Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Aku Amelia [Hijab Story with No SARA] UPDATE BAGIAN VII! STILL CONTINUES!

BAGIAN VI
BETWEEN THE WOLF

Hari-hari kulewati biasa saja. Aku mulai mempersiapkan beberapa bahan catatan untuk kubawa nanti dipenelitian kelompokku. Damar sangat antusias dengan tugas ini. Dia banyak memberikan ide-ide tentang hal-hal apa saja yang nanti akan kita teliti. Dia jugalah yang membagi tugas kepada kami. Dwita ditugaskan untuk mencatat dan meneliti tentang kesehatan karyawan pabrik, Iqbal ditugaskan untuk mendokumentasikan kegiatan kami, Damar sendiri akan melakukan penelitian di keamanan dan lingkungan pabrik, dan aku sendiri ditugaskan untuk merangkum semua hasil penelitian dan dokumentasi mereka menjadi satu buah karya tulis ilmiah. Huaahh, tak terbayang olehku. Pasti akan stress sekali.



RABU, 13.47



Aku baru saja selesai dari kelas mata kuliahku. Hari ini Dwita tidak hadir di kelas. Dia sedang ada di Bandung membantu pernikahan kakaknya yang akan diadakan esok hari. Aku berjalan sendiri kearah kantin untuk makan siang. Disana sudah ada Iqbal yang duduk sendiri sembari fokus pada layar handphone-nya. Aku menghampirinya.

Aku : Hai, Bal. Sendiri?
Iqbal : Hai, Li. Iya sendiri. Lo sendiri?
Aku : Iya, Dwita pergi ke Bandung, kakaknya nikah. Aku duduk disini aja, yah. Eh, akum au pesen makan dulu. Mau nitip?
Iqbal : Yups, disini aja, penuh meja yang lain. Hmm, gue mau Ice Caramel Latte, ya. Less ice, extra sugar.
Aku : Oke. Gak makan, Bal?
Iqbal : Ah gak. Nanti aja, agak sore atau sekalian makan malem nanti di kosan (jawabnya dengan mata masih terus menatap layar handphone-nya).
Aku : Ih gak boleh gitu, Bal. Gak boleh keseringan telat makan, gak baik. Aku pesenin makan juga sekalian ya.
Iqbal : (tersenyum menatapku) Hmm, yaudah ketoprak aja deh, Li. Oh iya, Damar dimana, ya?
Aku : Okay. Sambil temenin aku makan hehehe. Eh Damar? Gak tau deh. Tadi sih di kelas ada. Coba telepon aja, Bal.
Iqbal : Oh, yaudah. Ini gue ada laptop buat dia pake penelitian. Kebetulan yang ini gak gue pake, kasian juga dia, gak ada laptop. Nanti mau bikin laporan penelitiannya gimana? Hehehe.
Aku : Oh, yaudah. Kamu telepon aja, Bal.

Aku pun berjalan menuju stall makanan di kantin kampusku. Hari ini disini ramai sekali. Mahasiswa lain sedang sibuk mempersiapkan acara Penerimaan Mahasiswa Baru. Setelah aku memesan pesananku dan pesanan Iqbal, aku kembali menghampiri meja tempat Iqbal berada disana. Kami sempat ngobrol-ngobrol sedikit tentang diri kita masing-masing.

Iqbal : Jadi, lo sama Dwita tuh satu kosan gitu?
Aku : Iya, aku satu kosan beda kamar sama Dwita.
Iqbal : Emang lo asli mana? Jauh rumah lo?
Aku : Eh eh, gak jauh kok. Papa dan kakakku tinggal di Tangerang, Ibuku tinggal di Bogor. Maklum, semenjak mereka pisah, aku jadi malas tinggal dirumah. Eh kok jadi curhat hahaha.
Iqbal : Oh, I’m sorry to hear that! Maaf, gue gak tau.
Aku : Hahaha maaf buat apa coba, Bal? Udah lama juga kejadiannya. Jadi aku juga udah biasa aja. Eh makasih ya, Bu (aku mengucapkan terimakasih kepada Ibu Penjaga kantin yang mengantarkan pesanan kita berdua).

Kami makan berdua sambil tetap ngobrol tentang diri kita masing-masing. Dari obrolan kami berdua, aku baru mengetahui bahwa Iqbal adalah seorang anak Yatim. Ayahnya meninggal karena penyakit jantung saat dia masih kecil. Ibu nya sudah tua, umurnya 64 tahun. Iqbal masih mempunyai dua tanggungan adiknya. Adiknya yang pertama bernama Dika, seorang Siswa SMA kelas 3 yang sebentar lagi akan lulus sekolah, sedangkan adiknya yang kedua bernama Dina, seorang siswi SMP kelas 1. Dia bercerita, bagaimana dia menyisihkan uang hasil manggung dari kafe ke kafe di Jakarta untuk membiayai kedua adiknya, dan kebutuhan rumah tangga di rumahnya. Ibu dan adik-adiknya tinggal di Bandung. Mendengar cerita Iqbal, hatiku tersentuh. Ternyata, hidupku masih lebih bahagia. Ternyata, ada, loh orang yang kondisi hidupnya tidak sebaik aku namun masih bisa survive. Aku makin yakin, jika Iqbal memang pantas diidolai oleh wanita-wanita di kampusku. Selain orangnya memang berkarisma, dia juga ternyata seorang pekerja keras yang sayang keluarga. Idaman, bukan?

Setelah makanan kami habis, Iqbal mengambil sebatang rokok dari tasnya. Yang menjadi perhatianku, rokoknya bukan berada pada kotak rokok yang biasa aku lihat. Rokoknya berada di dalam plasti bening kecil.

Iqbal : Kenapa lo senyum-senyum sendiri? (tanyanya sambil rokok menempel pada bibirnya untuk siap dinyalakan).
Aku : Hahaha gak kok. Aneh, kok rokokmu ada diplastikin gini? Kaya permen pas aku SD hahaha.
Iqbal : Oooh. Hahaha iya, gue beli ketengan. Maklum, akhir bulan dan akhir tahun. Job manggung lagi dikit banget. Ini aja tinggal sisa 3 batang, lumayanlah buat nanti sampe malem hahaha.
Aku : Sedih banget sih hehe. Tapi aku salut loh sama kamu. Kok bisa sih kamu kuat begini?
Iqbal : Hmm, apa ya. Gue cuma mikir, buat apa nyesel sama hidup kita sendiri? Toh semuanya udah diatur, ya kita tinggal pilih. Mau cuma diam, nyeselin apa yang terjadi dihidup kita, atau kita harus move on dan jalanin hidup kita dengan semangat.Nanti juga ada cahaya-Nya sendiri kok buat kita, hahaha bijak ya gue hahaha.
Aku : (blushed) Bijak banget sih hehehe. Eh mendung, Bal. Kamu gak pulang?
Iqbal : Eh iya. Yaudah yuk pulang. Lo pulang kearah mana?
Aku : Aku pulang naik angkot merah tujuan Kebon Kelapa, nanti di perempatan setelah Kampus C, aku turun. Kamu?
Iqbal : Gue juga kearah Kelapa. Mau bareng aja? Yuk, biar gak lama juga. Udah mendung banget (katanya bergegas dan menggandengku untuk berdiri).

Aku berdiri mengikuti langkahnya meninggalkan kantin kampusku. Sambil berjalan, Iqbal mengajakku ngobrol, bertanya aku sudah punya pacar atau belum, setelah lulus mau kerja dimana dan lainnya. Sepanjang perjalanan menuju gerbang kampusku, aku bisa merasakan seluruh wanita yang melihatku saat ini berjalan berdua bersebelahan dengan Iqbal menunjukkan muka iri. Malah ada salah satu wanita yang menatapku seakan ingin menerkamku hehe. Aku bicara pada Iqbal jika aku tidak terlalu nyaman berjalan dengannya jika keadaannya begini. Iqbal malah tertawa dan menggandeng tanganku. “…Biar semua iri terus jadi gossip, deh hahaha…”. Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Ini cowo emang gampang banget deh bikin luluh, kataku dalam hati.


Sesampainya di parkiran motor, Iqbal memakaikan helm kepadaku.


Aku : Loh kok aku yang pake, Bal? Kamu?
Iqbal : Sorry, helmnya cuma satu. Toh deket juga. Jadi kamu aja yang pake, biar aman.
Aku : Ih ngapain? Gak ah. Kamu aja yang pake! (protesku memanyunkan bibir).
Iqbal : (tersenyum) Lo aja yang pake. Seenggaknya, naudzubillah kejadian apa-apa, lo aman karena pake helm. Gue gak mau orang yang gue bonceng kenapa-kenapa. Lagipula, resiko tukang ojek emang gini hehehe.
Aku : Ih, ngomongnya kejadian apa-apa. Serem. Yaudah iyaa (blushed).

Setelah Iqbal menyalakan motornya, aku naik bersamanya. Kami pun pergi menuju kosanku. Diperjalanan, entah kenapa aku nyaman sekali dibonceng olehnya. Wangi parfum khas Bellagio hijau itu seperti memanjakan penciumanku. Sekitar setengah jam kami diperjalanan, akhirnya kami sampai juga dikosanku.

Aku : Makasih ya, Bal. Nih helmnya.
Iqbal : Yooo! Sama-sama (mengambil helm dari tanganku, dan memakainya).
Aku : Mampir ga, Bal? Udah mulai gerimis, loh.
Iqbal : Ah gak usah. Kekejer kok. Ok, gue duluan ya.
Aku : Iya, Bal. Kamu hati-hati ya.

Setelah Iqbal pergi dari gang jalan depan kosanku, aku masuk menuju kamarku. Kuliihat didepan pintu, Dwita sepertinya masih belum pulang dari Bandung.
Di kamar, aku segera melepaskan kerudung dan kemejaku. Aku nyalakan AC, dan merebahkan diri di Kasur. Wah, surga dunia banget, pikirku.


*suara ringtone*


Dimas :
Haloo, Li?
Aku : Hoi. Kenapa, Dim?
Dimas : Hehehehe, gak apa-apa kok. Kangen aja hehehe (katanya sambil cengengesan).
Aku : Yeee dasar si lemah. Gua capek banget nih, baru beres ngampus. Hoaaaaahmm…
Dimas : Yaudah istirahat, hmm.
Aku : Iya ini mau rebahan dikit, terus mandi. Eh tumben lo telepon gue, Dim? Mau ngapain lo? Mau aneh-aneh ya lo? Awas lo ya! (ancamku dengan volume nada yang agak tinggi).
Dimas : Dih dih, gak kok. Hmm, tapi emang gue butuh bantuan lo, sih. Kayanya emang cuma lo sahabat terbaik gue yang bisa bantu gue saat ini.
Aku : Bantu apaan lo? Bantuin lo coli lagi? Hih! Ogah!
Dimas : Eh gak gitu, Li. Lo mah mikir negatif mulu ke gue.
Aku : Yaudah, bantu apa? Abisnya, lo tiap ngobrol sama gue sekarang mikirnya mesum mulu. Males aaah gue sama lo! (jawabku pura-pura ngambek).
Dimas : Iya iya, sorry deh. Hmm to the point nih ya, Li.
Aku : Ape?
Dimas : Gue kalah taruhan lagi, Li. Gue minjem duit lagi yaaaaa, pleaseee. Tiga ratus aja, buat gue makan. Masa iya lo tega sih liat sahabat lo ini mati kelaparan huhuhu…. (rengeknya).
Aku : Hahahaha Dim, Dim. Kalau gak sangean, ya minjem duit. Wuu! Yaudah gue kirim, tapi ini terakhir kalinya ya! Gue bukan gak mau minjemin lo duit lagi, tapi gue cuma gak mau lo terus-terusan addicted sama judi judi kaya gitu!
Dimas : Iya-iya, gue janji gak akan judi lagi. Gue bayarnya nanti aja ya pas lo kesini. Eh lo jadi kan penelitian disini?
Aku : Jangan iya-iya doang lo!
Dimas : Iya janji, cintaaa! Eh, jadi gak lo penelitian disini?
Aku : Iya jadi, kayanya gue berangkat berempat ke kontrakannya saudaranya temen gue hari senin sore deh. Nanti kalau gue udah nyampe gue kabarin, ya.
Dimas : Yaudah, OK. Kirim duitnya sekarang ya. Yaudah gue mau mandi dulu, mau ikut?
Aku : Iya ntar gue kirim. Sialan lo! Udah minjem duit gue, eh ngajak-ngajak mesum juga! Dasar buto mokondoooooo! Haahahaha.
Dimas : Hahahaha ya siapa tau mau gitu, hahaha. Yaudah bye, Li.
Aku : Bye Lemah!

Setelah menutup telepon Dimas, aku menyalakan televise sembari mencopot celana jeans yang aku pakai tadi dan melepaskan ikat rambutku karena gerah sekali. Kini aku hanya menggunakan tanktop tipis berwarna merah, celana pendek, dan rambut tergerai.



Tidak lama aku baru merebahkan diri di Kasur, seseorang mengetuk pintu kamarku.



??? :
Neng, neng Lia….
Aku : Iya, Pak?
Jarwo : Ini Saya, Pak Jarwo.
Aku : (sambil membuka kunci dan pintu kamarku) Iii-iya, Pak kenapa?
Jarwo : (matanya liar menatap belahan dadaku penuh nafsu) Iii-iini neng, ada titipan dari Jo-Jek, katanya buat eneng (matanya tidak melihat ke arah mataku, si Tua ini masih saja fokus ke belahan dadaku).
Aku : Hah? Dari siapa, Pak?
Jarwo : Gak tau, neng. Saya lupa nanya lagi neng (sembari memberikan bungkusan plastik).
Aku : Oh yaudah deh, makasih ya, Pak (tanganku mengambil cepat bungkusan plastik tersebut. Jari telunjuk Pak Jarwo menoel-noel punggung tangaku).
Aku : Ih Bapak, toel-toel. Nanti diamuk istrinya, loh hahahaha. (jawabku bercanda berharap Pak Jarwo segera meninggalkan pintu kamarku).
Jarwo : Hehe, abisnya eneng cakep banget, sih jadi gemes. Yaudah Bapak turun lagi kebawah.
Aku : Mulai deh Bapak genitnya, hehehe. Makasih ya, Pak.
Jarwo : Sama-sama neng (sumringah sembari meninggalkan pintu kamarku).

Aku kembali menutup dan mengunci pintu kamarku. Dari siapa ya ini? Tanyaku dalam hati. Tidak lama, handphone-ku berbunyi. Ada notifikasi WA dari Iqbal.

Iqbal : Udah nyampe kiriman gue?
Aku : Hah? Oh ini dari kamu? Aku kira dari siapa? Hehehe.
Iqbal : Iya, tadi kan lo abis kena angina motor-motoran sama gue, itu gue kirimin Jo-Food buat lo. Isinya susu jahe, sama sate-satean gitu. Biar gak masuk angina, Li hahaha.
Aku : Ih makasih, looh. Hehehe. Lebay deh kamu pake ngirim beginian segala (blushed).
Iqbal : Ya gue gak mau aja diomelin Dwita gara-gara lo masuk angin abis motor-motoran sama gue. Hahaha. Lagipula, tadi juga kan diperjalanan angin lumayan kenceng. Lain kali, lo pake jaket gue aja deh kalau pulang bareng lagi.
Aku : Hahaha lebay! Gak apa kok, aku juga sering naik motor. Hmm, lain kali? Jadi akan ada lain kali nih? Hehehe (blushed).
Iqbal : Ya kan emang kita searah. Apa mau besok gue jemput? Kita ngampus bareng? Gue bawa helm dua deh.
Aku : Gak ngerepotin? (blushed again).
Iqbal : Ah gak, kok. Tapi nanti kita sarapan dulu ya. Mau?
Aku : Hmmm, yaudah boleh. Kebetulan juga Dwita kayanya besok belum datang deh, bete juga pergi ngampus sendirian.
Iqbal : Ok, nanti kabarin aja lo mau gue jemput jam berapa.
Aku : Ok deh.

Aku pun membuka bungkusan makanan dan minuman kiriman Iqbal sembari menonton televisi. “…biar gak masuk angina katanya? hmm, bisa banget ya alesannya…” gumamku dalam hati. Aku memang dekat dengan beberapa pria, tapi belum pernah ada yang seperti Iqbal. Karakternya yang misterius, wajahnya juga manis, hmm cara dia men-treat wanita itu loh yang buat para wanita klepek-klepek di pelukannya.



EH! KOK GUE JADI MIKIRIN DIA SIH?
HAHAHA, LIA, LIA. APA SIH, GUE?!




Esoknya di pagi hari, lagi-lagi aku terbagun karena aku bermimpi bertemu Ali. Aku mulai membuka mataku, berharap Ali ada disampingku. Ya, aku merindukan sosoknya. Aku memang dekat dengan beberapa laki-laki disini, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mampu menggantikan sosok Ali.

Aku beranjak dari kasurku dengan perasaan sesak. Entah kenapa, tiba-tiba memori kenangan masa lalu bersama Ali kembali menghantui pikiranku. Ali memang sudah sangat jahat kepadaku. Rasa yang selama ini aku jaga hanya untuk dia, dia hancurkan begitu saja karena si wanita jalang itu tiba-tiba hadir di hidup kami. Tidak terasa air mata menetes dipipiku. Rasa sakit itu muncul lagi.



Knock-knock…



Aku tersadar dari lamunanku mendengar suara ketok pintu kamar kosku. Aku mengelap air mata di pipi, membukakan pintu, dan tersenyum.

Iqbal : Yee belum mandi. Dasar!
Aku : Eee-eeh, kok kamu tau kamarku, sih? (kaget dan membenarkan pakaianku yang sedikit terbuka).
Iqbal : Iya, dari tadi gue didepan, gue teleponin lo, tapi gak diangkat. Yaudah gue masuk aja, nanya sama bapak-bapak didepan kamar lo nomor berapa, dia nanya sih, gue siapa lo. Gue jawab aja, gue kakak lo, terus dia ngasih tau kamar lo nomor berapa.
Aku : Hahahaha bisa aja kamu. Yaudah masuk. Ehmm, maaf berantakan kamarnya (blushed).
Iqbal : Jadi, kapal perang mana yang jatuh semalem disini? (katanya sarkastik sambil mengerenyitkan dahi).
Aku : Hmm, iya nanti aku beresin abis pulang kuliah. Yaudah, aku mandi dulu ya, Bal (mengambil handuk di belakang pintu dan mulai masuk kamar mandi).

Aku membuka pakaianku. Aku tersadar, aku tidak menggunakan bra. Sudah pasti putingku terlihat menonjol dari balik tantop yang kupakai. Siapapun yang melihatnya pasti akan sadar bahwa aku tidak menggunakan bra. Ah sudahlah! Untung saja orang yang bertamu pagi ini Iqbal, sosok yang sopan. Dia pasti tidak akan punya pikiran aneh-aneh terhadapku.

Aku mulai membasahi tubuhku, menyabuninya. Sempat terlintas dipikiranku, sosok yang datang pagi ini adalah Ali, bukan Iqbal. Ah! Aku rindu!

Setelah selesai mandi, aku baru ingat, kalau aku tidak bawa pakaian ganti karena terburu-buru tidak enak membuat Iqbal menunggu terlalu lama. Aku mengeringkan badanku, dan melilitkan handuk di tubuhku, aku sempat ragu ingin membuka pintu kamar mandi, tapi ku pikir, tidak apalah, toh Iqbal juga akan paham dan tidak akan macam-macam padaku. Setelah mengumpulkan tekad yang tinggi, aku membuka pintu kamar mandiku, dan terkejutnya aku….

Aku : Eh, Bal. Kamu ngapain?

...

...

...

...


BERSAMBUNG….
(Ps: Kisah ini masih terus berlanjut, ya. Maaf tidak disemua bagian cerita ada alur hubungan seksualnya untuk menjadi originalitas kisahnya. Makin penasaran? Stay tune, ya...)

BACK TO INDEX
 
Terakhir diubah:
BAGIAN VI
BETWEEN THE WOLF

Hari-hari kulewati biasa saja. Aku mulai mempersiapkan beberapa bahan catatan untuk kubawa nanti dipenelitian kelompokku. Damar sangat antusias dengan tugas ini. Dia banyak memberikan ide-ide tentang hal-hal apa saja yang nanti akan kita teliti. Dia jugalah yang membagi tugas kepada kami. Dwita ditugaskan untuk mencatat dan meneliti tentang kesehatan karyawan pabrik, Iqbal ditugaskan untuk mendokumentasikan kegiatan kami, Damar sendiri akan melakukan penelitian di keamanan dan lingkungan pabrik, dan aku sendiri ditugaskan untuk merangkum semua hasil penelitian dan dokumentasi mereka menjadi satu buah karya tulis ilmiah. Huaahh, tak terbayang olehku. Pasti akan stress sekali.



RABU, 13.47



Aku baru saja selesai dari kelas mata kuliahku. Hari ini Dwita tidak hadir di kelas. Dia sedang ada di Bandung membantu pernikahan kakaknya yang akan diadakan esok hari. Aku berjalan sendiri kearah kantin untuk makan siang. Disana sudah ada Iqbal yang duduk sendiri sembari fokus pada layar handphone-nya. Aku menghampirinya.

Aku : Hai, Bal. Sendiri?
Iqbal : Hai, Li. Iya sendiri. Lo sendiri?
Aku : Iya, Dwita pergi ke Bandung, kakaknya nikah. Aku duduk disini aja, yah. Eh, akum au pesen makan dulu. Mau nitip?
Iqbal : Yups, disini aja, penuh meja yang lain. Hmm, gue mau Ice Caramel Latte, ya. Less ice, extra sugar.
Aku : Oke. Gak makan, Bal?
Iqbal : Ah gak. Nanti aja, agak sore atau sekalian makan malem nanti di kosan (jawabnya dengan mata masih terus menatap layar handphone-nya).
Aku : Ih gak boleh gitu, Bal. Gak boleh keseringan telat makan, gak baik. Aku pesenin makan juga sekalian ya.
Iqbal : (tersenyum menatapku) Hmm, yaudah ketoprak aja deh, Li. Oh iya, Damar dimana, ya?
Aku : Okay. Sambil temenin aku makan hehehe. Eh Damar? Gak tau deh. Tadi sih di kelas ada. Coba telepon aja, Bal.
Iqbal : Oh, yaudah. Ini gue ada laptop buat dia pake penelitian. Kebetulan yang ini gak gue pake, kasian juga dia, gak ada laptop. Nanti mau bikin laporan penelitiannya gimana? Hehehe.
Aku : Oh, yaudah. Kamu telepon aja, Bal.

Aku pun berjalan menuju stall makanan di kantin kampusku. Hari ini disini ramai sekali. Mahasiswa lain sedang sibuk mempersiapkan acara Penerimaan Mahasiswa Baru. Setelah aku memesan pesananku dan pesanan Iqbal, aku kembali menghampiri meja tempat Iqbal berada disana. Kami sempat ngobrol-ngobrol sedikit tentang diri kita masing-masing.

Iqbal : Jadi, lo sama Dwita tuh satu kosan gitu?
Aku : Iya, aku satu kosan beda kamar sama Dwita.
Iqbal : Emang lo asli mana? Jauh rumah lo?
Aku : Eh eh, gak jauh kok. Papa dan kakakku tinggal di Tangerang, Ibuku tinggal di Bogor. Maklum, semenjak mereka pisah, aku jadi malas tinggal dirumah. Eh kok jadi curhat hahaha.
Iqbal : Oh, I’m sorry to hear that! Maaf, gue gak tau.
Aku : Hahaha maaf buat apa coba, Bal? Udah lama juga kejadiannya. Jadi aku juga udah biasa aja. Eh makasih ya, Bu (aku mengucapkan terimakasih kepada Ibu Penjaga kantin yang mengantarkan pesanan kita berdua).

Kami makan berdua sambil tetap ngobrol tentang diri kita masing-masing. Dari obrolan kami berdua, aku baru mengetahui bahwa Iqbal adalah seorang anak Yatim. Ayahnya meninggal karena penyakit jantung saat dia masih kecil. Ibu nya sudah tua, umurnya 64 tahun. Iqbal masih mempunyai dua tanggungan adiknya. Adiknya yang pertama bernama Dika, seorang Siswa SMA kelas 3 yang sebentar lagi akan lulus sekolah, sedangkan adiknya yang kedua bernama Dina, seorang siswi SMP kelas 1. Dia bercerita, bagaimana dia menyisihkan uang hasil manggung dari kafe ke kafe di Jakarta untuk membiayai kedua adiknya, dan kebutuhan rumah tangga di rumahnya. Ibu dan adik-adiknya tinggal di Bandung. Mendengar cerita Iqbal, hatiku tersentuh. Ternyata, hidupku masih lebih bahagia. Ternyata, ada, loh orang yang kondisi hidupnya tidak sebaik aku namun masih bisa survive. Aku makin yakin, jika Iqbal memang pantas diidolai oleh wanita-wanita di kampusku. Selain orangnya memang berkarisma, dia juga ternyata seorang pekerja keras yang sayang keluarga. Idaman, bukan?

Setelah makanan kami habis, Iqbal mengambil sebatang rokok dari tasnya. Yang menjadi perhatianku, rokoknya bukan berada pada kotak rokok yang biasa aku lihat. Rokoknya berada di dalam plasti bening kecil.

Iqbal : Kenapa lo senyum-senyum sendiri? (tanyanya sambil rokok menempel pada bibirnya untuk siap dinyalakan).
Aku : Hahaha gak kok. Aneh, kok rokokmu ada diplastikin gini? Kaya permen pas aku SD hahaha.
Iqbal : Oooh. Hahaha iya, gue beli ketengan. Maklum, akhir bulan dan akhir tahun. Job manggung lagi dikit banget. Ini aja tinggal sisa 3 batang, lumayanlah buat nanti sampe malem hahaha.
Aku : Sedih banget sih hehe. Tapi aku salut loh sama kamu. Kok bisa sih kamu kuat begini?
Iqbal : Hmm, apa ya. Gue cuma mikir, buat apa nyesel sama hidup kita sendiri? Toh semuanya udah diatur, ya kita tinggal pilih. Mau cuma diam, nyeselin apa yang terjadi dihidup kita, atau kita harus move on dan jalanin hidup kita dengan semangat.Nanti juga ada cahaya-Nya sendiri kok buat kita, hahaha bijak ya gue hahaha.
Aku : (blushed) Bijak banget sih hehehe. Eh mendung, Bal. Kamu gak pulang?
Iqbal : Eh iya. Yaudah yuk pulang. Lo pulang kearah mana?
Aku : Aku pulang naik angkot merah tujuan Kebon Kelapa, nanti di perempatan setelah Kampus C, aku turun. Kamu?
Iqbal : Gue juga kearah Kelapa. Mau bareng aja? Yuk, biar gak lama juga. Udah mendung banget (katanya bergegas dan menggandengku untuk berdiri).

Aku berdiri mengikuti langkahnya meninggalkan kantin kampusku. Sambil berjalan, Iqbal mengajakku ngobrol, bertanya aku sudah punya pacar atau belum, setelah lulus mau kerja dimana dan lainnya. Sepanjang perjalanan menuju gerbang kampusku, aku bisa merasakan seluruh wanita yang melihatku saat ini berjalan berdua bersebelahan dengan Iqbal menunjukkan muka iri. Malah ada salah satu wanita yang menatapku seakan ingin menerkamku hehe. Aku bicara pada Iqbal jika aku tidak terlalu nyaman berjalan dengannya jika keadaannya begini. Iqbal malah tertawa dan menggandeng tanganku. “…Biar semua iri terus jadi gossip, deh hahaha…”. Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Ini cowo emang gampang banget deh bikin luluh, kataku dalam hati.


Sesampainya di parkiran motor, Iqbal memakaikan helm kepadaku.


Aku : Loh kok aku yang pake, Bal? Kamu?
Iqbal : Sorry, helmnya cuma satu. Toh deket juga. Jadi kamu aja yang pake, biar aman.
Aku : Ih ngapain? Gak ah. Kamu aja yang pake! (protesku memanyunkan bibir).
Iqbal : (tersenyum) Lo aja yang pake. Seenggaknya, naudzubillah kejadian apa-apa, lo aman karena pake helm. Gue gak mau orang yang gue bonceng kenapa-kenapa. Lagipula, resiko tukang ojek emang gini hehehe.
Aku : Ih, ngomongnya kejadian apa-apa. Serem. Yaudah iyaa (blushed).

Setelah Iqbal menyalakan motornya, aku naik bersamanya. Kami pun pergi menuju kosanku. Diperjalanan, entah kenapa aku nyaman sekali dibonceng olehnya. Wangi parfum khas Bellagio hijau itu seperti memanjakan penciumanku. Sekitar setengah jam kami diperjalanan, akhirnya kami sampai juga dikosanku.

Aku : Makasih ya, Bal. Nih helmnya.
Iqbal : Yooo! Sama-sama (mengambil helm dari tanganku, dan memakainya).
Aku : Mampir ga, Bal? Udah mulai gerimis, loh.
Iqbal : Ah gak usah. Kekejer kok. Ok, gue duluan ya.
Aku : Iya, Bal. Kamu hati-hati ya.

Setelah Iqbal pergi dari gang jalan depan kosanku, aku masuk menuju kamarku. Kuliihat didepan pintu, Dwita sepertinya masih belum pulang dari Bandung.
Di kamar, aku segera melepaskan kerudung dan kemejaku. Aku nyalakan AC, dan merebahkan diri di Kasur. Wah, surga dunia banget, pikirku.


*suara ringtone*


Dimas :
Haloo, Li?
Aku : Hoi. Kenapa, Dim?
Dimas : Hehehehe, gak apa-apa kok. Kangen aja hehehe (katanya sambil cengengesan).
Aku : Yeee dasar si lemah. Gua capek banget nih, baru beres ngampus. Hoaaaaahmm…
Dimas : Yaudah istirahat, hmm.
Aku : Iya ini mau rebahan dikit, terus mandi. Eh tumben lo telepon gue, Dim? Mau ngapain lo? Mau aneh-aneh ya lo? Awas lo ya! (ancamku dengan volume nada yang agak tinggi).
Dimas : Dih dih, gak kok. Hmm, tapi emang gue butuh bantuan lo, sih. Kayanya emang cuma lo sahabat terbaik gue yang bisa bantu gue saat ini.
Aku : Bantu apaan lo? Bantuin lo coli lagi? Hih! Ogah!
Dimas : Eh gak gitu, Li. Lo mah mikir negatif mulu ke gue.
Aku : Yaudah, bantu apa? Abisnya, lo tiap ngobrol sama gue sekarang mikirnya mesum mulu. Males aaah gue sama lo! (jawabku pura-pura ngambek).
Dimas : Iya iya, sorry deh. Hmm to the point nih ya, Li.
Aku : Ape?
Dimas : Gue kalah taruhan lagi, Li. Gue minjem duit lagi yaaaaa, pleaseee. Tiga ratus aja, buat gue makan. Masa iya lo tega sih liat sahabat lo ini mati kelaparan huhuhu…. (rengeknya).
Aku : Hahahaha Dim, Dim. Kalau gak sangean, ya minjem duit. Wuu! Yaudah gue kirim, tapi ini terakhir kalinya ya! Gue bukan gak mau minjemin lo duit lagi, tapi gue cuma gak mau lo terus-terusan addicted sama judi judi kaya gitu!
Dimas : Iya-iya, gue janji gak akan judi lagi. Gue bayarnya nanti aja ya pas lo kesini. Eh lo jadi kan penelitian disini?
Aku : Jangan iya-iya doang lo!
Dimas : Iya janji, cintaaa! Eh, jadi gak lo penelitian disini?
Aku : Iya jadi, kayanya gue berangkat berempat ke kontrakannya saudaranya temen gue hari senin sore deh. Nanti kalau gue udah nyampe gue kabarin, ya.
Dimas : Yaudah, OK. Kirim duitnya sekarang ya. Yaudah gue mau mandi dulu, mau ikut?
Aku : Iya ntar gue kirim. Sialan lo! Udah minjem duit gue, eh ngajak-ngajak mesum juga! Dasar buto mokondoooooo! Haahahaha.
Dimas : Hahahaha ya siapa tau mau gitu, hahaha. Yaudah bye, Li.
Aku : Bye Lemah!

Setelah menutup telepon Dimas, aku menyalakan televise sembari mencopot celana jeans yang aku pakai tadi dan melepaskan ikat rambutku karena gerah sekali. Kini aku hanya menggunakan tanktop tipis berwarna merah, celana pendek, dan rambut tergerai.



Tidak lama aku baru merebahkan diri di Kasur, seseorang mengetuk pintu kamarku.



??? :
Neng, neng Lia….
Aku : Iya, Pak?
Jarwo : Ini Saya, Pak Jarwo.
Aku : (sambil membuka kunci dan pintu kamarku) Iii-iya, Pak kenapa?
Jarwo : (matanya liar menatap belahan dadaku penuh nafsu) Iii-iini neng, ada titipan dari Jo-Jek, katanya buat eneng (matanya tidak melihat ke arah mataku, si Tua ini masih saja fokus ke belahan dadaku).
Aku : Hah? Dari siapa, Pak?
Jarwo : Gak tau, neng. Saya lupa nanya lagi neng (sembari memberikan bungkusan plastik).
Aku : Oh yaudah deh, makasih ya, Pak (tanganku mengambil cepat bungkusan plastik tersebut. Jari telunjuk Pak Jarwo menoel-noel punggung tangaku).
Aku : Ih Bapak, toel-toel. Nanti diamuk istrinya, loh hahahaha. (jawabku bercanda berharap Pak Jarwo segera meninggalkan pintu kamarku).
Jarwo : Hehe, abisnya eneng cakep banget, sih jadi gemes. Yaudah Bapak turun lagi kebawah.
Aku : Mulai deh Bapak genitnya, hehehe. Makasih ya, Pak.
Jarwo : Sama-sama neng (sumringah sembari meninggalkan pintu kamarku).

Aku kembali menutup dan mengunci pintu kamarku. Dari siapa ya ini? Tanyaku dalam hati. Tidak lama, handphone-ku berbunyi. Ada notifikasi WA dari Iqbal.

Iqbal : Udah nyampe kiriman gue?
Aku : Hah? Oh ini dari kamu? Aku kira dari siapa? Hehehe.
Iqbal : Iya, tadi kan lo abis kena angina motor-motoran sama gue, itu gue kirimin Jo-Food buat lo. Isinya susu jahe, sama sate-satean gitu. Biar gak masuk angina, Li hahaha.
Aku : Ih makasih, looh. Hehehe. Lebay deh kamu pake ngirim beginian segala (blushed).
Iqbal : Ya gue gak mau aja diomelin Dwita gara-gara lo masuk angin abis motor-motoran sama gue. Hahaha. Lagipula, tadi juga kan diperjalanan angin lumayan kenceng. Lain kali, lo pake jaket gue aja deh kalau pulang bareng lagi.
Aku : Hahaha lebay! Gak apa kok, aku juga sering naik motor. Hmm, lain kali? Jadi akan ada lain kali nih? Hehehe (blushed).
Iqbal : Ya kan emang kita searah. Apa mau besok gue jemput? Kita ngampus bareng? Gue bawa helm dua deh.
Aku : Gak ngerepotin? (blushed again).
Iqbal : Ah gak, kok. Tapi nanti kita sarapan dulu ya. Mau?
Aku : Hmmm, yaudah boleh. Kebetulan juga Dwita kayanya besok belum datang deh, bete juga pergi ngampus sendirian.
Iqbal : Ok, nanti kabarin aja lo mau gue jemput jam berapa.
Aku : Ok deh.

Aku pun membuka bungkusan makanan dan minuman kiriman Iqbal sembari menonton televisi. “…biar gak masuk angina katanya? hmm, bisa banget ya alesannya…” gumamku dalam hati. Aku memang dekat dengan beberapa pria, tapi belum pernah ada yang seperti Iqbal. Karakternya yang misterius, wajahnya juga manis, hmm cara dia men-treat wanita itu loh yang buat para wanita klepek-klepek di pelukannya.



EH! KOK GUE JADI MIKIRIN DIA SIH?
HAHAHA, LIA, LIA. APA SIH, GUE?!




BERSAMBUNG….

(Ps: Kisah ini masih terus berlanjut, ya. Maaf tidak disemua bagian cerita ada alur hubungan seksualnya untuk menjadi originalitas kisahnya. Makin penasaran? Stay tune, ya...)

BACK TO INDEX
Bukannya iqbal lgi bokek yaa..haha
 
BERSAMBUNG….
(Ps: Kisah ini masih terus berlanjut, ya. Maaf tidak disemua bagian cerita ada alur hubungan seksualnya untuk menjadi originalitas kisahnya. Makin penasaran? Stay tune, ya...
Makasih sist, apdate nya... Semangat buat nulis lanjutan nya...
:Peace: :Peace:

Dari pengembangan cerita, kayanya lebih cocok tag DRAMA deh dibanding tag CERBUNG
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd