Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [B.O.T.S] Menikmati Sherly, Sang Sekretaris (TAMAT)

Setelah kami selesai mandi dan berpakaian lengkap, aku memberikan instruksi kepada Sherly mengenai apa yang harus dia lakukan saat keluar kamar ini dan apabila bertemu salah satu teman sekantor kami saat di koridor lantai kamar ini atau saat bertemu di lift. Ini menjaga agar teman-teman sekantor kami tidak curiga atas apa yang telah kami lakukan. Sherly mendengarkanku sambil bercermin, menghiasi wajahnya yang cantik dengan make up tipis sewajarnya.

Selesai berdandan dan berkemas, Sherly keluar kamarku setelah terlebih dahulu aku memastikan tidak ada orang lain berada di koridor lantai ini. Lima menit setelah Sherly keluar kamarku, aku pun keluar kamar dan langsung menuju ke tempat acara kantorku diadakan. Begitu sampai di lantai tempat acara, masih banyak teman-teman sekantorku yang masih berada di luar ruangan, itu artinya aku tidak terlambat mengikuti acara. Aku menyapa beberapa teman-temanku dan langsung menuju meja tempat makanan kecil dan minuman hangat dihidangkan. Aku mengambil cangkir dan mengisinya dengan kopi dari termos, lalu mengambil beberapa makanan kecil untuk mengisi perutku, karena waktu sudah tidak memungkinkan bagiku untuk sarapan yang telah disediakan oleh pihak hotel.

Minuman dan makanan kecil yang kuambil tadi, aku bawa ke dalam ruangan rapat. Ruangan rapat ini cukup besar, kira-kira berukuran dua puluh lima meter kali lima puluh meter. Di bagian depan terdapat podium yang sudah tersusun deretan meja dan empat buah kursi yang di atas meja itu telah tertulis jabatan Direktur yang akan duduk di sana. Saat ini kursi-kursi itu telah ditempati oleh para Direktur yang sedang berbincang satu sama lain. Sedangkan di bagian tengah terdapat deretan meja yang disusun seperti huruf u, yang diatas meja tersebut terdapat tulisan jabatan pimpinan unit. Di belakang meja itu sudah tersusun kursi yang akan diisi para pimpinan unit, dan di belakangnya juga tersusun barisan meja dan untuk para staf masing-masing unit.

Aku langsung berjalan langsung ke arah kursi yang telah disediakan untukku yang berada di sisi kanan ruangan, sehingga podium para Direktur berada di sisi kananku. Satu orang bawahanku sudah menempati meja kursi di belakang kursi yang akan aku duduki. Sedangkan dua orang lagi duduk pada barisan meja yang tersusun di bagian belakang ruangan.

Menunggu acara mulai, aku berbincang-bincang dengan pimpinan unit yang duduk di sebelahku, sambil menyantap makanan kecil yang tadi aku bawa. Sekitar pukul setengah sembilan, acara dimulai. Jadwal acara utama berupa pembinaan dari tiap-tiap Direktur dan presentasi dari masing-masing pimpinan unit. Aku sendiri mendapat giliran presentasi setelah istirahat makan siang.

Kulihat Sherly duduk di barisan kedua di seberangku. Kami sempat bertatapan dan saling melempar senyum. Lalu aku chat Sherly.

“Ngantuk”, tulisku.

“Sama”, balas Sherly. “Tapi enak”, lanjutnya lagi disertai emoticon tersipu.

“Hahaha”, balasku.

“Mau lagi?”, lanjutku lagi disertai emoticon menjulurkan lidah.

“Mauuuu”, balas Sherly dengan emoticon gambar hati di mata.

“Asyyiiikkk”, balasku dengan emoticon wanita menari.

“Aku baru sadar ya”, ketikku lagi. “Kalo tadi itu aku ngga megang meki kamu sama sekali. Kok bisa ya?”, tanyaku.

“Ya emang bisa”, jawab Sherly. “Emang aku ngga ngasih kok”, lanjut Sherly.

“Loh kenapa emang?”, tanyaku.

“Meki aku maunya dipegang titit kamu”, jawab Sherly disertai emoticon menjulurkan lidah.

“Hahaha”, balasku. “Serius ini. Kenapa emangnya kok ngga boleh?”.

“Gapapa, lagi ngga pengen aja”, jawabnya.

“Terus kalo oralin meki kamu gimana?”, tanyaku.

“Itu lagi, harus kondisi spesial”, jawabnya.

“Kondisi spesial gimana?”, tanyaku.

“Mabok berat misalnya hahaha”, jawab Sherly.

“Hahaha”, aku menaggapi. “Tapi kan itu enak”, lanjutku.

Lama Sherly tidak membalas. Kulihat dia tidak ada di posisi duduknya semula. Mungkin sedang diminta mengerjakan sesuatu.

“Enak banget malah hahaha”, balasnya sekitar hampir satu jam kemudian. Kulihat dia sudah duduk di tempat semula.

“Kamu pernah anal belum?”, tanyaku.

“Emang kenapa?”, tanya balik Sherly.

“Gapapa. Nanya”, jawabku.

“Pernah kok. Dua kali”, sahut Sherly.

“Enak ngga?”, tanyaku lagi.

“Mau tau aja niiihh”, sahut Sherly dengan menambahkan emoticon wajah mengedipkan mata dan menjulurkan lidah.

“Hehehe pengen tau aja. Sebenernya yang dirasain cewe tuh apa”, tulisku.

“Enak kok. Geli-geli gimana gitu”, balas Sherly.

“Pernah sampe orgasme?”, tanyaku lagi.

“Kalo aku sih belum pernah”, jawabnya. “Mas pernah anal?”, lanjut Sherly.

“Kalo menganal sih pernah. Sekali”, sahutku sedikit berbohong. “Tapi kalo dianal mah amit-amit dah”, tulisku ditambah emoticon orang takut.

“Hahahaha”, balas Sherly. Kulihat Sherly terkekeh menahan tawanya di seberangku.

“Beneran nih kamu ngga mau? Aku kenalin ke temen-temen aku nih? Hahahah”, lanjut Sherly.

“Ngga deh. Makasih”, balasku.

“Tapi beneran loh. Temen-temen aku yang di front liner itu belok semua”, tulis Sherly.

“Serius?”, tanyaku.

“Iya ih serius ini. Parah banget. Udah ngga doyan cewek”, balas Sherly.

“Padahal ganteng-ganteng ya. Tapi bagus deh, ngurangin saingan. Hahahaha”, tulisku.

“Hayooo saingan apa nih?”, tulis Sherly dengan emoticon sedih.

“Saingan dapetin kamu lah”, jawabku ditambahkan dengan emoticon mencium.

“Emang udah ngedapetin aku? Kepedean iiihh”, balasnya disertai emoticon menjulurkan lidah.

“Justru itu, karena temen-temen kamu yang cowo banyak yang belok, angka pengharapan aku semakin besar hahahaha”, balasku.

“Gombal iihh”, balas Sherly. Kami saling bertatapan, terlihat Sherly tersipu-sipu di seberang sana sambil tersenyum kepadaku.

“Kalo boleh tau, Mas pernah anal sama siapa?”, tanya Sherly. Aku membaca ada aura kecemburuan di sana.

“Sama bule kok. Waktu aku di Paris”, jawabku.

“Enak ngga?”, tanyanya lagi.

“Enak sih. Tapi kayanya lebih enak kalo sama kamu deh hehehe”, jawabku memancing.

“Huuuu maunyaaa”, balas Sherly.

“Iya mau, tapi maunya sama kamu”, tulisku dengan menambahkan emoticon tersipu.

“Iya nanti yah, kalo aku udah siap”, balasnya.

“Aseeekkk”, tulisku disertai emoticon tiga wanita menari.

“Mesum iih. Udah gih sana coli, daripada tuh kasihan tititnya ngacung terus hihihi” balas Sherly.

“Hahaha.. ngga ah, maunya dikocokin meki kamu aja”, balasku. “Yuks? Bentar lagi istirahat makan siang”, tulisku lagi.

“Ngga bisa sayang. Kan aku ngurusin baba aku”, tulisnya yang cukup mengejutkanku karena menuliskan kata “sayang”.

“Aku siapin lunch babaku dulu ya”, tulisnya lagi.

“Ok ok”, jawabku. Kulihat Sherly beranjak dari kursinya menuju luar ruangan.

Karena ini hari Jumat, istirahat dimulai dari jam setengah dua belas sampai jam setengah dua siang. Kami yang para lelaki langsung menuju Masjid dekat hotel.

Setelah selesai beribadah, aku pun menuju tempat di mana makan siang telah dihidangkan oleh pihak hotel. Kulihat Sherly sedang duduk makan siang bersama sekretaris Direktur lainnya, kami sempat saling bertatapan dan melemparkan senyum tipis, khawatir ada orang lain yang mengetahuinya. Begitu rombongan Direktur datang, para sekretaris itu serentak bangkit dan mendekat ke arah Direkturnya masing-masing.

Aku segera menghabiskan makan siangku, lalu bergegas kembali ke ruangan. Aku pelajari kembali bahan yang akan aku presentasikan.

Tepat jam setengah dua siang, acara dimulai kembali. Aku dipersilahkan pembawa acara untuk mulai presentasi. Selama presentasi, kulihat Sherly tak hentinya menatapku, bukan bahan materi presentasiku yang terpampang di layar proyektor. Saat mata kami bertemu, Sherly selalu melemparkan senyuman tipis, membuatku kadang terlupa kata-kata apa yang akan aku ucapkan.

Selesai presentasi, aku kembali ke tempat dudukku semula. Kuambil ponsel dari kantung kiri celanaku. Aku lihat di layar ponselku terdapat notifikasi pesan dari Sherly.

“Mas, nanti malam jalan yuk?”, tulis Sherly dalam pesan itu.

“Asiiikk.. diajak kencan nih”, balasku ditambah emoticon wanita menari.

“Mau jalan kemana kita?”, tanyaku.

“Mmm enaknya kemana ya?”, Sherly malah balik bertanya.

“Yang penting berdua sama kamu aja sih Mas”, tulis Sherly lagi.

“Itu yang penting hehehe”, balasku. “Kamunya lagi pengen ngapain? Makan, minum, nonton, atau ewe?”, tulisku lagi diakhiri emoticon senyum lebar.

“Pengen semua yang Mas bilang”, balasnya.

Melihat jawaban Sherly, membuat rasa kantukku kembali hilang.

“Yaudah, kamu maunya kemana?”, tanyaku.

“Mmmm kemana ya..”, tulisnya.

“Aku ikut kamu aja”, balasku.

“Aku mau nyobain Raminte* deh”, balas Sherly. “Mas tau ngga?”, lanjut Sherly lagi.

“Pernah ke sana, tapi ngga inget tempatnya”, balasku. “Tapi kita bisa pesen taksi online kan”, lanjutku.

“Iya ya”, balas Sherly.

“Mau berangkat jam berapa?”, tanyaku.

“Abis acara makan malam aja Mas. Jam delapanan lah”, jawab Sherly.

“Yaudah jam delapan ya”, balasku.

“Iya. Tapi Mas beneran mau kan?”, tanya Sherly.

“Buat Sherly, apa sih yang ngga bisa?”, balasku.

“Gombal mulu iih”, balasnya.

“Tapi suka khaaann”, balasku.

“Bangeeett hehhehe”, balas Sherly disertai emoticon mencium dengan tanda hati.

Pembicaraan kami pun berhenti, karena sebentar lagi acara penutup dengan Direktur Utama yang akan berbicara.

Setelah acara selesai, kami semua kembali ke kamar masing-masing untuk mandi dan berganti pakaian. Kami diminta kumpul kembali untuk acara makan malam bersama pada pukul tujuh malam. Makan malam disediakan di restaurant hotel di lantai dasar mulai pukul tujuh malam sampai sembilan malam.

Sekitar delapan kurang aku keluar kamar, langsung menuju restaurant di lantai dasar. Saat tiba di restaurant, kulihat kondisi restaurant sudah penuh oleh orang-orang dari kantorku dan beberapa tamu hotel. Beberapa bahkan sudah selesai makan. Sambil menyapa teman-teman kantorku, aku menuju tempat makanan yang dihidangkan secara prasmanan. Sudah ada Sherly di sana sedang memilih makanan. Dia memakai celana jeans belel warna biru panjang tujuh per delapan agak ketat dan memakai kaos hitam sedikit ketat dipadu dengan kardigan warna hitam, ditambah rambutnya yang dikuncir satu dan ditekuk ke atas, sehingga menambah seksi penampilannya, membuatku keras menahan nafsu untuk tidak mencium lehernya.

“Pak”, sapa Sherly dengan senyumnya.

“Eh Mba Sherly, makin cantik aja”, sahutku membalas sapaan Sherly. Sherly sedikit tersipu mendengar ucapanku.

“Paak inget anak istri di rumah, Paakk”, tiba-tiba terdengar celetukan Ira dari arah belakangku.

“Gue udah inget kok, Ra. Cuma inget aja kan ya? Hehehe”, sahutku ke Ira.

“Huuu dasar!”, sahut Ira sambil menepak pelan pundak kiriku.

“Yuk Sher”, sahut Ira lagi sambil mengajak Sherly ke arah meja yang masih kosong.

“Duluan ya Pak”, pamit Sherly padaku.

“Silahkan Mba Sherly”, balasku dengan nada merajuk yang ditanggapi pandangan sinis bercanda dari Ira. Aku pun tertawa melihat respon Ira.

Aku melihat-lihat makanan yang tersedia. Tidak ada yang benar-benar menarik minat makanku. Aku hanya mengambil sepotong ayam goreng dan bistik daging tanpa nasi. Lalu mencari tempat dengan bergabung dengan kerumunan teman-temanku.

Sekitar setengah jam kemudian aku mendapat pesan dari Sherly. “Jadinya berangkat jam berapa Mas?”, tanya Sherly.

“Nunggu pada bubar juga aja ya. Kayanya orang-orang udah punya rencana sendiri-sendiri”, balasku.

“Iya. Ini aku juga diajak jalan-jalan sama yang lain. Cuma aku bilang mau ke tempat temen”, balas Sherly.

“Sekarang aja Mas, mumpung masih pada makan”, tulisnya lagi.

“Bener juga. Kita ketemuan di depan Bank Mandir* aja ya. Keluar hotel belok kiri”, tulisku.

“Aku keluar duluan, baru kamu lima menit kemudian ya”, lanjutku lagi.

“Ok Mas”, jawab Sherly. Kami sempat beradu pandang dan memberi kode kalau siap melaksanakan rencana ini.

Lalu aku pamit kepada teman-temanku yang lain kalau aku jalan duluan, dengan alasan karena sudah ada janji dengan saudaraku yang ada di sini. Sebagian besar teman-teman kantorku ini lebih memilih untuk tetap di hotel. Mereka berencana istirahat karena besok pagi diminta kumpul kembali jam setengah enam pagi, untuk persiapan wisata ke Merapi dan Candi Borobudur. Hanya sebagian kecil dari orang-orang kantorku yang jalan-jalan keluar, itu pun tidak jauh, hanya ke Malioboro atau Alun-alun.

