Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 18 A


Sejuknya udara pagi begitu terasa. Sinar mentari menyembul dari langit biru. Makanan dan minuman sudah selesai dan siap untuk disantap. Kami berlima mulai menikmati masakan Quirima sambil ngobrol hangat. Dengan sangat bersemangat Daru menceritakan bahwa kapasitas energi sihirnya sudah mencapai 2,5 juta poin. Puspa tidak mau kalah dengan kakaknya, dengan lantang ala anak-anak, Puspa mengatakan kapasitas energi sihirnya melebihi Daru. Aku tersenyum saat melihat Licht yang melongo tak percaya dengan ucapan anak-anakku. Licht sampai menghentikan makannya seolah tenggorokannya mengecil saking terkejutnya.

“Kamu harus mengejar mereka. Licht ... Ketahuilah! Pulau ini berisikan ratusan ribu magical beast yang bisa kapasitas energi sihirmu meningkat tajam dengan sangat cepat. Oleh karena itulah, aku mewanti-wanti sebelumnya kalau kita harus merahasiakan tempat ini. Tempat ini hanya untuk kita saja dan anak-anak kita kelak.” Jelasku pada Licht.

“Baik guru ... Saya akan menjaga kerahasiaan tempat ini. Kalau begitu, izinkan saya untuk mulai berburu magical beast. Saya sudah sangat ingin menjadi seperti mereka.” Ujar Licht sambil memandang Daru dan Puspa bergantian.

“Pergilah! Tapi ingat! Jangan membunuh induk dari magical beast, karena jika kamu membunuhnya maka magical beast yang ada akan musnah dengan sendirinya. Burulah magical beast yang ada di sekitar hutan. Jangan sampai ke puncak. Di sanalah induk magical beast bersemayam.” Kataku.

“Baik, guru ...” Ucap Licht lalu bangkit dan menjura hormat. Dalam sekejap mata Licht telah menghilang dari hadapanku.

“Suamiku ... Rencananya kami akan pulang hari ini ke Lembah Valirra. Apakah suamiku akan pulang bersama kami atau akan menunggu Licht menyelesaikan misinya di sini?” Tanya Quirima.

“Aku akan tetap ke Pulau Nelin dan mencari Satir. Kamu pulang lah dengan anak-anak. Licht biarkan berburu sesuka hatinya di sini.” Jawabku.

“Nanti magical beastnya habis Licht. Aku juga ingin leih kuat lagi.” Daru protes keras padaku.

“Puspa juga, Bapak ... Puspa ingin lebih kuat lagi ...” Tiba-tiba Puspa bangkit lalu bertolak pinggang.

“Kekuatan kalian sudah lebih dari cukup. Buat apa lagi menambahnya?” Aku coba memberi anak-anakku pengertian.

“Tidak bapak! Pokoknya aku masih mau berburu magical beast!” Ucap Daru tegas.

“Aku juga bapak!” Timpal Puspa tak kalah tegas.

Aku pun menengok pada Quirima dan bertanya, “Jadi bagaimana?”

“Pergilah suamiku ... Biarkan Daru dan Puspa mengumpulkan energi sihir lagi di sini sampai magical beast habis. Aku yang akan mengurus mereka.” Jawab Quirima.

“Baiklah ... Aku serahkan semuanya padamu. Saatnya aku pergi.” Kataku sembari berdiri.

Aku pun melesat pergi dari pulau laba-laba setelah mencium kening Quirima. Aku melesat terbang melewati lautan mega luas. Dan untuk mencapai Pulau Nelin lebih cepat, terpaksa aku harus melintasi Benua Elf. Ya, aku memilih untuk melewati Benua Elf, namun aku tidak akan mengambil jalan perkotaan atau perkampungan. Aku harus menghindari makhluk yang bernama Elf.

Pada saat matahari berada di pertengahan langit, cacing dalam perutku meminta haknya. Aku pun berhenti di sebuah hutan yang masih sangat lebat dan bertengger di sebuah dahan pohon raksasa untuk istirahat sambil menikmati buah-buahan yang berhasil aku kumpulkan. Aku menikmati buah-buahan ini dengan santai. Aku sangat suka makan buah-buahan hutan karena buah-buahan hutan selain enak rasanya juga bermanfaat sebagai obat pemulih urat-urat dan penghilang gangguan darah.

SHUUUUTT ...

SLAAAAPP ...

Aku terkejut ketika sebuah panah melintas sedikit di atas kepala lalu menancap di batang pohon yang aku singgahi. Belum juga reda keterkejutanku, tiba-tiba datang lagi puluhan anak panah yang mengarah padaku. Segera saja aku gunakan sihir pelindung hingga panah-panah itu luruh berjatuhan saat menerpa sihir pelindungku. Tak lama, sinar kuning meluncur deras padaku. Sinar itu membentuk seekor burung rajawali dan menerjang sinar pelindungku.

BLAAAARR ...

Suara ledakan terdengar. Ledakannya cukup keras. Bagian pohon yang aku pijak langsung luluh lantah akibat ledakan itu. Aku segera melesat ke arah asal serangan. Kulihat belasan prajurit Elf sedang membidikan panahnya padaku. Dengan kecepatan cahaya, aku menerjang belasan Elf itu dengan kepalan tangan biasa. Tinju-tinjuku bersarang di perut dan dada mereka membuat belasan Elf itu terjengkang dan jatuh dari dahan pohon ke tanah.

“Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian. Aku hanya melintas saja. Kenapa kalian menyerangku?” Tanyaku lantang dari atas dahan. Dua Elf yang tepat berada di bawahku bangkit dan berdiri.

“Kami hanya menjalankan tugas untuk menghalau penyusup ke wilayah kami!” Ujar seorang Elf setengah berteriak.

“Aku bukan penyusup. Aku hanya kebetulan melewati daerah kalian. Tujuanku Kerajaan Ottar dan aku harus melewati wilayah kalian untuk memangkas jarak dan waktu.” Kataku sambil meloncat turun lalu berdiri di depan kedua Elf itu yang hanya dua langkah jaraknya.

“Apakah kami sedang berhadapan dengan manusia cahaya?” Tanya seorang Elf yang lain. Rupanya dia jeli juga melihat gerakanku yang menggunakan sihir cahaya.

“Orang-orang memanggilku seperti itu.” Jawabku.

“Maafkan kami tuan ... Kami tidak tahu kalau pengunjung kami adalah manusia cahaya. Harap maklum, karena negara kami sedang berada dalam keadaan darurat. Banyak warga kami yang mati terbunuh tanpa tahu siapa yang membunuhi warga kami ini.” Ujar Elf tersebut sembari menjura hormat padaku, dan tiba-tiba belasan Elf yang entah kapan sudah berkumpul langsung berlutut dan memberiku hormat ala bangsawan seolah aku ini raja mereka.

“Hei ... Hei ... Hei ... Kalian tidak perlu menghormatku seperti itu. Bangkitlah semua!” Seruku pada semua Elf.

“Maafkan kami atas ketidakhormatan kami ...” Ucap beberapa Elf hampir bersamaan.

“Bangunlah! Aku bukan raja kalian!” Seruku lagi dan semua Elf yang berlutut pun bangkit berdiri. “Sekarang ... Ceritakan apa yang terjadi di negeri kalian ini!” Pintaku kemudian. Semua prajurit Elf pun menghampiriku.

“Ada kejadian luar biasa di sini, tuan. Masyarakat kami banyak yang mati terbunuh. Tetapi kami sendiri belum tahu siapa pelakunya.” Ungkap seorang Elf yang aku kira dia adalah pemimpin prajurit Elf yang ada di sekitarku.

Baru saja aku akan bicara, tiba-tiba dari sudut mataku, aku menangkap ada kelebatan super cepat. Entah kenapa, aku menganggap kelebatan itu merupakan sebuah serangan yang sedang dilakukan oleh penyerang berkekuatan tinggi. Sedetik kemudian aku membuat sihir pelindung yang menyelimuti para Elf yang belum juga sadar ada serangan mendadak yang mengancam mereka.

TRANG!

Benar saja, langsung terdengar benturan benda keras sesaat setelah sihir pelindungku terpasang. Aku dan semua prajurit Elf sontak memandang makhluk penyerang yang tertahan oleh sihir pelindungku. Tentu saja aku sangat mengetahui makhluk penyerang itu. Dia adalah monster berpakaian besi semacam armor berwarna perak dengan polet merah di beberapa bagian. Di tangannya terdapat pedang besar berselimut api. Ya, dia adalah pasukan monster ciptaan Raja Baell yang dinamakan ‘ZHASK’.

“Sekarang kita tahu biang kerok kekacauan di negara kalian. Dia adalah monster ciptaan Raja Baell. Lebih baik kalian berlindung di bawah sihir pelindungku. Jangan keluar dari sini, karena dia makhluk yang sangat kuat. Seribu Elf tidak akan mampu melawan dia.” Kataku sembari melesat keluar dari sihir pelindung.

Tentu saja aku disambut serangan susulan dari monster Zhask itu. Zhask meluncur cepat ke arahku. Dengan cekatan aku menundukan kepala menghindari serangan monster berkekuatan besar itu. Pedang besar di tangan Zhask berputar dan menghantam tanah bekas pijakanku, karena aku sudah keburu meloncat ke udara. Pedang besar berselimut api milik monster itu menghantam tanah dan menimbulkan ledakan yang cukup kuat hingga tanah bekas pijakanku membentuk sebuah kawah berdiameter sekitar dua meteran.

“Sial!” Aku memekik saking terkejutnya. Tiba-tiba saja, tanpa bisa aku lihat pergerakannya, monster yang bernama Zhask itu tahu-tahu sudah berada di depanku. Terjangan pedang si monster membuatku terpetal menembus bebatuan pegunungan. Untung saja tubuhku kebal karena perlindungan mustika pemberian penjaga neraka, kalau tidak, niscaya tubuhku sudah luluh lantah menjadi debu.

BLAAARRR ...

Bongkahan batu bergemuruh, terpencar di udara saat aku menerjang cepat ke arah si monster. Aku melemparkan tinju yang ditangkis Zhask dengan pedang besarnya. Benturan itu mengirimkan gelombang kejut bermeter-meter jauhnya. Kini aku tidak akan memberinya kesempatan. Aku menyerang dengan pukulan secepat kilat, namun masih bisa dihindari oleh si monster. Perlahan aku menambah kecepatan pukulan, hingga pukulanku mengenai dagu Zhask, mengirimkan si monster itu jauh ke angkasa.

Zhask menghilang pada sela-sela awan. Segera saja aku terbang mengejar, ingin memberi 'hadiah' tambahan pada si monster keparat itu. Belum sempat aku sampai pada Zhask, pedang seukuran pohon beringin menerjangku dari balik awan. Kaget, aku tidak sempat menghindar dan menangkisnya dengan kedua tangan. Sesaat kemudian pedang raksasa milik Zhask berhasil aku hentikan. Akan tetapi, semakin lama ukuran pedang semakin besar, beratnya pun bertambah.

"Apa ini?" Ujarku terlambat menyadari.

Pedang itu terus mendorongku ke bawah. Akhirnya aku tersadar dari keterkejutanku. Secapat kilat aku menghindar dari dorongan pedang besar itu dan melesat ke arah Zhask yang rupanya lengah, mungkin mengira kalau diriku akan terdorong sampai tanah dan hancur. Secepat kilat aku mengeluarkan pedang cahayaku. Sampai aku berada di belakang mosnter itu, Zhask masih terlena oleh rasa kemenangannya. Dia lengah oleh ketakaburannya. Ya, takabur sendiri lebih identik dengan kesombongan seseorang atau lebih tepatnya sikap membanggakan diri, merasa dirinya lebih besar, lebih baik, lebih pandai, atau lebih kuat sehingga meremehkan orang lain. Hal itu tentu saja berdampak dan malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.

ZRAAASSSS ....

Pedang cahayaku sukses menyambar leher si monster sombong itu dan si monster tewas tanpa sempat mengeluarkan suara lagi karena lehernya putus oleh tebasan pedang cahayaku. Tanpa membuang waktu lagi, aku segera mendarat ke tanah lalu mengambil kepala Zhask yang baru saja jatuh dari udara tepat di depanku. Tak lama, jatuh tubuh Zhask yang tidak berkepala ke tanah. Sambil membawa kepala Zhask, aku mendekati sekumpulan Elf yang masih terlindungi oleh sihir pelindungku. Akhirnya, aku pun menghilangkan sihir pelindung itu.

“Makhluk ini lah biang kerok kekacauan di negeri kalian. Monster ini bernama Zhask. Monster ciptaan Raja Baell. Raja demon itu mempunyai jutaan monster yang serupa.” Kataku pada pimpinan Elf sambil memberikan kepala Zhask padanya.

“Sekuat apakah makhluk ini? Memang kecepatannya tidak bisa dilihat mata biasa, tetapi tuan dengan sangat mudah mengalahkannya.” Tanya sang pemimpin Elf terdengar ragu dengan pernyataanku.

“Makhluk ini sekuat panglima naga. Seperti yang aku katakan, seribu pasukanmu tidak akan mampu melawan satu makhluk ini. Sekaran lebih baik laporkan pada raja kalian dengan penemuan ini, dan bicarakan langkah-langkah antisipasinya. Aku akan meneruskan perjalanan ke Kerajaan Ottar.” Ucapku sambil menjura.

“Sebentar manusia cahaya ...!” Si pemimpin Elf mencegahku. “Tuan ... Jika monster ini ada ribuan, bisa berarti masih banyak monster ini berkeliaran di negeri kami. Dengan itu, kami mohon tuan mau membantu kami mengamankan wilayah kami ini dari terornya. Sudah ratusan ribu masyarakat kami yang menjadi korban tanpa bisa kami cegah. Hanya tuan lah yang bisa membantu kami.” Si pemimpin Elf memelas sembari menjura hormat berkali-kali. Kekhawatirannya sangat wajar, karena sangat erat dengan kecemasan terhadap ketidakpastian akan masa depan negerinya.

“Sejujurnya, aku pun belum tahu cara bagaimana mengakhiri teror ini. Lagi pula, aku mempunyai misi yang lebih besar dari sekedar menyelamatkan negerimu. Misiku menyelamatkan bangsa-bangsa di Azumath dari keangkara-murkaan Raja Baell. Raja demon itu berniat menghabisi semua makhluk Azumath yang menentangnya. Raja demon itu ingin menguasai Azumath di bawah kekuasaannya. Kau pasti tahu kalau bangsa Demon sangat membenci bangsa manusia. Aku khawatir Raja Baell akan memusnahkan ras manusia. Aku harus menghentikan ambisi Raja Baell.” Jelasku agar si pimpinan Elf mengerti.

“Bagaimana jika tuan bertemu dengan ratu kami dulu?” Pintanya sangat memelas.

Melihat kesungguhan dan kesedihannya agar aku datang menemui ratu mereka, maka akhirnya aku putuskan untuk menunda tujuanku ke Pulau Nelin. Aku dan belasan prajurit Elf segera melesat menyusuri hutan belantara. Kami pun berlompatan seperti tupai yang nakal. Nakal dari satu pohon ke pohon yang lain. Dari satu dahan ke dahan yang lain. Aku yang bergerak lebih cepat dan berada di depan mereka lalu berhenti pada sebuah pucuk pohon besar untuk menunggu belasan Elf di belakangku, sambil memandang langit yang tersaput awan. Awan yang berbentuk angka delapan. Angka delapan yang melingkar-lingkar. Beberapa menit berselang, para prajurit Elf melintas dan kini aku bergerak di belakang mereka.

Setelah hampir tiga jam perjalanan, akhirnya aku sampai di sebuah kota yang sangat menawan. Aku bisa menyaksikan keindahan natural kota yang begitu mempesona saat melihatnya dari ketinggian bukit. Keanggunan pusat kota disempurnakan oleh sungai besar nan jernih yang mengelilinginya. Kota yang menyimpan sejuta keindahan alam. Pecinta alam dan pecinta kehidupan kota dimanjakan dengan berlimpahnya keindahan pemandangan alam menyajikan latar belakang yang sempurna.

Aku beserta para Elf langsung bergerak memasuki kota yang indah ini. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk sampai di istana yang jaraknya lumayan jauh dari bukit. Aku pun masuk ke dalam istana. Di sepanjang jalan, aku melihat keseluruhan ruangan, benar-benar istana yang megah. Tak lama, kami tiba di depan pintu yang sangat besar, para pengawal segera membukakannya agar aku bisa masuk ketika pintu terbuka. Si pemimpin prajurit berdiri beberapa langkah di belakangku.

Suara terompet menggelegar di seluruh ruangan. Karpet merah terbentang di depan kakiku, ditambah lagi kelopak bunga yang sengaja ditaburkan. Di saat seperti ini, aku harus berjalan dengan gagah layaknya seorang raja. Aku berjalan mendekati sebuah meja yang begitu panjang.

Aku berbisik kepada si pemimpin prajurit, "Dimana aku harus duduk?" Si pemimpin prajurit yang mengerti kalau aku sedang kebingungan langsung menarik salah satu kursi yang berada di antara kursi-kursi lain. Sesaat kemudian si pemimpin prajurit hendak pergi tetapi aku menahan tangannya, "Kau tidak ikut duduk denganku?"

"Meja ini hanya untuk para bangsawan, tuan." Si pemimpin prajurit melepaskan tanganku kemudian pergi dari hadapanku. Aku sadar jika perbedaan kasta masih sangat melekat di dunia ini.

Hanya berselang satu menit kurang, muncul beberapa Elf dari pintu ruangan sebelah depanku. Mereka semua tentu bangsa Elf, namun kali ini mereka memakai baju kebangsawanan. Aku berdiri memberi hormat pada mereka dengan menjura. Mereka pun membalas salam hormatku dengan sangat ramah. Kini aku menyadari kalau semua anggota kerajaan memiliki warna bola mata yang sama. Semuanya duduk di kursi masing-masing tanpa bicara. Wajah mereka begitu tegang, entah karena apa mereka begitu tegang dan diam.

Tiba-tiba suara terompet kembali menggelegar. Aku melihat seorang wanita yang menggenakan mahkota berjalan ke arah kursi istimewa tidak jauh dari dariku. Senyum wanita bermahkotakan itu terbit, dan saat itulah aku terpana melihat kecantikannya. Ah, aku tahu dia pasti ratu Elf negeri ini.

Sejenak aku tertegun dengan kecantikan yang melekat pada ratu Elf tersebut, parasnya begitu memikat dengan hidung mancung berdiri tegak di antara pipi putih yang sedikit kemerahan merona, bibir merah delima, dagunya begitu mempesona, alis yang sedikit kecolatan melenglung indah membingkai di wajahnya ditambah dengan binar yang terpancar dari mata ambernya menyempurnakan parasnya yang secantik boneka. Empat detik memandangnya mampu membuat detak jantungku berdegup begitu cepat. Bila kubandingkan dengan istriku, Quirima, mereka berdua akan aku beri nilai sebelas duabelas.

Semua yang hadir berdiri dan menundukkan badan memberi penghormatan, tetapi tidak denganku yang seperti orang linglung. Orang yang berada di sampingku memberi isyarat dengan menyentuh kakiku. Aku pun segera berdiri dan memberi penghormatan kepada sang ratu. Ratu Elf yang cantik itu pun membalas hormat kami dengan mengangkat tangannya. Kemudian serentak semua yang hadir duduk kembali, begitu pun dengan diriku. Sang ratu kemudian duduk di kursi kebesarannya dengan mata memandang ke arahku.

“Manusia cahaya ... Tuan Azka ... Terima kasih sudah mau datang ke istanaku.” Suara sang ratu begitu lembut masuk ke gendang telinga dan wajahnya yang damai lebih dari cukup mengalihkan duniaku. Aku menatapnya cukup lama. "Tuan Azka ... Kami sangat membutuhkan pertolongan tuan." Ujarnya lagi dengan nada sedikit memelas. Sontak aku tersadar dengan lamunanku yang belum mau berhenti memuja kecantikan lawan bicaraku.

“Yang Mulia Ratu ... Apa yang bisa saya bantu?” Tanyaku dengan berusaha mengontrol hatiku yang sedang gaduh.

“Baru saja aku mendapat kabar kalau tuan berhasil melumpuhkan mosnter kiriman Raja Baell yang telah membuat teror di negeriku ini. Dan aku sependapat dengan informasi dari para prajurit kalau monster Raja Baell tersebar banyak di wilayahku ini. Pendudukku banyak yang mati terbunuh. Jadi, aku memohon pada tuan untuk menyelamatkan negeri kami ini.” Jawab sang ratu dengan nada memelas.

“Yang Mulia Ratu ... Aku tidak sengaja lewat ke wilayah ini dengan maksud pergi ke Kerajaan Ottar dan ke Pulau Nelin. Tujuanku adalah untuk merekrut masyarakat Pulau Nelin agar menjadi bagian pasukanku untuk melawan kekuatan pasukan Raja Baell. Ketahuilah! Kalau Raja Baell mempunyai pasukan perang yang sangat mengerikan, dan salah satunya adalah monster yang sedang meneror negeri ini. Sejujurnya, aku sangat diburu oleh waktu. Aku khawatir Raja Baell akan melakukan juga teror di dunia manusia.” Jelasku agak panjang berharap ratu Elf ini mengerti.

“Kalau begitu ... Bisakah tuan melindungi kami juga?” Tanya sang ratu bersungguh-sungguh.

“Aku tidak tahu Yang Mulia Ratu ... Azumath begitu luas dan aku tidak sanggup melakukannya sendirian.” Jawabku.

“Tuan ... Aku akan membayarmu ... Berapa pun harga yang tuan inginkan, akan saya bayar. Jika perlu dengan nyawaku.” Ujarnya lagi, nada bicaranya sungguh memelas, membuat siapa pun pasti tidak tega untuk mengabaikannya begitu saja.

Aku pun menghela napas. Sejujurnya aku merasa kasihan melihat ratu Elf itu begini. Sambil menatap wajahnya aku bertanya, “Sebenarnya, apa yang sedang terjadi? Kenapa Raja Baell membuat teror di negeri ini?”

Wajah sang ratu meredup dan ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ya, mungkin tidak seharusnya aku bertanya seperti itu. Pertanyaanku itu sepertinya tidak ingin dia jawab. Namun berselang beberapa detik sang ratu pun menjawab, “Dua minggu yang lalu Raja Baell melamarku. Dia ingin sekali mempersunting diriku. Dan aku menolaknya. Dia sangat kecewa dan marah. Dia akhirnya mengancamku akan membunuh semua pendudukku sampai aku mau dipersuntingnya.”

Aku melongo sambil mengernyitkan dahiku, “Hhhmm ... Jadi begitu ...” Kemudian aku bergumam.

“Tuan Azka ...” Tiba-tiba seorang pria Elf menyambar pembicaraanku. “Tolonglah kami. Sebagai imbalannya, apapun yang tuan inginkan, kami akan mengabulkannya sepanjang kami bisa.” Katanya sangat bersungguh-sungguh. Tak ayal, suara riuh rendah membahana di ruangan ini. Semuanya memohon pertolonganku.

“Baiklah ... Aku akan menolong kalian sekemampuanku. Sekarang juga aku akan mengelilingi negeri ini. Tetapi aku juga ingin bantuan dari kalian semua. Aku ingin memobilisasi penduduk negeri ini agar terkumpul semua di kota ini, sehingga aku lebih mudah melindungi mereka. Dan juga aku tidak akan kesusahan mencari monster-monster itu karena mereka pasti akan berdatangan ke kota ini. Di sini lah kita bersama-sama membasmi monter itu.” Jawabku sambil berdiri.

“Oh, terima kasih tuan ...!” Pekik sang ratu sangat senang.

“Sekarang juga ... Perintahkan para prajurit memobilisasi semua penduduk ke kota ini. Buat penampungan sementara sebelum negeri ini benar-benar aman.” Kini aku yang memerintah.

“Panglima! Gerakan pasukan sesuai permintaan Tuan Azka!” Ujar sang ratu penuh semangat.

“Laksanakan Yang Mulia Ratu!” Jawab sang panglima yang ternyata orang yang menyela pembicaraanku tadi.

Aku selanjutnya memohon izin pada si pemilik istana untuk ‘membersihkan’ wilayah kerajaannya. Aku berjalan keluar istana. Saat sudah berada di luar istana, aku bertemu lagi dengan pemimpin prajurit yang mengantarkanku ke istana ini. Dia sangat ingin bersamaku, tetapi tentu saja aku tolak karena akan menghambat perjalananku. Aku pun berjanji akan menemuinya lagi setelah aku berkeliling wilayah kerajaan.

“Sebaiknya Tuan Azka pergi ke timur dulu. Karena di sana lah banyak sekali kekacauan.” Kata si pemimpin prajurit yang belakangan aku mengetahui namanya. Dia memperkenalkan diri dengan nama Morohir.

“Terima kasih, Morohir ... Sekarang aku harus pergi.” Kataku sambil memegang bahunya.

“Selamat jalan tuan ... Semoga tuan bisa kembali secepatnya ke sini.” Kata Morohir dengan tatapan sendu.

Aku tersenyum dan tiba-tiba menghilang dari hadapan Morohir. Aku melesat ke arah timur sesuai saran pemimpin pasukan Elf itu. Aku jelas melewati hutan-hutan. Entah itu hutan yang lebat dengan pohon-pohon besar ataupun hanya sabana luas. Dengan kecepatan cahayaku yang dalam satu detik bisa mencapai puluhan kilometer, akhirnya hanya dalam hitungan menit sampai di sebuah desa yang tampaknya sedang terjadi kekacauan. Aku mendengar suara ledakan-ledakan di sana. Tanpa banyak pikir, aku langsung menuju sumber suara ledakan itu.

BLAAARRR ...

Sebuah bola api yang besar menghantam sebuah rumah bangsa Elf yang terbuat dari kayu dan kebanyakan tergabung dengan pohon-pohon besar. Aku melihat banyak sekali mayat-mayat bangsa Elf bergelimpangan di tanah. Namun bukan itu yang membuatku tertarik, tetapi aku lebih tertarik pada monster yang bernama Zhask yang sedang membombardir rumah penduduk. Sekali lagi aku menggunakan kelemahan makhluk itu yang sangat tidak waspada. Dengan sekali lesatan dan tebasan, aku pun berhasil memisahkan kepala si monster dari tubuhnya.

Sial! Ternyata aku masih mendengar suara ledakan dari arah lain. Langsung saja aku memburu sumber suara ledakan itu, dan untuk kesekian kalinya aku berhasil memenggal kepala sang monster akibat ketidak-waspadaannya. Kini aku baru tahu kelemahan mosnter yang bernama Zhask itu. Mereka mempunyai kelemahan pada aspek kewaspadaan. Mereka aku kategorikan makhluk yang lengah walau memiliki kekuatan sangat hebat.

Aku terus berkelebat mengitari kampung Elf ini. Setelah terasa aman, aku pun melanjutkan perjalananku untuk memburu para monster pengacau negeri Elf ini. Aku terus berburu tanpa henti. Selama perburuanku, aku tidak mendapat hambatan yang berarti. Monster-monster itu bukanlah tandinganku. Terkadang aku bertarung dengan lima Zhask sekaligus, tetapi bagiku seperti sedang membunuh ‘nyamuk’ saja. Sekali tepuk kelimanya tewas tanpa perlawanan berarti.

Kadang aku berpikir, ternyata kekuatanku sangat mengerikan. Sebenarnya aku bukan tidak terkena serangan para Zhask, namun serangan mereka tidak berarti apa-apa bagiku, karena aku terlindungi oleh mustika pemberian penjaga neraka, sehingga aku bisa dengan leluasa menjebak para Zhask untuk menyerangku, dan pada saat yang bersamaan aku menyerang mereka. Pedang kami saling menghantam tubuh masing-masing. Alhasil, aku tetap hidup sementara Zhask mati. Sungguh, mustika bernama ‘Tesseract’ yang kumiliki sangat membantuku.

Entah sudah berapa puluh aku berhasil membunuh Zhask, aku kehilangan hitungan karena terlalu fokus memburu. Pada akhirnya aku merasa negeri ini sudah terbebas dari teror sebab monster-monster ciptaan Raja Baell sudah tak kutemukan lagi. Aku mulai menyisir seluruh wilayah negeri dari ring terluar sampai terdalam, dan saat tengah malam aku pun kembali ke istana. Tentu saja aku disambut oleh para pejabat istana, termasuk sang ratu. Kini kami semua sedang berada di ruang pertemuan.

“Tuan Putri ...” Aku memulai pembicaraan serius. “Untuk sementara bisa aku pastikan kalau negeri ini terbebas dari rongrongan monster yang selama ini membuat kekacauan. Aku sudah membasmi mereka tak bersisa. Tetapi aku tidak bisa menjamin kalau monster-monster dari Raja Baell tidak akan datang lagi. Kita semua mungkin bisa memprediksikan kalau Raja Baell akan terus mengirim monster-monsternya sebelum keinginan dia tuan ratu penuhi. Untuk beberapa hari mungkin kita bisa merencanakan sesuatu untuk menghadapi serangan kedua dari Raja Baell.” Jelasku.

“Ya ... Aku juga berpikir demikian. Aku harus mempunyai cara untuk menghadapi serangan Raja Baell berikutnya.” Ujar sang ratu yang sampai saat ini aku belum mengetahui namanya.

“Aku akan serahkan semuanya pada Yang Mulia Ratu beserta jajaran di sini. Pada malam ini juga, saya akan melanjutkan perjalananke Kerajaan Ottar dan Pulau Nelin.” Kataku dan langsung disambar oleh ucapan sang ratu.

“Hei! Sebaiknya kita mengumpulkan makhluk-makhluk sakti seperti yang dilakukan Tuan Azka!” Pekik sang ratu pada pejabat istana yang hadir saat itu.

“Benar! Saya setuju!” Langsung dijawab oleh panglima. Semua hadirin pun menyetujui usulan sang ratu.

“Tuan Azka ...” Kini sang ratu berkata padaku, “Tuan Azka, aku memohonmu sekali lagi. Tinggal lah di istana ini untuk beberapa hari ke depan. Masyarakat Pulau Nelin akan aku bawa ke negeri ini. Aku akan menjadikan masyarakat Pulau Nelin menjadi bagian dari penduduk kami. Dan tentunya akan menjadi temanmu juga.” Ujar sang ratu bersemangat.

“Apakah akan berhasil?” Tanyaku ragu.

“Itu hal yang mudah. Percayakan saja padaku.” Jawab sang ratu penuh keyakinan.

“Baiklah. Aku ikut rencana Yang Mulia Ratu.” Kataku menyetujuinya, karena menurutku jalan ini adalah cara yang sangat masuk akal. Jika masyarakat Pulau Nelin mau bergabung dengan bangsa Elf ini, berarti mereka akan tunduk dan patuh kepada sang ratu. Itu berarti juga mereka akan menjadi bagian dari kelompokku.

“Kalau begitu ... Iainkan aku beristirahat.” Akhirnya aku meminta undur diri.

“Oh, ya ... Silahkan ...” Ujar sang ratu sangat ramah. “Pengawal! Antarkan Tuan Azka ke kamarnya!” Sang ratu pun memerintahkan prajuritnya untuk mengantarkan aku ke kamar tempatku untuk beristirahat.

Setelah menjura hormat pada sang ratu dan pejabat istana yang hadir, aku pun mengikuti langkah dua prajurit istana yang akan mengantarkanku ke kamar tempatku beristirahat. Sesampainya di kamar, aku membersihkan badan terlebih dahulu sebelum berangkat tidur. Aku pun berbaring terlentang dengan kedua tangan di belakang kepala. Entah kenapa, aku tak bisa menyingkirkan wajah sang ratu sejak awal bertemu. Aku tak mengenal siapa wanita itu, namun aku terpesona dengan kecantikan wajahnya.

Saat ini aku bingung, takut dan cemas. Apakah aku mulai mencintainya? Ataukah hanya sekedar simpati? Tak kusangkal bahwa getar-getar itu memang ada. Getar-getar itu kemudian mendatangiku tanpa aku sadari. Mungkin saat pertama kali aku bertemu dengannya, getar-getar itu singgah dan bersemayam di lubuk hatiku yang paling dalam. Tak lama aku pun tertidur dengan membawa khayalan sang ratu Elf itu dalam pelukanku.

.....
.....
.....

Aku bangun dari tidur saat hari sudah terang. Aku langsung saja mandi dan selepas itu berpakain rapi. Saat keluar dari kamar, tampak kesibukan yang luar biasa. Maklum, saat ini sudah berdatangan sebagian penduduk negeri ke ibu kota. Pantas semua pegawai istana terlihat sangat sibuk. Aku memilih keluar istana untuk melihat suasana kota. Berjalan menyusuri jalanan kota sambil melihat-lihat masyarakat yang berlalu lalang untuk melakukan aktivitas mereka. Beberapa terlihat ada penduduk kota yang menyambut kerabatnya, sebagian lagi bantu membantu mendirikan tenda-tenda penampungan. Aku terdiam di sisi sebuah taman, menikmati pemandangan kota yang begitu sibuk di siang hari ini.

Hingga fokusku teralihkan pada seorang Elf tua renta. Badannya sudah bungkuk dan berjalanpun harus dibantu dengan tongkat. Aku yakin Elf tua itu berusia belasan juta tahun mungkin mencapai dua puluh juta tahun. Si Elf tua itu tersenyum padaku sambil mengangkat tongkatnya. Sudah seharusnya aku membalas senyuman dan salam hormatnya. Tiba-tiba si Elf tua melambaikan tangannya padaku sebagai tanda kalau dia menginnginkan aku mendekatinya. Tanpa berlama-lama aku melangkah ke arah si Elf tua tersebut.

“Ada apa kek?” Tanyaku sangat ramah dan sopan.

“Aku ingin bertarung denganmu.” Ucapnya santai tetapi efeknya sungguh di luar dugaan.

“Bertarung? Apa aku membuat salah padamu, kek?” Tanyaku dengan nada terkejut.

“Tidak ... Aku hanya ingin bertarung saja denganmu, nak ... Katanya, manusia cahaya adalah makhluk yang sangat kuat. Aku sangat tersanjung bila bisa merasakan bertarung denganmu. Ayo, nak! Ikuti aku!” Kata si tua renta sambil sambil berlalu dari hadapanku begitu saja.

Entah apa yang ada di benak si Elf tua renta itu, namun yang pasti aku dibuat penasaran olehnya. Aku pun mengikuti langkah gemetaran dari si Elf tua itu. Aku berpikir pasti ada sesuatu yang akan dia tunjukkan padaku. Pasalnya, jangankan bertarung, jalan pun sudah sangat kesusahan. Elf tua renta itu membawaku kembali ke taman kota. Taman yang sangat sepi, tak seorang pun berada di taman ini.

“Mari kita mulai, nak.” Ujar si tua renta sembari mengetuk-ngetuk tongkatnya. Ajaib! Luar biasa! Aku melihat kembaran si tua renta bermunculan di sekitarku yang sedang terkekeh-kekeh. Setelah aku hitung terdapat tujuh kembarannya. "Permainan ini baru saja dimulai anak muda!" Seru ketujuh kembaran si tua renta secara bersamaan.

Belum sempat aku berkata, tiba-tiba ketujuh kembaran si tua renta melesat menyerangku. Satu kembaran menghunuskan cakar padaku, yang dengan mudah aku hindari. Aku pun berputar dan menendang kembaran itu, membuat kembaran mengeluarkan asap transparan dan kemudian menghilang. Kembaran kedua menerjang maju dan menerima nasib serupa. Kembaran ketiga, ke empat, ke lima, ke enam, dan ke tujuh, semuanya aku kalahkan dengan mudah. Terang saja, kekuatan si tua renta bisa aku ukur. Elf tua itu tidak memiliki kekuatan sihir yang besar, sehingga serangan mereka dapat aku patahkan semudah membalik telapak tangan.

Setelah menghabisi semua kembaran, mata kami bertemu. Senyuman menyimpul pada bibir si Elf tua renta itu. Ia berjalan mendekatiku dengan susah payah. Setelah dia berada di depanku yang berjarak hanya setengah langkah, si Elf tua memajukan tangannya yang sedang memegang tongkat. Aku menatap wajahnya yang sudah sangat keriput. Benar-benar aku tidak mengerti dengan sikapnya itu.

“Ambillah tongkat ini! Tongkat ini akan sangat membantumu untuk menegakkan kebenaran di Azumath. Kau pantas mendapatkannya.” Ujar si Elf tua dengan nada bersahabat.

“Kakek lebih memerlukannya daripadaku.” Aku coba menahan diri.

“Tidak, nak ... Kau yang lebih memerlukannya. Ketahuilah! Tongkat ini adalah tongkat sihir warisan dari leluhur kami. Kami adalah bangsa Elf yang bisa menduplikasi diri. Ya, akulah generasi terakhir dari sihir langka ini. Aku lah orang terakhir yang menguasai sihir duplikasi ini. Sekarang, akan aku turunkan kepadamu sihir leluhurku ini.” Jelas si Elf tua.

“Kek ... Apakah kakek bersungguh-sungguh?” Tanyaku heran sekaligus ingin kepastian.

“Aku sudah mendengar sepak terjangmu, anak muda. Aku tahu kalau kau adalah orang yang sedang berusaha menegakan keadilan dan keamanan dunia ini. Sebenarnya, aku ingin sekali sepertimu, tapi aku tak kuasa, aku tidak sekuat dirimu. Aku hanya menguasai sihir duplikat saja. Kini cita-citaku terwujud dengan memberikan tongkat ini padamu.” Ujar si Elf tua tanpa ragu.

Akhirnya aku menerima pemberian si Elf tua. Kini tongkat saktinya berada di tanganku. Kemudian, si Elf tua memberikan mantera untuk menggunakan sihir duplikat. Ajaibnya lagi, aku tidak harus menciptakan warna sinar energi sihir dalam tubuhku karena warna sinar energi sihirnya sudah bersemayam di dalam tongkat. Mantera yang si Elf tua berikan telah terkoneksi dengan energi sihir yang berada di dalam tongkat. Hanya saja si Elf tua berpesan agar energi sihir dalam tongkat itu harus aku tambah supaya kekuatan duplikasinya semakin besar. Menurutnya, aku bisa menciptakan ratusan duplikasi diriku kalau energi sihir dalam tongkat mencapai tingkat sempurna.

“Kau harus mencari magical beast untuk menambah kekuatan energi sihir di tongkat ini. Bunuh magical beast dengan tongkatmu dan dengan sendirinya energi sihir si magical beast akan berpindah ke tongkatmu itu. Dan yang perlu kau ingat! Duplikasimu hanya berkekuatan seperempat dari kekuatan aslimu. Jika kau ingin duplikasimu sekuat naga, kau harus meningkatkan kekuatanmu sendiri empat kali lipat kekuatan naga.” Si Elf tua mengakhiri penjelasannya.

“Terima kasih, kek ... Aku akan membawa warisan kakek ini untuk jalan kebenaran.” Ucapku sambil menjura hormat.

“Aku sangat senang mendengarnya. Sudah saatnya aku harus meninggalkan dunia ini. Aku sudah sangat ingin pindah alam.” Ujarnya, dan hanya sekedipan mata, tubuh si Elf tua berubah menjadi kristal-kristal cahaya lalu berterbangan ke angkasa tanpa bisa aku cegah.

“Kek ...” Aku memekik kaget.

“Gunakan warisan leluhur kami sebaik-baiknya.” Hanya itu yang kudengar dengan suara yang semakin menghilang.

Aku menatap kepergian si tua renta itu dengan perasaan haru biru. Kristal-kristal cahaya itu menandakan kalau dia telah benar-benar pergi. Aku terus memandanginya hingga benar-benar lenyap dari pandangan. Aku tidak mengenalnya tetapi aku merasa begitu dekat dengannya. Aku memang bertemu dengan Elf tua itu untuk pertama kalinya tetapi aku merasa seperti telah mengenalnya untuk seumur hidup.

“Namanya Dakath ...” Tiba-tiba terdengar suara dari belakangku. Langsung saja aku menoleh dan ternyata Morohir yang datang. “Dia adalah orang yang paling bersih jiwanya dan sangat bijaksana. Dakath adalah penasehat Ratu Tiatha.” Lanjut Morohir sambil mendekatiku.

“Aku menganggap dia adalah orang suci. Cara meninggalnya sungguh agung. Begitu tenang dan damai.” Kataku sambil menghela napas.

“Benar ... Dakath adalah Elf suci yang semasa hidupnya tidak pernah buruk. Selalu baik pada sesama.” Ucap Morohir dengan tatapan sendu.

“Seharusnya kita mengebumikannya dengan acara khusus.” Kataku.

“Tidak tuan ... Dakath sudah memberitahukan akan kepergiannya ke alam keabadian pada seluruh penghuni istana. Dia juga mengatakan kalau kepergiannya harus dianggap kewajaran dan biasa-biasa saja. Dakath tidak menghendaki acara khusus untuk ketiadaannya.” Ujar Morohir.

“Beliau mewarisi ini.” Kataku sembari menunjukkan tongkat pemberian Dakath pada Morohir.

“Ya, aku tahu ... Dan semua orang pun tahu ... Dakath pernah mengatakannya pada semua orang kalau tongkat saktinya akan menjadi milik tuan.” Sahut Morohir.

Aku pun mengajak Morohir duduk di kursi taman lalu bertanya, “Apa nama kerajaan ini?”

“Kerajaan ini bernama Eroan. Kami kerajaan kecil yang berpenduduk sekitar 30 jutaan. Kerajaan kami berbatasan dengan Kerajaan Olafur, kerajaan Dark Elf yang termasuk empat kerajaan besar bangsa Elf. Kami bisa hidup berdampingan dengan Kerajaan Olafur karena Raja Olafur masih berkerabat dengan Ratu Tiatha.” Jelas Morohir lumayan lengkap.

Akhirnya Morohir menceritakan seluk beluk Kerajaan Eroan yang dipimpin Ratu Tiatha. Aku menyimaknya sangat serius, terlebih saat Morohir menceritakan latar belakang Ratu Tiatha. Ternyata Ratu Tiatha pernah bersuami, tetapi ditinggal suaminya yang memilih untuk menjadi pertapa suci. Ratu Tiatha tidak memiliki keturunan dengan mantan suaminya. Wanita cantik itu telah hidup sendiri sekitar dua juta tahun.

Jujur, hatiku dan perasaanku sedang tidak menentu. Hatiku merasakan kegembiraan, kerinduan, kengerian, kehilangan dan kesedihan. Setelah sekian lama mampu menguasai, menahan dan mengendalikan diri untuk tidak berpikir tentang yang namanya cinta. Apakah kali ini aku sedang merasakan datangnya cinta? Aku ingin percaya bahwa aku sedang merasakan cinta. Pada seseorang yang tidak kukenal dan sangat tidak pantas untuk berdiam di dalam duniaku dan begitu pun diriku bagi dunianya. Setelah beberapa lama membentengi diri, terutama hati, untuk menyangkal kedatangan cinta, aku tidak menyadari bahwa aku telah membiarkan diriku begitu saja terpesona oleh wanita cantik itu. Aku merasa seolah-olah dia telah sangat mengenalku, seakan dia begitu memahami seluruh hidupku, jiwaku, cahayaku dan kepedihanku. Apa yang kuinginkan darinya? Tidakkah diriku sadar bahwa aku dan dia berasal dari dua dunia yang berbeda.

Bersambung
 
Muantulll updatenya suhu 👍
Matur Nuwun 🙏
Perasaan ceritanya sudah panjang, baru di baca sebentar tau2 udah bersambung aja 😅
Benar2 luar biasa karya suhu yg satu ini 😍
Sepertinya Tuan Azka bakalan beranak pihak di kerajaan Eroan nih sebagai permulaan 😁😁
Akankah gayung bersambut untuk Tuan Azka 🤔
Menarik untuk di nantikan sepak terjang Tuan Azka selanjutnya 😁
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd