Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

ARFAN, SI PEJANTAN TANGGUH DARI DESA(Remake)

Batin Bu Rini terus berbicara sendiri saat pagi itu mereka berkumpul untuk menyantap sarapan yang sudah tersaji di meja makan. Ia mencoba bersikap wajar pada Warsih, seperti tak pernah terjadi apa-apa semalam. Demikian pula dengan wanita paruhbaya berumur setahun lebih tua darinya itu, wajah Warsih tampak bugar dihiasi senyuman saat melayani Bu Rini, Arfan dan Leha sarapan. Subuh tadi Leha sempat bertanya padanya kenapa semalam ia muncul tiba-tiba sudah telanjang, Leha menanyakan kapan Warsih membuka semua pakaiannya. Warsih pun berbohong dengan mengatakan sudah mengintip adegan Leha dan Arfan dari balik pintu kamar Bu Rini yang sudah tertidur. Warsih membuat cerita seolah ia tak tahan melihat adegan mesum ibu dan anak kandungnya itu tapi takut kalau tiba-tiba sang nyonya Rini terbangun, makanya ia memilih mengintip dari balik pintu kamar Bu Rini. Leha mengangguk-angguk percaya, ia pun berterimakasih pada Warsih kakak kandungnya yang sudah mau repot-repot ‘menjaga’ agar Bu Rini tak terbangun oleh teriakan mereka menahan nikmat. “Pintar kali kau berdusta Warsih???”

Warsih benar-benar memegang teguh janjinya pada Bu Rini, ia takkan mengatakan pada siapapun apa yang sudah dilakukannya dengan sang nyonya malam itu. Sementara apa yang dilakukan Warsih, Leha dan Arfan juga tak akan ia ceritakan pada siapapun, termasuk pada Bu Rini. Biarlah hanya mereka bertiga yang menjalani skandal mesum mahluk sadarah itu, biarlah berjalan seperti apa adanya. Warsih, Leha dan Arfan tak mau memikirkan bagaimana seandainya kalau kemesuman mereka bertiga sampai diketahui oleh sang nyonya besar.
 
Arfan duduk dengan sopan, di hadapan mereka sudah tersedia sajian nikmat masakan Bude Warsih dan Leha emaknya. Dua bulan setelah berada di rumah mewah itu, Leha dan Warsih berhasil membuat diri mereka membiasakan hidup bersih ala orang kaya. Sebenarnya tak sulit bagi ketiganya karena di kampung pun mereka sering melihat bagaimana keluarga pak Haji Latif, orang terkaya di desa itu, melakukan aktifitas harian kurang lebih seperti yang ada di rumah Bu Rini, dulu memang tiga orang anak beranak ini pernah menjadi pembantu di rumah pak Haji Latif. Tentu Bu Rini jauh lebih kaya, tapi pengalaman melihat keluarga pak Haji Latif membuat mereka jadi tak susah membiasakan hal yang sama pada diri mereka di rumah mewah Bu Rini sekarang.

“Ayo nak Arfan, tambah lagi sayur dan dagingnya, masih banyak tuh... jangan sampai ada yang tersisa ya? Nanti siang ibu mau ajak kalian ke rumah makan di pinggir laut Ancol sana...,” ujar Bu Rini melihat Arfan yang masih malu-malu mengambil makanan di meja.

Mendapat perintah seperti itu, Arfan pun dengan semangat mengambil lauk berupa daging dan sayur mayur di hadapannya. Dengan lahap pula ia menghabiskan hampir sepiring penuh daging sapi bumbu rendang yang dimasak Budhe Warsihnya. Leha emaknya hanya tersenyum kecil melihat kelahapan anak lelaki satu-satunya itu. Leha sebenarnya masih canggung di hadapan Bu Rini, bagaimanapun dua bulan adalah waktu yang cukup singkat untuk menyesuaikan diri di rumah mewah ini.

Walau baru 2 bulan berada di rumah itu, tubuh Leha dan Warsih menampakkan perkembangan yang makin baik, badan mereka jadi sedikit lebih berisi dibanding saat di kampung, warna kulit mereka pun bertambah cerah. Kulit yang dasarnya memang putih itu kini tampak makin bersih dan bersinar. Rambut Leha dan warsih yang dulunya kurang terawat kini sudah sangat bersih sehat dan rapih, bagaimana tidak, Bu Rini seminggu sekali mendatangkan 4 orang ahli kecantikan untuk merawat tubuhnya secara rutin, Leha dan Warsih tentu ia minta untuk ikut diberi perawatan juga. Sebab itulah, mulai dari rambut hingga kuku kaki kedua perempuan desa itu kini terlihat kinclong. Penampilan mereka berubah drastis dari perempuan desa menjadi bak istri pejabat negara!

Itu juga yang membuat Arfan kian bersemangat melakukan persetubuhan dengan Warsih dan Leha. Setiap hari, dari pagi hingga malam, Arfan dengan penuh semangat memuaskan diri menyetubuhi kedua perempuan setengahbaya yang merupakan ibu dan budhenya.

Leha dan Warsih tak samasekali khawatir jika mereka akan hamil akibat seringnya bersetubuh dengan sperma Arfan dikeluarkan dalam memeknya. Lama sejak suami mereka meninggal, kedua perempuan kakak beradik itu sudah memasang alat kontrasepsi yang mencegah kehamilan. Enam bulan sekali mereka disuntik KB di Puskesmas kecamatan. Makanya Leha maupun Warsih sang kakak, tak pernah khawatir tiap kali Arfan memuncratkan sperma dalam memek mereka.
 
“Aku ambil cuti kerja sebulan ini kak Warsih...,” kata Bu Rini membuka pembicaraan setelah mereka menyelesaikan santap pagi itu.

“Oh, jadi nyonya libur sebulan ini?” Leha yang menyahut, ada sebersit kekhawatiran di wajahnya saat bertanya.

“Iya dik Leha, penat rasanya di kantor aja, aku mau menenangkan diri, masalah kemarin sering membuat aku tak konsentrasi kerja...,”

“Oooooow....” Leha melongo, hatinya menjerit gusar, “bagaimana saya dan Warsih? Gimana Arfan? Tak bisa pula kami ngentot lagi...., aah,” Leha membatin.

Suasana mendadak kaku, Leha terdiam, Arfan yang membantunya membereskan piring kotor sisa sarapan, mereka saling melirik dengan pandangan aneh. Untunglah Bu Rini tak memperhatikan hal itu. Warsih meneruskan pijatan di kaki si nyonya besar, wajahnya tertunduk, ada rona kecewa di wajah perempuan tertua di rumah itu. Tentu saja khawatir dan kecewa, karena mereka takkan leluasa lagi saling memuaskan birahi seperti hari biasa dimana sang nyonya tidak di rumah. Warsih hanya menarik nafas panjang.



“Sabarlah Leha, mungkin kita tunggu nyonya tidur baru bisa...,” bisik Warsih saat berpapasan dengan adiknya itu di lorong rumah.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd