Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Alana

Bimabet
Chapter 17
Bagian 1



POV 3rd



Alana dan Andi tiba di kos-kosan. Saat keluar dari mobil, Alana sempat melihat tak jauh dari kosan, tampak sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam yang tak begitu ia perhatikan merknya. Cuma menurut Alana, mobil itu kategory mobil mewah, bahkan sepertinya pernah ia lihat iklannya entah di TV atau di youtube.

“Ada apa al?” Andi menyadari Alana yang tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menyempatkan melihat ke arah mobil itu.

“Gak apa-apa Ndi… yuk” buru-buru keduanya langsung masuk ke dalam kos-kosan.

Begitu masuk melalui gerbang, Alana semakin mengernyit karna pintu kamar nomer 2, yang adalah kamarnya tengah terbuka. Tapi ia dan Andi tetap berjalan ke sana. Hingga dari kamar nomer 3, pintu kamar terbuka. Risna langsung keluar dari kamar tersebut.

“Eh al… Ndi…. itu……….”

Tak selesai kalimat terucap dari wanita itu, Alana sudah langsung mengetahui apa yang sebenarnya ingin di katakan oleh Risna yang telah di anggapnya sebagai kakak selama ini, karena bersamaan juga tubuhnya langsung membeku, kaku seperti es saat melihat di dalam kamarnya, Rafa tak sendiri.

“Di…. a…. a…. da…. di…. si…. ni” begitulah kalimat dari Risna selanjutnya, yang nyaris terputus-putus. Alana langsung menarik nafas dalam-dalam. Sempat ia menoleh ke Risna, tapi dia tak mungkin protes pada Risna. Mungkin ini ulah sosok yang sedang bermain bersama Rafa putranya di dalam sana.

Apalagi di dalam sana, tidak hanya satu mainan yang berserakan di lantai beralaskan karpet melainkan banyak. Belum lagi kardus mainan yang di tumpuk tak jauh dari posisi keduanya itu, membuat Alana langsung mulai mampu menguasai diri.

Rupanya kedatangan Alana pun di sadari oleh sosok di dalam sana. Pria itu menoleh, dan beberapa jenak mereka saling bersitatap.

Anehnya, pria itu tidak menunjukkan sikap yang sama seperti Alana. Dia bersikap biasa saja. Terkesan santai, dan tak menunjukkan keterkejutannya atas hadirnya wanita cantik berkerudung itu. Pun tak khawatir, apabila tindakannya ini mencetuskan amarah sang wanita.

“Apa-apaan ini?” ujar Alana yang segera melangkah masuk.

“Eh unda… hehehe, unda. Mainannya Fafa banyak. Hehehe di beliin omnya”

Alana hanya mengangguk, sedikit memberi senyum pada putranya.

“Anda siapa sebenar-” Andi sendiri yang ingin ikut bersuara, langsung bungkam karena bersamaan Alana pun menarik lengan sosok pria di dalam sana.

“Ayo…. kita harus berbicara sekarang, Pak Arkana” ya! Pria itu adalah Arkana.

“Ada masalah apa?” balas Arkana, tanpa mengindahkan ajakan Alana. Dia malah masih kekeh duduk mendampingi Rafa di dalam sana.

“Jelas ini adalah masalah buat kami bapak Arkana…. ku mohon, kita harus berbicara sekarang juga”

“Di sini?” tanya Arkana. Mendengar itu, tentu saja sedikit memantik emosi Andi.

Saat Andi ingin maju, Alana menahan di dadanya. “Gak apa-apa Ndi. Biarkan aku yang mengurusnya, mending kamu pulang aja”

Mendengar itu, Andi hanya mendengus. Sedangkan Arkana langsung menatapnya tajam.

Kedua pria itu saling bersitatap.

Andi yang wajahnya memerah karena menahan kesal dan emosi, sedangkan Arkana langsung menunjukkan senyum meremehkan padanya.

“Ndi ku mohon…. pulanglah sekarang” pinta Alana dengan bersuara pelan. Lirih seakan suaranya itu memendam makna yang begitu dalam.

“Baiklah… tapi jika dia tetap mencari masalah ke kamu. Katakan saja, karena itu akan menjadi urusanku juga”

“Oh ya?” celetuk Arkana.

Andi ingin maju, tapi tetap saja Alana menahannya. “Ndi… please”

Alana tahu, jika Andi ini agak sedikit tempramen. Apalagi kalo itu berhubungan tentangnya, karena pria ini, sangat menyayanginya.

“Ya sudah, aku tak bisa membantah…. kalo begitu aku pulang sekarang, Assalamualaikum”

Alana akhirnya menarik nafas dalam-dalam, sembari tetap menjawab salam dari Andi yang juga telah langsung mengambil sikap untuk mundur. Setidaknya hari ini dia tak kuasa untuk membantah keinginan Alana. Dia menyayanginya, karena hal itulah dia meninggalkannya sesuai yang ia inginkan.



Dan kini….

Teringgal hanya ia dan Arkana, beserta Rafa.

Risna muncul dari pintu. “Al… ma-” masih sama seperti tadi, ucapan wanita itu tak selesai karena Alana langsung menyela.

“Kak Ris…. aku titip Rafa dulu. Aku mau ngobrol ma pak Arkana”

Risna hanya mengangguk. Karena sejujurnya, ia juga merasa tidak enak pada Alana. Mengingat ini semua telah terjadi.

Risna akhirnya mau tak mau harus menyembunyikan kejadian dimana Arkana tiap hari mampir di kamar rawat Rafa dengan dalih hanya ingin melihatnya saja, mengingat pria itu pula yang masih memiliki tanggung jawab atas kesembuhan anak itu. Kemudian, atas permohonan pria itu pulalah yang mengatakan jika tak perlu mengatakan pada Alana kalo ia kerap datang ke sini di saat Alana sedang bekerja. Karena pria itu tak mau, Alana malah marah dan malah langsung mengusirnya. Hati nurani Risna akhirnya terketuk, apalagi mengingat bagaimana kerasnya Alana kalo menyangkut urusan dengan pria ini. Entah apa yang mereka sembunyikan. Begitu batin Risna yang kerap muncul, ketika ia sedang memikirkan kedua orang itu.

Yang Risna ketahui hanyalah pria itu adalah mantan kekasih Alana di masa lalu. Hanya sebatas itu.

Apakah memang hanya sekedar mantan pacar atau malah lebih dari sekedar mantan kekasih?

“Kita ngobrol di luar aja, Pak Arkana”

Pria itu hanya mengangguk. Tak membantah sama sekali. Namun begitu, sebelum ia keluar, ia menyempatkan melakukan sebuah tindakan kecil yang langsung membuat jantung Alana nyaris berhenti berdetak.

“Rafa…. ayah pergi dulu ya. Nanti ayah bakal balik lagi” sambil mengatakan itu, Arkana mengusap lembut kepala Rafa.

“Katanya om gak boleh jadi ayahna Fafa”

“Oh ya? Siapa yang bilang?” tanya Arkana sambil berlutut di hadapan sang anak.

“Unda” Arkana lantas menoleh ke Alana. Dia melempar senyum pada wanita itu yang masih menatap mereka dengan perasaan yang mulai berkecamuk.

“Sepertinya bunda bohong kok, sayang. Nanti ayah akan meminta ke bunda, kalo ayah ingin jadi ayahnya Rafa….” Alana merasakan sepasang matanya mulai memanas. Mulai menampung butiran kaca di dalamnya. “Semoga bunda nantinya tidak berbohong lagi ke Rafa. Ke kita semua” lanjut pria itu. Sambil mengatakan itu pun, tatapannya masih tak lepas dari Alana.

Karena melihat Alana yang mulai menunjukkan kesedihan, Arkana dengan cepat langsung berdiri. Dia menyempatkan mengusap kepala Rafa, lalu berjalan mendekat ke Alana. “Yuk… katanya mau ngobrol?”

“I… iya” balas Alana sembari mengangguk pelan.



-----00000-----​





POV Alana



Tidak…. aku tak boleh sama sekali menunjukkan kekalahan di hadapan pria ini. Aku tak boleh bersedih lagi. Sudah cukup bagiku untuk bersedih. Apalagi ini…. kenapa dia bisa sampai ke sini? Pasti ini karena ulah kak Risna. Aku yakin itu. Nanti kan ku tanyakan padanya apa yang sebenarnya terjadi.

Karena untuk sekarang, yang mesti ku lakukan adalah berbicara dengan Arkana. Mencoba untuk memberinya pengertian jika kami, tak ingin hidup kami terganggu karena kehadirannya di sini. Biarkan kami menjalani hidup kami seperti biasa tanpa hadirnya dia lagi.

Aku melangkah di belakangnya. Tak ingin berjalan di sisinya saat keluar dari kosan.

“Sepertinya kita ngobrolnya agak jauhan aja, bagaimana Alana?” tiba-tiba aku agak sedikit terkejut, karena sedang kurang fokus saat pria itu malah berbicara sambil berhenti melangkah.

“Eh I… iya. Terserah kamu aja, ka” pria itu malah melempar senyum.

Kadang aku merasa bingung dengan sikapnya. Seperti malam ini, sikapnya benar-benar berbeda, dia menunjukkan sikap humanisnya seperti yang memang ku kenal selama ini. Sikap inilah yang sejujurnya ku rindukan.

Ahhhh tidak… tidak. Berhenti memikirkan itu semua, Alana. Aku lantas membatin. Ini salah.

Akhirnya pria itu kembali berjalan. Kemana ia akan mengajakku?

Tapi anehnya kenapa aku tidak menghentikannya di sini saja? Kenapa aku tidak menarik lengannya saja, mengajaknya untuk berbicara di depan pagar kosan? Apalagi saat ini kondisi di luar sini agak sepi jadi sangat memungkinkan buat kami untuk mengobrol.

Pria itu terus melangkah tanpa menoleh padaku. Aku sendiri mengikutinya dari belakang, dengan harapan dia mau mengajakku mengobrol sekarang, di sini tanpa perlu pergi jauh lagi.

Tapi kenyataan yang terjadi, pria itu malah telah tiba di mobil yang sempat ku lihat tadi waktu Andi mengantarkanku kesini.

Pria itu kini telah membuka pintu mobilnya.

“Naiklah”

Tidak. Aku tak boleh mengikuti keinginannya.

“Kenapa diam saja? Bukankah kamu ingin mengajak saya untuk berbicara?”

Bodoh! Stupid! Kenapa tetap diam saja sih, Alana?

“Ck!” ku dengar pria itu sampai berdecik. Kemudian melangkah mendekatiku.

Kini, pria itu telah berdiri di hadapanku. “Naiklah…. saya hanya mengajakmu muter-muter kompleks saja, tidak perlu jauh, tapi ngobrol di mobil jauh lebih aman dibanding mengobrol di luar. Karena, mobil ini akan saya suruh menutup telinga biar obrolan kita tidak ada yang mendengar, berbeda jika ngobrol di luar. Dinding pun bisa mendengarnya, Alana.” Aku menatapnya. Ingin senyum sih, karena merasa geli saja cara dia memberikan perumpamaan.

Dan akhirnya mau tak mau, kepalaku terangguk sendiri menyetujui keinginannya itu.

Aku pun tanpa permisi langsung masuk ke mobilnya. Dia sempat menggeleng, lalu ikutan masuk ke dalam.

Pria itu kini berada di belakang kemudi, dengan aku yang duduk di sampingnya.

“Baiklah…. mari kita jalan” ujarnya kemudian. Lalu ku rasakan mobil pun mulai berjalan meninggalkan tempat ini.

Mobil berjalan, menyisakan suara nafasku yang berat terasa saat ku tarik lalu hembuskan. Jangan bertanya lagi bagaimana jantungku berdetak dalam sana, keras sekali. Secuil ingatan masa lalu bersamanya pun kembali mengganggu pikiranku. Mencoba untuk membuat perasaanku kembali berkecamuk.

Aku sampai tanpa sadar melihat kabin mobil yang benar-benar mewah.

Ka… darimana kamu mendapatkan uang sebanyak ini, sampai bisa membeli mobil semahal ini? begitu batinku saat mulai menyadari, mobil miliknya ini bukan seharga ratusan juta. Tapi sudah menyentuh milyaran. Kalau melihat penampilannya selama ini, sejak kali pertama kami di pertemukan lagi setelah 4 tahun berlalu, masih tetap saja sama seperti terakhir aku melihatnya. Tak ada perbedaan yang signifikan.

Cuma… Hmm…. memang sih, penampilannya agak lebih maskulin sekarang daripada sebelumnya.

Plak!

‘Stop alana…..!’


Tanpa sadar aku menepuk kepalaku sendiri karena mengikuti pikiran konyolku. Untung saja pria itu tidak menyadari sikapku barusan.


-----00000-----


Terima kasih ane ucapin buat suhu2 yang sudah berbagi support dengan ane ya! semoga rejeki kalian semakin bertambah. Amiin.

Yang ingin mendukung ane, bisa japri PM ya. Nanti ane infoin dimana cerita ini ane posting full series.
 
Wah mantap nih, makin update makin penasaran
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd