Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 16

Hari sudah gelap ketika sampai di rumah. Quirima menyambutku dengan sangat hangat. Aku lihat rona kebahagiaan di wajahnya saat melihat kedatanganku. Pelukan dan kecupan hangatnya selalu menghipnosis, memberi efek damai dan bahagia. Malam ini anak-anak sudah tidur. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku makan ditemani istriku yang sejak tadi tak pernah berhenti memandangku dengan tatapan yang tidak aku mengerti. Senyumannya terus mengembang tanpa beban.

“Kenapa kamu memandangku seperti itu?” Tanyaku pada Quirima karena sejak tadi tatapan dan senyumannya membuatku merasa tidak enak hati, membuatku seperti orang aneh.

“Hi hi hi ... Siapa wanita yang beruntung itu suamiku?” Tanya Quirima dan sontak mataku membola. Sungguh aku terkejut kalau Quirima mengetahui aku telah bermesraan bersama wanita lain.

“Bagaimana kamu tahu kalau aku bersama wanita, istriku?” Tanyaku dibuat selembut dan semesra mungkin. Kali ini aku tidak bisa mengelak. Aku langsung jujur karena berbohong pun akan sia-sia.

“Di lehermu ada gigitan cinta.” Melihatku sangat canggung, Quirima tak bisa menahan senyumnya. Senyuman di bibirnya semakin lebar dari yang sebelumnya.

“Gigitan cinta??? Maksudmu???” Aku terhenyak sambil mengusap-usap leherku sendiri. Apakah yang dimaksudkan Quirima adalah cupang? Tetapi aku tidak merasa ada cupang di leherku. Aku telah memeriksanya saat aku berkaca selepas mandi tadi.

“Gigitan cinta di lehermu memang tak akan bisa dilihat olehmu atau orang lain dari bangsa manusia. Tetapi bagi bangsa demon gigitan cinta itu akan sangat terlihat jelas. Aku melihatnya sangat jelas, suamiku ... Perlu kamu tahu, suamiku ... Kalau gigitan cinta wanita demon adalah tanda kalau wanita itu tergila-gila padamu dan dia akan berusaha menemukanmu kembali untuk bercinta lagi denganmu.” Jelas Quirima masih dengan senyum manisnya.

“Ah! Kenapa Callena memberikan itu padaku?!” Kataku sangat kesal sekaligus untuk memberi tahu Quirima wanita yang dia maksud.

“Hhhmm ... Callena ... Panglima Kelima Kerajaan Razmig ...” Ujar Quirima santai.

“Kamu mengenalnya?” Tanyaku sembari menggapai tangannya. Kuremas jemarinya mesra.

“Tentu saja ... Aku mengenalnya ... Callena adalah teman mainku waktu kecil. Dia wanita yang baik dan selalu membelaku saat aku dihina oleh teman-temanku.” Jawab Quirima sambil membalas remasan tanganku.

“Jadi ... Kamu tidak marah kan?” Tanyaku ingin kepastian.

“Hi hi hi ... Kenapa harus marah? Aku malah bangga kalau suamiku banyak menaklukan wanita-wanita demon. Ingat suamiku ... Bangsa demon pada dasarnya membenci bangsa manusia. Jika ada wanita demon tergila-gila pada bangsa manusia, maka manusia itu dianggap sangat spesial baginya.” Jelas Quirima yang terlihat sangat senang.

“Syukurlah ...” Aku menghela napas lega.

“Suamiku ... Apa tugas dari Raja Duvador telah kamu selesaikan?” Quirima akhirnya mengubah tema pembicaraan.

“Sungguh mengerikan istriku ... Raja Bael mempunyai pasukan perang yang bisa menghancurkan seluruh makhluk di Azumath kecuali bangsa naga.” Jawabku sambil mengambil buku tipis berisikan informasi kekuatan angkatan perang Raja Baell dari lemari sihir, kemudian memberikannya kepada Quirima.

Quirima mulai membaca buku tipis itu dengan seksama. Halaman demi halaman dia buka dan baca. Namun aku dibuat heran dengan mimik santainya, seolah yang dia baca bukan berarti apa-apa baginya. Bahkan bibirnya tersenyum. Seakan apa yang dia baca seperti komik yang menghibur. Beberapa saat kemudian, Quirima mengembalikan buku yang habis dibacanya padaku.

“Kamu tak terkejut sama sekali. Kenapa?” Tanyaku penasaran. Kusimpan lagi buku informasi ini ke dalam lemari sihirku.

“Baell memang jenius untuk hal ini. Sejak muda, dia sudah menciptakan monster-monster berbahaya untuk membunuhku. Tapi, dia selalu gagal. Baell sudah memprediksi kalau aku akan keluar dari kurungan. Dia terus membuat monster-monster yang bisa mengalahkan aku, selain memang dia mempersiapkannya untuk menguasai Azumath. Jadi tidak aneh kalau dia memiliki pasukan sehebat dan sekuat ini.” Jelas Quirima sangat santai.

“Jadi itu juga alasan Baell sekarang memburu kita ...” Kataku.

“Itu sudah aku prediksi. Baell takut kalau aku akan menyerangnya dan menguasai kerajaan-kerajaan demon. Oleh karena itulah, kenapa aku sangat menginginkan sihir elemen petir, agar aku bisa mempertahankan diriku dan keluargaku.” Ucap Quirima. Ada ketulusan dalam nada suaranya. Dari matanya pun menjelaskan kalau dia berkata jujur.

“Apakah kamu berkeinginan menguasai kerajaan-kerajaan demon?” Tanyaku menyelidik.

“Tidak suamiku ... Aku hanya ingin hidup bahagia dan tenang dengan orang-orang yang aku sayangi.” Jawabnya sangat tulus.

“Baiklah ... Aku akan mengajarimu sihir elemen petir. Tapi aku pikir, kita harus menyingkir dulu dari sini. Aku khawatir padamu dan anak-anak dengan ancaman Raja Baell. Kita akan ke benua naga. Kita akan tinggal sementara di sana. Aku yakin Raja Baell dan pasukannya tidak akan berani masuk ke benua naga.” Kataku.

“Apakah kita akan mendapat ijin dari para penguasa naga jika kita tinggal di sana?” Tanya Quirima ragu.

“Aku yakin bisa.” Jawabku penuh keyakinan.

Malam itu aku dan Quirima merencanakan kepergian kami ke benua naga. Memang, tidak ada tempat seaman benua naga dari ancaman teror Raja Baell. Kami pun terus berdiskusi semakin dalam tentang apa saja yang akan kami lakukan besok. Hingga tak terasa malam semakin larut dan akhirnya kami pun memutuskan untuk tidur. Meski aku kelelahan tetapi aku tidak bisa tidur nyenyak. Berulang kali terjaga ketika dunia terlelap dan beristirahat. Aku pun memutuskan untuk melihat kedua anakku, Daru dan Puspa, di kamar mereka masing-masing. Keduanya tidur begitu damai. Saat aku hendak kembali ke kamar, tiba-tiba seorang prajurit penjaga berlari cepat ke arahku.

“Tuan ... Maaf tuan ... Ada burung besar terbang mengelilingi kastil. Mungkin lebih sepuluh kali burung itu mengelilingi kastil ini.” Ujarnya kepanikan.

“Burung besar?!” Gumamku heran.

Aku pun melangkah cepat keluar kastil. Benar saja, seekor burung besar terbang berkeliling dengan kepakan sayap yang membuat angin di sekitar kastil. Dan tiba-tiba si burung besar menukik ke arahku. Beberapa prajurit penjaga sudah bersiap-siap untuk menyerang, namun aku tahan karena aku mengenal makhluk yang baru saja menapakan keempat kakinya di tanah halaman kastil.

“Kenapa kau datang ke sini? Mana tuanmu?” Tanyaku pada burung besar tunggangan Kahill. Ya, makhluk itu adalah seekor Hippogriff yang pernah aku tolong beberapa hari yang lalu.

“KAAAAKK...!” Dia bersuara sangat keras hingga memekikkan telinga.

“KAAAAKK...!” Dia bersuara lagi tambah keras sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menyundul-nyundulkan kepalanya padaku.

“Ada apa? Mana tuanmu?” Tanyaku lagi seakan dia mengerti bahasaku.

“DRAGO!” Tiba-tiba terdengar suara Quirima di belakangku.

“KAAAAKK...!” Si burung besar menegakan kepalanya. Lalu berjalan ke arah Quirima. Aku hanya bisa bengong saat Quirima mengelus-elus leher si burung besar. Rupanya mereka sudah saling kenal.

“Burung ini bernama Drago, suamiku.” Ucap Quirima sambil menoleh padaku masih dengan tangan mengelus-elus leher makhluk besar itu.

“Baik ... Baik ... Tapi kenapa dia datang ke sini tanpa tuannya?” Tanyaku pada Quirima berharap istriku mengerti bahasa burung besar ini.

“Kenapa kau datang ke sini, Drago?” Tanya Quirima dan kini kedua tangannya menangkup wajah burung besar bernama Drago. Anehnya, Drago seperti sedang berbicara dengan Quirima. Suaranya seperti kaset rombeng namun pelan.

Setelah si Drago berhenti, Quirima pun berkata, “Tuannya mati dibunuh pasukan demon, dan pasukan demon itu sedang menuju ke sini.”

“Hhhmm ... Kalau begitu, bangunkan anak-anak. Dan pergilah bersama Drago ke Danrubin. Kita bertemu di dermaga satu. Aku akan menemui Raja Duvador dulu malam ini juga melaporkan hasil penyelidikanku.” Kataku.

“Baik.” Sahut Quirima sambil kembali ke dalam kastil.

“Drago ... Bawa anak dan istriku ke Danrubin. Tunggu aku di sana!” Kataku sambil menepuk lehernya.

“KAAAAKK...!” Ujar si burung besar yang kuanggap menjawab ‘ya’.

“Perintahkan semua pasukan penjaga untuk mengosongkan kastil ini. Kembalilah ke istana Ratu Padmasari. Menghindarlah sebisa mungkin dari pasukan demon.” Perintahku pada beberapa prajurit penjaga yang berada di sekitarku.

“Baik Tuan!” Sahut mereka hampir serempak.

Aku pun melesat ke arah timur laut menuju istana Kerajaan Duvador. Suasana yang sangat genting membuatku melesat secepat mungkin. Sekitar limabelas menit aku pun sampai di istana Kerajaan Duvador. Aku sedikit bingung karena hari baru saja melewati tengah malam, sangat dipastikan Raja Duvador sedang beristirahat. Aku berjalan cepat memasuki istana kerajaan. Untungnya, aku disambut panglima ketiga kerajaan.

“Tuan Azka ... Kelihatannya tuan membawa berita yang sangat penting ...” Sang panglima bisa menebak keadaanku dengan sangat tepat.

“Benar ... Keadaan sangat genting bagiku dan keluargaku. Begini saja, berikan buku ini pada Paduka Raja Duvador. Beri tahukan pada beliau, buku ini adalah hasil penyelidikanku. Aku harus segera pergi karena aku dan keluargaku sedang diburu oleh pasukan Raja Baell.” Jelasku sambil memberikan buku tipis berisi informasi kekuatan perang Raja Baell.

“Tapi tuan ... Bukankah tuan bisa melawan mereka. Tuan adalah manusia terkuat di Azumath. Aku rasa Tuan Azka akan dengan mudah memusnahkan mereka.” Ujar si panglima keheranan.

“Panglima bisa membaca buku itu sebelum Paduka Raja Duvador. Setelah tahu isi buku itu, panglima pasti akan tahu alasanku menghindar dari pasukan Raja Baell.” Jelasku. “Oh ya ... Rahasiakan buku ini. Jangan sampai Raja Baell tahu kalau buku ini berada di sini. Jika Raja Baell tahu, niscaya kerajaan ini akan dia ratakan dengan tanah.” Lanjutku.

“Oh!” Terlihat sang panglima terperanjat.

“Sampaikan salam saya untuk Paduka Raja Duvador. Aku harus menyelamatkan keluargaku dulu. Selamat tinggal.” Kataku lalu langsung melesat dari hadapan panglima ketiga Kerajaan Duvador tanpa memperdulikannya lagi.

Aku melesat dengan kecepatan cahaya ke arah selatan. Tujuanku tentunya adalah Kota Pelabuhan Danrubin. Danrubin masih aku sebut ‘kota’, karena wilayah itu masih dalam kekuasaan Kerajaan Duvador. Aku terus melesat menembus dinginnya udara malam. Dalam waktu duapuluh menitan, aku sudah berada di pelabuhan Danrubin tepatnya di dermaga satu. Kecepatanku memang jauh bila dibandingkan dengan kecepatan burung besar bernama Drago. Tetapi aku sangat yakin jika Drago tidak akan lama segera sampai di sini.

“Apakah tuan memerlukan kapal?” Tiba-tiba seorang pria paruh baya berkata padaku.

Aku pun menoleh padanya lalu berkata, “Tidak pak. Saya sedang menunggu keluargaku.”

“Oh ... Bukankah saya sedang berhadapan dengan Tuan Azka? Manusia petir?” Tampak mata pria itu membulat dan menyebutku manusia petir. Maklum, saat aku membuat ‘onar’ di wilayah ini, aku memang masih menggunakan sihir elemen petir.

“Bapak tidak salah.” Kataku sambil tersenyum.

“Tidak disangka aku bisa bertemu langsung dengan tuan.” Katanya sambil menjabat tanganku. Terlihat sekali kalau pria ini sangat senang bertemu denganku, seolah aku ini artis terkenal. “Panggil saja saya, Benhart.” Lanjutnya memperkenalkan diri.

“Senang bertemu dengan Pak Benhart.” Sahutku.

“Tuan Azka sepertinya hendak pergi ke suatu tempat?” Benhart menebak dengan tepat.

“Benar pak.” Jawabku singkat.

“Tujuan Tuan Azka adalah Benua Naga ... Betulkah?” Ucapnya yang sukses membuatku terperanjat. Entah dia bisa membaca pikiranku atau bagaimana, tetapi perkataannya telak mengenaiku.

“Bagaimana bapak bisa tahu?” Tanyaku menjadi penasaran sekaligus heran.

“Saya ini bisa membaca pikiran seseorang. Sudah bawaan dari lahir. Maaf kalau saya lancang telah membaca pikiran Tuan Azka.” Ucapnya sembari menjura hormat.

“He he he ... Berbahaya berdekatan dengan bapak ... Jangan-jangan semua rahasiaku terbongkar.” Kataku setengah bercanda. Sesungguhnya aku benar-benar tidak nyaman dengan manusia yang mempunyai kemampuan aneh seperti Benhart.

“Selain bisa membaca pikiran orang lain, saya juga piawai menjaga rahasia orang lain. Jadi Tuan Azka jangan khawatir. Saya bukan orang yang suka mengumbar rahasia orang lain, apalagi didapat dari kemampuan saya ini.” Ucapnya yang lumayan dapat dipercaya.

“Syukurlah ...” Aku bisa bernapas lega sekarang.

“Tuan Azka ... Kenapa tuan ingin pergi ke Benua Naga?” Tanya Benhart dengan nada serius.

“Apakah bapak tidak bisa membacanya?” Godaku sekaligus ingin tahu.

“Saya merasakan kegawatan di pikiran Tuan Azka. Tuan sedang melarikan diri.” Ungkapnya sampai aku geleng-geleng kepala saking takjubnya.

“Benar pak ... Kekuatan yang sangat besar sedang mengancam keluargaku. Aku ini sedang menyelamatkan keluargaku.” Kataku berterus terang.

Benhart pun tersenyum lalu berujar, “Di ujung timur Benua Naga ada sebuah benua kosong yang dingin. Tempat itu selalu diselimuti salju, dan kemudian lapisan-lapisan salju menekannya menjadi es. Tempat yang sangat aman untuk bersembunyi. Namun untuk mencapainya sangat sulit karena alamnya sangat ganas. Badai salju yang sangat besar membuat semua makhluk enggan pergi ke sana. Saya sarankan Tuan Azka dan sekeluarga pergi bersembunyi di sana.”

“Benarkah? Benarkah ada benua kosong itu?” Tanyaku ingin keyakinan.

“Beberapa tahun yang lalu, saya dan anak buah saya pernah akan sampai ke benua itu, tetapi kami harus kembali karena tidak kuat oleh hambatan alam untuk mencapainya. Percayalah! Tempat itu bila Tuan Azka bisa menaklukannya, akan menjadi tempat teraman untuk bersembunyi.” Jelas Benhart lagi.

“Terima kasih atas informasinya.” Kataku sembari menjura hormat.

Kami pun akhirnya berbincang-bincang banyak hal. Ternyata Benhart adalah orang yang memiliki pengetahuan luas tentang Azumath. Bisa dibilang Benhart adalah wartawan senior. Ketika aku menceritakan perihal pasukan tempur Raja Baell, Benhart pun sangat terkejut walaupun sesungguhnya Benhart sedikit mengetahui ambisi dari raja demon tersebut. Aku menceritakan kekhawatiranku akan keselamatan keluargaku. Bila saja hanya aku yang menjadi buruan Raja Baell, mungkin aku bisa menghadapinya sendirian. Namun, kini aku mempunyai istri dan anak-anak yang menjadi tanggung jawabku untuk melindungi mereka.

“Saya tidak menyangka Raja Baell begitu berambisi menguasai Azumath sampai-sampai ingin melawan Naga Suci Khor yang agung. Tetapi saya percaya, itu akan sia-sia. Saatnya nanti Naga Suci Khor akan membinasakannya.” Ungkap Benhart dengan nada sendu.

“Mudah-mudahan Naga Suci Khor tergerak hatinya untuk segera memusnahkan Raja Baell beserta pasukannya.” Sahutku penuh harap. Tiba-tiba aku melihat Drago melintas di atasku dan langsung saja aku berkata pada Benhart, “Aku harus segera pergi. Terima kasih dengan waktunya. Aku mohon, apa yang kita bicarakan tadi hanya untuk kita berdua. Jangan sampai seorang pun tahu atas kepergianku ke Benua Kosong.” Kataku sambil menjabat tangan pria paruh baya itu erat.

“Jangan khawatir Tuan Azka. Saya akan merahasiakan semuanya. Pergilah! Keluargamu sudah mendahului tuan.” Ujarnya sambil tersenyum sangat ramah.

Setelah menjura hormat, aku langsung melesat mengejar Drago yang membawa istri dan kedua anakku. Kecepatanku disesuaikan dengan kecepatan Drago, aku terus terbang di dekat makhluk Hippogriff itu. Kulihat Puspa, Daru dan Quirima terlapisi oleh selimut sinar berwarna kuning. Aku perkirakan itu adalah selubung pertahanan yang dikeluarkan Drago untuk melindungi tubuh mereka. Bukan apa-apa, bagaimana pun kecepatan terbang Drago adalah secepat kilat. Tubuh manusia biasa tidak akan mampu menahan hempasan angin dan benda-benda yang menerpanya.

Kami terus bergerak tanpa lelah. Hingga tak terasa, fajar sudah menyingsing, maka terbitlah fajar baru yang menyingsing di cakrawala. Aku menyuruh Drago untuk turun ke daratan yang kebetulan kami lewati. Aku dan Drago menukik dan menapakkan kaki di tanah. Kini, kami berada di sebuah padang rumput dengan tebing-tebing bebatuan di sekitarnya. Tampak juga hutan lebat di hadapan kami yang berjarak tidak kurang dari satu kilometer.

“Bapak ...!” Teriak Puspa sambil berlari. Tangannya menggapai-gapai seperti ingin memelukku.

“Puspa, anakku.” Aku menyambutnya dengan mengangkat tubuh mungilnya lalu kupeluk dan kucium keningnya.

“Bapak ... Kita akan pergi kemana?” Tanya Puspa dengan polos.

“Kita akan mencari rumah baru, sayang.” Jawabku sambil mengusap lembut kepalanya.

“Berarti rumah kita akan berada di Benua Naga. Kata ibu, kita akan pergi ke Benua Naga.” Kata Daru sambil berjalan mendekatiku.

“Ya ... Kita akan tinggal di Benua Naga.” Kataku. Daru tiba-tiba merangkul pinggangku.

“Sebaiknya aku mencari makanan untuk kita. Kalian tunggu di sini. Aku dan Drago akan mencari makanan di hutan.” Ujar Quirima kemudian Drago melesat ke arah hutan membawa Quirima.

“Bapak ... Kenapa kita harus pergi dari rumah kita?” Tanya Daru.

“Ada bahaya yang mengancam keluarga kita. Bapak harus bersembunyi sampai kalian bisa menyelamatkan diri kalian sendiri. Kita sedang diburu dan dikejar-kejar makhluk yang mempunyai kekuatan sangat kuat. Bapak sendiri merasa tidak mampu untuk mengalahkan mereka.” Jawabku.

“Berarti mereka itu banyak ya pak?” Tanya Daru lagi.

“Ya ... Sangat banyak ...” Jawabku sembari mengajak Daru duduk di bawah pohon.

Aku pun menceritakan pasukan tempur Raja Baell pada Daru juga Puspa dengan bahasa anak-anak. Kedua anakku itu bukannya takut malah sangat bernafsu untuk mengalahkan pasukan demon tersebut. Aku pun memberi pengertian jika kita semua harus bisa mengukur kekuatan sendiri. Bahwa mereka tidak mungkin bisa mengalahkan pasukan tempur Raja Baell sendirian.

Sekitar limabelas menit berselang, Quirima dan Drago datang dengan membawa buah-buahan yang lumayan banyak. Kami pun segera memakan buah-buahan itu sambil meneruskan obrolan ringan di antara kami. Pada saat itu juga, aku menceritakan pertemuanku dengan Benhart pada Quirima yang tentunya aku menceritakan pula tentang Benua Kosong yang diceritakan Benhart padaku.

“Kita tidak akan pernah bisa mencapainya, suamiku. Alam di sana sangat sulit ditembus. Aku pernah beberapa kali mencobanya, tetapi terpaksa harus kembali. Kekuatanku tidak mampu untuk menembus kedahsyatan alam di sana. Belum lagi, kita tidak akan bisa bertahan hidup dengan alam yang sangat tidak bersahabat dengan kita.” Jelas Quirima.

“Begitu ya ... Ya, sudah. Kita akan tinggal di tempat yang bisa kita hidup.” Kataku.

“Apakah kita akan beristirahat dulu atau melanjutkan perjalanan?” Tanya Quirima pada semuanya.

“KAAAKK...” Pertama yang menyahut adalah Drago yang tidak mengerti maksudnya.

“Drago siap untuk berangkat lagi. Bagaimana anak-anak?” Tanya Quirima pada Daru dan Puspa.

“Kita pergi.” Jawab daru bersemangat.

“Aku mau dengan bapak.” Puspa mempererat pelukannya padaku.

“Ya sudah ... Kita lanjutkan perjalanan kita. Kira-kira nanti malam kita akan sampai di Benua Naga.” Ungkap Quirima.

Kami pun melanjutkan perjalanan. Kini aku menggendong Puspa sambil mengikuti terbang Drago. Hingga memasuki wilayah naga, perjalanan kami cukup lancar. Dan saat matahari tenggelam, kami pun sampai di daratan Benua Naga. Quirima sangat mengenal tempat kami singgah ini. Quirima menyebut tempat singgah kami ini dengan TURKA. Sebuah wilayah yang sangat luas dengan bukit-bukit yang berjejer saling mengelilingi, dan terdapat hamparan padang rumput sedikit tandus di bawah tebing.

“Biasanya selalu ada penyambutan di sini.” Kata Quirima sembari mengedarkan pandangannya.

Benar saja, tiba-tiba terlihat di angkasa seekor naga melesat terbang mendekati kami. Tak lama sang naga menukik dan menjejakan kakinya di tanah. Suara dentuman tanah bergetar yang cukup keras sangat terasa olehku. Sungguh luar biasa besar naga di hadapanku ini. Dari jarak kurang lebih seratus meteran, aku harus menengadah hanya untuk melihat wajah sang naga. Kesanku pada sang naga adalah keagungan dan kewibawaan yang luar biasa sekaligus menyeramkan.

“Kalian telah memasuki wilayah kami. Apa kepentingan kalian datang ke wilayah kami?” Tanya sang naga dengan suara geraman yang menimbulkan suasana mistis.

“Maafkan kami tuan naga ... Kami memang sengaja datang ke wilayah tuan karena kami ingin perlindungan dari bangsa naga. Kami sekeluarga tengah diburu raja demon yang bernama Baell. Kami benar-benar memohon perlindungan.” Jawabku penuh keyakinan.

Tampak kedua bola mata sang naga melebar lalu bertanya dengan nada terkejut, “Sebenarnya siapa kalian?”

“Nama hamba Azka ... Ini istri hamba bernama Quirima dan ini kedua anak hamba, Daru dan Puspa.” Jawabku sembari menjura hormat.

“Manusia cahaya ... Aku tidak percaya seorang manusia cahaya melarikan diri dari raja demon. Secara logika, kekuatanmu sebagai manusia cahaya harusnya lebih unggul dari pada raja demon itu. Kau sangat dengan mudah menumpasnya beserta pasukannya. Aku benar-benar tak percaya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Kata sang naga dengan mata merahnya menatapku tajam.

“Tuan naga ... Apa yang ada di sana tidak akan tuan percayai ... Raja Baell memiliki pasukan yang sangat kuat. Aku sendiri tidak yakin bisa mengalahkan mereka semua. Jika saja aku sendiri yang akan mati, aku sangat tidak peduli. Tetapi, kalau istri dan anak-anakku yang juga harus mati, aku menjadi sangat peduli. Aku harus menyelamatkan istri dan anak-anakku. Mereka tidak tahu apa-apa.” Jelasku berusaha meyakinkan sang naga.

“Quirima ... Dia pantas mati ...” Sorot mata sang naga kini mengarah pada Quirima.

“Hamba memang pantas mati tuan naga ... Tetapi setelah anakku lahir.” Jawab Quirima tanpa gentar sedikit pun.

“Hhhmm ... Kau sedang hamil?” Tanya sang naga kaget.

“Benar tuan naga.” Jawab Quirima.

“Baiklah! Aku akan membicarakan kedatangan kalian dengan panglima tertinggi. Kalian beristirahatlah dulu di tempat ini. Kalian tidak diperkenankan keluar dari tempat ini. Besok, aku akan datang lagi. Aku akan mengabari kalian, apakah kalian diperbolehkan atau dilarang tinggal di wilayah kami.” Ujar sang naga dan langsung berlalu dari hadapanku. Sang naga melesat ke angkasa dan terbang menjauh.

“Bapak ... Naganya besar sekali ...” Lirih Puspa dengan tangannya semakin erat menggenggam tanganku.

“Semua naga besar-besar sayang ... Bahkan ada yang lebih besar dari naga tadi.” Kataku sambil tersenyum padanya.

“Naga itu kuat ya?” Tanya Puspa bernada lucu.

“Ya ... Bangsa naga adalah bangsa yang kuat.” Jawabku.

“Ayo suamiku ... Kita buat tenda dulu.” Tiba-tiba Quirima memperingatiku.

Segera saja aku mengeluarkan dua buah tenda dari dalam lemari sihirku. Kemudian kami mendirikan tenda bersama-sama di bawah pohon besar. Rupa-rupanya Quirima ngantuk berat. Istriku itu langsung terlelap sesaat tenda berdiri. Saking lelahnya, tidur Quirima agak mendengkur. Aku memilih makan buah-buahan terlebih dahulu dengan anak-anak. Buah-buahan yang Dargo kumpulkan langsung kami lahap. Setelah itu, aku dan anak-anak tidur dalam satu tenda, membiarkan Quirima tidur sendiri.

.....
.....
.....

Sinar matahari pagi menyapa zona. Kicauan burung mengiringi keceriaan pagi. Bunga dan rumput liar punya banyak cerita, walau tidak sebanyak cerita angin yang selalu berkeliling dunia. Tidak jauh dari tenda kami terdapat sebuah sungai yang berair sangat jernih. Mandi di sungai yang jernih dan sejuk adalah hal yang menyenangkan sekali apa lagi mandi bareng bersama keluarga adalah hal paling berkesan sekali.

Sementara Quirima masih ingin menemani Daru dan Puspa yang enggan menyelesaikan mandi mereka, aku memilih kembali ke tenda. Kulihat Drago masih meringkuk di atas rumput tebal. Makhluk itu belum mau bangun dari tidurnya. Aku berdiri di bibir tebing sambil menatap angkasa biru dan jernih. Tiba-tiba saja aku melihat seekor naga sedang terbang sangat cepat ke arahku, dan tak lama naga itu mendarat seratus meter di hadapanku. Naga yang kulihat saat ini sangat berbeda dengan naga yang kemarin malam menginterogasiku. Naga yang kemarin bersisik dan berwarna merah, namun naga ini tidak bersisik dan berwarna perak kebiru-biruan. Aku juga harus menahan senyum karena naga di hadapanku berjenggot panjang.

“Manusia cahaya ... Kau diijinkan tinggal di wilayah kami.” Katanya langsung pada inti.

“Terima kasih tuan naga.” Responku sambil menjura hormat padanya.

“Kami tempatkan kau dan keluargamu di Lembah Valirra. Istrimu tahu di mana tempat itu. Dan ingat! Kau terikat dengan hukum naga selama kau berada di wilayah kami.” Katanya lagi.

“Terima kasih tuan naga.” Aku ulangi ucapan terima kasihku.

Tanpa berkata apa-apa lagi naga berjanggut itu melesat terbang kembali ke angkasa. Drago tiba-tiba berdiri di sampingku sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Aku mengartikannya kalau dia merasa senang. Aku pun menepuk-nepuk badannya lalu berjalan ke arah tenda. Aku beresi tenda dan memasukannya ke dalam lemari sihir. Beberapa saat berselang, Quirima dan anak-anak datang.

“Mana naganya bapak?” Tanya Puspa sambil mengedarkan pandangan ke segala arah.

“Sudah pergi lagi.” Jawabku dan langsung menggendongnya.

“Bagaimana hasilnya?” Tanya Quirima.

“Kita diperbolehkan tinggal di sini. Kita ditempatkan di Lembah Valirra. Menurut naga tadi, kamu tahu tempatnya.” Kataku dan Quirima pun tersenyum senang.

“Tidak jauh dari sini. Sebuah lembah yang sangat indah. Banyak air terjun dan sungainya di sana. Dan yang aku tahu, di sana sudah ada rumah-rumah untuk bangsa manusia atau bangsa Elf yang diundang khusus oleh bangsa naga.” Ungkap Quirima.

“Hhhmm ... Menarik sekali bangsa naga ini ... Ayo! Kita ke sana!” Ajakku.

Quirima dan Daru segera menaiki Drago. Puspa lebih memilih bersamaku. Akhirnya kami pun melesat terbang ke tempat yang dimaksud Quirima. Memang tidak jauh letaknya, hanya setengah jam kami pun sampai di sebuah lembah yang begitu indah. Bagaimana tidak, pemandangan yang disuguhkan di lembah ini sungguh memanjakan mata. Aku dapat melihat pegunungan-pegunungan kecil yang mengelilingi lembah ini. Hamparan pegunungan yang hijau berpadu dengan langit biru sungguh menakjubkan. Benar saja, di lembah Valirra ini terdapat rumah-rumah sederhana yang sangat layak untuk dijadikan tempat tinggal. Quirima pun memilih salah satu dari sekian banyak rumah untuk tempat tinggal kami sekeluarga.

“Aku suka tempat ini.” Ujar Daru setelah mengelilingi rumah baru kami.

“Aku juga.” Sambung Puspa yang mengekor di belakang kakaknya.

“Tapi ... Bagaimana dengan Drago?” Tanyaku pada Quirima.

“Rumah dia alam seluas lembah ini. Jangan khawatirkan dia. Drago tidak akan kemana-mana.” Jawab Quirima.

Sejak detik inilah aku sekeluarga menjadi warga khusus bangsa naga. Menurutku tempat ini sangat aman bagi keluargaku. Pasukan Raja Baell tidak akan mungkin berani memasuki wilayah naga. Dan saatnya aku membimbing dan melatih anak-anakku untuk menjadi penyihir yang kuat. Begitu juga Quirima yang menginginkan sihir elemen petir. Dan dari tempat ini juga, aku akan memulai merencanakan langkah-langkah yang harus aku lakukan untuk menyelesaikan misiku di Azumath ini.

.....
.....
.....


Skip Time

Karena ketekunan dan kegigihannya, dalam empat bulan Puspa berhasil menciptakan sinar energi sihir warna putih. Hal ini menunjukkan kalau anak itu sudah bisa berlatih sihir elemen cahaya. Satu bulan berikutnya Puspa sudah berhasil menghapal mantra-mantra teknik sihir elemen cahaya dan menyatukannya dengan energi sihir miliknya. Pertama yang aku ajarkan adalah teknik sihir pelindung cahaya. Puspa pun hanya beberapa hari berhasil menguasai teknik pertahanan tersebut. Aku lantas menguji Puspa dengan menggunakan petir-petir tingkat menengah untuk menyerangnya. Ternyata petir-petir kelas menengahku tidak dapat menghancurkan perisai cahaya yang dibuat Puspa.

Pada saat aku akan melanjutkan pada teknik gerak dengan kecepatan cahaya, Quirima dan Daru berhasil menciptakan sinar energi warna perak. Secara simultan aku melatih ketiga anggota keluargaku ini. Quirima dan Daru aku suruh menghapal mantra-mantra teknik sihir elemen petir lalu menyatukannya dengan energi sihirnya. Dan untuk Puspa, aku mengajarinya teknik bergerak dengan kecepatan cahaya. Puspa mungkin diberkati dengan kejeniusan karena hanya dalam tiga hari dia mampu menguasai teknik bergerak dengan kecepatan cahaya.

Aku dan Puspa melesat terbang dengan kecepatan cahaya mengelilingi lembah Valirra sambil tertawa-tawa dan bercakap-cakap. Walapun terbang dengan kecepatan tinggi, kami masih bisa mengobrol dengan nyaman karena kami membuat pelindung berupa selubung cahaya yang melingkupi tubuh kami sehingga tidak masalah kalau di ketinggian yang lumayan itu, tekanan udaranya rendah. Angin kencang juga menghantam selubung cahaya ketika terbang, tetapi tidak masuk ke dalamnya. Kami terbang dengan nyaman layaknya seorang penumpang di dalam pesawat terbang.

“Sayang ... Berhenti ...!” Aku menyuruh Puspa berherti terbang karena dari kejauhan aku melihat seekor naga sedang mendatangi kami.

“Siapa dia, bapak?” Tanya Puspa setelah menghentikan terbangnya dan kami pun melayang-layang di udara.

“Kelihatannya, dia adalah panglima kesembilan bangsa naga.” Jawabku saat melihat penampakan sosok naga yang sedang bergerak ke arah kami. Dan benar saja, naga itu adalah Bilaggo, panglima kesembilan kekaisaran naga yang memberiku kalung naga tanda kewarganegaraan.

Langsung saja aku menjura hormat pada Bilaggo yang kini hanya berjarak sekitar duapuluh meteran dariku, “Salam hormat hamba panglima kesembilan.” Kataku khidmat.

“Salam hormat manusia cahaya ...” Jawab Bilaggo lalu menatap Puspa penuh selidik. “Apakah anak ini juga adalah manusia cahaya?” Tanya Bilaggo kemudian.

“Benar panglima ... Dia anakku bernama Puspa ...” Jawabku dan kulihat Puspa menjura hormat pada panglima naga itu.

“Hhhmm ... Aku berharap anakmu ini bisa membawa ilmu sihirnya dengan baik.” Ujar Bilaggo yang kembali mengarahkan pandangannya padaku.

“Saya selalu memberinya nasehat, panglima.” Jawabku.

“Bagus ... Sekarang turunlah ke darat. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu.” Kata Bilaggo terdengar sebagai perintah.

“Baik.” Responku cepat.

Kami pun melesat ke darat. Aku dan Puspa berdiri di atas tanah yang agak tinggi agar bisa menatap wajah Bilaggo tanpa menengadah. Panglima naga itu kemudian berdiri di atas keempat kakinya sambil memandangku dengan tatapan tajam. Kedua bola matanya seakan bercahaya. Menandakan keagungan yang lahir dalam hatinya.

“Manusia cahaya ... Kedatanganmu ke wilayah kami menjadi perbincangan yang sangat serius akhir-akhir ini oleh para petinggi bangsa naga. Kami semua tidak percaya kalau manusia cahaya sepertimu akan takut dengan kekuatan raja demon dan pasukannya. Kami selama ini berpandangan kalau kau lah manusia yang akan bisa mengalahkan bangsa demon. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi?” Tanya Bilaggo sangat serius.

“Perlu panglima ketahui, kalau Raja Baell kini mempunyai kekuatan yang luar biasa. Kekuatannya sebanding dengan kekuatan lima panglima naga. Kedua, pasukan Raja Bael berjumlah jutaan yang memiliki kekuatan luar biasa. Pasukan Zhask dan Golemnya memiliki kapasitas energi sihir di atas satu juta poin. Belum lagi, Raja Baell mempunyai pasukan naga hitam yang kekuatan satu naganya sama dengan kekuatan panglima naga. Pasukan naga hitam milik Raja Baell sudah mencapai ratusan. Tentu saja dengan kekuatan itu, aku tidak sanggup mengalahkannya sendirian, terlebih aku bertanggung jawab atas keselamatan keluargaku. Oleh karena itulah aku memutuskan untuk tinggal di wilayah naga karena untuk saat ini Raja Baell belum berani macam-macam dengan bangsa naga.” Jelasku agak mendetail. Tampak kedua kelopak mata Bilaggo semakin melebar, dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Aku dapat melihat keterkejutan panglima naga di depanku.

“Raja demon itu tidak akan pernah berani pada kami.” Ujar Bilaggo penuh percaya diri dan terkesan angkuh. Aku tidak ingin membantahnya. Aku memilih untuk diam karena yang aku tahu bangsa naga tidak bisa menerima jika ego mereka terusik sedikit pun. Tak lama Billago berujar kembali, “Kami mendapat perintah dari Paduka Naga Es Ghostard untuk memerintahkanmu menemuinya. Paduka Naga Es Ghostard ingin sekali bertemu denganmu.” Lanjut Bilaggo yang sukses membuatku terkejut sekaligus senang.

“Maaf panglima ... Siapakah Paduka Naga Es Ghostard itu?” Tanyaku yang memang baru mendengar nama yang disebut Bilaggo.

“Beliau adalah adik dari Paduka Yang Mulia Naga Suci Khor?” Jawab Bilaggo.

“Oh ... Lantas, ada keperluan apa Paduka Naga Es Ghostard ingin bertemu denganku?” Tanyaku lagi penasaran.

“Entahlah ... Aku dan yang lain tidak tahu maksud Paduka Naga Es Ghostard berkeinginan bertemu denganmu.” Ungkap Bilaggo.

“Baiklah panglima ... Aku akan menemui Paduka Naga Es Ghostard. Tapi, dimana aku bisa menemuinya?” Tanyaku bersemangat.

“Paduka Naga Es Ghostard tinggal di bagian timur ujung benua ini.” Ujar Bilaggo lugas dan tegas.

“Baik, panglima.” Jawabku.

Tiba-tiba Bilaggo melesat ke angkasa sebelum aku memberikan salam hormat padanya. Pangliam kesembilan bangsa naga itu kembali ke arah datangnya dan hanya butuh waktu beberapa menit saja, tubuh besar sang panglima naga sudah tak terlihat lagi oleh jangkauan pandanganku. Segera saja aku dan Puspa kembali ke rumah. Di sana Quirima dan Daru sedang serius melatih teknik sihir elemen petir mereka.

“Istriku ...” Aku memanggil Quirima yang sedang melatih gerakan pedang petir Chidorigatana.

Quirima pun berhenti dan menghampiriku di serambi rumah, “Ada apa suamiku?”

“Barusan aku bertemu dengan panglima naga kesembilan ... Menurutnya, aku diperintahkan menemui Paduka Naga Es Ghostard.” Kataku.

“Wow! Ksatria naga legendaris. Pergilah suamiku!” Kata Quirima.

“Kamu mengenalnya?” Tanyaku penasaran bercampur heran.

“Naga Es Ghostard adalah adik Naga Suci Khor. Beliau adalah naga yang pernah menghancurkan pasukan naga yang ingin memberontak pada Naga Suci Khor. Dengan kekuatannya sendiri, Naga Es Ghostard membunuh hampir seribu naga sakti yang ingin menggulingkan kekuasaan Naga Suci Khor.” Jelas Quirima yang cukup membuatku merinding. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kekuatan Naga Es Ghostard yang mampu membinasakan seribu naga sakti sendirian.

“Berarti aku adalah orang yang beruntung sekali bisa bertemu dengan Naga Es Ghostard?” Tanyaku setengah bercanda.

“Tidak ada kata yang bisa melukiskan keberuntunganmu, suamiku ... Pergilah! Biar aku yang melatih Daru dan Puspa untuk selanjutnya.” Kata Quirima.

“Beberapa hari ke depan, aku akan mengajarkan Puspa teknik pedang cahaya. Untuk teknik pukulan cahayanya, kamu bisa membimbing Puspa karena anak itu sudah menguasai manteranya.” Kataku yang langsung dijawab senyuman dan anggukan Quirima.

Saat itu juga, aku mulai melatih teknik pedang cahaya pada Puspa. Sementara Quirima dan Daru berlatih menyempurnakan teknik-teknik sihir elemen petir mereka. Tidak sukar bagi mereka semua menguasai teknik sihir yang mereka pelajari karena aku sudah menanamkan tema dan konsep sihirnya. Penguasaan tema dan konsep sihir sangat memudahkan mereka untuk mempelajari, berlatih dan akhinya menguasai sihir elemen masing-masing.

.....
.....
.....


Skip Time

Aku berdiri di atas bukit, berdiri di bawah langit, bertahan berdiri lama sampai waktu hampir senja. Salju itu tanpa henti luruh hari ini. Lebih banyak dan cepat. Menghantam tanah dan menutup nyaris seluruh permukaan bumi tempatku berada. Mataku memuja kehadiran benda dingin yang mengenai kulit tubuhku itu seiring pengharapan yang datang di kepala. Aku merasakan dinginnya salju yang baru pertama kali aku melihat dan merasakannya. Tetapi rasa dinginku hilang seketika saat telah berhadapan dengan Naga Es Ghostard. Aku sangat merasakan aura kehangatan keluar dari tubuh sang naga sakti itu. Aku tahu kalau Naga Es Ghostard menyalurkan hawa hangatnya ke tubuhku agar tak merasakan kedinginan.

Aku memang baru saja berhasil menemukan tempat kediaman Naga Es Ghostard di bagian paling timur benua naga, setelah seharian melakukan perjalanan dari Lembah Valirra. Tempat ini seperti benua antartika di bumi. Hampir seluruh wilayah ditutupi es, daratan tanpa pohon. Kami pun mulai berbincang-bincang yang sebelumnya saling memperkenalkan diri. Ternyata Naga Es Ghostard diluar bayanganku yang awalnya aku menyangka kalau dia adalah makhluk yang menyeramkan. Naga Es Ghostard adalah naga yang sangat ramah. Selain itu, dia juga sangat bersahabat dan enak sebagai teman bicara.

“Manusia cahaya ... Kenapa kau lari dari kejaran Raja Baell?” Akhirnya Naga Es Ghostard bertanya serius.

“Paduka ... Hamba sama sekali tidak takut untuk berhadapan dengan Raja Baell dengan pasukannya. Yang hamba takuti adalah keselamatan keluarga hamba. Raja Baell mempunyai kekuatan yang luar biasa dan pasukannya pun sangat kuat dan banyak. Hamba berkeyakinan kalau hamba tidak akan mampu menjaga keluarga kecil hamba sendirian.” Jawabku khidmat.

“Quirima adalah demon yang kuat. Kekuatannya setara naga. Kau sendiri adalah manusia cahaya yang tak terkalahkan. Apakah kalian berdua tidak mampu mengalahkan Raja Baell dan pasukannya?” Tanya Naga Es Ghostard yang aku rasa dia belum tahu kekuatan yang dimiliki Raja Baell.

“Raja Baell memiliki kekuatan sihir setara dengan lima panglima naga. Selain itu, dia juga mempunyai lima juta pasukan tempur yang memiliki kapasitas energi sihir sejuta poin dengan sihir api dan teleport. Ada juga pasukan golem sebanyak belasan juta. Dan yang paling menyeramkan, Raja Baell berhasil menciptakan ratusan pasukan naga hitam yang kekuatannya setara dengan seorang panglima naga. Dengan kekuatan sebesar itu, jangankan keluarga kecil hamba, seluruh kerajaan manusia pun sangat mungkin ditaklukan oleh Raja Baell.” Jelasku agak panjang lebar.

“Naga hitam? Apa itu naga hitam?” Tanya Naga Es Ghostard dengan nada terkejutnya.

“Raja Baell berhasil menciptakan makhluk berupa naga dengan metode kloning.” Kataku dan aku jelaskan secara mendalam proses kloning yang aku ketahui. Aku menjelaskan pelan-pelan kalau kloning itu merupakan suatu cara yang dilakukan Raja Baell dalam menciptakan duplikat naga dengan tanpa melalui proses perkawinan. Aku katakan juga kalau aku belum pernah melihat naga hitam ciptaan Raja Baell. Namun yang jelas proses pengkloningan biasanya bertujuan untuk mendapatkan makhluk yang lebih baik dari aslinya.

“Memang sangat berbahaya kalau dibiarkan.” Respon Naga Es Ghostard yang sangat membuatku senang. Baru kali ini ada bangsa naga yang khawatir tentang perkembangan kekuatan yang dimiliki Raja Baell.

“Apa yang dilakukan Raja Baell tidak saja meresahkan bangsa manusia dan bangsa Elf, kekuatan pasukan Raja Baell juga menjadi kekhawatiran raja-raja demon.” Sambungku.

“Masalahnya, bangsa naga tidak bisa mengambil tindakan sebelum adanya aksi yang mengusik kedamaian bangsa-bangsa di Azumath. Kami sebagai bangsa naga tidak bisa menghentikan ancaman bahaya sebelum ancaman bahaya itu benar-benar terjadi. Kami bekerja setelah ada bukti kerusakan yang sangat besar.” Ujar Naga Es Ghostard.

“Tetapi ... Kalau ini dibiarkan, tentu akan juga terjadi kerusakan yang sangat besar, paduka. Sebenarnya, hamba berharap bangsa naga yang agung mengambil tindakan serius pada Raja Baell.” Aku coba memperingati Naga Es Ghostard.

“Itu tidak bisa kami lakukan.” Naga Es Ghostard teguh pada pendiriannya.

“Sampai kapan paduka? Apakah paduka menunggu sampai bangsa-bangsa di Azumath hilang?” Tanyaku lirih.

“Oleh karena itulah aku mengundangmu ke sini.” Ujar Naga Es Ghostard dan tiba-tiba saja di hadapannya muncul bola sihir berwarna putih. Bola sihir itu kemudian perlahan mendekatiku dan akhirnya berhenti tepat di hadapanku. “Itu adalah kumpulan energi sihir. Setelah energi sihir itu masuk ke dalam tubuhmu, maka kekuatan sihirmu setara dengan sepuluh panglima naga. Sebenarnya pemberian energi sihir sangat dilarang oleh kakakku, tetapi aku melanggarnya karena aku mempunyai keyakinan kalau kau orang yang tepat menerimanya. Rahasiakan apa yang kuberikan ini. Tidak ada yang boleh yang mengetahuinya. Gunakan kekuatanmu dengan bijak karena jika kau salahgunakan, aku yang akan membinasakanmu.” Lanjut Naga Es Ghostard.

Aku pun menjura dan berkata, “Hamba berjanji ... Hamba akan menggunakan kekuatan ini sebijak mungkin. Hamba akan gunakan kekuatan ini hanya untuk kedamaian Azumath.”

“Aku pegang janjimu.” Ujar Naga Es Ghostard.

Tiba-tiba bola sihir putih itu melingkupi tubuhku. Secara perlahan aku merasakan kesegaran yang teramat sangat. Lambat laun, bola sihir itu menipis dan semakin menipis. Pada saat yang sama tubuhku terasa sangat nyaman dengan tingkat kesegaran ultimate. Inilah tanda jika energi sihirku meningkat secara signifikan. Beberapa menit berselang bola sihir putih itu pun menghilang.

“Kau sekarang tidak usah takut lagi menghadapi Raja Baell. Tetapi, setelah mendengar kabar darimu kalau Raja Baell mempunyai pasukan yang sangat kuat dan banyak, aku sarankan kau pun harus membangun pasukan yang sama kuat dan sama banyak. Aku sarankan kau kumpulkan monster-monster yang bisa diajak bekerja sama. Di Azumath ada jutaan monster berkekuatan tinggi untuk bisa diajak bekerja sama.” Ujar Naga Es Ghostard.

“Terima kasih paduka ... Hamba akan coba membangun pasukan yang paduka sarankan.” Kataku.

Maka aku pun berpamitan untuk kembali ke Lembah Valirra. Aku tak menyangka akan diberikan kekuatan sihir yang dahsyat dari Naga Es Ghostard. Saatnya aku akan membangun pasukan untuk mengimbangi kekuatan Raja Baell. Saat pagi menjelang aku pun sampai di rumahku. Quirima langsung menyambutku dengan ciuman dan pelukan. Birahiku tiba-tiba meledak, ciuman lembut itu, jilatan-jilatan halus itu, remasan dan cubitan halus itu, ohh tak mampu kutahan lagi.

Akhirnya aku tarik Quirima ke kamar. Quirima pun cekikikan sangat genit sambil berlari kecil ke arah tempat tidur. Kututup pintu dan kulihat Quirima sudah rebahan di tempat tidur. Kuhampiri tubuh sexy itu dan berdiri tepat di pinggir tempat tidur, kemudian kupegang bagian bawah baju yang dikenakannya dan kutarik ke atas supaya lepas dari tempatnya.

“Hi hi hi … Gak sabaran sih?” Katanya sambil mengangkat tubuh membantu usahaku melepaskan bajunya. Selanjutnya, perlahan kulepas rok dan celana dalamnya yang secara bersamaan ia pun membuka celana panjang dan celana dalam yang kukenakan. Terasa kepala penisku tersentuh oleh bibirnya yang hangat yang tak lama sebagian batangku masuk ke dalam mulutnya. Satu-satunya kain yang masih menempel di tubuhnya kutanggalkan juga, bajuku pun kini telah tergeletak di lantai kamar ini.

Kuhentikan aktifitas Quirima pada penisku. Kutindih tubuhnya, kuciumi lehernya yang putih mulus dan dihiasi bulu-bulu tipis, kemudian kulumat bibirnya. “Mmmhh .. mmppff ..” ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tetapi tertahan oleh bibirku. Sementara tangan kiriku meremas dadanya yang berukuran 34C. Ciumanku turun ke dadanya. Kulumat puting susunya dengan rakus, kadang kugigit-gigit sehingga Quirima menggelinjang kegelian. Kali ini jemariku kuarahkan ke arah selangkangannya dan menemukan onggokan daging yang terbelah di tengahnya, kumasukan jari tengahku ke dalam vaginanya. Kurasakan vaginanya semakin basah karena jariku bergerak keluar masuk. Quirima mengerang kenikmatan karena perbuatanku itu. Dia mulai menjambak-jambak rambut di kepalaku yang sedang asik di atas payudaranya.

Vaginanya semakin basah, kupikir inilah saatnya. Aku segera bangkit menggeserkan badanku ke atas, kuposisikan badanku di atas tubuhnya. Kubuka lebar kedua pahanya dengan pahaku. Kumajukan pinggulku dan, bless…..! Perlahan-lahan, amblaslah penisku ke dalam vaginanya. “Ooohhhh ……..” desah Quirima ketika penisku masuk ke dalam vaginanya yang sudah basah dan licin. Langsung kukocokkan penisku yang di awal pelan yang semakin lama semakin cepat. “Oohh… sshh… uuhh …” desahannya semakin keras. Beberapa saat, kurasakan tanda-tanda orgasme Quirima semakin mendekat, ia mulai memelukku erat. Namun, saat itu juga kucabut penisku dari vaginanya.

“Loh …. Kok …!” Protesnya padaku sambil menatapku keheranan.

“Sabar, sayang …” Kataku sambil menciumnya.

Aku rasa kini gelora birahi Quirima sudah sedikit menurun. Aku tusukan lagi penisku ke dalam tubuhnya, kuayun lagi dengan ritme yang agak konstan. Terdengar kembali desahan-desahannya menikmati setiap terjanganku. Tangannya mulai mencengkram tanganku, dengan mata terpejam kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan. Tak berapa lama, Quirima kelihatannya akan mencapai puncaknya, namun lagi-lagi aku cabut penisku dari sarangnya.

“Lah, suamiku …!” Kini protes Quirima sedikit naik tensinya.

“Sabar, sayang …” Kataku lagi sambil menciumnya.

Aku menunggu sesaat agar birahinya menurun. “Ok mulai lagi”, kataku dalam hati. Kuterobos lagi vaginanya, penisku kini mulai terasa panas akibat gesekan dengan dinding vagina. Quirima pun menggoyangkan kedua pantatnya dengan amat cepatnya sehingga jadi agak berputar-putar sambil terus merintih-rintih. Terlihat Quirima sangat ingin sekali mendapatkan orgasmenya. Sekali lagi, tanda-tanda puncak kenikmatannya mulai terasa olehku, langsung kucabut penisku dari vaginanya.

“SUAMIKU ..!!!” Teriaknya sambil menampar pipiku yang terasa lumayan panas.

Quirima mendorong tubuhku hingga jatuh terlentang di sampingnya. Dia bergerak menaiki tubuhku dengan secepat kilat kurasa penisku sudah tenggelam dalam tubuhnya. Tubuh Quirima yang bergoyang turun dan naik membuat pemandangan menjadi lebih indah, sebab kedua bukit kembarnya juga turut bergerak-gerak beriringan. Bergoyangnya payudara Quirima bagiku merupakan tantangan, maka kuangkat kepalaku menuju ke arah payudara yang indah itu, lalu kuraihnya dan kuisapnya. Quirima pun tak kuasa menahan jeritannya lagi.

Entah berapa lama, Quirima bergerak di atas tubuhku, bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, sampai pada akhirnya Quirima tiba-tiba mengejang memelukku sangat kuat sambil mendesah panjang, “Ooohhhhh …….!”. Pada saat yang sama bendungan di penisku sudah tak tertahan lagi, maka kudekap Quirima dengan erat, “Oooohhh …….!” desahku panjang, dan dua cairan panaspun beradu, bukan main nikmatnya. Tubuh Quirima jatuh di atasku, badan kami bersimbah keringat dan lemas lunglay.

Quirima mengerti kalau aku sekarang memerlukan tidur. Quirima meninggalkanku di kamar. Istriku itu keluar dari kamar kami, sementara aku mulai terlelap. Entah berapa lama aku tertidur, tetapi yang jelas saat aku bangun dan keluar dari kamar, matahari sudah tinggi. Selanjutnya aku memilih untuk mandi dahulu sembari menunggu kopi yang sedang disiapkan Quirima untuk menyegarkan seluruh jiwa dan ragaku. Selesai mandi dan berpakaian, aku langsung bergabung dengan keluarga kecilku di meja makan. Kami semua berbincang-bincang sambil menikmatai santapan makan siang kami.

“Suamiku ... Sebaiknya anak-anak ditingkatkan kapasitas energi sihir mereka. Apalagi buat Daru, karena sihir petir sangat membutuhkan banyak energi sihir.” Tiba-tiba Quirima berkata demikian.

“Benar, bapak ... Sihir petir ternyata sangat memakan energi sihirku.” Sambung Daru yang selalu bersemangat.

“Kemana kita akan meningkatkan kapasitas energi sihir anak-anak?” Tanyaku pada Quirima yang tahu tempat memburu magical beast.

“Ada pulau di barat benua naga tempat yang cocok meningkatkan kapasitas energi sihir mereka.” Jawab Quirima.

“Baiklah ... Sehabis makan, kita langsung berangkat ke barat.” Kataku.

“Asik ...!” Teriak Daru sambil meloncat dari kursinya.

“Kita balapan.” Sambar Puspa menyombongkan diri.

“Ayo! Siapa takut!” Sahut Daru tak mau kalah.

“Gak ada yang balap-balapan. Kita harus pergi bersama-sama.” Kataku. Keduanya pun cemberut. Aku dan Quirima tersenyum.

Selepas makan, kami berempat melesat ke arah barat. Tentu saja, aku dan Puspa harus agak menahan kecepatan laju terbang kami, karena kecepatan sihir petir bukan tandingan kecepatan sihir cahaya. Sementara itu Drago terlihat keteteran mengikuti kecepatan kami. Makhluk itu tertinggal sangat jauh. Untungnya, Drago memiliki penciuman yang sangat tajam. Sejauh apa dia tertinggal, akhirnya Drago bisa menemukan kami saat kami beristrirahat.

Saat matahari tenggelam, aku dan keluarga kecilku sampai di sebuah pulau yang lumayan besar. Anehnya, pulau ini penuh dengan jaring laba-laba yang besarnya sebanding dengan tambang. Kami harus masuk ke pulau tersebut dengan menghancurkan jaring-jaring itu. Tak lama berselang, aku melihat Daru dan Puspa sudah sibuk memburu laba-laba dan merusak jaring-jaringnya. Rupa-rupanya, magical beast di pulau ini berupa makhluk laba-laba. Aku menemukan ribuan laba-laba berbagai jenis dan ukuran hanya di tempat kami mendarat saja.

“Biarkan Daru dan Puspa memburu mereka sampai kelelahan.” Kata Quirima dan kujawab dengan anggukan.

Aku dan Quirima kemudian membangun tenda di sisi pantai. Kami pun mengumpulkan kayu dan ranting kering lalu membuat api unggun. Quirima memasak makanan yang bahan-bahannya dan alat memasaknya telah kami persiapkan dari rumah sebelum berangkat ke pulau ini. Ini bukan pertama kalinya aku dan Quirima memasak bersama. Aku yang tadinya tidak suka berurusan dengan dapur, mendadak jadi suka memasak. Dan kami menyulap bahan yang seadanya menjadi masakan layak saji untuk keluarga.

“Cari anak-anak untuk makan, suamiku.” Ujar Quirima setelah makanan siap.

“Baik.” Kataku sambil melesat ke udara lalu memantai daerah sekitar dari atas. Tidak sulit untuk mencari mereka karena sinar-sinar bertebaran dan suara ledakan yang terdengar cukup keras. Aku pun langsung melesat ke arah Daru dan Puspa yang sedang asik berburu magical beast. “Anak-anak berhentilah! Saatnya makan dan beristirahat!” Teriakku.

“Baik, bapak!” Sahut mereka hampir bersamaan.

Kami melesat kembali ke sisi pantai. Segera saja kami menikmati acara makan malam kami yang sesekali terganggu oleh datangnya laba-laba. Kami menyantap makanan sambil mengobrolkan hal-hal remeh yang menyenangkan. Setelah selesai makan, aku menyuruh Daru dan Puspa untuk tidur dan keduanya masuk tenda. Sementara itu, aku dan Quirima masih ingin menikmati panasnya api unggun sambil berbincang-bincang.

“Kemana si Drago? Kok lama banget datangnya?” Tanyaku agak khawatir oleh makhluk burung itu.

“Dia pasti akan datang ... Dia tidak akan tersesat ...” Jawab Quirima yang sedang menyenderkan tubuhnya padaku. Kedua lengannya melingkari lenganku sangat mesra.

“Istriku ... Naga Es Ghostard memberikan saran padaku agar aku mempunyai pasukan untuk menandingi kekuatan Raja Baell. Naga Es Ghostard menyarankan agar aku mengumpulkan monster-monster kuat untuk dijadikan pasukanku. Sungguh, aku tidak tahu jenis monster apa yang kuat itu terutamanya mereka yang bisa diajak bekerja sama denganku.” Kataku akhirnya menjelaskan hasil pertemuanku dengan Naga Es Ghostard pada Quirima.

“Banyak sekali monster-monster yang kuat di Azumath tetapi tidak akan sekuat pasukan Baell. Mungkin kamu bisa mengumpulkan mereka dengan jumlah yang lebih besar daripada jumlah pasukan Baell untuk mengimbanginya.” Respon Quirima yang tetap santai menyikapi keadaan.

“Apakah kamu punya informasi tentang monster-monster itu?” Tanyaku.

“Ada sebuah masyarakat di pulau Nelin yang merupakan bagian wilayah Kerajaan Ottar. Setiap orang memiliki monster yang hidup dalam tubuh mereka. Monster itu berupa monster gajah yang memiliki sihir elemen tanah yang menurutku lumayan kuat untuk membantu pertahanan. Kamu bisa mengajak mereka untuk bergabung. Tetapi masyarakat di Pulau Nelin itu dianggap pemberontak oleh Raja Ottar karena masyarakat Pulau Nelin tidak mau tunduk kepada Raja Ottar. Masyarakat pulau Nelin menganggap kalau mereka adalah masyarakat merdeka dan memiliki kerajaan sendiri. Kerajaan Ottar selalu memerangi masyarakat Pulau Nelin. Aku tidak tahu perkembangannya sekarang, apakah masyarakat Pulau Nelin masih ada atau tidak.” Jelas Quirima. Kemudian Quirima menjelaskan karakteristik masyarakat Pulau Nelin dengan kekuatan monster gajah mereka.

“Pulau Nelin ya ...” Gumamku.

“Pulau itu ada di bagian utara Kerajaan Ottar. Sebaiknya kamu menyeledikinya. Siapa tahu masih ada masyarakat Pulau Nelin.” Kata Quirima.

“Apakah ada yang lain?” Tanyaku lagi pada Quirima.

“Em ... Nanti aku ceritakan ... Sebaiknya sekarang kita tidur. Hari sudah sangat malam.” Ajak Quirima.

Akhirnya kami memasuki tenda dan tidur. Untuk malam ini, aku tidak terlalu terlelap tidur karena aku sesekali keluar tenda untuk ‘meronda’ dan memastikan keamanan anak-anak. Aku baru bisa tidur nyenyak saat Drago datang. Kini Drago lah yang menjaga tenda-tenda kami. Hari yang cukup melelahkan. Akhirnya aku bisa tertidur pulas di dalam tenda tanpa khawatir lagi dengan gangguan magical beast penghuni pulau ini.

Bersambung
Chapter 17 di halaman 183 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd