Arfan duduk dengan sopan, di hadapan mereka sudah tersedia sajian nikmat masakan Bude Warsih dan Leha emaknya. Dua bulan setelah berada di rumah mewah itu, Leha dan Warsih berhasil membuat diri mereka membiasakan hidup bersih ala orang kaya. Sebenarnya tak sulit bagi ketiganya karena di kampung pun mereka sering melihat bagaimana keluarga pak Haji Latif, orang terkaya di desa itu, melakukan aktifitas harian kurang lebih seperti yang ada di rumah Bu Rini, dulu memang tiga orang anak beranak ini pernah menjadi pembantu di rumah pak Haji Latif. Tentu Bu Rini jauh lebih kaya, tapi pengalaman melihat keluarga pak Haji Latif membuat mereka jadi tak susah membiasakan hal yang sama pada diri mereka di rumah mewah Bu Rini sekarang.
“Ayo nak Arfan, tambah lagi sayur dan dagingnya, masih banyak tuh... jangan sampai ada yang tersisa ya? Nanti siang ibu mau ajak kalian ke rumah makan di pinggir laut Ancol sana...,” ujar Bu Rini melihat Arfan yang masih malu-malu mengambil makanan di meja.
Mendapat perintah seperti itu, Arfan pun dengan semangat mengambil lauk berupa daging dan sayur mayur di hadapannya. Dengan lahap pula ia menghabiskan hampir sepiring penuh daging sapi bumbu rendang yang dimasak Budhe Warsihnya. Leha emaknya hanya tersenyum kecil melihat kelahapan anak lelaki satu-satunya itu. Leha sebenarnya masih canggung di hadapan Bu Rini, bagaimanapun dua bulan adalah waktu yang cukup singkat untuk menyesuaikan diri di rumah mewah ini.
Walau baru 2 bulan berada di rumah itu, tubuh Leha dan Warsih menampakkan perkembangan yang makin baik, badan mereka jadi sedikit lebih berisi dibanding saat di kampung, warna kulit mereka pun bertambah cerah. Kulit yang dasarnya memang putih itu kini tampak makin bersih dan bersinar. Rambut Leha dan warsih yang dulunya kurang terawat kini sudah sangat bersih sehat dan rapih, bagaimana tidak, Bu Rini seminggu sekali mendatangkan 4 orang ahli kecantikan untuk merawat tubuhnya secara rutin, Leha dan Warsih tentu ia minta untuk ikut diberi perawatan juga. Sebab itulah, mulai dari rambut hingga kuku kaki kedua perempuan desa itu kini terlihat kinclong. Penampilan mereka berubah drastis dari perempuan desa menjadi bak istri pejabat negara!
Itu juga yang membuat Arfan kian bersemangat melakukan persetubuhan dengan Warsih dan Leha. Setiap hari, dari pagi hingga malam, Arfan dengan penuh semangat memuaskan diri menyetubuhi kedua perempuan setengahbaya yang merupakan ibu dan budhenya.
Leha dan Warsih tak samasekali khawatir jika mereka akan hamil akibat seringnya bersetubuh dengan sperma Arfan dikeluarkan dalam memeknya. Lama sejak suami mereka meninggal, kedua perempuan kakak beradik itu sudah memasang alat kontrasepsi yang mencegah kehamilan. Enam bulan sekali mereka disuntik KB di Puskesmas kecamatan. Makanya Leha maupun Warsih sang kakak, tak pernah khawatir tiap kali Arfan memuncratkan sperma dalam memek mereka.