Aku memesan taksi online sambil jalan kaki ke titik pertemuan dengan Sherly. Tidak lama setelah aku tiba di lokasi pertemuan, dari kejauhan aku bisa melihat Sherly berjalan ke arahku.

“Hey”, sahutnya. Tanpa basa-basi Sherly langsung memelukku.

“Udah-udah, nanti keliatan orang kantor”, sahutku sambil berusaha melepaskan pelukan Sherly.

“Tuh mobilnya udah dateng”, sahutku lagi.

Lalu kami pun naik ke dalam taksi online yang sudah aku pesan sebelumnya. Kami berdua duduk di kursi di tengah.

Sherly merapatkan duduknya di samping kananku, kemudian disandarkan kepalanya di pundakku. Aku kecup kening kirinya, lalu kugenggam tanggan kirinya sambil kubelai lembut punggung tangan kirinya dengan ibu jari kananku. Sherly membalas menggenggam tanganku, dan semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku.

“Aku kesel Mas”, sahut Sherly membuka keheningan.

“Kesel kenapa?”, tanyaku.

“Si Dessy yang awalnya ngga mau ikut, malam ini dia dateng. Terus tidurnya sekamar dengan aku sama Putri”, jawab Sherly.

“Ya gapapa kan?”, aku menanggapi.

“Gapapa sih, tapi masalahnya tempat tidurnya tuh yang queen bed. Tau sendiri kan Putri sama Dessy badannya gede-gede? Bisa jadi peyek aku”, sahut Sherly.

“Tapi yang bikin aku kesel tuh bukan itunya, itu keputusan si Putri sendiri yang nyuruh si Dessy tidur bareng aku sama Putri. Ngga pake nanya-nanya aku dulu”, lanjut Sherly.

“Yaudah, kalo gitu si Dessy tidurnya sama aku aja gimana? Hehehe”, sahutku.

“Iiihh ngeselin nih”, sahut Sherly sambil tangan kanannya menyubit pinggang kananku.

“Aduuuhh”, aku pun mengaduh.

“Kamu mau aku pesenin kamar sendiri aja?”, tanyaku.

“Ngga usah Mas, beneran deh ngga usah banget. Aku cuma cerita kok. Abisnya kesel”, sahut Sherly.

“Aku pesenin kamar aja ya, daripada kamu jadi makin gepeng hehehe”, sahutku.

“Ngga, pokoknya ngga boleh. Awas aja kalo sampe pesen”, sahut Sherly sambil mengacungkan telunjuk kanannya ke wajahku.

“Iya deh iya”, sahutku mengalah.

Tidak lama kemudian kami pun sampai di tempat yang dituju. Kami tidak bisa langsung masuk ke dalam, karena masih dalam keadaan penuh. Baru sekitar setengah jam kemudian, kami diminta oleh pelayan untuk menuju meja yang sudah disiapkan. Kami memilih tempat makan yang lesehan.

Sekitar jam sepuluh malam, kami memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan mencari tempat untuk kembali mengobrol. Semula Sherly menginginkan tempat angkringan di dekat Stasiun Tugu. Tapi aku menolaknya, dengan pertimbangan tempat itu ramai dan khawatir ada trman kantorku yang berada di sana juga. Aku mengusulkan untuk ke angkringan yang ada di seberang Bank Mandir* tempat kami janji bertemu sebelumnya. Toh menurutku tidak penting tempatnya, yang penting adalah dengan siapa kami di sana. Sherly pun menyetujuinya.

Kami kembali menggunakan taksi online menuju angkringan dekat hotel. Benar seperti yang aku lihat, tempatnya tidak begitu ramai, dan tidak ada teman kantorku berada di sana. Sambil menikmati minuman dan makanan yang disajikan, kami mengobrol berbagai macam topik. Mayoritas mengenai pengalaman hidup kami satu sama lain. Tidak terasa waktu sudah hampir jam dua belas malam. Aku pun mengajak Sherly kembali ke hotel.

“Duuh ini Putri kok ngga ngangkat-ngangkat ya?”, sahut Sherly sambil menatap layar ponselnya saat perjalanan kembali ke hotel.

“Udah tidur kali”, sahutku.

“Coba kamu telepon si Dessy”, lanjutku.

“Aku ngga punya nomornya Dessy”, jawabnya sambil terus tetap berusaha menelepon Putri.

Kami pun tiba di lobby hotel. Suasana sepi, hanya pekerja hotel yang terlihat di sana.

“Kamu mau coba ketuk pintu kamar atau mau telpon dari resepsionis sini?”, tanyaku.

“Telpon aja kali ya Mas. Kalo ngga diangkat juga baru aku ke atas”, jawab Sherly.

Sherly pun menuju ke resepsionis ditemani aku. Kemudian Sherly meminta tolong kepada petugas di resepsionis untuk menelepon ke kamar tempat Putri berada. Akan tetapi, setelah di telepon tiga kali masih tidak ada yang mengangkat juga. Akhirnya Sherly memutuskan untuk langsung ke kamar dan mengetuk pintu kamar itu. Dengan bantuan kartu akses milik petugas hotel, Sherly dapat naik ke lantai tempat kamarnya berada. Sementara Sherly ke atas, aku bertanya ke petugas resepsionis apakah masih ada kamar yang tersedia, dan dijawab masih ada akan tetapi di tipe deluxe. Tanpa pikir panjang aku bilang kepada petugas resepsionis kalau kamar itu akan aku ambil apabila Sherly gagal membangunkan si Putri.

Sekitar sepuluh menit kemudian, pintu lift terbuka dan keluarlah Sherly dengan muka kusut karena lelah dan kesal. “Bisa?”, tanyaku. Sherly hanya merespon dengan gelengan kepala.

Aku pun lalu meminta petugas resepsionis menyelesaikan administrai kamar yang tadi aku pesan. Kulihat Sherly duduk bersandar kelelahan di sofa depan lift. Kulihat raut wajahnya yang menahan rasa kesal. Setelah administrasi selesai dan mendapatkan kartu akses kamar, aku hampiri Sherly dan mengajaknya ke atas, ke kamar yang aku pesan ini.

“Yuk Sher”, sahutku dengan mengulurkan tanganku padanya.

“Kemana?”, tanya Sherly.

“Ke kamar lah. Ini kunci kamar kamu”, jawabku sambil menunjukkan kartu akses kamar kepadanya.

“Mas serius pesen lagi?”, tanya Sherly dengan wajah tak percaya.

“Iya. Yuk bangun”, sahutku lagi dengan menggamit tangannya untuk membantunya bangkit dari sofa.

Sherly akhirnya bangkit dan aku menemani Sherly menuju kamarnya. Kamar Sherly ada di lantai enam. Satu lantai dengan kamar yang harusnya di tempatinya, tetapi berbeda di sayap bangunan. Sampai di depan pintu kamar, aku langsung membukanya denga kartu akses. Kusuruh Sherly masuk kamar lebih dulu. Setelah memastikan lampu-lampu dan pendingin udara berfungsi, aku menyusul Sherly yang sudah rebahan di tempat tidur. Aku berdiri di depan tempat tidur dan Sherly masih berbaring lelah menatapku.

“Kamu di sini aja ya. Nanti aja kamu ambil tas kamunya kalo udah pada bangun”, sahutku.

“Emang Mas mau kemana?”, tanya Sherly.

“Balik ke kamar”, jawabku.

“Kenapa ngga di sini aja sih Mas?”, sahut Sherly.

“Gawat nanti dilihat orang Sher”, jawabku lagi.

Lalu Sherly bangkit, berdiri dengan kedua lututnya dan menghampiriku.

“Aku mau Mas tetep di sini”, sahut Sherly sambil memelukku erat dan menyandarkan kepalanya di pundak kiriku.

“Ngga bisa Sher, bukan ngga mau”, sahutku sambil membelai lembut rambutnya dengan tangan kananku.

Kemudian Sherly menciumi leherku bagian kiri. Dilanjutkan ciuman di pipi beberapa kali, lalu Sherly mencium bibirku. Awalnya ciuman kami berdua masih berupa ciuman lembut. Entah siapa yang memulai, perlahan-lahan ciuman kami berubah menjadi ciuman penuh nafsu. Batang penisku pun perlahan-lahan ikut mengeras.

Bibir kami saling berpagutan, bergantian saling menghisap bibir bawah pasangannya. Lidah kami berebutan untuk saling bermain di rongga mulut pasangannya. Liur kami berdua sudah membasahi sekitar mulut aku dan Sherly.

Kedua tanganku bahu membahu mulai membuka kancing celana jeans Sherly. Setelah terbuka kancing dan resletingnya, aku turunkan celana jeans sekaligus celana dalamnya sampai sebatas lututnya.

Kedua tanganku beraksi menggerayangi kedua pahanya, diawali sentuhan lembut di paha bagian luar lalu menjalar ke arah bagian dalam paha Sherly. Kemudian kuarahkan kedua tanganku ke bongkahan kedua pantatnya. Kuremas-remas buah pantatnya yang masih kencang itu. Jari telunjukku mulai manari-nari nakal di belahan pantat Sherly, mengusap-usapnya sampai ke mulut anusnya dan bermain-main di sana.

Tangan kanan Sherly juga tak kalah lincahnya. Setelah berhasil membuka kancing dan resleting celanaku, tangan kanannya masuk ke dalam celana dalamku dan mengocok lembut batang penisku. Kocokan lembut dan teratur dari tangannya membuat batang penisku semakin keras.

Setelah puas bermain dengan belahan pantatnya, kuarahkan tangan kananku ke bagian depan selangkangan Sherly. Diawali dengan usapan lembut pada perutnya, tangan kananku merayap menuju lubang surga dunia idaman para pria normal. Jari-jariku merasakan rambut-rambut halus yang tumbuh di atas vaginanya. Terus menjalar ke bawah hingga tanganku untuk pertama kalinya menyentuh vagina Sherly. Tangan kananku terus bergerak ke bagian bawah vaginanya, belum sampai masuk ke dalam vaginanya, hanya menyentuh permukaannya saja. Jari-jariku merasakan cairan hangat dan sedikit lengket di bagian bawah vaginanya. Cairan pelumas vagina Sherly sudah memberikan sinyal untuk dapat dinikmati.

Kutarik sedikit tanganku ke atas menuju area klitorisnya. Lalu kumainkan jari tengah tangan kananku di klitoris Sherly. Kuusap-usap lembut dengan gerakan berputar, dan semakin lama kuberikkan tekanan di jari tengahku yang membuat Sherly menghentikan ciumannya dan mulai mendesah.

“Aahh mashh”, desah Sherly dekat telinga kiriku. Badannya sedikit lunglai bersandar pada tubuhku.

Kemudian jari tengahku mulai menelusuk masuk ke dalam celah-celah vaginanya. Cairan vaginanya yang sudah keluar, membuat jari tengaku dengan mudahnya masuk hingga ke dalam liang senggama Sherly.

“Aah aahh aahh”, Sherly mendesah cepat seiring kocokan jari tengahku di lubang vaginanya. Kukocok lubang kenikmatan Sherly cepat tapi hanya sedalam dua ruas jari tengahku. Semakin lama semakin banyak cairan vagina Sherly yang keluar, sehingga kocokan jariku menimbulkan suara, “Clep clep clep clep”.

“Aah aahh uudaah shayang. Fuck me Bebh”, sahut Sherly.

Aku pun menuruti permintaan Sherly. Kulepaskan jari tengahku dari vagina Sherly. Jari tengahku yang basah oleh lendir kenikmatan Sherly, aku lap ke kaos yang masih dikenakan Sherly.

“Kamu aja yang di atas ya Bebh”, sahut Sherly. Kemudian aku baringkan Sherly ke tempat tidur dengan posisi terlentang. Sherly mengangkat kedua kakinya untuk melepaskan celana jeans dan celana dalamnya yang masih menyangkut di lututnya. Aku pun ikut melepaskan celana panjang bererta celana dalamku sekaligus. Kemudian aku naik ke atas tempat tidur dan berdiri dengan kedua lututku mengangkangi kedua tulang kering Sherly.

Selanjutnya kuraih kaki kiri Sherly, lalu kutekuk lutut kirinya ke arah kanan tubuhnya hingga badannya sedikit miring ke kanan tubuhnya. Dengan posisi ini, aku bisa melihat mulut anus dan vagina Sherly yang sudah basah oleh lendir kenikmatannya. Mulut vaginanya terlihat hanya membuka sedikit akibat tusukan-tusukan jari tengahku sebelumnya.

Kudekati batang penisku ke arah mulut vagina Sherly. Kuusap-usapkan kepala penisku di mulut lubang kenikamatannya supaya sedikit terbuka lagi. Setelah mulut vaginanya terbuka, kudorong batang penisku untuk masuk ke dalam liang senggamanya.

“Pelan-pelan Mas, udah kering lagi maki akunya”, sahut Sherly. Aku pun menarik kembali penisku, dan mengoleskan air liurku pada kepala penisku. Setelah kurasa cukup, aku kembali mencoba memasukkan penisku ke dalam liang kenikmatan Sherly.

Kuubah posisi tubuh lebih mendekat ke arah Sherly. Masih bertumpu pada kedua lutut dan tumitku yang mengangkangi kaki kanan Sherly, lalu kuletakkan tangan kiriku di atas paha kiri Sherly. Kemudian kudekatkan kepala penisku ke vagina Sherly dan kusibak mulut vagina Sherly dengan kepala penisku, lalu kudorong perlahan masuk hingga setengah batang penisku. Selanjutnya dengan sedikit menduduki paha kanan Sherly, kuangkat paha kiri Sherly ke atas paha kiriku sambil kudorong batang penisku hingga tertelan seluruhnya oleh vagina Sherly. Sreett slebh. “Ugh”, Sherly mendesah tertahan. Tulang selangkaku dan tulang selangka Sherly saling beradu.

Kuletakkan tangan kiriku di pangkal paha kiri Sherly, sementara tangan kananku aku letakkan di pinggul kirinya. Perlahan tapi pasti, aku mulai menggoyangkan pinggulku membuat batang penisku bergerak keluar masuk vagina Sherly. Sreett sreett.. Mula-mula lubang senggama Sherly masih terasa kesat, lendir kenikmatannya belum banyak diproduksi vaginanya. Hal ini membuat bibir vagina Sherly ikut keluar masuk ke dalam vaginanya sendiri mengikuti kocokan batang penisku. Semakin lama produksi cairan pelumas vagina Sherly semakin banyak. Liang vaginanya semakin licin. Begitu juga suara desahan Sherly semakin jelas terdengar, “ach ach ach”.

Mengetahui vagina Sherly mulai menikmati penetrasi penisku, aku menambah kecepatan kocokan batang penisku. “Ouch bebh, enakh bebh”, racau Sherly. Matanya menatapku dengan pandangan sayu, sementara mulutnya kadang terbuka kadang menggigit bibir bawahnya. Payudaranya yang tidak terlalu besar pun ikut berayun tak beraturan.

“Ach ach ach ouch no no no no”, Sherly meracau saat kocokanku tidak hanya kupercepat, tapi juga aku tambah tenaga saat pangkal penisku membentur tulang selangkanya.

Plak plak plak plak bunyi yang ditimbulkan akibat benturan pantat Sherly dengan area pangkal penisku. “Ouch god ouch my fuck’in shit”, Sherly semakin meracau tak jelas.

“Uughh uughh uuggh enakh bhangeth Mash”, sahut Sherly. Racauan Sherly membuat semangat bercintaku semakin terbakar.

Kutarik paha kiri Sherly semakin rapat menempel pada perut kiriku. Kutekan batang penisku dalam-dalam di lubang vaginanya. Pangkal penisku menempel erat bibir vagina Sherly. Dengan maenggunakan bantuan tenaga pegas dari tempat tidur, aku gerakkan tubuh Sherly ke bawah dan ke atas. Gerakan ini membuat efek kepala penisku seperti mengaduk-aduk liang kenikmatan Sherly. Berkali-kali kepala penisku menampar-nampar mulut rahim Sherly.

Entah kenikmatan apa yang dirasakan Sherly, karena racauannya semakin tidak jelas dan kencang. Tangan kirinya mencengkeram tangan kiriku. “Ach ach ach ach mash mash mash mash”, desahan Sherly semakin cepat dan keras. Tubuh Sherly semakin melonjak-lonjak.

Dan “aaacchhh”, satu desahan panjang dan keras keluar dari mulut Sherly. Seluruh tubuhnya mengejang, bisa kurasakan pada otot pahanya yang mengeras, jari-jari kakinya menekuk ke dalam, tangan kirinya mencengkeram erat tangan kiriku, sementara cairan kenikmatannya membanjiri batang penisku. Sherly telah menggapai kenikmatan duniawi yang hakiki.

Aku menurunkan kecepatan kocokan batang penisku. Kukocok dengan lembut vagina Sherly. Berangsur-angsur ketegangan otot-otot Sherly semakin lemah. “Uugh aku keluar Bebh”, sahut Sherly. Kucondongkan tubuhku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Lalu kami berciuman dengan mesranya.

“Kamu masih lama sayang?”, tanya Sherly sambil tangan kirinya membelai lembut kepalaku.

“Bentar lagi kok”, jawabku dengan tetap bibirku mengecup lembut bibirnya. Batang penisku masih menancap di liang vaginanya.

“Mau aku apain?”, tanya Sherly lagi.

“Aku mau anal boleh ngga?”, pintaku sambil mengecup-ngecup lembut pipinya.

“Iyah”, jawab Sherly.

“Mau gimana?”, tanya Sherly lagi.

“Kaya gini aja. Kasian kamunya capek kalo nungging”, sahutku.

Aku kecup lembut bibirnya. Lalu aku tegakkan kembali tubuhku. Kutarik pelan-pelan batang penisku dari lubang vaginanya. Sret sret sreeet. Batang penisku yang masih keras pun keluar dari lubang vaginanya dengan keadaan basah kuyup oleh lendir vagina Sherly.

Aku ubah posisi tubuh Sherly. Kutekuk lutut kanan Sherly sejajar dengan lutut kirinya. Posisi tubuhnya seperti orang setengah jongkok tetapi dalam keadaan berbaring di tempat tidur, menghadap ke arah kanan tubuhnya. Dengan posisi ini mulut lubang anus dan vaginanya yang sudah menganga semakin terlihat jelas, sehingga kembali membangkitkan nafsu birahiku.

Kudekati kepala penisku ke kedua lubang sumber kenikmatanku. Kumainkan mulut vagina dan mulut anusnya menggunakan kepala penisku.

“Tititnya basahin dulu Mas”, pinta Sherly. Lalu aku pun membasahi kepala penisku dan permukaan lubang anusnya dengan air liurku. Setelah dirasa cukup, batang penisku memulai penetrasi pada lubang anus Sherly. Kucengkeram bongkahan pantat Sherly sebelah kiri, kemudian kutarik sedikit ke arah luar, sehingga mulut anusnya agak terbuka. Lalu dengan bantuan tangan kananku, perlahan-lahan kepala penisku memasuki lubang anusnya.

Sreeeeettt sleb. “Uugh”, desah Sherly. Bermodalkan pelumas air liurku, batang penisku amblas ditelan anus Sherly.

Kudiamkan sejenak batang penisku di dalam rektumnya, agar rongga rektumnya bisa menyesuaikan diri. Kurasakan jepitan rektum Sherly di seluruh batang penisku. Dinding rektumnya beberapa kali berkedut. Lalu perlahan-lahan aku mulai memompa lubang anus Sherly maju dan mundur.

“Kalo sakit bilang ya?”, sahutku ke Sherly.

“Iya sayang. Enak kok”, jawab Sherly dengan suara desahannya.

Jepitan dan permukaan seperti bergelombang pada dinding rektum Sherly, membuat sensasi yang berbeda yang diterima batang penisku. Aku tidak mau berlama-lama bermain dengan rongga anusnya. Aku khawatir penisku akan lecet. Karena hanya dari air liur aku sajalah yang menjadi pelumas gesekan antara batang penisku dengan dinding rektumnya.

“Egh egh egh”, desahan Sherly seirama dengan tusukan batang penisku di anusnya. Tatapan matanya yang sayu, terus memandangku yang sedang mengobrak-abrik lubang kotorannya dengan penisku. Sambil tetap memompa anus Sherly, tangan kiriku aku gunakan untuk memainkan klitoris Sherly yang lengket oleh lendir-lendir vaginanya.

Tidak sampai lima menit, kurasakan batang penisku mulai berkedut-kedut. Orgasmeku akan segera datang. “Aku mau keluar Sher”, sahutku. “Di dalem ya?”, lanjutku.

“Iyah bebh”, jawab Sherly.

Kupompa lebih cepat kocokan batang penisku di lubang anus Sherly. Sebentar pagi kepala penisku akan menyemburkan lava panasnya, kurasakan spermaku sudah mencapai pangkal penisku, kemudian menjalar ke batang penisku, dan “aargh”, satu jeritan tertahan keluar dari mulutku. Kubenamkan dalam-dalam batang penisku di saluran rektum Sherly. Badanku mengejang kaku, kedua tanganku mencengkeram bongkahan bokong dan pinggang kiri Sherly, sementara itu batang penisku menyemprotkan beberapa kali cairan spermaku di rongga rektumnya, mengantarku mendapatkan kenikmatan dunia yang hakiki.

Setelah hantaman orgasmeku mereda, kucondongkan tubuhku ke arah tubuhnya. Kusambar bibirnya untuk kucium dengan lembut. “Enak sayang?”, tanya Sherly.

“Banget”, jawabku singkat sambil terus mencumbu bibir dan seluruh wajah Sherly dengan kecupan lembut bibirku.

“Kamu enak ngga?”, tanyaku.

“Enak juga kok”, jawab Sherly bohong sepertinya, karena saat aku memompa lubang anusnya, desahan dan wajah Sherly tidak seperti saat batang penisku mengocok lubang vaginanya.

“Bohong”, sahutku sambil tersenyum menatap wajahnya yang cantik jelita dan sedikit berkilau oleh pantulan lampu ke peluh di wajahnya.

“Bener kok. Apalagi waktu peju kamu muncrat. Hhiii merinding rasanya”, sahut Sherly sambil tangan kirinya membelai lembut wajahku.

“Gimana rasanya ya kalo muncratnya di meki aku”, sahut Sherly.

“Mau nyoba?”, tanyaku sambil tersenyum nakal.

“Ngga boleehh, nanti hamiill”, sahut Sherly dengan nada manja sambil tangan kirinya mencubit lembut pipi kananku. “Bolehnya di mulut sama pantat aku aja”, lanjutnya lagi.

“Iya cantik”, sahutku dilanjutkan dengan mendaratkan ciuman lembut di bibirnya yang seksi.

Batang penisku yang masih berada di dalam rongga rektum Sherly, mulai melemah. Kutegakkan tubuhku kembali. Lalu pelan-pelan kucabut batang penisku dari lubang anusnya yang masih menjepit erat batang penisku. Kulihat batang penisku basah oleh air liurku dan sedikit kotoran Sherly yang ada di dalam rongga rektumnya. Spermaku pun turut meleleh keluar dari mulut anus Sherly, mengalir menuju vaginanya. Mencegah kekhawatiranku menjadi nyata, kuseka spermaku yang keluar dari anus Sherly menggunakan selimut.

“Aku ke kamar mandi dulu ya”, sahutku sambil turun dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi.

Setelah selesai membersihkan diriku, aku keluar kamar mandi. Kulihat Sherly masih dalam keadaan semula sebelum kutinggal ke kamar mandi. Matanya terpejam. Sepertinya dia tidur kelelahan. Kupakai kembali seluruh pakaianku. Lalu kudekati Sherly dan kucium keningnya.

“Aku balik ke kamar ya”, sahutku pelan di telinga kiri Sherly.

“Kamu sini aja”, sahut Sherly manja. Tangan kirinya memegang tangan kananku, menahanku untuk tidak menjauh darinya.

“Ngga bisa akunya Cantiiikk, bukannya ngga mau”, sahutku. “Kalo sampe orang kantor kita liat kan repot jadinya”, lanjutku.

“Iyah”, sahut Sherly pelan.

“Yaudah aku ke kamar dulu ya”, sahutku dilanjutkan dengan kecupan bibirku di keningnya. Lalu aku beranjak dari tempat tidur, keluar kamar Sherly. Kuayunkan langkahku menuju kamarku, dengan hati puas walau tubuh ini letih setelah seharian penuh beraktifitas. Kulirik jam di tangan kiriku. Jam dua kurang. Aku hanya punya waktu tiga jam mengistirahatkan tubuhku, untuk mengisi energiku kembali...
**
lanjut page 5
 
Terakhir diubah:
sherly udh bertekuk lutut nihh, jadi clingy haha..
kayaknya ada typo deh suhu, ditulisnya bukan 'Sherly' tapi jadi 'Rani'..
 
1 sekretaris sdh takhluk, tinggal nunggu giliran yg lainnya takhluk juga. Di tunggu next ny gan..
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd