Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT ANDAIKAN WAKTU ITU...

Mana tokoh yang paling Anda sukai dari kedua wanita Erik ini? (Boleh berubah jawaban)

  • Rini

  • Metta


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Diary Metta: Hari-hari Yang Hilang
(Crossover Special)
Chapter 20A:


My First Stay Abroad



Desember 2013

Apartemen B
Ulsan, Korea Selatan



"Jamsimanyeo!"

"Ne."



Aku menunggu sebentar di mudroom saat temanku, Han-na, masuk ke dalam apartemennya dan menyalakan lampunya. Ini adalah apartemen standar di Korea, namun agak besar karena aslinya untuk satu keluarga. Ya, seenggaknya, kata Han-na, dulunya begitu.

Han-na dengan segera mengambil beberapa barang yang berserakan di lantai, baju-baju, atau entah apalah itu, kemudian menyalakan vacuum cleaner berbentuk robot.


"Maaf ya, Seung-hee-ya, rumahnya berantakan."

"Oh, nggak apa-apa, gwaenchana. Mau aku bantu beresin, Sunbae?"

"Aniyo, ini hari pertama kamu di sini, so kamu jangan bekerja."



Aku mengangguk. Oh ya, Seung-hee itu adalah aku. Karena orang Korea kesulitan dalam menyebutkan namaku (kecuali Direktur Kim dan CEO Park), Metta Prameswari, maka untuk memudahkan administrasi, aku diberikan nama Korea "Seung-hee", Baek Seung-hee. Ini hanya untuk sehari-hari saja, karena dalam dokumen resmi, aku tetap memakai nama asliku.


"Sunbae tinggal sendiri ya?"

"Iya, selama proses cerai ama suami aku, dia milih keluar dari rumah, so ya cuman aku aja di sini, setelah Tae-woo sekolah di boarding school. Makanya aku minta kamu tinggal di sini aja selama di Ulsan."



Tuan rumahku sekarang bernama Kang Han-na, atau aku memanggilnya dengan Han-na saja, atau Sunbae, karena dia lebih senior daripadaku. Dia rekanku selama aku jadi management trainee di kantor pusat KSI Group di Ulsan. Selama tiga bulan pertama, kami memang diberikan asrama perusahaan, namun setelah itu kami harus cari tempat tinggal sendiri, dan untunglah Han-na punya kamar kosong di apartemennya, sehingga aku pun menyewanya.

(Demi kemudahan, maka pembicaraan Bahasa Korea akan langsung ditranslate ke Bahasa Indonesia ya gaes, soalnya rata-rata Korea semua, xixixi)

Alasan dari Sunbae punya kamar kosong di sini adalah karena dia sedang dalam proses cerai dari suaminya, kalau nggak salah namanya Son Jin-woo, dan anaknya, Son Tae-woo, masuk boarding school di Seoul dan jarang pulang kecuali sedang libur panjang.

So, perkara kenapa Sunbae bisa cerai dengan suaminya, bukan karena ekonomi, karena suami Sunbae itu boleh dibilang amat berkecukupan. Lebih tepatnya, ini gara-gara kontol suami Sunbae sering jajan ke mana-mana, hahaha. Klasik ya? Tapi nggak juga, karena Sunbae sendiri orangnya terbuka, jadi dia nggak masalah suaminya mau njajan ke mana-mana, yang penting kebutuhan tercukupi. Nah, di sinilah masalahnya, karena belakangan ini kalau sudah jajan, si suami ini udah lemes sehingga nggak ngaceng pas ama si Sunbae. Entah antara emang suaminya udah mulai lemah atau dia jajannya kalap sehingga kering duluan begitu sampai rumah, intinya Sunbae udah nggak bisa terima karena menganggap suaminya melanggar ketentuan.

Begitulah, akhirnya aku pun tinggal dengan Sunbae untuk sementara selama di Korea. Aku dan Sunbae berbagi semuanya, mulai dari tagihan sampai tugas-tugas rumah. Well, kecuali belanja, karena untuk itu kami harus keluar bersama. Untuk memasak, aku dan Sunbae bergiliran, bila hari ini aku, maka besoknya adalah giliran Sunbae. Kami tentu saja saling membantu. Untunglah Mama mengajariku banyak masakan, sehingga aku bisa memasak masakan Indonesia serta Tionghoa. Masalahnya adalah bumbunya susah untuk masakan Indonesia, kalaupun ada harus beli di supermarket Asia Tenggara, dan harganya benar-benar mahal, bahkan sekadar untuk membuat nasi goreng sekalipun, karena nasi goreng Indonesia dengan bokkeumbap Korea jelas punya cita rasa yang berbeda. Sebaliknya, aku pun belajar masakan Korea dari Sunbae, masakan yang bukan sekadar bulgogi atau tteokbokki.

Sunbae pun senang ada aku lebih pada akhirnya ada teman untuk dia ajak mengobrol. Juga kalau ada aku, maka dia lebih sering minum-minum di rumah, bukan di bar atau pojjang. Aku sendiri kadang ikut minum, tapi seringnya aku memilih soft-drink. Yah, dari dulu aku memang tidak suka miras, bisa minum tapi hanya tidak suka, persis seperti Erik. Malahan aku takjub waktu Erik pernah suatu ketika minum miras segelas, karena kukira dia tidak minum sama sekali. Skip, skip, skip, nah walau jarang minum bersama Sunbae, tapi Sunbae tetap mengajariku cara mencampur somaek, atau bir dan soju Korean style, hihihi. Bisa nih aku jadi miksologis ntar kalau ada acara makan malam perusahaan.

So, mostly, kegiatanku selama di Korea ya paling cuman berangkat kerja, kerja, pulang, ama kadang-kadang pas berangkat kerja, aku sama Sunbae bisa belanja, makan di luar, noraebang, atau ya nge-gym... Macem hari ini, Sunbae tiba-tiba aja ngajakin aku nge-gym pulang kantor.


"Koq mendadak banget sih, Sunbae?"

"Ya, gak apa-apa lah, Seung-hee-ya. Lagian selama winter ini kan kita nggak banyak gerak, biar bisa olahraga sedikit."

"Nah, itu juga maksudku, Sunbae, ini kan winter, suasana di luar dingiiiin banget. Ngapain koq Sunbae mau-maunya pergi ke gym dingin-dingin begini??"

"Heh, kita itu sebagai cewek wajib jaga bentuk badan. Biar tetep sexy, jadi bisa narik laki-laki."



Aku hanya mendengus agak sewot. Sunbae mau sexy sebagaimana lagi sih? Tubuhnya aja udah ideal, tinggi semampai, kulit putih bersih khas perawatan Korea, wajah cantik, boobs aja lebih gede punya Sunbae daripada aku, apalagi pantatnya yang membulat, yang bahkan aku sebagai cewek aja iri dan juga gemas. Kapan ya aku punya pantat sebulet itu?? Ya, itungannya pantat aku montok sih, tapi nggak sebulat punya Sunbae.

Padahal Sunbae itu lebih tua daripada aku, seumuran ama Erik lah. Anaknya udah gede karena dia itu MBA, married by accident gara-gara hamil pas kuliah. Yah, Sunbae ini aktif ngeseks koq, lebih parah daripada aku malahan, jauh jauh lebih parah. Fase nakal aku itu dulu, dari 2009 sampai 2012, itu pun partnerku bisa diitung dengan jari (not counting Erik ya).

Abis dari kejadian 29 Juli 2012 itu, aku udah nggak pernah lagi macem-macem ama cowok lain, cukup Erik seorang aja, karena cuman dia yang nggak zonk. Maksudnya, ya karena ama Erik itu aku dapetin semuanya, ya rasa sayang, perhatian, rasa hormat, juga seks. Yes, Erik is still the best sex I ever have, because he knows how to treat me right. Yang lainnya? Kayak makan makanan yang pas dikunyah enak, tapi lanjutannya ada aftertaste yang nggak enak di mulut. Belum lagi soal rasa sperma punya Erik itu paling enak ke mana-mana, nggak bikin eneg. Adam itu gede, spermanya banyak, tapi pahit dan bikin eneg, mana baunya kayak busuk banget, nggak nyenengin kayak punya Erik. Aku cuman bisa nelen spermanya Adam pas dalam keadaan yang ngeseks ampe bener-bener trance atau mabok, itu juga pas udah sadarannya bikin perut mules ampe berasa kayak nelen obat cuci perut. Lainnya juga sama seperti itu, cuman ama Erik aja yang aku sadar dan bersedia ngelakuinnya. Aah, Erik... Aku jadi kangen ama dia, kangen badannya, aromanya, spermanya, apalagi si Kontol Lucu Imut Kesayangan Metta yang bener-bener pas di semua lubang aku, nggak kegedean, nggak kekecilan, ampe selalu terbayang-bayang tapi nggak sampe bikin trauma, macem...


"Heh, Seung-hee-ya! Lampu merah!"


Aku terkesiap dan hampir saja melewatkan lampu merah. Untung jalanannya sedang lengang sehingga walau agak ngerem mendadak tapi nggak membahayakan siapa-siapa, meskipun agak selip akibat jalan yang licin karena salju.


"Kamu ngalamun ya?"

"Maaf, Sunbae, agak gagal fokus nih."

"Mikirin cowok kamu yang di Indonesia?"

"Iya, mianhaeyo."

"Yah gak apa-apa sih, namanya juga kamu udah di Korea berapa lama coba? Enam bulan ada kali. So, ya wajar aja, tapi jangan pas nyetir juga, ntar kecelakaan gimana hayo?"

"Siap, Sunbae, maaf."

"Udah perhatiin jalan aja, jangan ngalamun, soalnya gym-nya di blok abis lampu merah, jadi siap-siap belok kanan ya."

"Ne."



Jujur saja jantungku masih serasa mau copot pas ngerem mendadak ini, tapi, ayo Metta, kamu harus tetap fokus, hwaiting, kamu bisa. Untungnya tidak ada insiden berarti saat ke gym, yang berada di semacam daerah pertokoan. Kami berdua segera turun, dengan penuh perlengkapan jaket dan lain-lain. Sunbae sih bilangnya gym-nya ada pemanasnya, jadi nggak bakal kedinginan. Tapi tetap saja, jalan dari parkiran ke sono dingin mampus, Sunbae, huhuhu. Ngapain sih tiba-tiba si Sunbae bisa ngide macem gini??

Saat kami masuk ke gym, aduh, sepi banget ini gym, heran deh. Kayaknya cuman ada aku ama Sunbae aja di sini, di tengah banyaknya peralatan gym, dan sepertinya semua member berpikiran sama sepertiku soal ngapain mereka nge-gym di posisi dingin-dingin begini? Eh, koreksi, bukan 2 orang tapi 3 orang, karena ada satu instruktur juga di sana. Dia cowok, mas-mas Korea gitu, cuman badannya muscular, cuman pake boxer ama singlet sport doang, yah, namanya juga instruktur. Satu hal yang aku perhatikan, err... Kontolnya koq nggembung gitu ya dari balik boxer-nya?


"Annyeonghaseyo, Samonim, akhirnya ke sini juga. Eh, kamu bawa temen? Apa ini adiknya?"

"Mana ada adik, eh ya tapi emang agak mirip, sih. Bukan, Jong-suk oppa, temen aku ini, panggil aja dia Seung-hee, dia dari Indonesia lho."

"Oh, Indonesia ya? Aku Han Jong-suk, instruktur di sini."



Dia mengulurkan tangannya kepadaku, dan aku menyalaminya. Hmm, ini orang kayaknya flexing muscle juga ke aku, tapi sayangnya aku nggak gitu tertarik, Mas Jong-suk. Kelihatannya juga Mas Jong-suk ini nggak tertarik juga sama aku, soalnya ngelihatinnya si Sunbae mulu, meskipun iya sih, walau perkara wajah boleh diadu, perkara body aku kalah jauh. Kami lalu berganti pakaian. Aku seperti biasa memakai pakaian gym dengan gym suit lengan panjang dan gym pants panjang warna hijau toska kesukaanku. Namun Sunbae, astaga, dia hanya pake sport bra ama macem hot pants gitu.


"Sunbae, itu nggak terlalu seksi ya??"

"Biarin aja, kan nggak ada orang. Kapan lagi bisa make kayak gini nggak diisengin ama orang."



Meski begitu jawabannya membuat aku curiga. Apalagi saat kami mulai latihan. Memang benar bahwa si Mas Jong-suk ini mengawasi kami berdua, tapi aku cuman diawasi dari jauh saja, sementara sama Sunbae, dia malah ampe dibantuin, dipegangin tangannya, alatnya, berasa kayak orang pacaran aja. Ah, sial, jangan-jangan Sunbae ngajakin nge-gym sebenarnya karena Sunbae pengen flirting ama si Mas Jong-suk. Ngeselin emang, kenapa nggak sendiri aja sih... Akhirnya karena kesel, aku pun, dengan dalih nyari alat yang enak, melipir ah ke tempat yang jauh. Mending aku olahraga sendirian daripada ngeliatin Sunbae pacaran gitu...

Ah, tapi kenapa aku kesel ya? Padahal kan wajar aja sih Sunbae gitu, dia kan kesepian juga, padahal masih cantik... Eh, tapi bukannya proses cerai Sunbae belum kelar ya?? Ah sudahlah bodo amat... Bener kan, abis aku ngejauh malah si Mas Instruktur nggak ngawasin aku, mana kayaknya dia sendirian lagi di sini... Ya gimana ya, emang sepi sih gym-nya.


Beberapa kali sesi sendirian, tidak ada Sunbae dan Mas Instruktur, aku pun bete dan memutuskan tidak lanjut. Biarin ah, aku mau mandi terus nunggu di kamar ganti aja sambil nyantai. Tapi, koq Sunbae nggak ada ya? Baru nyadar aku kalau ternyata aku sendirian di gym segede ini. Sunbae ke mana ya? Apa dia udahan juga? Tapi koq nggak bilang-bilang sih? Ah, paling ke kamar mandi.

Ya udah, aku pun langsung ke kamar mandi, ambil handuk dan jalan ke salah satu bilik mandi yang emang masih kebuka. Ada satu bilik mandi yang kayaknya ketutup dan air pancuran terdengar mengalir. Wah bener nih, Sunbae udah mandi duluan, pelanggaran ini mah. Bete ah, ntar aku ogah masak pokoknya...

Saat aku menyalakan air, aku mendengar suara-suara aneh. Lho, koq kayak ada cewek ama cowok lagi ngobrol? Emang ada anggota lagi datang? Eh bentar, koq bisa ada cowok sih?? Bukannya ini di kamar mandi cewek ya?? Wah, pelanggaran ini.

Aku yang tadinya sudah telanjang pun memutuskan batal mandi, hanya memakai handuk saja, aku keluar dan melihat ke sebelah. Lho, bilik mandinya sudah kebuka? Perasaan tadi ketutup lho, ke mana ya orangnya. Oh iya, Sunbae mana ya? Aduh, kebiasaan banget sih, Metta, pengen ngelabrak orang malah cuman pake handuk begini. Gimana kalau malah kamu diperkosa? Lalu diculik, dibawa pulang, dijadiin budak seks oppa-oppa Korea? Terus gak bisa pulang, gak bisa ketemu Erik lagi, gak bisa ketemu Mama ama Papa lagi... Ih, ngeri sekali, astaga. Makanya aku mending cari Sunbae aja, biar ada temannya.

Namun baru berjalan beberapa langkah di sudut tempat sauna yang kini terbuka, terdengar suara orang yang sedang bersetubuh. Macem ah, ah, ah, gitu deh. Wah, rupanya ini pelakunya mereka pindah ke sauna ya. Penasaran, aku pun menuju ke sana. Nah kan, kamu kenapa ****** sekali sih, Metta? Gimana kalau... Ah sudahlah, nggak apa-apa kali kalau cuman ngelihat.

Aku mengintip dari sela pintu yang terbuka dan astaga, rupanya itu Sunbae, sedang disodok dalam posisi doggy oleh, siapa lagi kalau bukan Mas Jong-suk! Aku hampir aja teriak kalau nggak buru-buru tutup mulut. Gila, koq ya bisa-bisanya mereka ngentot di tempat umum begini. Eh, tapi kalau melihat gimana posisi doggy Sunbae yang emang udah nyaman, koq aku curiga ya kalau ini bukan pertama kali Sunbae ama Mas Jong-suk ngelakuin ini?


"Terus, Oppa! Terus!!"


"PLAAAKK!!"



Aku terkejut mendengar suara ketika Mas Jong-suk menampar pantat Sunbae. Benar-benar keras dan menggelegar, hingga pantat Sunbae yang bulat itu bergoyang kencang dan meninggalkan bekas tapak tangan warna merah. Aduh, aku yang cuman ngeliatin aja ampe ngilu, pasti panas dan sakit banget rasanya. Erik sama Adam juga pernah sih, tapi mereka soft kalau spanking, apalagi Erik, walau kedengaran keras tapi nggak gitu kerasa sakit. Yang spank-nya menurutku paling brutal dan sakit adalah yang bernama "Dash2-Tankuro", namun itu pun aku masih bisa tahan. Sementara ini, udah pasti sakit banget, udah berasa kayak nampar sapi aja, bukan orang.


"Mau ditampar lagi?"

"Iyaah... Tampar lagi, Oppa, tampar lagi..."


"PLAAAKKK!!"



Suara yang menggelegar bagai guntur itu terdengar kembali, membuatku meringis ngeri. Bahkan Sunbae pun sampai menitikkan air mata. Ini Mas Jong-suk jangan-jangan emang penggemar sadisme, makanya namparnya kayak sepenuh hati banget.

Aku melihat persetubuhan mereka berdua dengan ngeri-ngeri takjub. Ngerinya, ya karena Mas Jong-suk ini kasar. Tamparan pada pantat, menjambak rambut Sunbae, bahkan saat menggenjot Sunbae pun genjotannya terlihat amat kasar hingga suara tepukan pinggulnya terdengar amat keras. Tak jarang Mas Jong-suk meremas susu besar Sunbae hingga Sunbae berteriak kesakitan. Ya, bukan teriakan kesenangan birahi, tapi teriakan kesakitan. Aku tahu, karena dulu ketika ONS dengan si "Dash2_Tankuro" pun dia sekasar itu. Amat kasar hingga bahkan aku pun tak bisa menikmatinya. Kalau ada yang bilang bahwa cewek itu suka dikasarin, well, not for me. Lebih tepatnya kita nggak punya pilihan sehingga terpaksa menikmati dengan harapan bila kita tunduk, mereka akan bersikap lebih baik dan tidak menyiksa kita lebih parah lagi.

Bagaimana dengan Adam dan Erik, yah, mereka berdua memang pernah beberapa kali kasar dalam seks, tapi they always know how to hit the spot, tahu kudu seberapa kasar dengan kita masih merasa nyaman. Apalagi Erik, karena aftercare treatment-nya gila parah. So, in a way, aku paham sih kenapa cewek-cewek di kosan Erik bisa doyan ngeseks ama Erik. Because he treat every girl like a queen. He doesn't just give sexual pleasure, tapi juga kenyamanan, bahu buat bersandar dan telinga untuk mendengar, belum lagi Erik pun cukup pintar untuk memberi solusi atas permasalahan. Itu sisi positif Erik yang bahkan Adam saja nggak bisa nyamain walau, ehm, gedean punya Adam daripada Erik, hehehe.

Tanpa sadar aku pun membuka handukku hingga aku telanjang di ruang ganti ini. Orang yang tiba-tiba masuk bisa saja melihatku, tapi aku tak peduli. Melihat persetubuhan Sunbae otomatis seperti menyalakan tombol birahi dalam diriku. Yah, aku kangen ngeseks lagi, aku kangen mekiku dimasukin kontol lagi, aku kangen digenjot lagi, dan aku kangen Erik! Aku kangen si Kontol Lucu Imut Kesayangan Metta yang selalu bisa membuatku cum berkali-kali dengan ukurannya yang selalu pas. Mekiku sudah basah dan mengeluarkan aroma yang membuatku mabuk, biasanya ini akan bercampur dengan aroma badan Erik dan aroma cairan si Kontol, yang entah bagaimana tiba-tiba seolah tercium begitu saja. Ya, aromanya yang amat khas hingga aku tak mungkin salah dengan yang lain. Bahkan bentuknya pun bisa kubedakan dari kontol lain hanya dengan menyentuhnya tanpa melihat.

Kali ini pikiranku mulai memanifestasikan bentuk, aroma, dan rasa si Kontol, seolah Erik sendiri yang mendatangiku, ada di depanku, melihatku telanjang di ruang ganti, lalu memperkosaku dengan brutal. Eh enggak, koreksi, Erik nggak pernah memperkosaku, karena sekasar apa pun dia aku selalu bisa menerimanya.

Kuremas susuku dengan satu tangan, sementara tanganku yang lain kugosokkan pada klitorisku yang kini terasa membengkak hingga kaku bagaikan kacang. Aku menggunakan sisi jariku yang paling kasar untuk menggeseknya, supaya mensimulasikan tangan kasar Erik yang selalu suka menjepit, menggesek, bahkan menyentil-nyentil klitorisku. Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya saat tanganku sendiri yang menyentuhnya karena, ya, memang sudah amat lama semenjak aku masturbasi sendiri. Biasanya selalu ada Erik yang selalu siap memenuhi kebutuhan seksualku, bahkan pada situasi yang paling gila sekalipun... Erik... Erik... Oh, I missed you, Erik... I missed how your big hand touched my body... Aaahh...


Saat kupercepat gocekanku pada mekiku yang semakin banyak mengeluarkan lelehan cairan, kudengar Sunbae berbicara. Tanpa melepas kocokanku, aku pun mengintip kembali ke dalam.


"Jongh... shuukkh... oppa... hhggh... hgghh... udhah ya... akhu... mhau... keluarghhhh..."

"Heh, nggak boleh! Kamu bikin aku keluar dulu!!"

"Ahkuu... nggakhhh... khuaaattthhh... aaahh... aaahhhh..."



Sunbae terlihat mengejang walau Mas Jong-suk berusaha untuk menahannya. Yah, mau bagaimana lagi? Sunbae udah lama juga nggak ngeseks, jadi kayaknya wajar kalau dia kalah duluan. Begitu kejangnya selesai, Sunbae langsung ambruk, dan wow... kontol Mas Jong-suk pun terlihat, dan itu, err... kecil... eh, bukan, pendek... Pendek tapi diameternya gemuk banget, makanya Sunbae bisa sampai kelojotan dihantamnya... Hmm, makanya Mas Jong-suk nggenjotnya kasar banget ya... Ih, masih bagusan si Kontol Lucu Imut Kesayangan Metta lah, ini sih nggak ada imut-imutnya, kayak apa ya... Ah bingung aku...

Eh, saat lagi ngelihatin dia, aku nggak sadar kalau Mas Jong-suk berjalan keluar, baru nyadar begitu dia sudah ada di dekat pintu sauna. Aku berusaha mengambil handukku, tapi ternyata handuk itu sudah agak jauh dari kakiku. Ih, koq bisa nyampe situ sih?? Jangan-jangan pas ngocok tadi kakiku ampe nendang-nendang handuk ampe kelempar sejauh itu ya?? Saat aku mengambilnya, saat itulah Mas Jong-suk sudah ada di luar. Kami langsung terpaku, tak bisa bergerak. Posisi kami saat itu sedang telanjang bulat, kontol Mas Jong-suk masih ngaceng berdiri karena belum ngecrot, sementara mekiku juga kelihatan basah mengkilat. Gawat! Aduh, diperkosa beneran nih ama oppa-oppa Korea satu ini... Iya kalau cakepnya kayak Heechul atau Kyuhyun, lha ini... Aduh, bahkan ama Shindong aja masih cakepan Shindong.

Mas Jong-suk lalu mendekatiku, dan entah kenapa pandanganku tak bisa beralih dari kontolnya yang walau pendek namun masih tegak berdiri. Entah kenapa Mas Jong-suk hanya melihatku dengan sinis, lalu menunjuk kontolnya tanpa bicara. Ah bener ini, diperkosa dah... Mana badannya gede lagi, macem Ade Ray gitu, kalau marah bisa-bisa aku diremukin nih, badan aku kecil gini, huhuhu. Ya sudahlah, pasrah aja deh... Aku pun membuka kakiku memperlihatkan mekiku yang basah, seolah mempersembahkannya pada Mas Jong-suk, sambil aku membuang muka yang pasti merah banget kayak kepiting rebus... Erik, maafin aku... Aku kepaksa... Aku masih pengen hidup... Please be understand... This is against my will... Lalu tiba-tiba aku mbayangin kontolnya Mas Jong-suk rasanya kayak apa ya kalau masuk ke mekiku? Astaga, Metta! Nyadar napa, Met??? Lo itu mau diperkosa! Liat aja Sunbae aja bisa ampe kayak gitu terus kamu yang lebih kecil dari Sunbae bakal jadi kayak apa???


"HRMMHH!!!"


Mas Jong-suk menggeram, tampaknya tidak suka. Lho, koq?? Masa sih dikasih meki nggak mau?? Ini meki aku lho, udah berapa cowok yang mengaku ketagihan ngerasain meki ini, walau aku ngasihnya tetep ama Erik... Ih, aneh deh, jangan-jangan dia gay... Eh, nggak juga, kan barusan ngeseks ama Sunbae??


"Son! Son! Ib! Ib!"


Mas Jong-suk memberi isyarat dengan tangannya yang digerak-gerakkan seperti gerakan orang mengocok kontol, lalu memberi isyarat seolah kontol yang masuk ke mulut. Hah? Udah aku tawarin meki koq dia malah milih dioral aja?? Aneh... Ah, tapi gak apa-apa deh. Daripada aku diperkosa, ya nggak? Eh wait, ini itungannya diperkosa juga ya? Ah, bodo amat, daripada kepalaku diremukin ama dia...

Pelan-pelan kujulurkan tanganku sambil gemetaran yang amat jelas terlihat olehnya. Kupegang kontol itu, hap! Gede dan tebel, tapi pendek, hanya sedikit ujungnya aja yang keluar dari genggamanku, padahal punya Erik aja bisa sampai leher kontolnya keluar. Duh, gimana ya ini rasanya, iya kalau enak kayak punya Erik, gimana kalau malah asem kayak punya Adam, atau pesing busuk kayak si "Dash2_Tankuro"? Eh, jangan enak deh, ntar malah aku ketagihan lagi, gak apa-apa deh, busuk juga... Aku membuka mulutku, dan...


"HGGGHHHHH!!!"


Begitu mulutku terbuka, si Mas Jong-suk ini, yang kayaknya udah nggak sabaran ini, langsung menekan kepalaku dan menusukkan kontolnya ke dalam mulutku. Ya, karena agak pendek, jadinya nggak nyampe jauh ke tenggorokan, tapi dia ini kasar ngelakuinnya, jadi aku ampe nggak bisa nafas juga, apalagi karena gemuk makanya semua mulutku jadi penuh.


"PLAAK! PLAAK!! PLAAAKK!!!"


Aku hanya menutup mataku saja saat kepalaku dihantam-hantamkan ke selangkangannya sampai dahi dan mataku membentur bagian atas jembutnya yang cuman sedikit itu. Sakit... Kayaknya dia rajin nyukur tapi ini baru tumbuh, jadi rasanya beneran kayak ditampar pake parutan, apalagi yang kena bagian tipis macem kelopak mata... OMG, Mas Jong-suk, please deh, kalau emang mau dioral bisa nggak sih diem aja, ntar juga pasti aku oral koq, tapi kalau kayak gini... Ah, nyiksa banget ini mah... Sepintas aku bahkan merasa kehidupanku melintas di depan mataku... Papa... Mama... Erik... Maafin Metta ya... Metta udah jauh-jauh merantau ke Korea ternyata malah mati gara-gara kepala diantemin ke selangkangan... Huu huu huu... Nggak elite banget deh mati gara-gara ginian...

Tapi saat udah pasrah gitu tiba-tiba Mas Jong-suk berhenti, tapi kontolnya ditekan dalem-dalem ke mulutku, saking dalamnya sampai lubang hidungku kegencet ama perut bawah. Aku nggak bisa napas, juga sakit karena rambut yang baru tumbuh nusuk ke hidung dan bibir atas. Lidahku berasa ketekan kontol yang menggembung, dan...


"HMMMMMMHHHHHHH..."


Aku menjerit tertahan, berusaha untuk tidak menggigit putus kontolnya saat menembakkan sperma ke dalam mulutku. Ah, damn, kalau diinget-inget mustinya aku gigit putus aja ya... Tapi rasanya kayak dicekokin bubur encer, bubur yang sama sekali nggak ada rasanya tapi baunya kayak ingus orang yang lagi sakit flu... Teksturnya aja mirip kayak gitu dan... Hueeeeekkkkk... Nggak enak banget... Tapi aku nggak bisa muntahin karena kepalaku ditahan, jadinya dengan amat kepaksa, itu sperma, or bubur, or ingus, or whatever this shit in my mouth, langsung aku telan aja. Easy? Enggak juga... Pernah coba nelen cairan dengan posisi idung ama mulut ditutup? Susah kan... Yes, apalagi ini bukan yang encer macem air, tapi kentel... Juga asin... Asinnya nggak nanggung-nanggung, kayak air laut segelas masih dikasih garam... Panas pula... Karena lambat, jadi spermanya lama-lama numpuk di mulut, bikin pipi aku jadi nggembung, OMG... ini bakal nyangkut ke gigi-gigi deh... Please... Please... Lepas, please...


"HUAAAAAAHHHHHHHH!!!!!"


Sama seperti saat masuk, saat mencabut kontolnya, Mas Jong-suk juga ngelakuinnya dengan kasar... Amat kasar malahan, ampe sebagian isi sperma di mulutku ikutan ketarik ke luar. Aku berusaha memuntahkan cairan menjijikkan ini, tapi dengan cepat Mas Jong-suk langsung menangkap dan membungkam mulutku, lalu memaksaku mendongak. Aku yang gelagepan langsung mau tak mau berusaha menelannya, tapi beberapa ada yang nyemprot keluar dari hidung, dan itu membuat kepalaku pusing... Rasanya kayak disodok pake paku dari lubang hidung... Begitu dia yakin spermanya sudah kutelan, Mas Jong-suk pun langsung kayak begitu saja menjatuhkan tubuhku ke lantai yang dingin... Sayup-sayup aku bisa dengar Mas Jong-suk kayak ngedumel sesuatu, tapi aku nggak bisa tahu dia ngomong apa, soalnya telingaku kayak berdenging kenceng banget... Rasanya beneran kayak mau mati... Aku cuman bisa berbaring aja di lantai... Bernafas juga susah, soalnya sakit dan batuk, dan tiap kali batuk, itu bau spermanya beneran balik lagi... Hggghh...


"Seung-hee-ya? Gwaenchana??"


Dengan pandangan mata yang kabur, aku masih bisa mengenali Sunbae. Dia segera menggosok dan membersihkan badanku, kemudian memakaikanku baju ala kadarnya, yang penting kami tidak keluar dari tempat itu dalam keadaan telanjang. Aku hanya ingat seperti boneka Barbie raksasa yang lagi dipakaiin baju. Terus Sunbae mapah aku keluar dari situ. Gym bag sengaja nggak kami bawa, soalnya Sunbae masih harus mapah aku, dan entah, Sunbae kayak bilang biar kita beli lagi aja semuanya, pokoknya jangan kembali ke situ lagi. Yah, aku yang masih setengah sadar hanya bisa manggut-manggut saja kayak ayam mabok.


Aku baru mulai sadar saat kami udah sampai di rumah, dan rupanya aku lagi berbaring di bathtub. Sunbae juga ada di sini, kami sama-sama telanjang, dan tampaknya Sunbae memandikanku.


"S-Sunbae..."

"Hei, kamu udah sadar, Seung-hee-ya? Aku ampe takut lho, kirain kamu kenapa-kenapa."

"Gwaenchana... Sunbae, kamu nggak apa-apa?"



Kukatakan itu karena aku bisa melihat bekas pukulan dan tamparan di badan Sunbae yang seharusnya amat mulus ini.


"Oh, nggak apa-apa, ini juga besok bakal sembuh..."


Aku hanya mengelus-elus bekas-bekas itu, merasa sayang, bisa-bisanya ada yang tega melukai kulit putih mulus macem Sunbae ini.


"Seung-hee-ya, mianhae..."

"Wae yo?"



Mulailah Sunbae bercerita. Ingat kan seperti aku bilang bahwa Sunbae ama suaminya itu menjalani semacam open marriage? Nah, berhubung suaminya sering jajan ke mana-mana, maka Sunbae pun kesepian dan mulai cari pacar lagi. Bukan sebagai pacar ya, lebih tepatnya kayak fuck buddy, dan salah satunya adalah si Mas Jong-suk ini. Salah satunya? Iya, soalnya Sunbae cerita bahwa pacarnya itu buanyaaaaak. Hahahaha. Mulai dari rekan kantor, tetangga beda unit, mas-mas minimarket, harabeoji yang sering mangkal di pengkolan, kurir jjajangmyeon, sampai anak-anak SMA yang lagi iseng. Koq bisa?? Iya, karena Sunbae ini punya kecenderungan eksib. Aku juga kadang suka sih, tapi nggak sefrontal Sunbae yang beneran bisa jalan-jalan cuman pake winter coat doang tanpa baju apa-apa di dalamnya, lalu flashing kalau ada cowok yang kebetulan dia suka.

Nah, kisahnya ama Mas Jong-suk ini kurang lebih sama, apalagi di gym, wah, enak nih buat eksib. Cukup pake baju minim tanpa bra dll (sumpah, baru tahu aku kalau no bra di Korea itu bukan hal yang terlalu aneh), jadi deh si Mas Jongsuk itu terpikat ama badannya Sunbae yang emang luar biasa ini. Bayangin aja muka kayak Tiffany SNSD tapi badannya kayak Sora Aoi, siapa yang nggak kesengsem, coba?? Awalnya cuman coba-coba, lalu ya sudah, jadi pacar lah mereka... Eh, koreksi, bukan pacar tapi fuck buddy.


"Tapi ya gitu, Jong-suk oppa ini kalau maen kasar, sukanya mukul mulu... Emang sih ya dia penggemar hardcore, tapi ada kan yang bisa tetep ngasih enak? Kalau aja kontolnya nggak gemuk juga aku ogah."

"Iya sih, pacarku aja bisa koq, hardcore tapi tetep ngasih enak. Terus jadi Sunbae tiba-tiba nge-gym emang cuman mau ngeseks ama dia??"

"Iya... Mau gimana lagi, cuman dia yang bisa dihubungin. Padahal aku sih kalau bisa maunya nggak urusan ama dia. Jujur aku nggak nyangka aja dia gitu ama kamu... Kamu diperkosa ya?"

"Cuman disuruh nyepongin doang koq..."

"Ya, gak apa-apa lah, yang penting kamu selamat, soalnya Jong-suk oppa itu bisa kasar banget kalau kamu nggak kuat. Aku sih karena emang suka ama BDSM so masih bisa tahan."

"Eh, tapi Sunbae, aku mau nanya deh... Koq tadi pas Jong-suk oppa itu ngelihat aku bugil gitu kenapa nggak ngeseks aja ya ama aku? Kenapa cuman minta oral doang? Mana kasar lagi..."

"Jangan bercanda deh, emang kamu mau ngeseks ama dia?"

"Idih, amit-amit... Nyari mati kali ngeseks ama dia."

"Makanya... Tapi ngejawab pertanyaan kamu..."



Sunbae tampak agak ragu untuk meneruskan perkataannya.


"Gini, Seung-hee-ya, orang luar kan kadang ngelihat Korea itu kayak wah, gitu ya... Tapi jujur aja masih banyak lho orang-orang Korea yang xenofobik."

"Xenofobik?"

"Iya, nggak suka ama orang asing... Kalau gampangannya sih rasis. Pas selesai ama kamu kan si Jong-suk oppa nggerundel tuh, nah dia bilangnya gini: 'lonte Indonesia cuman cocok buat nelen peju doang, nggak level kontolku masuk ke memek dekil macem gitu' dan serius, yang dia bilang emang sekasar itu."

"Ih, nggak nyangka lho, kirain dia itu baik."

"Baik dari mananya? Di luar doang baik, aslinya kasar mbanget... Ya, mungkin yang demen BDSM bakal suka sih ama dia. Aku sendiri... Ya udahlah ya... Daripada nggak ada."



Sunbae lalu memegang tanganku. Entah kenapa koq aku merasa dag dig dug ya, sementara Sunbae melihat tubuh telanjangku terendam dalam air bathtub. Di sisi lain, aku pun suka aja melihat tubuh Sunbae yang telanjang, apalagi dari dekat. Badannya bener-bener putih mulus dengan pori-pori nggak ada yang membesar, lalu pentilnya pun pink, apalagi Sunbae juga cantik. Huft... Bahkan aku yang cewek aja bisa horny ngelihat badannya Sunbae.


"Kasihan bener kamu, dikasarinnya di mana tadi?"


Aku agak tercekat menjawabnya, karena Sunbae kemudian menggerakkan tangannya masuk ke dalam air dan menggosok mekiku, ya, meki yang tadi belum dapat penyelesaian gara-gara Mas Jong-suk tiba-tiba keluar dan memperkosa mulutku.


"Di sini?"


Aku mendesah kecil saat Sunbae mengelus klitorisku. Sebenarnya Mas Jong-suk tidak menyentuh area mekiku sama sekali, namun entah kenapa aku tak mau Sunbae melepaskan tangannya dari situ. Beda memang rasanya disentuh oleh diri sendiri dengan disentuh orang lain. Jujur saja, Sunbae ini juga bukan wanita pertama yang pernah menyentuhku secara seksual. Ada Clarissa, ketua gengku saat SMA yang mencuri first kiss-ku, lalu ada seorang cewek lain penyedia jasa rental GF yang aku booking bersama Adam saat Erik sedang piknik ke pulau, aku lupa namanya, entah itu Jia, Sia, Cia, atau... Oh iya, Zia. Dia ini adalah cewek pertama yang pernah mengobel mekiku, juga jilmekin aku, dan dengan Zia juga kami pernah "bermain gunting". Mengingat masa-masa itu, tiba-tiba aku menjadi terangsang sekali.


"Iya, Sunbae... Ahh... Terus..."

"Kamu suka ya, Seung-hee-ya?"

"Suka..."



Jawabanku membuat Sunbae makin bersemangat dalam menggosok mekiku, merasakan klitorisku yang mengeras bagaikan kacang. Ah, shit, Metta, you really are bisexual now, or is this just because you just want to fuck someone??

Kemudian Sunbae berbisik lirih di telingaku dengan nada suara yang mesra.


"I know you were peeping... Aku lihat bayanganmu tadi... Kamu colmek gak?"

"I-Iya..."



Jawabanku disertai suara desahan karena Sunbae masih mengobel mekiku dengan cukup ahli. Sepertinya ini pun bukan pertama kali Sunbae melakukannya dengan perempuan.


"Sempet cum?"


Sunbae melakukannya sambil menciumi bagian samping leherku, di bawah telinga... Duh, geli banget, apalagi mekiku masih dikobel... Tiap kali jari-jari Sunbae yang lentik itu menggesek klitorisku yang lagi kenceng rasanya kayak disetrum, perasaan geli yang... Gimana ya? Ya, gitu deh...


"Eng-Enggak, S-Sunbae..."

"Enggak? Udah berapa lama nggak dikeluarin?"

"S-Sejak datang ke Korea, Sunbae..."

"Wah, lama juga ya, kasihan kamu..."



Sunbae berhenti sejenak lalu dia berdiri. Aku hampir saja protes, kenapa pas lagi enak-enaknya malah dia berhenti? Nggak tahu apa aku kentang ini, hei... Emang cuman cowok doang yang bisa kentang??

Dia lalu mengambil sesuatu dari lemari kamar mandi, seperti sarung tangan, tapi, hei, koq cuman dipakai di jari? Oh aku tahu ini... Namanya kondom jari, ya macem kondom tapi kecil, karena emang buat jari. Gunanya biar pas colmek mekinya nggak luka atau berdarah kena kuku atau kulit mati pada jari. Aku sendiri nggak pernah butuh karena, well, ada Erik yang bisa ngasih kontol, so emang lebih butuh kondom buat kontol sih aku, walau jujur aja kalau maen ama Erik aku lebih suka nggak pake kondom karena aku suka aja ngerasain pas teksturnya ngegesek atau berdiam di dalam meki aku, kerasa gede, keras, bergerinjal, anget... Apalagi pas cum, berasa langsung kayak penuh gitu meki aku, angetnya kayak ngalir ampe ke perut, sampai-sampai kalau aku lagi masuk angin atau perut kembung, daripada dikerokin aku malah minta Erik buat crotin di dalem, hihihi.


"Aaahhhh..."


Aku mendesah soalnya Sunbae tahu-tahu udah megang lagi klitoris aku. Eh, kenapa tiba-tiba meki aku jadi kayak gatel gitu ya? Ama kalau diperhatiin ini rasanya kayak kondomnya lengket ada cairannya gitu. Ih, jadi gatel ini, mana kayak anget... Apa jangan-jangan meki aku meradang???


"Jangan dipegang, nikmatin aja..."


Sunbae lalu mencium bibir ama mulut aku. Ya, dia cewek ketiga yang ngelakuinnya, setelah Clarissa dan Zia. Clarissa itu kaku, lidahnya nggak banyak gerak, lalu sedotannya selalu kayak orang keburu-buru, tapi aku suka sensasi mint di mulutnya, sementara kalau Zia ini rasanya lebih kayak aroma stroberi, lembut, anget, dan lidahnya yang mungil itu empuk, dia kalau nyedot selalu nunggu reaksiku dulu biar bisa nyamain temponya. Lalu bagaimana dengan Sunbae? Sunbae ini kalau nyium beneran kayak ciuman ama cowok, tegas, agresif, dan mendominasi, dengan sensasi rasa bubble-gum yang bikin aku kayak minta terus dan terus, dan terus. Beda ama Zia dan Clarissa, Sunbae gak gitu suka nyedot, tapi kalau nyedot kayak ada getaran aluuuuus banget, sehingga nggak nyadar kalau udah ciuman lama.


"Aaaahhhhh..."


Aku kembali mendesah karena Sunbae masukin dua jarinya yang udah dikondomin ke meki aku dalem-dalem, sambil jempolnya diposisiin supaya ngegesek klitoris aku tiap tangannya digerakin.


"Meki kamu mungil ya... Rasanya kayak mijet jari aku... Pasti cowok kamu suka ya ngentotin kamu?"


Aku tak bisa menjawab. This is the best fingering I ever have! Bahkan Erik sama Adam aja nggak bisa fingering seenak ini. Apa mungkin karena sama-sama wanita jadi Sunbae bisa tahu kudu gimana atau titik mana yang kudu disentuh. Eh tapi Zia aja nggak bisa bikin aku kelejotan gini cuman dari fingering doang, tapi pas dia jilmekin aku emang olah lidahnya gila banget, parah. Perkara jilmek cuman Erik ama Zia aja yang the best. I wonder, how is Sunbae when she's giving me a cunnilingus? Ih, lo mikir apaan sih, Metta?? Enggak, aku nggak mikir... Otakku terlalu penuh ama birahi buat mikir... Penuh dan makin penuh hingga....


"AHHH!!!! I'M CUMMING!!!"


Air di dalam bathtub bergejolak saat pinggulku bergetar kencang hingga terciprat keluar dari bathtub. Sunbae menahan pinggulku di bawah hingga aku merasakan sensasi seperti selang air yang memancar di dalam air, dan muncul rasa hangat yang berbeda dari hangatnya air, saat mulai muncul semacam awan menguning di airnya, yang lalu awan itu menyebar hingga memenuhi semua air di bathtub.

Perlu hampir sekitar satu menit hingga gejolak itu mereda, dan aku pun rubuh sambil menghela nafas panjang. Pandanganku gelap untuk beberapa saat, hingga Sunbae menampar-nampar kecil pipiku agar aku bangun.


"Bangun! Jangan tidur di bathtub, bahaya."


Aku hanya terbengong saja saat membuka mata, melihat Sunbae yang sedang membuka keran untuk shower.


"Jorok kamu, squirt koq di bathtub."

"Ya, mau gimana lagi... Won't be my first time, though."

"Oh ya? Jangan dibiasain lah. Udah, yuk mandi pake shower, abis itu istirahat. Capek aku."



Kami pun kemudian mandi di bawah shower sambil mengosongkan bathtub yang udah kotor ama cairan squirt-ku. Saat mandi itulah Sunbae cerita bahwa kondom jari tadi sudah dia lapisin pake cairan afrodisiak khusus yang dia beli dari Jepang, pantes aja begitu kepegang koq rasanya kayak meki jadi gatel pengen digaruk gitu. Namun tak ada apa-apa lagi yang terjadi setelah itu, mungkin karena aku dan Sunbae sudah sama-sama keluar, jadi pikiran kami bisa agak lebih bersih sedikit. Berhubung kami juga sama-sama capek, setelah mandi dan makan, kami memilih untuk tidur bersama di kamar tidur utama, karena pemanasnya lebih bagus yang ada di situ, dan malem itu dingin banget.

Sunbae langsung pulas begitu menyentuh bantal dan memakai selimut, sementara aku masih melamun. Aku berpikir, walau Sunbae jago banget dalam fingering, tapi entah kenapa koq aku masih merasa kurang gitu ya? Emang susah sih, mau gimanapun juga, jari emang beda ama kontol, baik dari segi bentuk, ukuran, hingga tekstur. Plus jari juga nggak bisa berdenyut macem kontol, atau mengeluarkan aroma khas kontol yang bisa membuat birahiku naik. Aaahh, aku jadi kangen ama si Kontol, kangen ama Erik... Kombinasi Erik sama si Kontol emang udah pas lah buat bikin aku kelejotan dan terpuaskan.

Ah, aku menggeleng-gelengkan kepala. Aku kangen Erik lagi rupanya, dan ini baru bulan Desember, masih 6 bulan lagi aku baru akan ketemu ama Erik. Huhuhu... Sudah, Metta, kamu harus kuat. Aku bahkan nggak berani bilang kangen ama Erik, takut dia malah kepikiran, so rata-rata aku kalau chat ama dia, teleponan ama dia, or Sk*pe-an, pasti selalu cuman ngobrol ngalor-ngidul. Kadang aku kasihan juga, soalnya kan Januari ntar Erik bakal mulai nempatin rumahnya yang baru, eh, atau tepatnya, rumah kami. Dia saat ini lagi nyicilin buat ngisi perabot, tapi karena aku lagi di Korea, ya aku nggak bisa mbantuin, huhuhu... Paling cuman bisa kirim duit aja, tapi Erik selalu nolak, soalnya dia pengen rumah kami ini dia isi pake kemampuannya sendiri. Duitku dia suruh simpen aja buat yang lebih penting. Uh, so sweet banget gak sih?

Sebagaimana malam-malam sebelumnya, aku habisin waktu buat ngeliat foto-foto kami bareng sebelum akhirnya ketiduran...





"Aahhh..."


Aku bergumam saat merasakan seluruh tubuhku seperti geli terbakar oleh gairah.


"Iyah, Erik... Iya, Sayang, begitu..."


Iya, aku mimpi... Aku tahu koq kalau ini mimpi. Erik kan ada di Indonesia, aku di Korea, jadi nggak mungkin lah dia ada di sini. Tapi saat ini, bahkan bertemu dengan Erik di dalam mimpi pun aku udah seneeeeeng banget. Apalagi Erik lagi telanjang, otot-ototnya, lalu si Kontol yang gondal-gandul di antara dua pahanya, seolah melambai-lambai minta untuk masuk ke dalam sarangnya. Aku yang telanjang pun menyambutnya, dan si Kontol dengan senang dan tersenyum pun langsung bergerak maju masuk ke mekiku yang sudah terbuka lebar, menanti untuk dimasuki.


"Aaaaahhhhhh... Yes..."


Akhirnya, meki ini pun terisi kembali oleh si Kontol yang amat aku rindukan... Walau ini adalah mimpi, tapi rasanya kayak beneran nyata ada si Kontol yang mengisi mekiku yang telah lama mendambakannya.


"Neoigo joa?"

"Ne, joayo... Joa..."



Ah, kontol itu mulai digerakkan dan menyeruak ke dalam otot mekiku saat aku coba meresapi bentuknya, ukurannya, kekenyalannya...

Hei...

Ada yang salah...

Koq si Kontol bentuknya begini?

Koq Erik bisa ngomong pake bahasa Korea?

Kayaknya aku udah bangun deh, koq rasanya meki aku masih keganjel?

Aku membuka mata dan meski penerangan di kamar ini redup, aku bisa melihat sosok pria yang tengah berada di atasku, dan itu bukan Erik! Tidak!! Genderuwo!?? Eh, mana ada genderuwo di Korea?? AKU DIPERKOSA!!


"KAMU SIAPA!!!???"


Aku berteriak kencang sekali hingga orang yang ada di atasku itu kaget. Sunbae pun langsung bangun, dan dia juga kaget.


"YAA!!! SAEKKI-YA!!! MICHYEOSSEO!!???"


Belum sempat bereaksi, Sunbae segera menendang orang itu dengan keras hingga dia jatuh terjengkang ke lantai. Aku langsung mengambil selimut untuk menutupi badanku yang pakaiannya sudah kebuka-buka entah ke mana. Sunbae kemudian melompat sambil mengambil tongkat hiking yang selalu dia simpan di dekat tempat tidur dan memukuli pria cabul itu dengan brutal hingga mengaduh kesakitan. Dia mengejar pria cabul itu hingga keluar rumah sambil terus memukulinya. Aku segera memakai baju kembali dan keluar kamar, tepat saat Sunbae selesai masuk ke rumah dengan bersimbah peluh dan wajah merah padam karena marah. Dia kemudian memasang selot pada pintu rumah untuk mengamankannya.


"Seung-hee-ya? Gwaenchana?"


Aku mengangguk, karena entah mengapa aku kayak nggak bisa ngomong. Rasanya seolah ada yang meluap-luap di dalam badanku yang mencegahku untuk mengeluarkan kata-kata. Badanku bahkan masih gemeteran dan semua bulu di tanganku tegak berdiri, merinding... Sunbae langsung mendudukkanku di kursi dan memberiku segelas air hangat. Aku bahkan masih amat gemeteran saat memegang gelas itu, dan baru agak tenang begitu air hangat itu mengalir ke tenggorokanku.


"Gwaenchana?"

"I-Iya, Sunbae..."

"Dia macem-macemin kamu?"

"I-Iya, dia kayak merkosa aku..."

"Aigo... Dasar babi emang itu orang! Dari dulu nggak bisa lihat cewek nganggur!"

"M-Maaf, Sunbae, tapi Sunbae kenal?"

"Itu Jin-woo, suami aku."

"H-Hah??"

"Calon mantan suami. Dia kayaknya balik, paling juga habis mabok-mabokan terus horny, jadi nggak liat kalau yang tidur di kamar bukan cuman aku aja..."

"Oh, pantes dia bisa masuk."

"Hais... Iya, salah aku juga, mustinya kode kunci rumah aku ganti dari dulu-dulu. Udah, yuk, kita lapor ke polisi sekarang."

"Hah? Sekarang??"

"Iya, kamu diperkosa, kan??"

"Hmm sempet masuk dikit sih..."

"Iya, udah, yuk ke kantor polisi, biar aku bisa minta restraining order buat Jin-woo."

"T-Tapi, entar bukannya kudu diperiksa yang macem-macem, terus..."

"Udah, nggak apa-apa, tenang aja. Salah satu detektifnya pacar aku juga, pasti bakal cepet kelar."

"HAH!?? Serius, Sunbae!!??"







Januari 2014


"Jadi gitu ceritanya..."

"Anjir, koq kamu baru cerita sekarang? Nggak dari kemaren-kemaren?"

"Ya aku dari kemaren agak ribet ama pelaporannya sih, Beb, untungnya sih restraining order-nya cepet keluar juga. Udahlah, nggak apa-apa, I'm okay koq."

"Tapi tetep aja berengsek aja dia ampe masukin kontolnya ke meki kamu apa pun alasannya. That is mine and mine only, you know?"

"Iya, I know... Kalau nggak pas lagi tidur juga pasti aku gak mau."


Ya, akhirnya, aku cerita saja semuanya ama Erik via telepon, termasuk kejadian sama Mas Jong-suk di gym, juga sama suaminya Sunbae di rumah. Reaksinya? Ya marah lah dia, aku diomelin abis-abisan. Mungkin Erik cuman frustrasi aja dia nggak bisa di samping aku pas aku butuh banget ama dia. Walau begitu, aku pun bersyukur Erik tidak di sini, karena, yah, tahu lah apa yang Erik lakuin sama Adam. Walau aku seneng Erik ngebelain aku sampai segitunya, aku juga nggak mau Erik kena masalah gara-gara ini. Masalah ama Adam aja udah bikin Erik rugi ampe ratusan juta, gimana kalau dia kena masalah lagi. Enggak, aku nggak mau jadi orang yang nyebabin masalah ama Erik, soalnya Erik itu orangnya baik mbanget, terlalu baik malahan.

Hanya saja ada yang aneh saat aku menelepon Erik, karena suasananya seperti sebuah gedung yang besar tapi ramai, penuh dengan orang, dan ada suara pengumuman lewat pengeras suara yang khas. Apa Erik lagi nggak di rumah ya? Tapi suasananya kenapa agak familiar...


"Omong-omong, koq kayaknya di tempatmu lagi rame gitu sih? Kamu lagi di mana, Beb?"

"Iya nih, aku lagi keluar bentar."

"Hmm, jam segini keluar? Pasti bareng ama Rini ya?"

"Enggak sih, aku sendirian koq."

"Masa? Bukannya biasanya Rini yang siap-siapin semuanya ya?"

"Ya, sekali-sekali lah jalan sendirian, kasihan tahu ngerepotin dia mulu."

"Hihihi, ntar aku beliin deh oleh-oleh dari Korea khusus buat dia, soalnya dia kan udah banyak banget ngebantuin kamu."

"Hmm, bagus juga tuh idenya."

"Dia ulang tahun kapan sih? Pas ntar aku balik nggak?"

"Enggak lah, dia kalau nggak salah bulan depan ulang tahunnya."

"Oh, ya kamu beliin apa gitu deh, Beb, barang yang agak bagusan. Walau kemaren udah kamu beliin hape, tapi itu kan jatuhnya ngegantiin hapenya dia yang rusak."

"Apa ya? Bingung aku tuh kalau disuruh pilih hadiah. Ada usulan?"

"Hmm... Perhiasan gimana? Kalung gitu? Atau gelang?"

"Boleh juga, tapi ntar kamu yang milih ya?"

"Iya, pilih aja ntar di tempat aku biasa beli, kan omnya udah tahu kamu tuh, jadi bisa dikasih harga khusus."

"Sip, oke. So, are you okay, there?"

"Oke, cuman nggak ada kamu aja. Hihihi, padahal kayaknya enak ya dingin-dingin gini kelonan ama kamu?"

"Pastinya, walau kayaknya dinginnya lebih dari macem di Puncak atau di Malang gitu ya?"

"Iyalah, jauh banget... Dingin banget di sini. Untungnya karena pernah ke luar pas winter, aku udah nyetok baju-baju khusus. Temen lain yang dari Indonesia juga pada ngeremehin, bawa jaket nggak tebel, akhirnya pada masuk rumah sakit."

"Wah, parah banget, ya?"

"Iya, makanya itu. Aku malah ngeri kalau kamu ke sini takutnya malah sakit dinginnya kayak gini."

"Well, I think I'll be alright."

"Halah, ntar sakit aja baru ngeluh. Tapi jujur pengen banget sih aku biar kamu di sini, Beb. Soalnya di sini banyak tempat bagus, macem Daewangam, Taehwa, Seoknamsa, banyak deh, rasanya pengen nunjukin ke kamu."

"Mungkin ntar kali ya kita ke sana sendiri."

"Masih belum bisa dapet cuti ya?"

"Agak susah ngurusnya sih. So, gimana di sana?"

"Can't complain, ya nggak se-fancy di Seoul sih, tapi paling nggak lebih murah di sini daripada di Seoul. I can manage, doain aja."

"Always..."



Kami terdiam sejenak hingga hanya terdengar suara napas kami di telepon.


"Anyway, udah dulu ya, Beb. Aku mau masak nih abis ini."

"Okay, hahaha, akhirnya bisa masak sendiri juga ya kamu."

"Eh, aku itu emang bisa masak, tahu, cuman jarang masak aja begitu udah kerja. Dulu sebelum aku kuliah ama kerja mana pernah Mama kalau masak dibantuin ama si Bibi, pasti bareng ama aku, Bibi cuman bagian nyajiin doang."

"Iyaa, iyaa. Tapi aku nggak pernah tuh kamu masakin selain Ind*mie."

"Hehehe, ntar yaa, Beb, kalau kita udah ketemu."

"Tapi enak gak tuh entar?"

"Ya enak lah... Heh, jangan sebut aku anaknya Meliana Tanudjaja kalau masakan aku nggak enak!"

"Iyaa, iyaa, percaya. Oke, aku tungguin, pokoknya kita ketemu, aku pengen makan masakan kamu."

"Iyaa, pasti itu, Beb. Oke, aku mau masak dulu ya. Love you, Bebeb, to the moon and back."

"Love you, to infinity and beyond."



Telepon pun ditutup. Hmm, kalau melihat dari jamnya, ini masih pagi, mungkin Erik ada ketemuan sama klien di luar. Ya, biasa lah dia begitu, dan sering bilang ke aku, tapi biasanya kan dia bawa Rini sebagai asisten, koq sekarang tumben nggak bawa? Aneh juga, mengingat semua selalu disiapin sama si Rini. Hhh... Kadang aku cemburu juga sih sama Rini, karena dia bisa lebih sering barengan ama Erik daripada aku, juga menyiapkan semuanya. Aku aja juga denger kalau baju-baju Erik yang ditaruh di kantor semua ditata dan disortir juga oleh Rini walau itu bukan tanggung jawabnya, alasannya supaya kalau ada rapat atau ketemu ama klien, biar lebih cepet dan rapi. Walau kalau dipikir-pikir ya bener juga sih, kan Erik itu orangnya paling selengekan soal pakaian. Bahkan aku aja sering geregetan kalau liat cara Erik pakai baju. Coba kalau nggak ada Rini di kantornya dia, bisa-bisa rapat Erik cuman pakai kemeja buluk. So in a way, I'm grateful for her. Jealous, yes, but grateful indeed.






Akhirnya, another weekend, dan kantor masih libur untuk tahun baru. KSI ini kalau ngasih libur emang mantap banget. Baru seminggu lagi aku bakal masuk kantor, so, ya, puas-puasin lah. Sayang, liburan gini malah Erik nggak ada di sini. Huhuhu... Udah, nggak apa-apa, bisa girls night lama nih ama Sunbae. Masalahnya...


"Sunbae mau ke mana??"


Tentu saja aku bingung melihat Sunbae sudah menyiapkan tas ransel dan boston bag yang sepertinya penuh berisi barang-barang, apalagi Sunbae juga berdandan dan memakai mantel tebal seolah ingin bepergian jauh.


"Hehehe, aku belum bilang, ya? Kan aku mau ke Seoul nemenin anakku. Dia nggak bisa balik ke sini pas liburan soalnya ada kegiatan, jadi aku yang ke sana."

"Hah?? Ampe kapan mau ke Seoul, Sunbae?"

"Ampe minggu depan lah, kan anakku baru masuk sekolah lagi minggu depan."

"Ah elah, jadi aku sendirian dong di sini, Sunbae??"

"Hehehe, iya, tolong jaga rumah ya, Seung-hee-ya."

"Nggak mau ah, aku ikut aja ke Seoul, males aku kalau sendirian."

"Heh, nggak usah, di sini aja dulu. Nggak bakal sendirian koq, tenang aja."

"Maksudnya nggak bakal sendirian gimana, Sunbae??"



Sunbae hanya tertawa terkekeh saja. Ya, jelas aja lah aku tambah kesel. Bayangin aja, aku yang masih itungannya baru di kota ini, dipasrahin unit apartemen ini, SENDIRIAN, cuman karena Sunbae pengen nemenin anaknya di Seoul. Ya oke lah, dia kangen ama anaknya, but at least jangan tinggalin aku sendirian di sini juga! Kalau pas ngantor sih nggak masalah, lha ini liburan terus aku kudu ngapain di Ulsan sendirian??? Argghh... Mending aku ikutan ke Seoul, paling nggak di sana ada amenities macem-macem lebih lengkap daripada di Ulsan, terus...


"DING! DONG!"


Rasa kesalku terjeda oleh bel. Siapa lagi ini yang datang?? Bikin tambah kesel aja deh.


"Seung-hee-ya, tolong bukain pintunya dulu dong."

"Buka aja sendiri!"

"Heh! Nggak boleh gitu, cepet bukain, ini tamu penting, lho."

"Ne, ne!"



Aku menjawab dengan kesal lalu berjalan sambil menghentakkan kaki ke pintu depan. Tamu siapa lagi nih? Jangan-jangan salah satu pacarnya Sunbae yang entah yang mana lagi. Heran aku, jangan-jangan semua cowok di kota ini semuanya pernah pacaran ama Sunbae. Langsung saja pintu kubuka dengan agak kasar...


"Annyeonghaseyo..."


Seketika itu pula badanku terasa kaku mendengar suara itu. Aku tertegun melihat sosok di hadapanku. Figurnya, badannya, suaranya, aromanya, itu adalah seseorang yang telah lama aku rindukan: Erik! Tapi... Eh, koq Erik bisa ada di sini, di Korea??


"Met? Don't you want to hug me? Kamu nggak kangen ama aku?"

"K-Kamu kenapa bisa ada di sini? Wait, ini pasti mimpi... Iya, ini mimpi... Aku kangen banget ama Erik sampai akhirnya mimpiin Erik ada di sini... Iyah, pasti tadi aku ketiduran... Atau belum bangun, atau..."



Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Erik langsung memeluk lalu mencium bibirku. Oh no... Ini bukan mimpi... Ini nyata... Aku selalu mengenal rasa itu di mana pun... Ini... Ini Erik... Erik aku! Kontan saja aku langsung memeluknya erat-erat, merasakan dadanya yang lebar, aroma badannya yang khas, yang selalu kurindukan di mana pun. Lalu dia balik memelukku dan seketika itu pula aku merasa hangat, aman, nyaman, dan terlindungi. Dalam pelukan Erik, aku merasa semua hal buruk tiba-tiba sirna, matahari tiba-tiba muncul, cerah memecah awan, dan semua kerinduan beku yang kupendam kini akhirnya meleleh menjadi air mata.


"Aku itu kangen kamu, tau nggak sih??"

"I know, makanya aku ke sini..."

"Koq nggak bilang?? Katanya kamu susah dapet cutinya??"

"Umm... Surprise??"



Aku memukul-mukul dada Erik, setengah kesel, setengah senang. Kesel karena dia nggak bilang-bilang, seneng karena dia ada di sini sekarang. Lalu air mata pun kembali tertumpah di dalam pelukannya.


"Seung-hee-ya? Ada siapa, ya? Oh, so this is Erik, right?"

"Annyeonghaseyo, Samonim. My name is Erik, glad that finally we can meet."

"Hah? Finally? Maksudnya apaan, deh?" tanyaku tidak mengerti.

"Dia ini tempo hari nge-DM aku di Facebook, ngebilangin kalau kamu kesepian di sini, makanya nyuruh aku buat ke sini,"
jawab Erik.

"Hah? Koq aku nggak tahu? Koq kamu nggak bilang apa-apa?"

"Sorry, Seung-hee-ya, I want to make this as a surprise for you. So, I'll leave this house to both of you for a week, Seung-hee will tell you the code for the door. I'll bring the S*nta Fe, so you can use the Opt*ma, Seung-hee knows the key. Enjoy yourself, and be good, okay? See you!"



Aku hanya tertawa saja sambil menghapus air mataku saat mengantar kepergian Sunbae hingga ke lift. Aku yang tadinya marah banget ama Sunbae seketika itu pula langsung ilang begitu saja, dan aku langsung memeluk lalu mencium Erik (tak lupa menutup pintu depan). Banyak yang sebenarnya ingin kubicarakan dengan Erik, namun entah kenapa untuk saat ini aku lebih ingin ngelampiasin kerinduan birahi aku ama dia. Kami ke sofa, tiduran di sana sambil terus-terusan ciuman. Erik bahkan masih pake winter jaketnya.


"Bebeb, jaketnya dipake mulu, dilepas dong."

"Jaket aja nih, yang dilepas?"



Jaket itu pun terlepas jatuh ke lantai.


"Baju juga."

"Baju doang?"



Kali ini baju yang terlepas.


"Celana, kaos daleman..."


Dua item yang aku sebut pun langsung lepas hingga kini Eric hanya memakai celana pendek dan singlet. Bentuk badannya, otot dadanya, ugh... Ini yang udah aku tunggu-tunggu... Erik emang nggak berotot seperti Adam, tapi entah kenapa kalau dipeluk ama Erik itu enak, anget, kayak teddy bear. Pelukan yang udah lama banget aku rinduin...


"Singlet, boxer..."


Erik langsung membuka singlet dan melemparkannya ke lantai, begitu pula dengan boxer, dan kini Erik hanya berdiri di atasku mengenakan celana dalam warna hitam saja, seperti Tarzan atau David Hasselhoff di Baywatch. Mataku hanya terfokus pada satu hal, jendolan yang ada di tengah celana dalam itu, yang seolah bisa menariknya terbuka tanpa bantuan apa pun. Aku pun lalu menelan ludah dan menggerakkan tanganku untuk memegangnya, namun Erik menepisnya.


"Wae?"

"Andwe... Lepas dulu..."

"Ih, aku mau liat si Kontol."

"Aku juga pengen liat si Meki, ama The Boobies."

"Ih, Bebeb aaahh..."



Sambil agak sewot, aku pun mulai melepas sweater dan kaus yang kupakai, juga celana dan underpants, hingga kini hanya mengenakan BH dan CD saja. Erik tampak tersenyum mesum. Sumpah, kalau lagi kayak gini dia berasa jelek banget. Saat aku akan melepas BH-ku, Erik menahannya, lalu malah dia yang mendekat, dan sambil memelukku melepas kaitan BH-ku. Aahh, akhirnya kulitku bersentuhan juga dengan kulit Erik, rasanya hangat, kasar, tapi aku suka... Segala yang kurindukan saat malam dingin, kini ada di hadapanku.

Saat inilah aku merasa seolah yang berkuasa atas tubuhku bukanlah diriku lagi, tapi nafsu dan kerinduanku pada sosok Erik. Sosok Metta hanyalah seorang penumpang kini dalam tubuh yang bergerak sendiri atas nafsu birahi, yang haus akan ciuman, cumbuan, dan aroma tubuh Erik... Tahu-tahu saja kami sudah telanjang, keringat sudah memenuhi tubuh kami, dan Erik ada di atasku, feromonnya memenuhi udara dan membuatku sesak akan birahi yang seolah menyala dan terbakar. Si Kontol ada di bawah sana, tegak berdiri mengacung, dengan senyum vertikalnya menghadap ke arahku seolah senang akhirnya bertemu denganku lagi.


"Beb..."

"Iya?"

"Aku masukin ya?"



Aku mengangguk, dan berikutnya kurasakan si Kontol mulai menyundul-nyundul mulut mekiku, dan dari situ segalanya mulai berjalan agak cepat. Aku menarik nafas ketika benda panjang bak torpedo itu mulai masuk dan membelah terowongan mekiku. Yes... Yah, ini dia... Ini si Kontol yang aku kenal, yang aku rindukan, yang akhirnya kembali ke tempatnya, yang kupeluk dengan otot mekiku dengan segenap kerinduan dan cintaku. Aaahh... Yes... Terus, Erik... Aahhh... Penuhi aku dengan cairanmu, bibitmu, jadikan Vino-Vino dan Shyrean-Shyrean kecil yang cantik untuk menemani kita... Aahhh...



Malam itu, aku bahagia, karena aku tak sendiri lagi. Dan yang menemaniku adalah Erik, kekasihku yang telah lama kurindukan. Kami tak keluar rumah lagi hari itu, hanya berdiam, saling memuaskan dahaga kerinduan, hingga akhirnya kami pun hanya berbaring saling berpelukan telanjang di sofa, di balik selimut, dengan menonton TV yang kami tak begitu paham bahasanya, bahkan kami pun tidak memesan makanan atau apa. Entahlah... Aku merasa tak begitu lapar, begitu pula dengan Erik. Aku dulu sering mengamini bahwa cinta tak membuat perut lapar jadi kenyang... Memang benar, namun bersama seseorang yang kita cintai bisa membuat kita menahan lapar cukup lama.


"Beb..." kataku.

"Hmm?"

"Mau pesen chimaek gak?"

"Chimaek? Chicken Maekju? Ayam sama bir? Kayak di drakor?"

"Iya..."

"Hmm, menarik juga, yuk. Garlic Chicken?"

"Oke. Aku Yangnyeom Chicken."

"Pake nasi gak?"

"Nggak usah nasi, porsinya gede itu... Kayak orang Indonesia aja kamu nyarinya nasi mulu."

"Lha, masih orang Indonesia kita, kan?"



Kami lalu tertawa. Aku kemudian mengambil telepon dan memesan chimaek untuk kami berdua. Kira-kira 15 menit lagi biasanya sampai, jadi aku dan Erik pun memakai kembali baju kami, setidaknya saat kurir datang kami tak sedang bugil. Walau bila dia bisa mencium bau yang keluar dari rumah itu, tentu dia bisa menebak kami sedang apa tadi.


"Met..."

"Hmm?"

"Aku mau resign deh."

"Hah? Dari ASV?"

"Iya."

"Kenapa? Koq kayak mendadak banget?"

"Nggak juga sih, sejak kamu pergi aku udah pertimbangin ini selama beberapa bulan. I don't know, kayaknya aku pengen tantangan baru aja sih, terutama di perusahaan multinasional gitu."



Aku menghela nafas. Erik tak biasanya mengatakan sesuatu yang ambisius seperti itu, namun mengingat beberapa masalah yang dia hadapi di ASV, kayaknya sih aku bisa paham kenapa Erik tiba-tiba pengen begitu. Di balik fasad dan tampang yang tangguh, gahar, serta genius dan bisa diandalkan untuk mencari segala macam permasalahan, Erik sebenernya adalah orang yang rapuh, perfeksionis, dan sering meragukan apa dia telah melakukan hal yang benar. Bila hanya tinggal kami berdua, Erik sering meringkuk di pangkuanku seolah mencari keamanan dari segala masalah dunia yang harus dia hadapi lalu bertanya tentang pertimbangannya padaku, hanya karena dia ingin diyakinkan bahwa dia telah melakukan hal yang benar.


"Boleh aja sih, daripada situasi di ASV juga kamu nggak nyaman. Mau ke mana emangnya? Tohoku?"

"Mungkin... Belum ketahuan sih, sekitar Maret paling aku putusin."



Aku tersenyum sambil memainkan rambutnya.


"Whatever you decide, please know that I will always support any of your decision."

"Thank you, Met... You are the best..."



Aku mencium keningnya, tepat saat tukang ayam datang dan menekan bel pintu.

Selama sepekan itu, aku dan Erik benar-benar memanfaatkannya dengan amat maksimal. Kami pergi ke berbagai tempat wisata terkenal di Ulsan, seperti Daewangam, Taehwa, Seoknamsa, atau cuman sekadar minum kopi di kafe, belanja di minimarket, minum di pojjang (jangan ditiru, lagi dingin banget soalnya), atau makan di luar, sampai nyaris tidak ada restoran terkenal di Ulsan yang tidak kami datangi. Lalu setiap malamnya, kami bercinta, kadang sampai tengah malam, kadang sampai dini hari, bahkan yang terakhir kami benar-benar melakukannya sampai pagi, hingga si Kontol sudah tak bisa lagi mengeluarkan apa-apa selain angin saja, dan Erik sampai tidak bisa turun dari tempat tidur, sehingga seharian itu aku melayaninya bak dayang yang melayani rajanya, hihihi.

Namun bagiku bukan hanya sekadar kerinduan saja, namun waktu bersama Erik ini benar-benar memberiku recharge yang amat kuperlukan untuk menjalani sisa 6 bulan management training di sini... Koreksi, bukan 6 bulan, tapi 9 bulan, karena ternyata pelatihanku diperpanjang 3 bulan. Waktu bersama Erik ini, di negeri orang, kala salju masih turun, akan selalu kuingat sebagai salah satu momen terbaik dalam hidupku. Aku pun berdoa semoga saja aku dan Erik, setelah semua selesai dan kami sudah menikah, bisa kembali lagi ke tempat ini... Or tak perlu Ulsan deh, mana saja, Seoul atau Jeju juga boleh, atau bahkan bukan di Korea pun tak masalah. Asalkan kami berdua dan kami saling mencintai... Bagiku, waktu sepekan ini teramat sangat berharga, yang akan kukenang hingga aku kembali pada bulan September nanti, yang untungnya, hingga saat itu tiba, tak ada lagi kejadian macam-macam seperti dengan Mas Jong-suk atau mantan suami Sunbae..






September 2014

KSI Company
Ruangan CEO Park



Akhirnya aku kembali ke Indonesia setelah 15 bulan menjalani management training di Korea. Ini adalah hari pertamaku kembali bekerja di sini, dan sesuai pengaturan, aku seharusnya melapor untuk bertugas di Divisi 1, namun entah ada apa, begitu aku sampai di Divisi 1, malah turun memo bahwa aku harus segera menghadap ke ruangan CEO Park sekarang juga. Bahkan Ko Steven, yang membawahi Divisi 1 pun bingung kenapa ada perintah yang turun dengan tiba-tiba, dan dia pun berada bersamaku di ruang tunggu CEO Park.


"Ko Steven... Eh, maksudku, Bujangnim, sebenarnya ada apa sih koq tiba-tiba aku dipanggil sama Park-sajang?"

"Nggak tahu, Met. Aku juga baru dapet memo nih, disuruh langsung ke sini."

"Kim-jungmoo nggak bilang ada apa?"

"Nggak sama sekali, makanya aku juga bingung. Tapi di sini ada instruksi kalau penempatanmu di Divisi 1 di-cancel dan penugasan baru kamu bakal dilakukan langsung sama CEO Park."

"Di-cancel? Tapi ada apa?"

"Kayaknya ada hubungannya sama dipertahankan kembalinya Divisi 2. Memonya juga masuk di waktu yang sama pagi ini."

"Divisi 2? Bukannya Divisi 2 buat sekarang udah nggak ada pemimpinnya?"

"Itu dia... Ah bentar, yuk masuk, udah dipanggil kita."



Aku tentu saja agak bingung. Sebelum ke Korea aku memang pernah diperbantukan di Divisi 1 dan Divisi 2, namun semenjak aku masuk, Divisi 2 sebenarnya adalah "divisi hantu", karena ada struktur dan orang-orangnya tapi nggak ada pemimpinnya sama sekali. Bahkan yang merekomendasikan aku untuk ikut management training di Korea sebenarnya adalah Ko Steven saat aku dipindah ke Divisi 1. Desas-desus sebelum aku pergi ke Korea sendiri adalah bahwa Divisi 2 akan dilikuidasi sehingga nanti KSI hanya punya satu divisi saja untuk tim pemasarannya. Tapi ternyata sampai aku pulang pun Divisi 2 ternyata masih ada, jadi apa yang sebenarnya terjadi??

Begitu kami masuk ke dalam, tampak ada orang yang duduk menghadap CEO Park dan membelakangi kami. Aku belum bisa melihat siapa dia, tapi entah kenapa jantungku tiba-tiba seperti berhenti melihat siluet orang itu dari belakang. Astaga... Mustahil...


"Park-sajang, I need to know what happened with the memo today? I..."


Namun CEO Park dengan tenang mengangkat tangan untuk menghentikannya, sambil tersenyum dengan misterius.


"Steven-nim, Baek Seung-hee-ssi, before you said something, I'd like both of you to meet the person that will be the head of Division 2."


Orang itu pun berhenti, lalu dia berbalik, dan tubuhku mendadak langsung kaku seolah jiwaku meninggalkannya saat itu juga. Itu... Itu...


"Steven-nim, saya Erik Setiyadi, saya bakal mengepalai Divisi 2 mulai hari ini."


Oh My God?? Erik ada di sini?? Kepala Divisi 2?? What is happening actually???
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd