Part 22
Dalam lelah tangisnya, Asti tertidur. Damar tidak sedetikpun beranjak dari sisi Asti. Benaknya dipenuhi pertanyaan tentang apa saja yang dilakukan Wisnu pada Asti. Asti sangat berubah. Ia terlihat begitu rapuh, bukan lagi Asti yang tegar seperti yang pernah ia kenal sebelumnya. Apakah Asti jatuh cinta pada Wisnu? Apa saja yang diceritakan Wisnu kepada Asti tentang masa lalunya?
Pintu kamar terbuka, Tyo berjalan memasuki ruangan, mengangkat tangannya menyapa Damar tanpa suara. Ia mendekati tempat tidur Asti, menatap sejenak Asti yang tertidur pulas.
"Bagaimana keadaannya?" bisik Tyo pada Damar, berusaha untuk tidak membangunkan Asti.
"Stabil ..." jawab Damar tak kalah pelannya "Tapi belum banyak yang ia ceritakan padaku. Ia terus menanyakan Wisnu."
Tyo menatap wajah pucat Asti yang terpejam. Ada perasaan lega melihat Asti baik baik saja dan bisa kembali dengan selamat.
"Bagaimana keadaan Wisnu?" tanya Damar. "Kamu harus sudah memikirkan apakah akan mempertemukan Asti dengannya atau tidak."
"Operasinya berjalan lancar. Ia masih belum sadarkan diri tapi menurut dokter masa kritisnya belum lewat. Mereka menempatkannya di ICU sekarang," jawab Tyo. Damar terdiam, mengusap matanya yang mulai lelah karena seharian terjaga. Mulai dari mempersiapkan penyergapan Wisnu sampai dengan menjaga Asti.
"Istirahatlah .. biar aku menggantikanmu sementara," ujar Tyo. Damar menggeleng.
"Setidaknya makanlah sesuatu atau minum kopi sejenak di Cafe bawah Rumah Sakit," ujar Tyo. "Jangan sampai Asti melihatmu sakit."
Damar mengalah. Ia bangkit dan meninggalkan ruangan Asti sejenak untuk mencari udara segar.
Tyo duduk di samping tempat tidur Asti, seorang wanita yang sebetulnya sangat ia cintai. Namun Tyo tidak menyangkal bahwa baginya tidaklah mungkin menjadikan Asti sebagai pendamping hidupnya. Karir dan Keluarganya menuntut kesempurnaan citra seorang wanita. Dan apapun alasannya, Asti tidak memiliki itu semua.
"Mas ..." suara lemah Asti menyadarkan lamunan Tyo.
"Asti .. bagaimana keadaanmu?" tanya Tyo sambil tersenyum. Asti menggeleng kecil dan bangkit dari tidurnya.
"Apa yang kamu rasakan? Masih pusing?" tanya Tyo.
"Tidak ..." jawab Asti lemah "Apakah operasi Mike sudah selesai? Bagaimana keadaannya?"
"Dia Wisnu, As .. Wisnu Anggara" ujar Tyo.
"Aku tahu ..." jawab Asti. "Mas Damar sudah memberitahukannya padaku. Aku hanya tidak terbiasa memanggilnya dengan sebutan itu. Aku mengenalnya sebagai Mike."
Tyo mengangguk, berusaha menahan emosinya agar Asti tidak semakin terbebani.
"Operasinya lancar, namun karena masa kritisnya belum lewat, dia masih dirawat di ruang ICU" ujar Tyo panjang lebar.
"Bolehkah aku menemuinya? Sebentar saja ..." tanya Asti.
"Wisnu belum bisa diajak bicara As .. kondisinya masih lemah," tolak Tyo halus. "Kita lihat lagi setelah beberapa saat ya .. "
Asti menghela nafas. Ia tahu akan begitu sulit untuk bisa menemui Wisnu lagi dengan statusnya saat ini. Wisnu adalah seorang penjahat besar bagi mereka dan harus dijaga sangat ketat. Ada cemas dan rindu yang membuncah di hati Asti.
"Apa Wisnu melakukan sesuatu yang menyakitimu selama disana As?" tanya Tyo hati hati, berusaha mencari keterangan dari Asti sebagai informasi tambahan bagi penyelidikannya.
"Tidak .. ia sangat baik" ujar Asti. "Mike maupun Wisnu .. siapa Wisnu yang aku kenal sebetulnya mas?"
"Dia adalah Akhmer .. teman karib sekaligus orang kepercayaan Wisnu. Mereka bertemu di Canada, saat Wisnu menjalani pengobatan. Akhmer yang selalu menemani dan memenuhi semua kebutuhan Wisnu" ujar Tyo. "Wisnu sengaja menseting Akhmer sebagai dirinya. Menjalankan seluruh perusahaan dan bisnis milik Wisnu. Ia adalah motor sementara wisnu adalah otaknya."
Asti termenung. Mengingat kembali semua yang telah ia alami. Pantas saja Wisnu yang ia kenal begitu dingin.
"Izinkan aku bertemu dengannya sebentar saja ... " pinta Asti pada Tyo. "Aku hanya ingin berterimakasih untuk kesembuhan Kanaya ..."
Tyo terdiam dan mengangguk setelah beberapa saat. Mungkin dengan membawa Asti menemui Wisnu, akan ada informasi yang ia butuhkan.
"Akan aku tanyakan kemungkinan kamu berkunjung kepada dokter yang merawat wisnu" ujar Tyo. "Sekarang makanlah dulu. Kamu perlu tenaga untuk kesembuhanmu, As"
Tyo mengambil menu makanan yang tersaji di meja, dan mulai menyuapi Asti sendok demi sendok perlahan lahan.
Wisnu tergolek lemah diatas tempat tidur ruang perawatan. Siang itu, satu minggu setelah operasinya, Asti diperbolehkan menjenguk Wisnu atas persetujuan Tyo. Selama seminggu, Asti tidak behenti memantau kondisi Wisnu walaupun selama ini ia hanya bisa melihat Wisnu dari luar jendela. Kali ini Asti diizinkan mendekati Wisnu, duduk disampingnya ditemani oleh 2 orang polisi yang berjaga di dekat pintu. Tyo berdiri di luar kaca jendela kamar, memantau seluruh gerak gerik Asti dan Wisnu walaupun ia tidak dapat mendengar apa yang mereka perbincangkan.
Kondisi Asti sudah jauh lebih baik. Ia sudah diperbolehkan pulang beberapa hari lalu. Asti adalah saksi kunci, sehingga Tyo memberikan pengawalan kepadanya selama 24 jam setiap harinya. Rumah Asti dijaga ketat oleh anggota polisi yang bertugas.
Asti menyentuh tangan Wisnu perlahan. Wisnu membuka matanya dan melihat wajah Asti tersenyum padanya. Selang oksigen masih menempel di hidungnya, membuat ia sedikit sulit untuk bicara.
"Hai ..." sapa Asti dengan mata berkaca kaca. "Aku senang bisa melihatmu lagi Mike .."
Wisnu tersenyum, menggenggam erat tangan Asti.
"Ya ..." jawabnya. "Beruntung Tuhan masih memberikan kesempatan padaku untuk bertemu denganmu, As .. dan .. menyampaikan permintaan maafku padamu."
Asti menggeleng "Tidak ada yang perlu dimaafkan" ujarnya.
"Aku .. tidak jujur padamu" ujar Wisnu. "Aku menyembunyikan siapa diriku sebenarnya darimu..."
"Pasti ada alasan mengapa kamu melakukan itu padaku ..." ujar Asti lagi. "Tapi aku berterimakasih atas apa yang sudah kamu berikan kepadaku .. terutama Kanaya."
Wisnu tersenyum.
"Kanaya sudah kembali dari pengobatannya" lanjut Asti. "Ia sudah sangat sehat .. tapi aku masih terus memantau kesehatannya."
"Syukurlah .." Wisnu menarik nafas lega. "Aku bahagia melihatmu bahagia As ..."
Asti menitikkan air mata. Wisnu mengusap pipi Asti lembut. "Jangan menangis ..." ujarnya pelan. "Kamu wanita hebat As .. aku sangat mengagumimu sejak pertama aku melihatmu."
"Oh ya ...?" seru Asti sambil tertawa kecil. "Dan .. kapan tepatnya kamu melihatku untuk pertama kali?"
Wisnu tertawa "Kamu pasti tidak akan menyangka As ... Siapa klien terberatmu saat menyelesaikan permintaan design untuk rumah tinggal? Apakah kamu masih ingat?"
Asti mengernyitkan dahinya mencoba menggali kembali seluruh daya ingatnya.
"Pak Sungkono....?" tanya Asti, membayangkan wajah pria paruh baya yang terus menerus merubah permintaan design nya, membuat Asti harus lembur berhari hari untuk menuruti permintaannya. Wisnu tersenyum.
"Pak Sungkono adalah pemborong yang membangun rumah yang kita tempati di Pulau." Wisnu mencoba menjelaskan. "Mungkin kamu tidak mengingat hasil design mu sendiri As ..."
Asti terbelalak "Itu ... hasil gambarku?" tanya Asti terkejut. Wisnu mengangguk.
"Aku selalu mencari tahu siapa saja yang terlibat dengan pekerjaanku, agar aku bisa tetap menyembunyikan jati diriku" ujar Wisnu. "Termasuk saat Pak Sungkono mengajukan namamu. Rupanya memang Tuhan berencana mempertemukan kita As .. setelah aku mencari informasi mengenai dirimu .. aku jadi tahu siapa dirimu, keluargamu dan termasuk kedekatan dirimu dengan Tyo dan Damar .."
Asti menatap Wisnu takjub. Wisnu melanjutkan penjelasannya.
"Mendekatimu adalah resiko terbesarku As .. aku seperti sengaja menjatuhkan diriku kedalam arus air yang sangat berbahaya. Kamu .. Tyo .. Damar .. kedua orang ini sangat menginginkanku, kamu pasti sudah tau apa sebabnya."
"Tapi .. kalau kamu tahu resikonya .. kenapa kamu tetap melakukannya ...?" tanya Asti menyesal.
"Aku rasa .. aku terlalu mencintaimu As ..." jawab Wisnu singkat. Asti menggenggam tangan Wisnu erat erat dan menunduk.
"Semakin lama .. rasa itu semakin kuat .. aku tidak bisa lagi melihat kamu berlama lama bersama laki laki lain. Maka aku mencoba untuk mengatur skenario agar aku bisa memilikimu seutuhnya" ujar Wisnu lagi.
"Lalu .. siapa Wisnu .. atau Akhmer sebetulnya?" tanya Asti. "Mas Tyo menceritakan bahwa Wisnu yang aku kenal sebetulnya adalah Akhmer."
"Dia orang kepercayaanku .. Mike dalam versi nyataku .. sangat bisa diandalkan" ujar Wisnu. "Aku bertemu dengannya saat keadaanku pada titik paling terpuruk As .. dan dia tidak sedikitpun meninggalkanku."
"Tapi .. karena itukah kamu membiarkan juga dia menyentuhku?" tanya Asti. Ada sedikit luka dalam hatinya mengetahui bahwa Wisnu rela membagi dirinya dengan laki laki lain hanya dengan alasan pertemanan.
"Aku tidak mungkin membiarkan laki laki lain menyentuhmu lagi As .. apa kamu lupa alasanku memainkan skenario ini? Aku tidak bisa melihat kamu bersama laki laki lain" ujar Wisnu menegaskan sekali lagi, mengelus tangan Asti penuh cinta.
"Lalu kenapa ....?" tanya Asti lagi. Wisnu tersenyum, menarik nafas dalam dalam menghilangkan sakit yang masih dirasakannya di luka operasinya.
"Apa kamu yakin Akhmer pernah menyentuhmu?" tanya Wisnu pelan, meminta Asti untuk memastikan jawabannya. Asti termenung, teringat betapa dinginnya sikap Akhmer atau Wisnu yang ia kenal. Akhmer tidak pernah sekalipun menyentuhnya, tidak memegang tangannya, tidak memeluk dan menciumnya. Akhmer selalu membiarkan ia berjalan sendiri, menuruni kuda, mobil atau kendaraan lainnya tanpa bantuannya. Akhmer tidak pernah menatapnya seolah ia menginginkan Asti. Kecuali ..
"Di ruangan itu .. kamar Wisnu .. pertama kali aku dan Wisnu ..." Asti mencoba bertanya, mengingat ingat, sebelum akhirnya ia menyadari apa yang terjadi. Asti terperangah, menatap Wisnu yang masih tersenyum penuh arti. "Jadi ... malam itu Wisnu adalah ...."
"Ya ..." ujar Wisnu seraya mengangguk. "Kita melakukannya dengan matamu tertutup As .. Itu aku .. aku yang menggaulimu di kamar besar Wisnu."
Asti terdiam tak berkedip menatap Wisnu. Pikirannya terbang melayang mengingat betapa ia sangat menikmati setiap sentuhan dan perlakuan yang diberikan oleh Wisnu saat itu.
"Akhmer adalah seorang homosex" ujar Wisnu. "Itu sebabnya ia lebih memilih berada bersama banyak laki laki daripada dengan perempuan. Aku hanya mencoba membangun image bahwa ia adalah laki laki normal dengan beberapa peristiwa seperti kapal Yacht salah satunya."
Asti tersenyum, dalam hati mengagumi seluruh skenario yang diciptakan oleh Wisnu dan betapa ia begitu naif mempercayai semua yang dialaminya. Selama ini Wisnu begitu dekat dengannya, menjaganya dengan baik dan ia bahkan tidak mengetahuinya sedikitpun.
"Maafkan aku ... Karena mencintaimu dan membawamu pada situasi seperti ini As ..." bisik Wisnu.
Asti menggeleng kuat. "Tidak .. aku tidak pernah menyesali pertemuanku denganmu .. Aku mencintaimu, Wisnu Anggara ..." bisik asti hampir terisak. Dikecupnya bibir Wisnu penuh cinta selama beberapa saat. "Aku akan selalu mendampingimu apapun yang terjadi ..."
Wisnu tersenyum "Entah apa yang akan terjadi selanjutnya ..." sesal Wisnu. "Bagaimana kalau aku tidak bisa lagi bertemu denganmu As ...?"
Asti menggeleng "Tidak .. jangan katakan itu" ujar Asti cepat. "Berhentilah berlari ... tunjukkan pada dunia apa yang seharusnya mereka ketahui. Katakan yang sebenarnya. Dan bila mereka tidak berpihak kepadamu sekalipun, kamu masih punya aku yang selalu percaya padamu ..."
Wisnu tersenyum, menatap wanita yang dicintainya itu dalam-dalam.
"Kamu mau menungguku As ...? Sampai semua selesai dan kita bisa bersama lagi" tanya Wisnu lemah. Asti mengangguk, memeluk Wisnu di sela isaknya.
"Tentu ..." bisiknya pada telinga Wisnu. "Aku akan sabar menunggu hingga hari itu tiba ..."
Dari luar kaca jendela, Tyo memperhatikan semua dengan pandangan tajam. Ia tahu, kini Asti bukanlah miliknya lagi.