Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Aku Indira : Istri Ustadz Yang Haus

POV Dewa

Manusia memang ditakdirkan untuk tidak pernah puas terhadap apa yang dicapainya. Mulai dari pendidikan, kekayaan, jabatan sampai dengan keluarga. Hal ini bisa berdampak pisitif dalam memotivasi diri untuk berprestasi, namun juga dapat menjadi faktor yang bisa menyebabkan manusia menjadi depresi, apalagi jika membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses, baik itu keluarga, teman maupun.. tetangga anda sendiri.Namaku Dewa, usia 36 tahun, dan saat ini tinggal di sebuah perumahan sederhana (bukan real estate) di kawasan pinggiran Ibu Kota. Rumah di kompleks perumahanku sebagian besar bertipe 45. Namun dengan penghasilanku yang lumayan aku bisa membuat rumahku yang mungil menjadi terlihat indah dan asri. Boleh dibilang rumahku merupakan rumah terindah di kompleks ini. Aku menempati rumah ini sejak mulai menerima gaji pertama di perusahaan asal Jepang, dulunya bersama istri dan anak anakku, namun sejak 6 tahun lalu aku sendirian di rumah ini, karena istriku yang dulu telah berpisah denganku karena selingkuh dengan pria lain ketika aku dinas di pulau penghasil minyak utara Jawa. Aku mempunyai tetangga persis belakang blok rumahku, sepasang suami isteri dengan dua anak yang sudah beranjak dewasa. Suaminya seorang ustadz yang memiliki pesantren dan isterinya ibu rumah tangga. Pada awalnya aku tidak terlalu peduli dengan tetanggaku yang religi itu. Namun sejak saat Pak Ustadz minta tolong padaku untuk membantu pesantren nya dari bidang IT, aku mulai sering berinteraksi dengan mereka. Ketika mereka datang bertamu ke rumah ku untuk menyampaikan tawarannya kepadaku, aku sedikit terpukau dengan sang isteri yang punya body seksi dan montok. Walaupun sang istri pada saat itu menggunakan baju muslim khas ibu ibu pengajian, tetap saja lekuk tubuh dan bokong semoknya tercetak jelas dalam pandanganku. Pada saat itu aku merasa keterpukauanku hanyalah hal biasa saja.Namun waktu berkata lain. Ternyata setelah berinteraksi dengan Bu Indira begitu nama tetanggaku yang montok itu, aku mulai merasa ada daya tarik yang muncul dari wanita itu. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Bu Indira.Pertama tentu saja body-nya yang montok, dengan dada yang menjulang dan pantat yang besar namun padat. Bu Indira kutaksir mungkin antara 36 B atau 36 C. Apalagi pantatnya yang bahenol itu tak kalah merangsang dibanding pantat "Baby Margaretha", membuat pria penasaran untuk meremasnya.Kedua, wajah Bu Indira yang sensual dan anggun mempesona. Ketika aku melihat wajah Bu Indira, maka aku membayangkan bintang film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya yang tipis dan matanya yang nakal. Setiap kulihat bibir itu berbicara, ingin rasanya aku merasakan ciuman dan kulumannya yang membara.
Ketiga adalah selera berbusananya, terutama selera pakaian dalamnya. Pertama kali aku mendapatkan info tersebut dari Mbak Pon yang sempat aku kepoin tentang Bu Indira. Mbak Pon kerja paruh waktu denganku. Ya hanya membantu menyapu, mengepel lantai, membereskan rumah, cuci dan setrika bajuku aja. Karena Mbak Pon juga merupakan pembantu nya Pak Ustadz dan Bu Indira. Info dari Mbak Pon bahwa model dan warnanya beraneka macam, mulai dari celana dalam warna hitam, biru, merah, hijau sampai yang transparan. Modelnya mulai dari yang biasa-biasa saja sampai model G-string. Motifnya dari yang polos sampai yang bermotif bunga, polkadot, gambar lucu sampai ada yang bergambar bibir. Wah.. di balik penampilannya yang alim ternyata seleranya seperti pelacur jalanan. Sebagai lelaki kadang kita ingin sekali bermain seks dengan perempuan jalanan.Tiga hal itulah yang membuat aku selalu menyempatkan untuk curi-curi pandang pada Bu Indira dan tak lupa sambil membayangkan dibalik baju gamis nya dia menggunakan pakaian dalamnya yang"jalang" itu.
Suatu hari, sepulang dari salah sazu client, aku mampir ke Supermarket dekat kompleks sekedar membeli makanan instan. Tak disangka di supermarket itu aku bertemu Bu Indira dengan memakai kacamata gaul bermerk dari Eropa. Entah kenapa jantungku jadi berdegup keras, apalagi ketika kulihat pakaian Bu Indira yang mencetak payudara dan bokongnya walaupun menggunakan baju gamis. Kadang aku suka menggumam sendiri, kalau seperti ini bukan baju gamis tapi baju gemas. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil birahiku untuk naik."Assalamualaikum.. Ibu, belanja juga?" sapaku."Eh.. Mas Dewa, biasa belanja kebutuhan dapur", jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya."Memang rutin ya bu belanja disini?" tanyaku."Iya Mas Dewa.. Sebulan sekali saja, sekarang memang waktunya belanja lagi"."Aku merasa gembira dengan pertemuan tak terduga ini, namun sayang pembicaraan terhenti karena handphone Bu Indira berbunyi. Ia kemudian sibuk berbicara dengan seseorang di jalur komunikasi udara tersebut.Tak lama berselang Bu Indira menutup teleponnya. "Pak Ustadz yang telepon, titip dibelikan susu Mas. Lusa mau pulang ke rumah", katanya."Wah, Pak Ustadz ini bagaimana sih. Punya susu koq masih kurang aja. Malah minta dibelikan lagi" candaku ke Bu Indira. "Ihhhh apaan sih Mas Dewa ini" dengan wajah bersemu merah Bu Indira menjawab candaanku.
Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya", aku mengambil keranjang belanja Bu Indira."Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang"."Ohh.. Ayo kita sama-sama", kataku.Aku segera mengambil inisiatif berjalan lebih dulu ke kasir dan dengan sangat antusias membayar semua belanjaan Bu Indira."Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti", kata Bu Indira kaget."Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu Pak Ustadz , siapa tahu dapat susu istrinya, ha-ha-ha..", aku mulai bercanda yang sedikit menjurus."Ihh.. Mas Dewa!" jerit Bu Indira malu-malu. Namun aku melihat tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku. Kami berjalan menuju parkiran motor, setelah menaruh belanjaan di gantungan depan, aku mengajaknya makan dulu. Dengan malu-malu Bu Indira mengiyakan ajakanku.

Jadi sebelum di lanjutkan cerita kita makan juga ya kisanak. Sesuai motto saya adalah "Alon alon asal isoh kelon"
 
POV Dewa

Manusia memang ditakdirkan untuk tidak pernah puas terhadap apa yang dicapainya. Mulai dari pendidikan, kekayaan, jabatan sampai dengan keluarga. Hal ini bisa berdampak pisitif dalam memotivasi diri untuk berprestasi, namun juga dapat menjadi faktor yang bisa menyebabkan manusia menjadi depresi, apalagi jika membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses, baik itu keluarga, teman maupun.. tetangga anda sendiri.Namaku Dewa, usia 36 tahun, dan saat ini tinggal di sebuah perumahan sederhana (bukan real estate) di kawasan pinggiran Ibu Kota. Rumah di kompleks perumahanku sebagian besar bertipe 45. Namun dengan penghasilanku yang lumayan aku bisa membuat rumahku yang mungil menjadi terlihat indah dan asri. Boleh dibilang rumahku merupakan rumah terindah di kompleks ini. Aku menempati rumah ini sejak mulai menerima gaji pertama di perusahaan asal Jepang, dulunya bersama istri dan anak anakku, namun sejak 6 tahun lalu aku sendirian di rumah ini, karena istriku yang dulu telah berpisah denganku karena selingkuh dengan pria lain ketika aku dinas di pulau penghasil minyak utara Jawa. Aku mempunyai tetangga persis belakang blok rumahku, sepasang suami isteri dengan dua anak yang sudah beranjak dewasa. Suaminya seorang ustadz yang memiliki pesantren dan isterinya ibu rumah tangga. Pada awalnya aku tidak terlalu peduli dengan tetanggaku yang religi itu. Namun sejak saat Pak Ustadz minta tolong padaku untuk membantu pesantren nya dari bidang IT, aku mulai sering berinteraksi dengan mereka. Ketika mereka datang bertamu ke rumah ku untuk menyampaikan tawarannya kepadaku, aku sedikit terpukau dengan sang isteri yang punya body seksi dan montok. Walaupun sang istri pada saat itu menggunakan baju muslim khas ibu ibu pengajian, tetap saja lekuk tubuh dan bokong semoknya tercetak jelas dalam pandanganku. Pada saat itu aku merasa keterpukauanku hanyalah hal biasa saja.Namun waktu berkata lain. Ternyata setelah berinteraksi dengan Bu Indira begitu nama tetanggaku yang montok itu, aku mulai merasa ada daya tarik yang muncul dari wanita itu. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Bu Indira.Pertama tentu saja body-nya yang montok, dengan dada yang menjulang dan pantat yang besar namun padat. Bu Indira kutaksir mungkin antara 36 B atau 36 C. Apalagi pantatnya yang bahenol itu tak kalah merangsang dibanding pantat "Baby Margaretha", membuat pria penasaran untuk meremasnya.Kedua, wajah Bu Indira yang sensual dan anggun mempesona. Ketika aku melihat wajah Bu Indira, maka aku membayangkan bintang film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya yang tipis dan matanya yang nakal. Setiap kulihat bibir itu berbicara, ingin rasanya aku merasakan ciuman dan kulumannya yang membara.
Ketiga adalah selera berbusananya, terutama selera pakaian dalamnya. Pertama kali aku mendapatkan info tersebut dari Mbak Pon yang sempat aku kepoin tentang Bu Indira. Mbak Pon kerja paruh waktu denganku. Ya hanya membantu menyapu, mengepel lantai, membereskan rumah, cuci dan setrika bajuku aja. Karena Mbak Pon juga merupakan pembantu nya Pak Ustadz dan Bu Indira. Info dari Mbak Pon bahwa model dan warnanya beraneka macam, mulai dari celana dalam warna hitam, biru, merah, hijau sampai yang transparan. Modelnya mulai dari yang biasa-biasa saja sampai model G-string. Motifnya dari yang polos sampai yang bermotif bunga, polkadot, gambar lucu sampai ada yang bergambar bibir. Wah.. di balik penampilannya yang alim ternyata seleranya seperti pelacur jalanan. Sebagai lelaki kadang kita ingin sekali bermain seks dengan perempuan jalanan.Tiga hal itulah yang membuat aku selalu menyempatkan untuk curi-curi pandang pada Bu Indira dan tak lupa sambil membayangkan dibalik baju gamis nya dia menggunakan pakaian dalamnya yang"jalang" itu.
Suatu hari, sepulang dari salah sazu client, aku mampir ke Supermarket dekat kompleks sekedar membeli makanan instan. Tak disangka di supermarket itu aku bertemu Bu Indira dengan memakai kacamata gaul bermerk dari Eropa. Entah kenapa jantungku jadi berdegup keras, apalagi ketika kulihat pakaian Bu Indira yang mencetak payudara dan bokongnya walaupun menggunakan baju gamis. Kadang aku suka menggumam sendiri, kalau seperti ini bukan baju gamis tapi baju gemas. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil birahiku untuk naik."Assalamualaikum.. Ibu, belanja juga?" sapaku."Eh.. Mas Dewa, biasa belanja kebutuhan dapur", jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya."Memang rutin ya bu belanja disini?" tanyaku."Iya Mas Dewa.. Sebulan sekali saja, sekarang memang waktunya belanja lagi"."Aku merasa gembira dengan pertemuan tak terduga ini, namun sayang pembicaraan terhenti karena handphone Bu Indira berbunyi. Ia kemudian sibuk berbicara dengan seseorang di jalur komunikasi udara tersebut.Tak lama berselang Bu Indira menutup teleponnya. "Pak Ustadz yang telepon, titip dibelikan susu Mas. Lusa mau pulang ke rumah", katanya."Wah, Pak Ustadz ini bagaimana sih. Punya susu koq masih kurang aja. Malah minta dibelikan lagi" candaku ke Bu Indira. "Ihhhh apaan sih Mas Dewa ini" dengan wajah bersemu merah Bu Indira menjawab candaanku.
Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya", aku mengambil keranjang belanja Bu Indira."Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang"."Ohh.. Ayo kita sama-sama", kataku.Aku segera mengambil inisiatif berjalan lebih dulu ke kasir dan dengan sangat antusias membayar semua belanjaan Bu Indira."Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti", kata Bu Indira kaget."Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu Pak Ustadz , siapa tahu dapat susu istrinya, ha-ha-ha..", aku mulai bercanda yang sedikit menjurus."Ihh.. Mas Dewa!" jerit Bu Indira malu-malu. Namun aku melihat tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku. Kami berjalan menuju parkiran motor, setelah menaruh belanjaan di gantungan depan, aku mengajaknya makan dulu. Dengan malu-malu Bu Indira mengiyakan ajakanku.

Jadi sebelum di lanjutkan cerita kita makan juga ya kisanak. Sesuai motto saya adalah "Alon alon asal isoh kelon"
Ojo lali susu susu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd