Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT ANTARA CINTA DAN NAFSU

Kayaknya ingatan Ratih akan menjadi kunci cerita ini...
Ketika ingatannya pulih, maka ketahuanlah siapa sebenarnya pembunuh ayah Ana, dan bagaimana keluarga Eveline menjebak mereka.
Juga ketahuan kalo Dewo adalah kaki-tangan mereka, sehingga perannya justru supaya Ratih tidak ingat apa-apa.

Maaf suhu, udah terikut dengan cerita, jadi penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.
 
Kayaknya ingatan Ratih akan menjadi kunci cerita ini...
Ketika ingatannya pulih, maka ketahuanlah siapa sebenarnya pembunuh ayah Ana, dan bagaimana keluarga Eveline menjebak mereka.
Juga ketahuan kalo Dewo adalah kaki-tangan mereka, sehingga perannya justru supaya Ratih tidak ingat apa-apa.

Maaf suhu, udah terikut dengan cerita, jadi penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sepertinya suhu ini punya indera keenam ya? 😁
 
Bagian 19

"Ana ..." bisikan lembut terdengar ditelinganya saat Ana membuka matanya. Ana melihat wajah Rika samar, memandang penuh kuatir di sampingnya.
"Dimana aku ...? Kenapa aku bisa ada disini ...?" tanya Ana lemah. Kepalanya terasa sangat pusing. Ia mencoba mengingat peristiwa terakhir sebelum ia jatuh pingsan.
"Tenanglah dulu Ana ..." ujar Rika lembut, menahan tubuh Ana yang hendak bangkit berdiri. "Kamu dibawa kesini dalam keadaan pingsan. Tekanan Darahmu sangat tinggi, tapi aku sudah memberimu obat. Kamu akan baik baik saja tapi kamu harus istirahat."
"Ana memegang kepalanya. Ia memang harus menurut pada Rika. Sebagai seorang dokter ia tahu apa bahayanya bila ia memaksakan diri untuk pergi. Ana juga tahu saat ini ia tidak boleh sakit. Masih banyak hal yang harus ia selesaikan.
"Siapa yang membawaku kesini?" tanya Ana pada Rika. Ana ingat betul ia berada dirumah ibunya sebelum pingsan tadi.
"Ibumu ..." jawab Rika.
"Ibu ....?" tanya Ana tak percaya. Ia sebelumnya menduga bahwa saat ini ibunya bahkan mampu membiarkannya mati jika perlu, karena kebencian yang dirasakannya pada suami dan mertua Ana. Namun rupanya ia salah. Ibunya masih menyayanginya, membawanya ke Rumah Sakit ini, dan tidak membiarkannya berlama lama tanpa pertolongan. Sedikit saja terlambat, nyawa Ana dan bayi dalam kandungannya mungkin tidak akan terselamatkan.
"Dimana dia ... ibuku?" tanya Ana.
"Dia menunggu cukup lama tadi saat aku memberikan pertolongan pertama" ujar Rika. "Ia tampak sangat kuatir An .."
Mata Ana berkaca kaca.
"Tapi ia kemudian pamit pulang setelah kondisimu stabil" lanjut Rika lagi. "Ia hanya berpesan agar aku bisa merawatmu sebaik mungkin agar tidak terjadi sesuatu yang buruk padamu dan bayimu ..."
Sebutir air mata mengalir di pipi Ana. Ibu adalah ibu. Sebenci apapun Bu Seno pada Ana ataupun keluarganya, kini Ana tau, jauh didalam hatinya ibunya masih sangat mencintainya. Ana sangat terharu bahwa ternyata ibunya tidaklah sejahat yang ia kira. Ana semakin yakin, provokasi pihak luarlah yang membuat ibunya menjadi sangat berubah.
"Aku mencoba menghubungi suamimu, tapi belum berhasil An .." ujar Rika lagi. "Lebih baik malam ini aku merawatmu disini, agar kondisimu lebih terpantau."
Ana menggeleng "Tidak, Rika .." ujar Ana pelan "Aku harus pulang .. suamiku membutuhkanku .."
Rika sangat hafal pada sifat sahabatnya yang sangat keras kepala ini. Ia menghela nafas dan menyerah pada keinginan Ana.
"Baiklah .." ujar Rika. "Tapi kamu harus menghabiskan dulu satu kolf infus ini. Setelah itu, baru aku izinkan kamu pulang."
Ana menatap botol infus yang menggantung di sisinya. Hanya tersisa sepertiga saja. Ana memperkirakan 4 jam yang akan datang ia sudah bisa kembali kerumah menemui Alex.
Ana meraih teleponnya, mencoba menghubungi Alex. Tidak ada nada sambung. Ana melirik jam di dinding. sudah lewat tengah hari. Jika sesuai dengan rencana, saat ini Alex tentu tengah menemui Eveline.
Ana mengatur nafasnya, berusaha mengusir semua pikiran buruk yang melintas di benaknya. Stress dapat membuat Tekanan Darahnya naik kembali, dan Ana harus menghindari hal tersebut. Ana berbaring, mencoba untuk beristirahat sampai Rika mengizinkannya pulang.

Ana memeluk Rika, mengungkapkan rasa terimakasihnya pada sahabat tercintanya itu.
"Yakin kamu tidak ingin suamimu menjemputmu disini?" tanya Rika sekali lagi sebelum Ana pergi. "Kondisimu belum pulih benar, Ana .."
"Tidak .." ujar Ana seraya tersenyum. "Aku berpikir, Alex tidak perlu tahu apa yang terjadi denganku. Ia tidak boleh lagi dibebani oleh hal hal lain yang bisa memperburuk penyakitnya"
Rika tersenyum, merangkul Ana dengan sayang.
"Baiklah .. aku temani kamu sambil menunggu taksi pesananmu datang" ujar Rika.
Ana mengangguk. Dalam hati ia bertanya tanya mengapa Alex tidak kunjung menghubunginya. Hampir 8 jam ia pergi dari rumah, dan selama ini mereka selalu saling berkomunikasi bila tengah berada berjauhan. Tapi kali ini, tidak sebuah telepon atau pesanpun dari Alex yang masuk ke HP Ana. Ana melirik sekali lagi HP di genggamannya. Kosong. Jantung Ana berdegup kencang. Apa yang sebenarnya terjadi pada Alex.
Taksi yang dipesan Ana tiba. Setelah berpamitan pada Rika, Ana memasuki Taksi yang membawanya kembali kerumahnya.

"Alex ...." sapa Ana pelan. Hari menjelang malam saat Ana tiba dengan taksinya dan menemukan Alex duduk menyendiri di kamar tidur mereka. Lampu kamar padam. Seluruh ruangan dirumah mereka gelap gulita saat Ana masuk. Hanya lampu teras yang masih menyala.
Ana menyalakan saklar lampu kamar mereka. Alex menatapnya dengan pandangan nanar.
"Ada apa ...?" tanya Ana mendekat perlahan. Ana duduk disamping Alex dan menggenggam tangannya, namun tanpa di duga Alex menarik tangannya.
"Dari mana kamu An?" tanya Alex. Suaranya bergetar "Sudah jam berapa ini?"
"A .. aku ..." Ana berusaha menjelaskan, namun tiba tiba ia teringat, ia tidak ingin Alex tahu apa yang dialami Ana seharian ini. "Maaf .. aku tidak sadar kalau aku begitu lama meninggalkan rumah .." jawab Ana pelan. Ana tidak berani menatap mata Alex yang terasa seperti menghujam jantungnya.
"Aku ingin kamu menjelaskan sesuatu" ujar Alex, pelan dan tajam. "Dimana Papi? Siapa Ratih? Dan apa hubungan antara Ayahmu dengan ibuku?"
Ana mendongak, terpana. Ia tidak terkejut Alex mengetahui semua ini. Ana sudah memperkirakan bahwa setelah menemui Eveline, Alex pasti akan mengetahui semua informasi yang selama ini Ana sembunyikan. Eveline pasti membeberkan semuanya kepada Alex. Namun Ana tidak menyangka akan reaksi yang diberikan Alex.

"Aku bisa jelaskan semuanya ..." ujar Ana.
"Kamu menyembunyikan semua ini dariku, An? Selama ini? Untuk apa??" nada suara Alex meninggi. Ia berdiri dihadapan Ana dan menatap Ana penuh emosi. "Aku pikir .. selama ini tidak ada rahasia diantara kita. Aku berkali kali memperingatkanmu akan bahaya ketidak jujuran pada rumah tangga. Tapi apa? lihatlah!! Sekarang ternyata kamu menyembunyikan rahasia besar dalam pernikahan kita!!"
"Alex ..." sergah Ana memohon. "Tolong dengarkan penjelasanku dulu ... Aku melakukan ini semua karena aku mengkhawatirkan kesehatanmu .."
"Jadi kamu berpikir aku selemah itu??" tanya Alex semakin emosi. "Aku laki laki .. aku memang sakit tapi aku suamimu!! Aku yang harus melindungimu, bukan kamu!! Dimana harga diriku bila kamu ..."
Alex tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia terduduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ana menyentuh bahu Alex perlahan. Air mata mengalir di kedua pipinya.
"Maafkan aku ..." bisik Ana.
"Selama ini .. aku pikir aku memiliki sepasang orang tua yang sempurna ..." desis Alex di sela tangis kekecewaannya. "Tapi .. ternyata ibuku berkhianat .. Ayahku membunuhnya .. aku memiliki adik dari hasil hubungan gelap ibuku .. dan .. aku menikahi anak kekasih gelap ibuku ..."
Ana menunduk, air mata mengalir deras di kedua pipinya.
"Aku .. aku rasa .. aku perlu waktu sendiri An .." bisik Alex. Ana menatap Alex tak mengerti.
"Baiklah .. aku akan tinggalkan kamu sendiri di sini ..." ujar Ana. "Aku ada di kamar sebelah bila kamu butuh aku .."
"Tidak ..." ujar Alex cepat. "Aku akan pergi .. aku akan tinggal sementara di apartemen milikku dan kamu tetap tinggal disini"
Ana terperanjat. Jantungnya berdebar keras.
"Tidak .. Alex, tidak ..." bisik Ana menggeleng gelengkan kepalanya. Tangisnya semakin deras. "Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri"
"Tapi aku mau itu. Aku tidak bisa melihat kamu disini . yang selama ini membohongiku .. melihat anak seorang laki laki yang karenanya .. ibuku mengkhianati Ayahku .."
"Alex .. tolonglah ..." isak Ana. "Pikirkan keadaanmu .. aku tidak bisa jauh darimu .. siapa yang akan menolongmu bila terjadi apa apa dengan kesehatanmu."
"Aku bisa mengatasinya sendiri!!" hardik Alex. Ana berlutut, menjatuhkan dirinya ke lantai, bersimpuh dihadapan Alex, menunduk, menangis sejadi jadinya, menggenggam tangan Alex dan meletakkan punggung tangan Alex di keningnya.
"Ampuni .. semua dosa yang mungkin dilakukan Ayahku pada orang tuamu .. kamu boleh lakukan apapun untuk menghukumku atas kesalahan Ayahku, Lex .. lakukan apapun ..." isak Ana tersendat. "Tapi .. jangan tinggalkan aku.. jangan suruh aku pergi darimu .. aku tidak bisa .. demi anakmu didalam kandunganku .. biarkan dia lahir dengan Ayahnya disampingnya .. izinkan aku menjagamu sampai ia lahir nanti ..."
Alex menatap Ana yang bersimpuh dihadapannya. Hening sesaat. Hanya isak Ana yang terdengar jelas.
"Baiklah ..." ujar Alex. "Tapi aku tidak ingin melihatmu An .. aku akan tidur di kamar sebelah. Jangan pernah .. menemuiku .."
Ana menatap Alex dengan mata berlinang.
"Tinggalkan saja makanan dan obat untukku di meja makan" lanjut Alex "Aku akan keluar mengambilnya sendiri"
Alex bangkit, beranjak pergi meninggalkan Ana sendiri. Tangis Ana kembali pecah. Ia lega Alex tetap berada bersamanya, namun sikap Alex sangat melukai hatinya. Entah apa yang dikatakan Eveline padanya, hingga ia begitu terbakar emosi. Alex lupa, Ana pun kehilangan seorang Ayah karena peristiwa itu. Luka yang diderita mereka sebetulnya sama.
Ana meringkuk di tempat tidur dengan tangisnya sepanjang malam.


Hari berlalu sangat cepat. Kehidupan Ana kini berubah sangat drastis. Ia tidak lagi bertegur sapa dengan Alex, atau lebih tepatnya Alex selalu menghindari saat saat bersama Ana. Namun Ana tetap meletakkan kesehatan Alex diatas segalanya. Ana selalu menyajikan makanan untuk Alex, mengingatkannya untuk minum obat dengan mengirimkan text melalui HP yang tidak pernah sekalipun dibalas oleh Alex. Setelah lewat tengah malam Ana selalu berdiri di depan pintu kamar Alex, sekedar melepas rindu dan memastikan Alex baik baik saja. Ana selalu memperhatikan Alex dari balik tirai jendela kamarnya setiap pagi dan petang saat Alex memulai dan mengakhiri aktivitas hariannya. Ana membuatkan jadwal kontrol Alex di Rumah Sakit walaupun ia kini tidak pernah lagi mendampinginya. Ana hanya menanyakan hasilnya langsung kepada dokter Hari yang membantunya memantau perkembangan Alex.
Ana juga tidak kenal menyerah membujuk Ratih untuk mau mendonorkan sumsumnya untuk Alex. Namun Ratih masih tetap berada pada pendiriannya untuk tidak mendonorkan sumsumnya untuk Alex, kakak kandungnya sendiri. Keadaan justru bertambah buruk saat mereka bertemu dan Alex menolak mentah mentah untuk mengakui Ratih sebagai adiknya. Ratih sangat murka dan menyampaikan sumpahnya pada Ana untuk tidak akan membantu Alex sedikitpun sampai akhir hidupnya.
"Ia tidak mengakuiku sebagai adik, menolak membagi harta warisannya denganku" ujar Ratih berapi api dihadapan Ana kala itu. "Lihat saja!! Akan aku rebut semua dengan bertarung di jalur hukum!!"

Tuntutan terhadap Pak Wiwaha pun belum berujung damai. Dibawah provokasi Eveline, Bu Seno tetap memajukan tuntutannya ke meja hijau. Ana tetap memantau jalannya persidangan dengan terus berkonsultasi dengan Sandra, pengacara Pak wiwaha. Sandra berkata bahwa ini adalah kasus yang sangat sulit.
"Kunci pembuktian bahwa Pak Wiwaha tidak bersalah hanya satu" ujar Sandra siang itu, kala Ana mengajak Sandra untuk membesuk Pak Wiwaha di tahanan. "Ratih .. Ratih satu satunya saksi kunci yang masih hidup. Ia tahu persis apa yang terjadi saat itu"
Ana mengelus perutnya yang semakin membesar. Sidang berikutnya adalah Sidang penentu yang akan bermuara pada putusan hakim tentang nasib Pak Wiwaha selanjutnya.
"Aku akan membujuk Ratih lagi .. aku yakin ia menyimpan sesuatu" ujar Ana.
Pak Wiwaha menyentuh tangan Ana. Ana menatap Pak Wi sambil tersenyum. Ayah mertuanya itu terlihat sangat kurus dan lesu.
"Papi tenang lah .. jangan kuatir .. aku akan berusaha semampuku untuk mengeluarkan Papi dari sini" ujar Ana. "Maafkan Alex juga .. belum membesuk Papi sampai sekarang .."
Pak wiwaha mengangguk angguk, tersenyum pahit pada Ana.
"Papi menyusahkanmu .." ujar Pak Wiwaha terharu "Kamu berjuang tidak hanya untuk Papi .. tapi juga Alex ."
Ana menunduk. Pak Wiwaha hanya tahu Alex tidak mau mengunjunginya, namun ia tidak tahu bahwa sudah berbulan bulan lamanya Alex pun membiarkan Ana seorang diri.
"Bagaimana kandunganmu, Ana?" tanya Pak Wiwaha menatap perut buncit Ana.
"Baik baik saja Pi .." jawab Ana. "Dua bulan lagi dan Papi akan memiliki seorang cucu ..."
Pak Wiwaha tersenyum. Matanya berbinar. Ana menghela nafas menyembunyikan kesedihan yang memenuhi dadanya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd