, dan mencari bra untukku gunakan.

Setelah aku menggunakan bra, dan kembali memakai tanktop-ku, aku melanjutkan Video Call-ku dengan Dimas. Terlihat diseberang sana, Dimas sedang rebahan menungguku sambil membakar rokoknya.

Aku : Dim…
Dimas : Ape? Lama lo ah! Ngapain dulu, sih? Dandan? Elah.
Aku : Ih bukaaan! Gue gak pake BH tadi hahaha. Untung lo gak sadar. Hahaha.
Dimas : Terus sekarang pake gak? Hahahaha.
Aku : Ya makanya, tadi gue nyuruh lo nunggu! Gue pake BH dulu, lah! Masa gak pake?! Menang banyak dong lo!
Dimas : Berbagi rejeki itu baik. Hahahaha. Yaudah, mana body lo? Turunin kebawah dong sayang kameranya. Gue mau liat, apa yang kurang.

Agak ragu aku menurunkan kameraku. Tanktop yang kugunakan memang sangat ketat. Bentuk payudaraku sangat terlihat saat ini. Antara malu dan penasaran menjadi satu dipikiranku. Ah! Bodo amat! Aku tidak peduli! Toh ini untuk kebaikanku. Ketika aku tahu apa yang menjadi kekurangan tubuhku, aku segera memperbaikinya. Dengan cardio mungkin? Atau plank?

Aku menurunkan kameraku ke bagian leher, dan dada. Aku agak jauhkan agar Dimas dapat secara jelas melihat tubuhku. Aku sadar, belahan payudaraku terlihat jelas disana. Aku malu, tapi sudah terlanjur ku lakukan. Ingat, Lia. Ini untuk kebaikkanmu. Dengan cara ini, mungkin aku jadi tahu bagaimana cara kembalikan hubunganku dengan Ali.

Agak lama Dimas memperhatikanku. Mukanya agak serius. Berbeda dari sebelumnya. Agak terlihat manly dan lebih manis dia saat ini. Matanya mulai sayu. Aku mulai menyadari kalau matanya terus melihat payudaraku, terutama pada belahaku ini. Aku merasa mulai risih. Aku menjauhkan handphone-ku. Kusandarkan di meja kecil. Aku mulai duduk didepan meja itu. Sedikit ku benarkan bagian atas tanktop-ku, agar belahan payudaraku agak tertutup.

Aku : Heh! Malah bengong! Liatin apa lo?!
Dimas : Eeeee-eh, sorry, Li. Gue kebawa suasana. Hmm, body lo bagus kok. Tapi agak buncit aja. Hahahaha. Lakuin plank dua menit per hari. Sit up 20x sehari, dan jaga pola makan, Li. Gua yakin, deh. Body lo makin CESSSS CESSS CESSS! Hahaha
Aku : Hmm, iya nih. Perut gue rada-rada buncit. Kebanyakan air dan lemak. Hahahaha
Dimas : Hahaha, tapi serius, gue baru sadar kalau lo se-HOT ini, Li. Gilaaaaa!
Aku : Hahahaha dasar ngawur lo!



Obrolan kami terus berlanjut. Dengan posisi yang masih sama, aku terus mengobrol asik dengan Dimas. Obrolan kami jadi sedikit ngelantur. Dimas selalu menggodaku untuk membuka tanktop-ku. Penasaran sama isinya, katanya sambil cengengesan. Aku selalu menolak dengan candaan. Hingga akhirnya, akupun mendapat ide untuk mengisenginya.



Aku : Hahaha. Ngelantur banget lo daritadi. Sange ya lo liat badan gue?
Dimas : Hmm, you know, lah. Siapa sih yang ga tegang Video Call-an sama cewe manis dan sexy kaya lo? Gue tegang banget, nih.
Aku : Ih, apanya yang tegang? (tanyaku pura-pura bodoh dan polos).
Dimas : YA KONTOL GUE LAH! APALAGI YANG TEGANG EMANG? JEMPOL KAKI GUE YANG TEGANG?! MENURUT LOOOOO?! (jawabnya agak ngotot).
Aku : Hahaha yaudah iya, jangan nge-gas dong, lo! Udah ah jangan diliatin mulu, ‘tar pengen lagi loh. Hahahaha (kataku sambil menutup bagian payudaraku dengan bantal).
Dimas : Dih, kok ditutup sih? Ayolah, nanggung nih.
Aku : Nanggung apaan sih?! Ngeres lo! Hayooo, hahaha. Mikiran apa hayoooo? (tanyaku menggoda sambil tertawa).
Dimas : Asli, Li. Bantu gue. Ga tahan nih, gue.

Tiba-tiba kameranya mengarah kearah sebaliknya. Kini aku melihat bagian bawah perutnya. Masih tertutup dengan celana hitam yang ia kenakan. Tonjolan penisnya yang sebelumnya aku lihat dari foto yang dia kirim makin terlihat jelas. Tonjolan itu terlihat kencang sekali. Pikiranku jadi liar kemana-mana. Mataku fokus pada tonjolan itu, ditambah lagi dia memang tidak menggunakan kaos atasan. Bentuk perutnya yang aku akui bagus itu terlihat jelas dimataku. Bulu-bulu dibawah pusarnya juga ‘tak luput dari mataku. “…Sexy banget sih, nih cowo…” pikir liarku. Aku mencoba fokus dan menahan apa yang ada di otak pikiranku. Aku mencoba untuk tenang dan menutupi kegelisahanku dengan candaan-candaan dan tawa-tawa. Aku mulai berpikir untuk menggodanya lebih. Aku sangat penasaran, ada apa dibalik celana hitam itu. Aku pelan-pelan menyingkirkan bantal yang menutupi bagian payudaraku. Gerah, alasanku. Tanpa banyak bicara, tangan Dimas melakukan elusan-elusan halus terhadap penisnya dari luar celana pendek yang ia pakai. Aku hanya bisa terdiam. Aku mulai kembali menikmati permainan ini. Terasa lembab bagian vaginaku melihat Dimas melakukan hal itu. Aku memajukan meja kecil tempatku menyandarkan handphone-ku. Aku bersandar pada dinding sambil bersila. Di seberang sana, Dimas sangat amat jelas melihat seluruh bagian tubuhku.

Aku masih diam. Tidak bicara satu patah katapun. Dimas masih mengelus pelan penisnya dari luar. Pemandangan yang cukup lama tidak aku lihat setelah berpisah dengan Ali. Tangannya yang berbulu itu mengelus naik turun, sesekali sedikit memijat penisnya. Tidak lama kemudian, suara serak dan berat keluar dari mulutnya.

Dimas : Li…
Aku : Apa, Dim? (suaraku sangat pelan sekali).
Dimas : Bantu gue, yah.
Aku : Bantu apa? Gue harus gimana?
Dimas : Buka, Li. Bantu gue (suaranya serak dan berat, pelan sekali).

Tidak lama, dia mulai perlahan menurunkan celana pendek hitamnya. Penis itu pun terlihat sangat jelas dimataku. Penis yang tidak ku kira sebesar itu seperti lega karena cukup lama tertahan didalam celananya. Penis berurat itu begitu sangat sexy bagiku. Bagaimana tidak? Sudah cukup lama aku tidak melihat hal seperti ini. Desir-desir darahku mulai terasa. Mataku tidak berkedip, seakan tidak percaya bahwa kali ini aku benar-benar melihat penisnya. Dimas terlihat mengelus batang penisnya dengan sangat halus. Precum dari kepala penisnya terlihat bersinar samar-samar. Dimas tanpa mengeluarkan suara, mulai mengocok penisnya, sesekali meremas kantung bawah penisnya. Aku terhanyut dalam suasana. Bulu kudukku berdiri, putingku mengeras, vaginaku lembab, ya, sangat lembab. Aku sudah lama tidak melihat hal ini. Ah! Aku tidak tahan!

Dimas terus mengocok penisnya dihadapan handphone-nya. Sesekali mengusap bagian kepala penisnya. Terlihat samar mengkilat kepala penisnya karena precum yang mulai membasahi. Aku hanya bisa diam. Aku tidak tahan melihat apa yang ada dihadapanku sekarang.

Tanpa sadar, aku makin menyadar pada dinding kamar kos-ku. Tanganku bergerak naik ke payudaraku. Mulai meremas pelan. Agak malu aku melakukan hal ini, tapi aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Rasa ini sudah menguasai diriku.

Dimas : Li….
Aku : Iya, Dim…. (jawabku sambil tetap meremas pelan payudaraku).
Dimas : Enak banget, Li. Buka dong, Li. Gue mau liat toket lo.
Aku : Dim, gak. Gini aja yah.
Dimas : Ah! Ah! Li, gua mau liat belahan lo! Please, Li!

Tanpa banyak bicara, aku turunkan bagian atas tanktop-ku. Belahan payudaraku makin terlihat. Aku terus meremas payudara kiriku dengan tangan tangan, sedangkan tangan kiriku menjaga agar bagian atas tanktop-ku tetap tertarik kebawah. Dengan posisi ini, belahan payudaraku semakin jelas terlihat. Aksi meremasku, dan Dimas mengocok penisnya berlangsung beberapa menit, hingga akhirnya aku pegal dengan posisi ini. Aku berinisiatif membuka tantop hitamku. Kini, aku hanya menggunakan bra berwarna merah yang menutupi bagian payudaraku.

Dimas : Ah! Gitu, Li. Ah gila! Toket lo kenceng banget, Li! Buka aja, Li BH lo! Gua gak tahan lagi!
Aku : Gak, Dim. Gini aja yah. (lagi-lagi aku menahan ceracau Dimas).

Bagian payudaraku memang tidak sepenuhnya tertutup. Cup bra yang kugunakan hanya mampu menutupi setengahnya. Lingkar areola-ku sedikit terlihat disana. Apalagi ketika aku sedikit remas bagian bawah payudaraku. “Ah..Sudahlah, tidak apa. Toh hanya lingkarannya saja. Hitung-hitung bonus untuk dia, biar cepet juga dia keluarnya” pikirku.

Dimas semakin kencang mengocok penisnya. Aku semakin berani memberikannya layanan visual agar dia cepat mengeluarkan “saripati” dari penisnya itu. Aku sedikit melakukan gerakan-gerakan nakal. Aku melepas kait bra-ku. Sehingga bra yang kugunakan agak sedikit longgar. Tali kanan bra-ku pun kuturunkan. Dengan begini, aku yakin Dimas mendapatkan visual yang baik untuk apa yang sedang dilakukannya. Aku masih dengan kegiatan meremas payudaraku. Desahan-desahan Dimas sudah mulai terdengar. Beberapa kali aku mendengar “Li, aaah! Sexy banget lo, Li!” dari mulutnya. Aku diam saja mendengar dia berkata seperti itu. Tangan kiri ku terus meremas payudaraku. Semakin kencang remasanku. Sesekali, tangan kananku ku selipan kedalam cup bra yang ku masih kenakan untuk mengelus dan sedikit mencubit putting payudaraku. Vaginaku semakin lembab. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku makin terhanyut suasana.

Dimas : Li, gua mau keluar, Li! Ah….

Aku memejamkan mataku. Aku sudah tidak fokus pada apa yang dilakukan Dimas diseberang sana. Aku hanya mendengar desahan-desahan Dimas menikmati permainan ini. Akupun sudah tidak malu untuk mengeluarkan desahan-desahan kecilku. Cup bra-ku sebelah kanan sudah terbuka, namun tangan kiri ku masih menutupi bagian payudaraku yang tidak tertutup itu. Aku menutupi bagian putingku sambil ku elus pelan. Ah! Ah! Ah! Desahan kecil keluar dari mulutku.




LIAAAAA! AAAHHHHH! GUA KELUAR LIII!!!!




CROTTTT! CROOTTTT! CROOTTTT!





Seketika aku membuka mataku melihat apa yang terjadi dengan Dimas disana. Cairan putih spermanya membasahi bagian perutnya yang sixpack itu. Penisnya masih merah menegang. Tidak lama, handphone-nya menghadap ke bagian atas. Aku membenarkan posisi bra-ku, dan kembali menggunakan tanktop. Terlihat rusuh diseberang sana, handphone Dimas bergoyang-goyang.

Aku : Hehehe, lap dulu, Dim. Awas, netes ke Kasur! Hahahaha.
Dimas : Iya iya, duh ribet nih. Tisue gue tadi jauh dari Kasur. Hadeh (jawabnya dengan posisi handphone masih menghadap keatas).
Aku : Makanya, jangan sangean! Hahaha. Baru gitu aja udah keluar lo, Dim. Ga tahan ya liat gue? Hahahaha (godaku).
Dimas : Wah gila, sih emang body lo, Li! Gak tahan gue! (posisi handphone sudah kembali memperlihatkan wajahnya yang merah berkeringat).
Aku : Sampe keringetan gitu, Dim. Lap dulu tuh muka lo!
Dimas : Wahahaha iya ya. Keringetan gue.
Aku : Wooo! Dasar. Gue aja belom keluar, lo udah keluar. Dasar lo!
Dimas : Hahaha sorry deh. Nanti kalau ketemu, gue tuntasin deh. Hahahaha.
Aku : Enak aja! Jangan macem-macem lo! Disini aja bolehnya! Awas lo macem-macem sama gue!
Dimas : Hmm iye-iye. Galak banget sih, lo sama gue! Ihh!
Aku : Duh, masih sange lagi gue. Lo sih, Dim!
Dimas : Hahaha, yaudah elus dong meki lo. Sini gua bantuin. Gantian! Hahaha
Aku : Enak aja lo! Menang banyak dong, lo?! Iyuuhh!
Dimas : Elah, Li. Masih aja lo!




KNOCK! KNOCK! KNOCK!



LIIII! LIAAAA!!





Suara mengetuk pintu kamar kos-ku dari luar. Aku terkejut mendengar suara itu. Dengan reflek aku matikan Video Call-ku dengan Dimas. Aku rapikan pakaianku, dan mengikat rambutku. Aku berjalan menuju pintu kosanku.

Aku : Iya, Ta! Bentar!
Dwita : Lama banget ya lo! Gue ketokin juga daritadi.
Aku : Iya-iya sorry, tadi abis teleponan sama kakakku. Ada apa, Ta? (sambil membuka pintu kamar kos-ku)
Dwita : Bete niiihhhh. Eh temenin gue belanja yuk ke Mall. BH gue dicuci semua, Li! Hahaha. Yuk ah!
Aku : Ih mendung, Ta. Malesss aaahh!
Dwita : Ya ampun, gitu banget sih, Li. Pleaseee! Mau ya, mau ya (Dwita memaksaku dengan memasang muka manjanya).
Aku : Yaudah yaudah, iya. Masuk aja dulu, Ta. Gue mandi dulu sebentar, baru kita cuss. Okay?
Dwita : Okaayyy (berjalan kearah kasurku sambil memainkan handphone-nya).

Akupun bergegas mengambil handukku yang ku jemur diluar, lalu masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi.



EH, KOK BASAH NIH KASUR?
HMM, IH BAUNYA GUE KENAL, NIH!
HAHAHA OOH, JANGAN-JANGAN TADI SI LIA ABISS………….





BERSAMBUNG……

(PS: Mohon maaf, untuk update ini, aku tidak memberikan multurasi. Nantikan update selanjutnya, dijamin semakin seru!)

BACK TO INDEX
 
Terakhir diubah:
Naroh jejak dulu, baru dua part aja dah keren ini cerita

Jangan macet ya hu 🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd