Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Another Lonely Story

Mulustrasi....


dr. Kamila Purnama Giman





Ayu Astuti





Puskesmas Labuan





Mira Kusumawati




Pelabuhan Labuan






Sebelumnya....

"Udah disini aja yah jangan pergi lagi. Sejak ada mas nya, beda pisan.. Amin seneng dan semangat kerjanya.."

"Yah kita sama berharap mas. Insya Allah kalau memang jalan Nya, aku akan di sini terus. Cuma aku kan cuma bantuin, gak kerja resmi.."

"Iya yah.. si mas nya gak di gaji. Kasihan juga dong..."

"Nggak, mas Aryo harus jadi pegawai atau dokter sini. Mila akan omong ama ayah. Kalau gak boleh, Mila yang akan bayar mas Aryo.. aku rela sebagian bagian aku buat mas Aryo.."

Mila tiba-tiba muncul dan nimbrung

"Jangan Bu dokter... Itu bagian Bu dokter. Gak bisa kasih saya.."

kataku serius..

"Jadi mas gak mau kerja disini bantu aku..?"

"Aku mau Bu dokter.. mau.. tapi bukan gitu caranya.. buat Bu dokter saja mungkin masih kurang kalo hanya gaji dokter puskesmas desa, aku udah bisa tebak. Apalagi mau di bagi buat aku.. wah bisa kekurangan banyak Bu dokter.."

"Aku gak peduli.. aku bisa mencukupkan diri kok. Asal mas mau kerja bantu aku, itu aja.."

"Aku mau dok... Aku juga perlu.. aku gak munafik.."

"Ya sudah percayakan pada ku.. kang Amin saksinya..."

Aku gak bisa omong lagi. Memang wanita ini kalau sudah ada mau nya, ngotot banget.. dan aku melihat dia semakin menarik..

"Makasih Bu dokter atas kebaikannya.."




Lanjutannya....

Aku melihat kesungguhan di mata Mila. Dia sungguh ingin aku ada di puskesmas ini.

Lalu aku, Mila dan pak Amin masuk.

"Dok.. sudah waktunya sepertinya visit pasien perawatan.. "

"Oke mas.. kang Amin.. pasien sudah makan..?"

"Sudah Bu dokter.. "

"Silahkan dok.. "

"Makasih mas.. aku lebih suka sebenarnya di panggil nama saja.."

bisik Mila saat sama berjalan.

Kang Amin jalan di belakang kami.

"Sudah, gak baik. Ini kan lagi dinas. Kalau sudah lepas dinas terserah aja.."

"Aku sungkan mas.. kamu juga dokter dan lebih tinggi dari aku..."

"Apa sih... Katanya dokter Kamila itu gak mau di rendahkan, kok ini jadi mellow gini.."

"Gak.. mas nya yang pimpin. Aku ikut kamu mas.."

"Tapi disini kamu yang tanggung jawab lo.."

"Iya tau mas.. tapi aku percaya sama mas Aryo. Mas yang tentuin, Mila ikut kata mas aja.."

"Ada-ada aja Bu dokter ini.. ya ayo deh kita periksa pasien.."

Aku dan Mila memakai seragam kami. Aku tetap plus dengan masker dan penutup kepala.

"Dok.. silahkan.. dokter yang handle yah.."

"Oke.. aku di back up ya mas..."

"He em..."

Mila mulai memeriksa pasien lelaki itu. Dari yang patah kaki, luka senjata tajam, tertembak, juga luka memar dan luka luar. Mila mengobati, memberikan obat diminum maupun di suntik, langsung dan melalui infus. Mila mengarahkan mereka dan mencari tahu bagaimana perasaan masing-masing pasien itu. Aku back up, dan memberitahu jika ada yang terlewat dari penjelasan Mila. Mila seperti kurang percaya diri. Tapi aku mengangguk pada nya agar dia percaya diri.

Saat sampai giliran Ayu, aku mundur satu langkah. Dan melihat ke arah lain. Aku hanya memback up Mila. Tanpa ikut memperhatikan. Karena aku sibuk atau menyibukkan diri tepat nya dengan pura-pura mencatat di buku rekam medis. Aku mencatat semua tindakan yang sudah dilakukan pada lima pasien sebelumnya.

Mila memberi penjelasan ada Ayu..

"Ibu.. ini tekanan darah ibu masih belum normal. Masih naik turun. Tapi kondisi ibu sudah jauh lebih baik. Ibu tetap harus banyak istirahat ya Bu. Jangan banyak pikiran dulu, sebab ini bisa mempengaruhi sirkulasi darah ibu. Itu yang bikin ibu nanti akan cepat letih. Ya Bu...?"

"Iya dok..."

"Mas Aryo... Ada yang mau di tambahin nggak..?"


Mila tiba-tiba bertanya padaku.

Aku kaget.. nggak siap. Tapi aku harus tetap tenang.. harus jawab, sebagai profesional seorang dokter.

"Nggak ada Bu dokter, klo itu.. Iya Bu dokter..."

kata ku singkat.

Ayu melihat tajam ke mataku. Lalu, ia pun memandang ke Mila.

Aku tau, Ayu sudah melihat kedatangan dan tindakan kami berdua sejak kami masuk dan menangani pasien pertama tadi.

"Bu dokter.. "

"Ya Bu..."

"Kapan saya bisa pulang..?"

"Paling cepat... 3 hari lagi.. eh.. menurut kamu mas..?"


Hah.. aku ditanya..? Geram ku kutahan habis. Mila menunggu jawaban aku..

"Secepatnya, setelah dia pulih.. bisa jalan dan makan dengan normal.."

jawab ku

"Ibu sudah menghubungi suami atau keluarga ibu..?"

Aku pandang Mila. Kok bisa nya dia tanya gitu..?

Ayu melihat padaku.. melihat mataku. Aku membuang muka, kepahitan itu masih sangat terasa aku alami. Aku belum bisa memaafkannya... Belum.. sama sekali..

"Belum.. keluarga ku gak tau aku disini.."

"Ahhh... Ibu perlu menghubungi siapa? Atau ibu ada hape..?"


Ayu menggeleng

"Ini.. aku pinjami hp aku. Ibu bisa telepon suami ibu atau sanak keluarga ibu."

"Nggak usah dok.. biar ini aku tanggung sendiri. Dokter sudah sangat baik mau urus aku. Mau menyelamatkan nyawa ku, padahal.. aku... aku... Hikkhh.. hikkhh.."


"Sudah Bu.. sudah.. kalau ibu masih ingin disini. Sebab pasien lain ada yang sudah akan di jemput keluarga nya besok pagi.."

"Ya sudah.. ibu istirahat yah.. biar cepat pulang.. kami ke ruangan dulu ya Bu.."


Ayu gak jawab. Matanya melihat mataku. Padahal aku ada di belakang Mila.

"Ayo mas.."

Mila menyentuh tanganku seakan hendak menggandeng. Tapi segera dia lepas saat dia sadar, masih di depan pasien.

"Dokter.. silahkan..."

Mila jalan di depan dan aku ikuti di belakang Mila.

Ayu melihat aku terus sampai aku masuk ruangan dokter. Aku bernapas lega..

"Mas.. menurut mas, ke enam pasien ini mana yang masih perlu pengawasan khusus?"

"Pasien yang patah kaki di dua bagian itu, dan yang perempuan. Yang lainnya sudah jauh lebih baik... Dalam satu dua hari sudah bisa lepas infus dan bisa mandiri walau sangat terbatas. Kalo yang perempuan, lebih ke masalah psikis dan mental. Mungkin ada sesuatu yang sangat berat menimpa hidupnya. Aku juga gak paham..."

"Tapi perasaan ku omong, si wanita itu seperti nya...eeehh... mencoba mencari tahu siapa kamu ya mas...? Apa dia itu jangan-jangan suka ama kamu mas...??"

"Ngaco ajah... Mana mungkin lah. Siapa yang kenal ama aku disini..."

"Mas.. maaf cuma tanya.. katanya mas waktu itu coba dibunuh sama komplotannya istri mas, kejadiannya dimana mas? Kan mas nya di temuin di dermaga sana kan??"

"Iya dok... "

"Tapi kejadiannya mas gak ingat sama sekali ya mas..?"

"Iya, aku terakhir ingat hanya kejadian di hotel di kotaku di Jawa sana. Berapa lama aku pingsan pun aku gak tau.. aku ingat itu adalah satu hari setelah aku menikahi dia.."

"Oh... Kasihan kamu mas.. tanggal berapa itu mas?"

"Tanggal 4 April" #kode44

"Wah ini baru tanggal 11. Seminggu lalu persis. Kalau pengantin baru harusnya lagi romantis-romantis nya yah..."

"Harusnya... Tapi pahit empedu yang aku dapat. Sudah lah aku mau kubur semua ingatan itu..."

"Tunggu... Kamu ditemuin 4 hari lalu. Jadi 3 hari gak di ketahui. Dari Jawa di temui di sini. Kamu pasti di bawa ke sini mas saat pingsan. Karena gak mungkin kamu hanyut dari Jawa sana selama tiga hari dan terdampar di sini. Bisa sih tapi agak mustahil. Kamu menurut aku dibawa ke sini oleh komplotan istri kamu saat kamu pingsan dan entah gimana kamu hanyut di dermaga."

Benar juga analisa Mila. Itu makanya si Ayu ada di sini. Dan dia terluka. Pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga dia ada di wilayah ini. Mungkin dia dibawa oleh lelakinya itu.

Hmmmhh...

Iya sepertinya begitu..

Dan hubungan dia dengan kejadian perkelahian Genk ini??

Apa lelakinya orang gengster?

Ayu kenapa mau?? Pasti karena memang dia...

"Heiiii... Kok bengong mas..?"

"Oh... Nggak.. ga papa..?"

"Aku bikin kamu teringat kejadian dengan istrimu yah.. ?"

"Ehh.. sudah lah.. aku gak mau ingat-ingat lagi. Sakit hati.. yang aku tau aku saat ini memikirkan ke depan saja..."

"Maaf ya mas.. aku hanya penasaran dan ehh.. ingin mencari tau tadinya kebenarannya. Kalau memang istri mu yang membawa kamu dan membuang kamu ke laut, kamu bisa melaporkan dia ke polisi. Aku siap sekali mendampingi mu menemukan kebenaran nya mas.. dia tak bisa di biarkan begitu saja tanpa di adili.. itu kriminal berat.."

"Ya memang. Tapi itu membuka diriku ke luar dan aku ketemu lagi dengan Romo dan keluarga ku..? Tidak... Aku gak mau.. tapi kalo mereka mencari dan menemukan ku lain lagi cerita nya. Artinya mereka masih peduli padaku. Tapi aku yang mendatangi mereka... NEVERR.."

"Ya aku paham.."

Hening beberapa saat..
Kami berdua hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Mas..."

"Ya dok..."

"Gimana kalau kita jalan ke Serang. Aku ada yang mau aku cari... "

"Ah.. jangan.. kita masih tugas.."

"Tapi sudah sepi ini mas.. hampir jam 2 ini.. sebentar aja.."

"Nggak dok.. kalau memang penting, dokter saja gak apa-apa. Aku yang nunggu di sini.."

"Tapi aku... Gak tau... Ah.. aku.. mau.."

"Ah... Jangan dok.. jangan.."

"Ya sudah.. aku pergi dulu ya mas.. aku usahain secepatnya kembali mas..."

"Ya dok.. silahkan.. "

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."


Mila pergi, aku juga keluar ruang IGD itu. Sepasang mata mengikuti kami keluar.

Saat sampai di depan, tampak seorang pemuda masuk teras puskesmas..

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

"Mas... dokter..."

"Eh.. kang Pe'i.. ayo masuk.."

"Eh dik.. kamu kesini..? Sudah istirahat.."

"Sudah mas.. sudah.."

"Kang Pe'i.. saya jalan dulu yah..."

"I..i..ya Bu dokter.. "

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."


Mila masuk mobil, menghidupkan dan meluncur ke luar wilayah puskesmas..

Pe'i menoleh ke arah ku kemudian..
Aku ajak duduk di bangku yang kebetulan ada dua kosong di samping pintu masuk.

"Gimana mas kondisi pasien dan keadaan nya?"

"Pasien sudah mulai membaik sih... Ada yang udah mau di jemput keluarga nya besok dik...."

"Syukur deh.. mas sendiri udah gimana perasaan nya..? Udah balik normal..?"

"Udah dik, udah.."

"Mas harusnya kerja aja di puskesmas mas.. mas Aryo kan dokter.. pas pisan itu.."

"Ya dek.. tapi izasah dan sertifikat kedokteran aku gak ada dik. Itu yang aku pikirin juga. Kalau aku gak bisa menunjukkan dua surat itu, jelas gak kuat dik posisi aku.."

"Kenapa mas gak coba ambil mas..?"

"Cara nya gimana? Aku gak mau muncul ke masa lalu ku. Aku masih sakit sekali dik.."

"Iya sih.. tapi Bu dokter Mila keliatannya sejak di bantu mas Aryo jadi seneng. Apa dia selama ini kurang kuasai kali ya mas..?"

"Kurang jam terbang dan kurang komitmen itu aja sih.. tapi mudah-mudahan dia bisa sadar, tanggung jawab nya berat menyangkut hidup orang.."

"Iya mas.. dan dia juga berubah mas.. jadi ramah gitu. Dulu.. boro-boro mau negur kaya tadi. Aku aja sampai kaget Bu dokter juga ikut pamit ke aku. Aduh.. gak nyangka masih dianggap ada..."

"Betul.. hal sepele yang berarti banyak lho itu walau sekedar sapaan..."

"Mas nya ambil aja surat nya, mungkin ada yg bisa di percaya di sana. Jadi.. mas nya bisa.. bantu-bantu di puskesmas sini. Aku berharap mas nya tetap di desa ini, dan mengabdi di pusat kesehatan. Maaf ya mas.. bukan aku ngatur atau gimana. Semua kembali ke mas nya.."

"Iya dik.. sebenarnya kemarin malam itu, pak bupati, ayah nya Bu dokter datang ke puskesmas ini. Dan dia juga sempat lihat mas dan Bu dokter waktu bantu pasien. Pak Bupati... Ingin ketemu ama mas besok.. dan mas juga memang mau ketemu sama beliau. Untuk soal kerjaan, dan juga soal.. eee.. pribadi. Maksud mas, Bu dokter ada masalah dengan posisi nya dan minta bantuan mas buat yakinkan pak bupati, ayah nya itu. Agar Bu dokter bisa praktek terus disini. Pak Bupati ingin Bu dokter selesai masa tugas nya disini segera memimpin rumah sakit sendiri yang sudah di buatin ama pak bupati. Tapi... Bu dokter harus mau nikah sama orang pilihan ayah nya yang dia gak suka. Intinya di jodohkan. Bu dokter gak mau, tapi gak ada alasan kuat untuk nolak, akibat selama ini Bu dokter yang minta berhenti dinas disini. Tapi semenjak pikiran nya dan pola pikir nya berubah atas petunjuk dan saran dari Mas, dia malah sekarang mau terus disini ketimbang pimpin rumah sakit tapi jadi istri pilihan ayah nya."

"Oh gitu... Wah kasihan juga Bu dokter. Kalau pak bupati izinin tetap disini masih mending, kalo tetap di paksa nikah, atau dia di usir kaya di sinetron, wah... Iya mas.. bantu Bu dokter mas.. kasihan.. udah jadi baik malah menderita..."

"Aku coba hubungi deh sahabat ku. Tapi.. gimana, hp aja aku gak punya. Nomor hape dia aku masih ingat. Kalau mau di wartel juga perlu dana. Aku.. aku.. gak punya.."

Pe'i diam.. aku juga diam..
Yah.. ini lah keadaan ku saat ini.

Gabbruugg.. prakk..

Aku melompat kaget, demikian juga Pe'i

"Aaakhh..."

Aku lihat sesosok tergeletak

Wanita, dengan tangan berdarah..

dan itu..


Ayu Astuti...


"Ah.. ibu.. mau kemana...? Aduh.. ibu mau ngapain..?"


Iya.. Ayu terduduk akibat terpeleset. Tangan nya berdarah akibat jarum suntik yang ia tarik keluar. Aku khawatir luka di perut nya akan terbuka lagi. Tapi aku perhatikan tidak ada rembesan darah di baju nya. Tapi mau apa dia...?

"Dik.. ayo kita bantu ibu ini"

Aku dan Pe'i mencoba menolong. Ayu diam saat aku angkat punggung nya dan aku tegakkan berdiri. Pe'i memegang lengan Ayu. Lalu aku papah dia kembali ke ruang IGD.

"Dik.. tolong bantu ibu ini ke tempat tidurnya.. aku mau ambil perban.."

Aku mencoba cari alasan, aku sudah sangat benci pada wanita ini. Ingin rasanya ku campakkan saja dia. Tapi aku juga punya tugas menangani dia sebagai kewajiban seorang dokter di atas kepentingan pribadi. Tapi..

Tiba-tiba...

Tangan Ayu menangkap tangan ku dan menggenggam nya erat. Seolah menahan ku untuk pergi. Ayu melihat mataku, tapi aku memandang arah lain. Aku gak mau menatap nya, bisa-bisa aku gak tahan emosi.

Aku tarik tangan kanan ku yang di genggam nya, tapi tetap dia tak lepaskan.

"Pak.. maaf saya gak sengaja curi dengar obrolan bapak. Saya ada ini... (merogoh saku celana nya)"

"Ini untuk mas... Eh... bapak... agar bisa menelpon teman baik nya dan membawa dokumen kedokteran nya ke sini"

Tampak beberapa lembar uang ratusan disodorkan padaku.

"Gak usah Bu .. gak usah... "

"Mohon dipakai. Cuma itu yang bisa saya lakukan membalas kebaikan bapak. Semoga bapak bisa dapat bekerja disini ya pak.. "

"Eh.. ini uang ibu.. aku gak bisa.. maaf..."

"Mas... Maaf ya mas.. ini menurut aku. Mas kalau gak mau terima secara sukarela, ya mas anggap pinjam aja dulu nanti mas kembalikan kalau mas udah ada uang. Yang penting mas nya bisa kerja dulu disini.."

Pe'i memotong dan memberi pandangan versi dia. Yah aku tau, ada benarnya omongan Pe'i ini. Mungkin dia pun tidak ada alternatif lain buat membantu aku, tapi ia sangat ingin aku tetap bisa di desa ini dan bekerja di puskesmas ini. Tapi, dia kan gak tau siapa wanita yang di depan ku ini. Wanita iblis, busuk dan pelacur ini. Dia sumber semua penderitaan yang harus aku alami.

Tapi saat ini aku memang perlu.. ya Tuhan... Bagaimana ini...

Aku masih diam.. menunduk dan hatiku sakit. Aku lagi-lagi harus kalah dengan kondisiku. Aku memang ingin memuIai semua dari nol. Tanpa ikut kan orang dari masa lalu ku yang masih sangat pahit aku rasakan.

Tapi disisi lain, aku gak boleh egois. Aku butuh kerja, agar aku gak jadi benalu di rumah Pe'i dan Mira. Aku gak mau jadi benalu.

Untuk pertama kali nya, ku angkat kepalaku dan memandang wanita ini.

"Terima kasih atas bantuan ibu. Ini saya pinjam, pasti akan saya kembalikan se segera mungkin."

"Nggak usah pak, saya ikhlas.."

"Nggak Bu, kalau ibu kasih saya cuma-cuma lebih baik tidak jadi. Maaf, saya gak mau ada hutang budi sama ibu. Ini pun nanti akan aku bayar dengan jumlah yang lebih, saya anggap sebagai bunga atau imbal kebaikan.."

Ayu mengangsurkan uang itu.

Aku masih ragu.. tapi.. tangan ku naik menyambut uang itu dengan bergetar. Iya, pikiran ku kacau.

"Saya.. pasti bayar segera Bu. Terima kasih banyak ya Bu .."

Aku pandang mata nya, Ayu melihat padaku dengan mata basah, air mata bercucuran di pipinya.

Aku tarik nafas panjang...

"Terima kasih juga karena mas yang menyelamatkan nyawa saya dan merawat saya. Saya ikhlas.."

"Nggak Bu, kalau ibu bilang ikhlas dan sukarela? aku gak mau.. aku gak mau.."

"Tolong bantu Bu dokter pak. Jangan dia alami seperti saya pak. Bu dokter masih muda sekali. Dan.. dan.. dia patut mendapat yang setaraf dan sejajar dengan dia. Mungkin itu bapak.."

"Sudah Bu.. jangan bikin kesimpulan sendiri. Kasihan Bu dokter. Memang siapa saya, siapa dia. Saya tidak ada hal lain selain membantu. Aku sudah ada calon ku sendiri saat ini.. yang mengerti saya, menerima saya, dan mendukung saya untuk bangkit dari kematian saya."

"Akkhhh...."

Ayu menunduk, tangis nya pecah. Hmmmhh.. aku lihat cukup hebat juga acting nya. Andai dia sungguhan, biar dia rasakan. Aku sudah tidak akan menganggap nya lagi..

Pe'i yang diam dari tadi, menarik nafas. Mungkin dia juga memikirkan apa yang dikatakan wanita ini tadi. Tapi, aku tetap pada pendirian ku, Mira yang utama buatku.

"Ayo ibu tidur.. terpaksa saya pasang infus dari tangan satunya Bu. Ibu bikin luka tangan kanan ibu ini, biar saya balut dulu.."

Aku mengobati tangan kanan Ayu. Dia rebah, sambil terus menangis.

"Mas.. aku keluar sebentar yah.. mau toilet sebentar.."

"Eh dik.. bisa mas minta tolong.."

"Ya mas... "

"Dik.. ini ada uang yang mas pinjam dari ibu ini, tolong belikan mas kartu SIM perdana dik? Mas mau pakai buat telp sahabat mas. Soalnya mas blom bisa tinggal kan tempat ini. Kalau pesawat nya nanti mas pinjam saja sama siapa ntar. Oh iya, kang Surpan dan Amih ada hp kok, nanti mas pinjam. Dan.. sisanya tolong kasih Mira yah dik.."

"Nggak mas.. Pe'i ambil yang buat beli SIM aja, yang buat sisa nya mas nya yang kasih aja langsung. Pe'i bukan gak mau, tapi lebih enak mas nya langsung aja.."

"Baiklah dik. Makasih kamu memang mempunyai pikiran yang dewasa. Aku aja kalah ama kamu... Ya aku belum merasa dewasa saat ini. Mungkin karena situasi nya bikin aku hanya berpikiran secara emosi."

"Ah.. mas bisa aja. Pe'i jalan dulu mas.. assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."

Aku dan Ayu jadi hanya berdua di ruangan itu. Ada beberapa pasien lain, tapi mereka tak ingin ambil pusing dan tidur.

"Mas... Aku minta maaf.. aku menyesali semua ini.."

"Sudah Bu, jangan banyak bicara lagi. Nanti ibu makin sakit.."

"Kamu sudah memberi darah, merawat aku dan masih mau peduli. Kamu bisa saja mencari sejuta alasan agar tidak membantu aku, tapi kamu.. kamu.. masih mau bantu aku. Aku baru tau sekarang sifat mu mas. Dan aku hanya bisa menyesalinya. Mas.. aku ikhlas, kamu melepas kan aku dari ini semua. Karena aku yang sumber petaka nya. Aku juga minta maaf, sertifikat rumah dan tabungan semua aku kasih sama... Yudha.. huaa.. huu.. huu.. hiikk.. hikkk.."

Aku diam.. termenung tepat nya. Entah kenapa saat ini aku sudah tidak emosi. Yang ada rasa iba dan kasihan.

"Aku gak tau.. emosiku sudah jauh menurun. Tapi aku belum bisa memaafkan kamu.. entah nanti.. satu lagi.. tolong kamu jangan bilang dimana aku, sampai aku ditemukan orang tua atau kerabat ku karena kamu, aku gak akan ragu melaporkan ke polisi kelakuan mu pada ku dan menjebloskan kamu ke penjara. Terserah, pilihan nya ada padamu.."

"Iya mas.. aku paham... "

"Lebih baik kita gak saling hubungan lagi.. aku gak akan mengakui kamu pada siapapun disini.. ngerti?? Ini bukan salah ku, ini adalah kemauan mu... Kita hanya pasien dan dokter.. tanpa apapun lagi..."

"Ya mas..."

"Sudah Bu.. sekarang istirahat. Jangan coba keluar lagi tanpa izin. Yang susah ibu dan kami juga.. satu dua hari ibu bisa pulang. Coba ibu hubungi keluarga ibu agar bisa buat jemput.."

"Makasih mas... Maafkan saya..."

"Sama-sama.."

Aku tinggalkan Ayu tanpa bicara lagi. Maksud ku padanya sudah aku utarakan. Saat ini aku hanya ingin berbakti sebaik-baiknya. Dan membuktikan pada Mila kalau aku pantas dapat pekerjaan ini.

Tak lama, Pe'i kembali. Dan hampir bersamaan Bu dokter pun tiba.

Pe'i menyerahkan kartu SIM nya. Aku terima juga sama sisa nya. Pe'i full mengembalikan semua nya.

"Ini udah di daftarin mas, tinggal pakai.."

"Makasih banyak ya dik.."

Tiba-tiba...

"Assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam... "

"Mas.. kang Pe'i... Maaf agak lama nih.."

"Gak apa Bu dokter.."

"Itu apa mas.. kartu perdana..?"

"Iya Bu.. saya mau hubungin sahabat saya. Eeeh.. ini saya mau minta tolong di ambilkan Sertifikat pendidikan dan profesi saya dok. Saya perlu untuk cari kerja.."

"Mas gak mau kerja disini sama Mila..?"

Mila terlihat terkejut. Matanya sedikit berkaca.

"Justru itu Bu dokter.. kan saya perlu buat nanti kerja disini kan? Mana bisa coba kalau gak ada dokument itu..?"

"Aaahh.. mas.. Mila kira apa.."

Ada kelegaan di wajahnya.

"Ini pakai hp Mila aja mas.."

"Jangan dok.. saya udah beli SIM. Nanti pesawat nya pake punya Amih atau Surpan.."

"Ini ada... Eh tunggu.. Mila ada satu pesawat yang sudah tak terpakai. Tapi ah.. di rumah. Aku minta diantar aja kesini yah. Mas bisa pakai kok, gak usah di kembalikan kalo mas masih perlu.."

"Jangan Bu.. eh.."

Tapi Mila segera menghubungi seseorang.

"Kang.. tolong hp aku yang di laci meja kerja aku, bawa ke puskesmas sekarang yah.. penting.. makasih ya kang..."

"Ah.. udah biasa aja.. masa gitu aja bingung.. assalamualaikum..."


"Dah mas.. setengah jam lagi sampe kok.."

Mila nampak semangat saat aku bilang mau ambil dokumen ku. Ya.. dia sangat berharap padaku ternyata..

Hari sudah beranjak sore.

"Mas.. Pe'i pamit dulu yah. Pe'i mau siapin umpan dulu. Tadi udah pesen ama temen, mau diantar sore ini habis ashar. Dan Pe'i nanti gak balik lagi ya mas.. "

"Eh.. iya dik.. iya.. jangan jadi ganggu keperluannya kamu ya"

Pe'i pergi untuk kembali ke rumahnya. Lalu tak lama kemudian, orang yang dimintai tolong Mila pun tiba. Arifin.. supir sekaligus orang kepercayaan keluarga Giman.

"Makasih ya kang Arifin.. hp ini mau aku aktifin lagi.."

"Punten non... Bukannya non udah ganti ama yang baru..?"


"Iya sih kang.. aku mau kasih ama temen. Lagi perlu dia... Eh.. ayah dimana..?"

"Di kantor masih non.. aku juga aku bawain sekalian yang tadi non beli.. "

"Ya udah sekalian ambil, mana..?"

"Sebentar non.."


Arifin balik lagi ke mobil. Sebuah Fortuner putih.

Tak lama Arifin kembali dengan dua buah tas plastik.

"Ini non..."

"Makasih ya kang.. kang Arifin boleh pulang. Tapi aku minta jangan cerita hal ini ke ayah yah.. aku mohon.."


"Ya non.. Arifin bakal diam aja..."

"Ayo kang, segera jalan takut dicari ayah..."

"Saya pamit non.. "

"Assalamualaikum...

"Eh.. maaf non.. assalamualaikum..."

"Wa'alaikumsalam..."



Arifin segera bergegas pergi.. Mila mengawasi sampai mobil itu menghilang..

"Mas.. ini hp nya. Di pakai mas.. ini juga ada pakaian yang aku beli tadi. Maaf ya mas.. maaf jangan tersinggung. Aku hanya ingin mas nya tampak pantas di depan ayah besok. Dan Mila hanya bisa bikin ini mas. Jadi ayah akan lebih enak dan lancar nanti dalam bicara ke mas nya. Tidak menganggap rendah lagi. Mas.. tolong di terima, aku.. aku.. berharap mas bisa meyakinkan ayah agar aku gak nikah sama Arman juga bisa tetap kerja di sini sama kamu..."

Kamila bicara sambil menunduk. Dia bicara sangat hati-hati khawatir menyinggung perasaan ku.

Aku yang melihat kesungguhan hati nya, aku hanya bisa diam. Apakah aku tega membiarkan wanita yang menaruh harapan padaku ini untuk kecewa..? Ya Tuhan..

"Bu dokter.. ibu baik sekali sama aku. Aku gak mungkin menolak ini karena saat ini memang aku gak punya pakaian yang pantas. Aku janji akan berusaha sekuat aku untuk melaksanakan tujuan ibu dokter.."

"Makasih mas.. Mila lega.. makasih.. eh.. itu ayo di telp teman nya. Biar surat nya bisa kita dapatin segera. Syukur-syukur sebelum kita ke rumah, mas udah pegang dokumen nya.. mumpung masih sore.."

"Eh.. iya Bu dokter..."

Aku segera memasang SIM card itu, mengaktifkan nya. Tak lama, aku hubungi seseorang teman sangat dekat. Partner ku saat di klinik.

Temanku sangat terkejut luar biasa. Sampai dia histeris. Seperti melihat aku bangkit dari ke lembah Kematian.

Aku utarakan maksud ku, ku jelaskan. Hanya pada dia aku percaya, dia tau betul seluk beluk aku sejak aku masuk kuliah. Kita satu angkatan. Lulus bersamaan sampai buka klinik pun kita bersama.

"Jadi koe mau ngelamar kerja di sana? Gak mau urusin kerjaan kita ini Yo ?"

"Ndak To.. aku pamit. Ta serahke kabeh sama koe... Hanya aku minta kehadiran ku ini jangan sampai siapapun yang tau.."

"Edan koe Yo.. orang tua mu, keluarga mu juga Ndak koe kasih tau..?'

"Ora... Justru aku menghindari mereka semua.."

"Walah.. ada apa sebenarnya Yo.. kamu percaya sama aku kan..?"

"Aku justru percaya kamu maka nya aku telp kamu To.. ini adalah buntut dari perjodohan yang aku alami dengan Ayu... Aku memergoki nya berselingkuh di hotel pas satu hari setelah pernikahan kami. Dia bersama tiga orang lain di kamar hotel "Singo****" dan itu yang aku tau terakhir kali, karena aku di pukul dari belakang dan pingsan mungkin kemudian aku di bius. Karena aku gak sadar sampai tiga hari dan ditemukan mengambang di dermaga pelabuhan labuan ini.."

"Ya Allah. Pasti itu istri mu terlibat. "

"Iya.. dia terlibat. Tapi yang aku marah adalah pada Romo ku yang menjodohkan aku pada Ayu. Aku kecewa luar biasa.. dan aku putus kan pergi dari kehidupan disana dan memulai sendiri yang baru di tempat ini."

"Aku memahami kekecewaan mu. Aku berdiri di sisi antara kamu dan Romo mu. Orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak nya..."

"Bukan... Sorry.. itu terbaik buat Romo bukan buat aku.."

Yulianto akhirnya menyanggupi semua yang aku minta. Dia akan mengantarkan nya sendiri malam ini juga. Aku bilang jangan repot-repot, paket kilat kan saja. Dia malah marah padaku. Dia bilang kalau dokumen itu hilang bagaimana? Kamu apa bisa dapat lagi yang asli..? Aku memang tidak bisa jawab, sebab ada resiko memang. Dia bilang, sekarang ini juga dia akan berangkat dari Purwokerto langsung ke Labuan ini dengan mobil nya..


Aku yang telah mempunyai hp, saat ini bisa terhubung dengan dia. Dia akan memberitahu aku jika sudah jalan.

Mila yang melihat hal itu, tersenyum lebar.

"Mas... Selamat yah.. aku lega. Besok mas harus ambil document nya buat ketemu ayah besok malam."

"Tapi sahabat ku pasti perlu aku temui besok dok. "

"Ajak aja kesini mas.. dia kan dokter juga kan..?"

"Iya.. dia specialist THT"

"Wah.. aku makin banyak ilmu ini nanti.."

"Dok.. aku makasih yah.. aku lega. Yang pasti besok aku menghadap pak Bupati dengan percaya diri.."



POV 3rd

Aryo dan Kamila bergerak masuk ke puskesmas. Hari sudah sore. Aryo mengajak Mila mengunjungi pasien.

Seharusnya pasien telah di beri makan oleh Amih.

Aryo saat ini yang menghandle para pasien. Dengan cekatan ia mengobati dan memberi informasi pada para pasien. Sedang Mila mencatat di rekam medis nya. Sampai pada giliran Ayu pun, Aryo yang menangani. Untuk membuktikan pada Mila kalau dia tidak ada apa-apa dengan pasien wanita itu.

Aryo dengan diam tanpa basa basi mengobati Ayu. Sedang Ayu menatap sendu ke Aryo. Aryo tak peduli. Dan memberikan informasi secukupnya saja. Mila yang tepat di belakang Aryo memperhatikan juga tapi sepertinya Mila memang belum paham hal yang terjadi.

Ayu terlihat terpukul dan tak lama mata nya sudah basah. Sedikit isak ia tetap diam saat di tangani oleh Aryo.

Secepat nya Aryo menyelesaikan tugas nya dan menuju ruangan dokter, Mila mengganti infus Ayu.

"Ibu.. keadaan ibu sudah jauh lebih baik. Tapi jangan lagi mencabut infus sendiri ya Bu. Itu sangat berbahaya. Mungkin dalam satu dua hari ibu bisa pulang. Pasti ibu sudah sangat rindu pada suami dan anak juga keluarga ibu yah..?"

"Iya dok.. saya sangat menyesal. Sangat gak berarti sama sekali.. akkhhh... hik.. hik..hik.."

"Ada apa ibu.. ibu namanya siapa, aku belum sempat mendata..."

"Nama saya Ayu... Ayu Astuti... Aku.. ahh.. gak jadi dok.. maaf.."

"Ya sudah.. ibu istirahat saja. Besok bisa hubungi keluarga ibu kalau ibu mau dan siap panggil saya ya Bu..."

"Iii.. ya.. makasih ya dok.."

"Permisi ya Bu.. aku harus ke ruangan.. dokter Aryo sudah menunggu saya. Kasian lama..."


Mila pergi dan menuju ruangan.. yang tinggal lurus dari bed nya Ayu.

Aryo duduk sambil diam. Mila yang muncul menemukan nya. Melihat beberapa saat. Pintu ruangan terbuka lebar.

"Mas... Kamu keliatan lelah banyak pikiran yah.. aku ada disini mas. Ada apa mas..?"

Mila tarik bangku dan duduk di depan Aryo.
Memandangi Aryo yang akhirnya tersenyum pada Mila.

"Makasih yah.. aku hanya sedikit lelah.. tidak ada yang khusus mungkin aku hanya teringat bicara ku tadi dengan sahabat ku itu. Dan nasib ku ke depannya."

"Mas.. Mila akan memperjuangkan kamu mas.. Mila makin hari makin yakin ama kamu mas..."

"Jangan gitu Mil.. aku ini siapa? Kamu siapa, sangat jauh bedanya.."

"Iya.. kalau saat ini. Tapi aku gak peduli.. walau istrimu yang datang pun, aku akan tetap memperjuangkan mu.. asal kamu beri aku kesempatan..."

Aryo menatap ke Mila. Mila pun menatap Aryo. Kedua nya diam... Dan.. tanpa disadari ke dua nya makin mendekat dan tanpa ada aba-aba... telah saling lumat mesra..



BERSAMBUNG...

Mohon kritik dan saran nya di lemparkan ke nubie ya para suhu semua.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
wah.... trnyata aryo.....
siap2 konflik hati neh....

hu, miranya umpan lambung aja ke nubi... nubi jaga baik2 hu....
biar aryo sama bu dokter... ;)

cakep..cakep... luarbinasa...eh luar biasa.
lanjut oum Balak 6.....
nubi gelar tenda dimari...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd