Bagian 20
Dewo menghembuskan nafas panjang dan mengusap wajahnya perlahan. Pasien terakhir baru saja selesai, perawat yang malam ini mendampinginya sudah mulai membereskan tumpukan Rekam Medis yang berserakan. Ia bersiap melangkah keluar ruangan saat tiba tiba sesuatu mengingatkannya.
"Dokter .. ada seorang wanita yang ingin menemui dokter menunggu diluar" ujarnya menyampaikan pesan kepada Dewo. Dewo mengernyitkan dahinya.
"Pasien? Masih ada yang menunggu di luar?" tanyanya heran, kembali membuka layar komputer klinik untuk mengecek janji pasien malam itu. "Semua sudah terlayani. Tidak ada lagi janji pasien untuk malam ini"
"Saya kira bukan pasien Dok .." jawab sang perawat ragu. "Karena .. ia menunggu sampai seluruh pasien selesai untuk menemui dokter. Saya sudah menyediakan waktu untuknya di sela sela pasien hari ini tapi ia mau menunggu sampai dokter Dewo selesai praktik hari ini .."
Dewo semakin mengernyitkan dahinya, menebak nebak siapa tamunya malam ini. Ia melirik jam dinding. Pukul delapan malam, dan sebentar lagi Ratih akan datang juga untuk menemuinya. Mereka berencana untuk makan malam hari ini.
"Persilahkan dia masuk" ujar Dewo kepada perawat. Beberapa saat ia menunggu, pintu terbuka dan tampak Eveline di hadapannya. Dewo terkejut, tidak menyangka akan mendapatkan kunjungan Eveline yang begitu tiba tiba.
"Angin apa yang membawamu datang kemari?" tanya Dewo seraya berdiri, menyambut uluran tangan Eveline "Silahkan duduk" ujarnya menambahkan.
Eveline menghempaskan tubuhnya di kursi di hadapan Dewo. Ia menyilangkan kakinya dengan santai, membuat rok pendek ketat yang digunakannya tertarik keatas, memperlihatkan paha putih mulusnya dengan sempurna. Dewo terkesiap. Ia segera mengalihkan pandangannya pada tubuh Eveline, namun itupun tidak menolong. Eveline melepas blazer yang dikenakannya, menyangkutkannya pada sandaran kursi dan memperlihatkan blouse tipis tanpa lengan berpotongan dada rendah yang mencetak dengan sempurna kedua buah dada ranumnya. Dewo dapat melihat bayang bayang bra berenda yang dikenakan Eveline dibalik layar tipis itu, dengan tonjolan bukit mulus yang begitu menggoda. Susah payah Dewo mengendalikan nafasnya yang mulai memburu. Ia tidak ingin Eveline mengetahui apa yang dirasakannya, walaupun ia pasti memaklumi hasrat Dewo sebagai laki laki normal biasa.
"Aku hanya ingin menemuimu untuk membicarakan sesuatu" ujar Eveline santai, meraih remote AC dimeja Dewo, menekan tombol OFF dan menyalakan rokoknya. Ia menghisap rokoknya perlahan, menghembuskan asapnya pelan ke udara seolah tanpa beban. Dewo beranjak, menyalakan exhaust Fan untuk memperbaiki sirkulasi udara di ruang prakteknya.
"Apakah ini tentang kasus Pak Wiwaha dan keluarga Ratih?" tanya Dewo kembali duduk di kursinya. "Sebaiknya segera sampaikan apa yang kamu inginkan sebelum Ratih datang."
Eveline menarik sudut bibirnya dengan sinis.
"Kapan kalian akan menikah? Maksudku .. kamu dan Ratih" tanyanya pelan. Dewo mengangkat bahunya.
"Ratih ingin kami menikah setelah ia benar benar mendapatkan warisan dari Pak Wiwaha" ujar Dewo. Ada nada putus asa dalam suaranya. "Dan itu berarti aku harus menunggu kamu memenangkan kasus ini. Padahal aku diburu waktu. Riset yang sedang aku buat sudah sampai tahap akhir dan aku memerlukan biaya besar untuk itu .. Jika tidak selesai tepat waktu, aku tidak akan bisa memenangkan bursa direktur Rumah Sakit yang aku impikan selama ini .."
Eveline menggeleng. Menatap langit langit ruangan sambil bergumam. "Kasusku .. tidak berjalan seperti yang aku harapkan"
"Maksudmu?" tanya Dewo tajam.
"Aku kekurangan bukti .. bukti bukti yang aku ajukan tidak kuat untuk bisa menyeret Pak Wiwaha menerima dakwaan sebagai pembunuh. Sidang terakhir akan dibacakan minggu depan dan .. aku tidak yakin bisa memenangkan kasus ini."
Nafas Dewo memburu menahan emosi. Ia mencondongkan tubuhnya kedepan dan berbicara dengan suara bergetar.
"Jangan sampai kamu merenggut semua impianku. Aku sudah berkorban banyak untuk membantumu memenangkan kasus ini." Dewo mengepalkan tangannya, "Aku mulai meragukan reputasimu sebagai seorang pengacara terkenal. Kalah hanya melawan Pengacara tak berkelas yang membela Pak Wiwaha."
Eveline mendelik, menatap wajah Dewo yang merah padam. Ia membuang sisa rokoknya ke lantai, menginjaknya, dan mencondongkan tubuhnya kedepan mendorong keras tubuh Dewo ke belakang dengan kedua tangannya.
"Jaga kata katamu!" desis Eveline sinis. Ia bangkit, berjalan kearah Dewo dan duduk diatas meja tepat di sisi Dewo. Kini Dewo bisa dengan jelas melihat Celana Dalam Eveline dari celah kedua pahanya yang terbuka lebar. Dewo mematung, menahan napasnya saat Eveline membungkuk mendekatkan wajahnya pada wajah Dewo yang menengadah. "Aku Eveline, pengacara terkenal yang akan melakukan apapun untuk memenangkan kasus yang aku tangani. Lihat saja" desis Eveline, menatap tajam kedua mata Dewo. "Yang harus kamu lakukan hanyalah segera menikahi Ratih .. apapun caranya. Kalaupun aku tidak bisa menyeret Pak Wiwaha sebagai pembunuh, aku pastikan warisan akan tetap jatuh ketangan Ratih."
Dewo susah payah menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang mulai terasa kering. Wangi tubuh Eveline begitu menggoda, bibirnya begitu sensual, sangat dekat dengan wajah Dewo yang mulai memucat.
"Ingat .. jangan sampai buruanmu lepas." lanjut Eveline, seraya beringsut semakin mendekati Dewo. Kini Dewo dengan jelas melihat celah antara dua bukit putih mulus di dada Eveline. "Aku yakin kamu tidak mau Ratih tiba tiba membatalkan pernikahannya saat ia sudah bergelimang harta bukan? Jadi .. nikahi ia sekarang .. bagaimanapun caranya."
Dewo bangkit. Nafasnya terengah engah. Eveline tersenyum, mengetahui bahwa Dewo bukanlah tengah menahan emosi, namun menahan birahi yang mulai memuncak. Ia tertawa dalam hati. Saat ini ia memang membutuhkan pelampiasan hasrat sexualnya untuk menghilangkan stress karena himpitan pekerjaan. Ia memandang Dewo dengan buas. Cukup menarik. Penampilan Dewo yang kasual, tubuh tegapnya dan wajahnya yang tampan, tampaknya memenuhi kriteria Eveline. Eveline semakin tergoda untuk mengetahui sejauh mana ketahanan sex yang dimiliki Dewo. Hanya sedikit lagi rangsangan, Eveline yakin Dewo akan segera memburunya.
"Jadi bagaimana?" bisik Eveline, melompat turun dari meja, mendekati Dewo, meraih kerah bajunya dan menariknya kuat, membuat dada bidang Dewo menekan payudara kenyalnya. Eveline menggerakkan dadanya, menggesekkan kedua payudaranya ke permukaan dada Dewo, menatap wajah Dewo yang pucat pasi dengan nafas yang kian memburu. Eveline meraba bibir Dewo lembut dengan jemarinya yang lentik. "Masih mau membantuku? Setelah menikahi Ratih, menyelesaikan penelitianmu dan menjadi direktur Rumah Sakit ini .. kamu boleh ceraikan dia .. buat ia menderita .. seperti Ayah dan Kakaknya membuatku menderita .."
Eveline semakin mendekatkan bibirnya kearah bibir Dewo. Dewo semakin tak kuasa menahan birahinya yang kian meluap. Eveline meraih tangan Dewo, menyelipkannya kebalik pahanya dan menjepitnya kuat kuat, menggerakkan pinggulnya lembut menekan penis Dewo dibalik celananya yang mulai terasa mengeras. Eveline tersenyum, menatap mata Dewo dan berbisik lembut di telinganya.
"Balaskan dendamku .. dan .. mungkin kita bisa memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih .."
Eveline tidak menyelesaikan kata katanya, ia menggelitik telinga Dewo lembut dengan lidahnya. Dan ia segera menyadari bahwa tindakannya sangat tepat.
Dewo tiba tiba memeluknya erat, mencium bibirnya dengan buas. Tangan Dewo menggerayangi tubuh Eveline tak terkendali. Satu tangannya meremas buah dada Eveline kuat2, sementara tangan lainnya menyingkap rok Evelien dan bergerilya dibalik celana dalamnya meraba celah vagina Eveline yang sempit.
Eveline tertawa senang saat Nafas Dewo yang panas terasa pada lehernya. Dewo mulai menggigit leher mulus Eveline penuh nafsu. Eveline membuka lebar kedua pahanya, membimbing tangan Dewo masuk lebih dalam kedalam vaginanya.
"Uuh .." desahnya sensual pada telinga Dewo, membuat Dewo semakin agresif "OK Baby .. teruskan .. ahhh .. "
Eveline tidak pernah menduga Dewo ternyata laki laki yang sangat agresif. Dibalik sikap tenangnya, ia kini berhadapan dengan sisi lain Dewo. Seharusnya Dewo adalah seorang laki laki yang belum pernah melakukan hubungan sex sebelumnya. Namun pemikiran Eveline dipatahkan malam ini dengan lincahnya tangan Dewo bermain dalam vaginanya. Eveline merasakan Vaginanya mulai basah, saat Jari Dewo memilin2 lembut klitorisnya, sementara bibir Dewo buas menjelajah lehernya, merangsang titik titik birahi yang ada disana.
Ditengah kenikmatan yang ia rasakan, Dewo tiba tiba meraih pinggang Eveline, memgangkat tubuh mungilnya dan mendudukkannya diatas meja. Dengan Kasar ia merenggut Blouse tipis yang menutupi dada Eveline, menarik Bra, Rok dan Celana Dalam Eveline dengan cepat, mendorong tubuh Eveline yang telanjang hingga terlentang diatas meja. Dengan gerakan cepat Pula Dewo mulai menanggalkan pakaiannya. Eveline terpaku melihat tubuh atletis Dewo tanpa sehelai benangpun dihadapannya. Ia menyeringai.
"Wow .. Come Baby ..." desah eveline. "You're so Hottt!! Fuck me darling!!"
Tanpa menunda dan tanpa banyak berkata kata, Dewo membentangkan kedua paha Eveline, menelusupkan kepala diantaranya dan menyerang Vagina Eveline yang terbuka lebar dengan mulutnya. Eveline memekik senang, saat lidah Dewo mulai bermain menyapu seluruh permukaannya dengan lincah. Tangan Eveline membimbing Kedua tangan Dewo, menelungkup pada kedua permukaan payudaranya.
"Oooaaahhh Sayaaangng .. lebih cepat lagi .. uuhh" Eveline meracau. Senang membuncah dalam dadanya, dalam hati memuji kepiawaian Dewo yang ternyata di luar dugaannya. Lidah Dewo terasa kasar, gesekannya berulang ulang menyasar titik yang tepat pada klitoris eveline. Menggelitik, memberikan sensasi luar biasa yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Eveline berulang kali mendesah nikmat, saat Dewo ternyata sadar untuk menambah kenikmatan yang diberikannya dengan meremas payudara dan memilin milin putingnya lembut.