Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT BIANGLALA DI BANDUNG UTARA

Bimabet

Lanjutan 3​


Ada perasaan kesal tumbuh dalam hati Priscilia ketika menunggu brondong itu mendatanginya di mobil. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 2 dini hari. Dia kelaparan karena belum sempat makan malam dan badannya gatal karena udara gerah di losmen yang tanpa AC membuat dirinya berkeringat. Saat melihat pemuda itu melangkah mendekatinya, barulah Priscilia merasa lega.​

"Selamat ya Pak Ketua." Kata Priscilia ketika Lamsijan masuk ke dalam mobil. Tadinya Lamsijan akan duduk di depan di pinggir sopir, tapi Priscilia memberi isyarat agar brondong itu duduk di jok belakang.

Bau aroma keringat maskulin segera saja menyergap hidung Priscilia ketika brondong itu duduk di sisinya.

"Terimakasih, Bu. Tapi kalau boleh jujur saya katakan, ini adalah bukan kemenangan saya. Tapi kemenangan partai, kemenangan ibu dan teman-teman yang sudah mendukung saya secara penuh."

Priscilia tertawa pelan.
"Ya, tentu saja. Ini adalah kemenangan kita bersama."
"Saya tidak tahu bagaimana caranya saya mengungkapkan rasa terimakasih saya, Bu."
"Itu tidak perlu, Jan." Kata Priscilia dengan lembut, "kamu adalah kader terbaik partai, kamu layak dan pantas duduk sebagai ketua DPC. Tapi sekarang masalahnya adalah saya kelaparan. Tidak akan ada restoran yang buka jam segini. Saya terpaksa harus menelpon chef rumah sakit dan membangunkannya untuk memasakkan makan malam yang sangat terlambat. Dia pasti akan marah-marah dan saya akan merasa sedih karenanya... juga karena terpaksa harus makan sendirian di pagi buta. Itu pasti akan terasa sangat aneh."
"Ibu tidak akan makan sendirian. Saya akan temani."
"Sungguh?"
"Tentu saja, Bu. Saya sungguh-sungguh."
"Baiklah, Mang Asep kita ke Resort Dago Pakar." Kata Priscilia, dia lalu mengangkat smartphonenya dan menelpon chef. Terdengar rutukan kesal di balik speaker, Priscilia cepat menutup smartphonenya.

Mercedes Benz CLS-Class itu melaju mulus di tengah jalan yang mulai hening. Melaju dengan kecepatan 90 km/jam tanpa getaran, membuat mereka berbincang dan bercanda seperti duduk di beranda.
"Kalau dalam posisi seperti sekarang ini, sepertinya aku keberatan dipanggil ibu." Kata Priscilia, "saya lebih nyaman kamu memanggil kakak atau teteh."
"Bagaimana kalau Cici?" Usul Lamsijan.
"Itu lebih tepat." Kata Priscilia dengan senyum yang mekar. "Cici sebenarnya heran Jan, koq kamu bisa lulus S1 dalam usia 20 tahun."
"Cici pasti enggak akan heran kalau tahu Mamah Ijan adalah guru. Di desa kami, kedudukan guru sangat terhormat. Sejak kecil saya sering ikut mamah pergi mengajar dan berpura-pura jadi siswa beliau, eh, lama-lama saya malah belajar beneran. Saya masuk SD umur 4 tahun dan lulus sebagai siswa terbaik di usia 10. Nilai UN (Ujian Nasional) saya rata-rata 9,8. Saya dapat beasiswa dan diterima di SMP Negri 1 Cileunyi. Lulus dalam usia 13 tahun dengan predikat terbaik, lalu masuk SMA Negri Rancaekek dan diterima di Psikologi Unpad melalui jalur SMPTN, jadi tanpa test. Saya lulus S1 dengan predikat suma cum laude dalam usia 19 tahun 9 bulan."
"Wow! Itu rekor yang fantastik."
"Enggak, Ci. Banyak orang yang lebih baik dan lebih hebat dari saya, misalnya..."
"Cukup, Jan. Cici enggak mau denger. Bagi Cici kamu adalah yang terbaik."
"Terimakasih, Ci. Ijan merasa tersanjung."

Priscilia tersenyum dan menatap brondong itu.
"Sekarang jawab pertanyaan cici dengan jujur... apakah kamu punya pacar?"
"Punya, Ci."
"Siapa namanya?"
"Dian Maharani, anak Kepala Desa Sirnalaya. Kami berpacaran sejak SMP."
"Oh, begitu ya? Punya rencana menikah?"
"Dulu, kami sering membicarakan rencana pernikahan kami di pinggir kebun... tapi sekarang itu tak mungkin terjadi."
"Loh kenapa? Apakah orangtuamu tidak setuju ataukah orangtuanya yang tidak setuju?"
"Tidak, Ci. Orangtua kami malah sudah menabung bersama untuk biaya pernikahan kami."
"Terus masalahnya apa, Jan?"

Lamsijan terdiam. Dia memejamkan mata dan punggungnya menyandar pada jok. Tiba-tiba dua tetes air mata jatuh di sudut matanya. Wajahnya tampak terluka. Priscilia terheran-heran dibuatnya.
"Kamu kenapa?"
"Saya tidak bisa menceritakannya, Ci. Terlalu sakit rasanya jika teringat kejadian itu."

Lamsijan mengusap wajahnya dan terdiam sangat lama. Priscilia, meskipun dengan keheranan yang menyesakkan dada, tapi dia bersabar menunggu brondong itu untuk bicara. Sayangnya Lamsijan tidak berbicara apa pun lagi hingga mereka tiba di Resort Dago Pakar. Lamsijan turun duluan dan membukakan pintu untu Priscilia. Sebelum turun, Mang Asep sempat berkata kepada Priscilia yang membuat STW itu tersentak kaget.
"Bu, apa betul Pak Ijan berasal dari Desa Sirnalaya?"
"Betul, Mang. Memang kenapa?"
"Saya berasal dari Desa Sindanglaya, desa tetangga. Beberapa bulan yang lalu desa itu longsor yang mengakibatkan seluruh penduduknya tewas."
"Oh, Tuhan!" Seru Priscilia tertahan, "makasih ya mang infonya."
"Iya,Bu. Biar lebih jelas ibu bisa cari di gugel beritanya."
"Ya, itu pasti."

***​


Mereka makan di Kantin Rumah Sakit yang mirip resto. Priscilia paham mengapa Lamsijan makan dengan berdiam diri. Brondong itu meminta maaf berkali-kali karena suasana hatinya yang berubah mendadak dan dia ingin cepat beristirahat.
"Ijan bisa tidur di kamar sebelah Cici... biar enggak usah registrasi. Besok kamu discan dan kita lihat seberapa jauh Cici bisa memperbaiki wajah kamu."
"Saya cuma minta diilangin tahi lalat aja, Ci."
"Mmm, tapi Cici enggak suka lihat ada bekas luka di kening kamu, walau sedikit, tapi itu bagi Cici mengganggu. Hidung kamu juga bisa ditipisin biar tampak lebih serasi."
"Ci, itu berlebihan."
"Enggak. Sama sekali enggak berlebihan. Itu hanya perbaikan kecil yang akan mengubah secara drastis wajah kamu." Kata Priscilia sambil membuka botol anggur dan menuangkannya ke dalam gelas. "Eh, Jan tolong bilangin Mang Asep yang lagi nunggu di luar, bilang kata Ibu dia boleh beristirahat. Ibu tidak akan pulang, tapi tidur di sini."
"Baik, Bu." Kata Lamsijan sambil bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu kantin dan memanggil Mang Asep. Priscilia dengan cepat mengambil botol potenzol cair (obat perangsang) dari dalam tasnya dan meneteskannya sebanyak 2 tetes ke dalam gelas Lamsijan. Ketika Lamsijan kembali, Priscilia tersenyum dan menyesap anggurnya dengan pelahan sampai habis. Lamsijan mengikutinya, dia menenggak anggur itudalam sekali tegukan.
"Wuih! Ini anggur yang enak, Ci."

Priscilia tidak menjawab, dia hanya tersenyum. Dia kemudian mengajak Lamsijan naik ke lantai 3 di mana kamar mereka terletak. Lalu duduk di sofa teras untuk menghabiskan sisa anggur sambil menikmati langit Bandung yang biru jernih berhiaskan ribuan bintang.
"Ugh! Kenapa saya merasa gerah ya Ci... ugh... kamar Ijan yang mana, Ci? Aduh... kenapa ini..." Kata Lamsijan dengan gelisah.
"Kamu terlalu cape mungkin... udah tiduran dulu di kamar Cici... kenapa lagi mang Maman lama sekali bawa kuncinya..."
"Cici... cici... Ijan kenapa... aduuuhhh..."
"Udah istirahat dulu... yuk." Kata Priscilia sambil membimbing Lamsijan masuk ke dalam kamar privatnya.
"Aduuh... cici.. maaf Ijan gerah sekali..." Kata Brondong itu sambl mempreteli baju dan celananya sendiri sehingga yang tersisa hanyalah celana dalam Calvin Kleinnya yang berwarna hitam. Hal itu membuat Priscilia benar-benar sesak nafas. Soalnya celana dalam itu tampak bergerak-gerak, lalu tiba-tiba saja kepala ikan lele itu menyeruak ke luar dari sarangnya dan Lamsijan tak sanggup lagi mengurungnya di dalam sangkar CD. Dia melepaskan CDnya dan menendangnya entah ke mana.
"Ijan kamu apa-apaan?" Jerit Priscilia sambil menendang pintu dengan lembut agar menutup. Matanya nanar melihat batang melengkung yang besar dan panjang dengan glandula berbentuk helm jerman. Warnanya coklat kemerahan dengan mata satunya yang tampaknya sedang kalap. "Oh, Tuhan! Itu pasti seganas mesin bor." Bisik Priscilia dalam hatinya.
"Cici... maafkan Ijan... cici..." Kata Lamsijan dengan suara gemetar. Dia lalu merenggut tangan Priscilia dan menariknya hingga terjerembab ke atas ranjang yang empuk dan lembut.
"Ijan... jangan..."
"Cici..." Kata Lamsijan sambil menindih tubuh perempuan yang terkapar tak berdaya itu dan menciumi pipinya, telinganya dan lehernya. Kedua tangan Lamsijan yang kuat menarik hem yang dikenakan STW itu hingga kancing-kancingnya putus. Lalu dengan ganas lelaki yang terpengaruh obat perangsang itu mendorong bra yang dikenakan Priscilia hingga kedua payudaranya yang panjang dan nampak agak layu itu menyembul. Putingnya yang bulat kemerahan serta aereolanya yang melingkar di sekitar puting yang berwarna agak kecoklatan, tampak dipenuhi dengan duri-duri sebesar jerawat batu sebagai akibat merinding yang tak tertahankan.
"Akhhh... Ijaann... jaaa...ngannhhh..." Desis Priscilia saat mulut Lamsijan melumat putingnya dengan lidah yang hangat dan lembut.
"Cici... maafkan... maafkan... Ijan... enggak kuat..." Kata Brondong itu sambil tangannya menarik span dan sekaligus celana dalam Priscilia dengan kasar. Secara diam-diam Priscilia membantu melepaskan kancing roknya dan membiarkan tangan lelaki itu dengan mulus menelanjanginya.
"Ougkhkhkh.... Ijaaannnhhhh...." Keluh Priscilia ketika mulut Lamsijan meninggalkan puting susunya dan menyasar perut lalu kemudian pubisnya. "Jaaangannnnkhhhh...." berkata begitu Priscilia membuka kedua pahanya dengan lebar, membiarkan brondong itu menikmati pemandangan lembah tanpa hutan di antara selangkangannya.
"Cici... cici... memeknya indah sekali...." Kata Lamsijan dengan nafas tersengal. Sepasang mata Lamsijan yang tajam dan berpengalaman itu bisa dengan jelas mellihat bagaimana bibir-bibir itu terengah-engah minta dijilat. Klitorisnya tampak menegang dan bibir-bibir bagian dalam vaginanya yang lebar dan mirip jengger ayam berbentuk seperti telinga gajah dalam versi sangat kecil, kelihatanya bergetaran. Sementara lubang vulvanya sendiri tampak menganga dengan bentuk seperti jamur kuping kecoklatan yang robek di tengah-tengahnya.
"Ougkhkhhhhh.... Ijaaaan!!!" Jerit Priscilia ketika Lamsijan tanpa tedeng aling-aling mengemut klitorisnya dan merumput di sepanjang belahan bibir vaginanya seperti seekor sapi yang kelaparan. Kedua tangan Priscilia menjambak rambut Lamsijan yang agak gondrong dan menahannya agar kepala brondong itu tidak menjauh dari selangkangannya.
"Memek dan itil tidak akan pernah berdusta." Kata Lamsijan dengan sedikit terkekeh dalam hatinya. Dia tahu persis bagaimana rasanya vagina yang merindukan penggenjotan dengan vagina yang menolak untuk digenjot. Itu bedanya seperti tomat apel dan apel.

Dia terus mempermainkan kemaluan STW itu hingga pinggulnya terpantul-pantul dan mulutnya akhirnya mengemis dengan sangat menghiba.
"Ijaankhhh... masuukkkhhiiinnn...."
"Cici... maafkan Ijan..." Kata Lamsijan dengan suara seakan-akan panik. Dia melepaskan diri dari pengemutan itu dan menodongkan batang kemaluannya ke arah liang vulva yang tak sanggup lagi menunggu.

Glandula kepala ikan lelenya kini hinggap di mulut liang vulva itu dan mencecabkannya sedikit.
"Terushhhh... Ijannhkhh... yang dalammhhhkh...."

Lamsijan tertawa dalam hati.

Liang vulva itu terasa hangat dan nyaman untuk glandulanya yang selama beberapa bulan tidak menemukan kesempatan mencelup ke liang yang dipenuhi lendir. Dia menekannya sedikit agar glandulanya masuk semua dan menerima kedutan yang menyenangkan dari dinding epitel bagian dalam vagina yang sudah lama tidak disentuh. Kedutan yang penuh pesona. Dia menatap sepasang mata sang dokter yang juga sedang menatap dirinya dengan tatapan kosong nan sayu.
"Cici... maafkan Ijan... Ijan... enggak tahu kenapa..."

Priscilia tidak menjawab perkataan Lamsijan yang kelihatannya seperti dipenuhi rasa bersalah. Wajahnya yang putih menjadi merah dadu menahan berahi yang terpendam. Dia bisa merasakan bagaimana kepala penis itu telah menyumbat liang vaginanya secara penuh. Dia juga tahu, lendirnya telah mengucur dan bergerak merambat ke daerah lunasnya lalu ke anusnya. Mulutnya tak sanggup mengemis agar brondong itu segera menghujaninya dengan berondongan tusukan yang dalam, tajam menukik dan cepat. Kerongkongannya terkunci oleh denyaran kenikmatan yang tertandingi oleh apa pun. Dia hanya merasakan jantungnya sendiri yang berdebum kencang. Tapi sejujujurnya dia ingin menangis. Mengapa harus begini caranya? Mengapa harus dengan potenzol? Mengapa tidak lebih bersabar agar brondong itu dengan sukarela mengobrak-abrik bagian dalam vulvanya yang sekian lama merana? Mengapa? Mengapa?

Priscilia meneteskan air mata.
"Cici maafkan..." Kata Lamsijan, dia menekan lagi hingga batangnya mencelup lebih jauh ke dalam.
"Ijanh... sayanghkhh... semuanya... semuanya... su...sudah terlanjurrrr....aggkhkh..." Kata Priscilia dengan suara serak. Dia sekarang memejamkan mata dan merasakan penetrasi itu memenuhi selubung vulva bagian dalamnya semakin dalam.

SSSSSSLLLEEEEEEEEBBBBBBBB..... JLEB!!!!​


Pada saat bunyi "jleb" itu meletup pelahan, seluruh batang penis Lamsijan masuk menyelam seluruhnya hingga ke pangkal pubisnya. Seketika itu juga Priscilia melolong lirih. Mulutnya menyeringai-nyengir dalam suatu ekspresi yang aneh. Namun Lamsijan dapat dengan mudah menterjemahkannya, semudah dia menterjemahkan teks bahasa inggris, jerman atau bahkan ibrani sekalipun. Dia tahu persis, hanya dengan beberapa puluh kali gocekan dan genjotan, STW itu akan terkaing-kaing dan liang vulvanya akan menyemburkan lahar kenikmatan.

Tapi Lamsijan membiarkan dirinya berada dalam kesabaran dan ketenangan seorang pemburu yang menunggu buruannya datang persis dalam perangkapnya, lalu menangkapnya hidup-hidup tanpa perlawanan yang berarti, tanpa setetes pun menumpahkan darah. Hanya saja untuk menangkap buruannya kali ini, dia harus membalikkan tehnik berburunya.

Dia menekan pinggulnya hingga bagian pubisnya merasakan gelambir bibir-bibir vagina bagian dalam STW itu tergosok oleh bulu-bulu kemaluannya, tekanan itu juga berfungsi sekaligus untuk menggesek clitorisnya yang tengah merengek-rengek memohon sentakan penggenjotan. Sementara kantung pelirnya juga ikut bekerja. Kantung yang berbentuk seperti dua buah salak dempet itu kini ikut menekan bagian lunas dan pucuk ujung vagina yang dipenuhi lelehan mozarella kenikmatan yang tidak akan pernah beku.

Lamsijan dengan kesabaran tingkat dewa, menarik batangnya pelahan untuk menimbulkan bunyi derit yang lembut... SRRRRTTTTTT..... Dia menariknya hingga bagian pangkal glandulanya sedikit menyembul, lalu mencecabkannya lagi dengan pelahan untuk menimbulkan bunyi SSSLLLLLEEEBBBB.... dan... JLEB! ketika seluruh batangnya masuk dan bulu-bulu pubisnya serta kantung pelirnya ikut bekerja, memukul seluruh bagian vagina STW itu secara total tanpa sisa, pada saat itu air mancur lendir mulai bercipratan.

"Aaaagkh.... Ijaaanhh...." Priscilia mengerang. Kini kedua tangannya terkapar di atas permukaan ranjang dan dia benar-benar menyerah.

Ketika Lamsijan melakukan gerakan menggenjot secara pelahan dan berirama, seluruh tubuh Priscilia tak bisa dikendalikan lagi. Dia mengejang dengan setiap titik-titik syahwat berahinya bertumpu pada liang vulva dan klitorisnya yang fokus untuk sebuah ledakan gunung berapi terdahsyat yang belum pernah dialami seumur hidupnya.

Namun ketika Lamsijan mulai menggenjot dengan kecepatan 10 tusukan/detik, Priscilia mulai menjerit-jerit. Batang panjang melengkung dengan glandula ikan lele yang arogan dan sangat besar kepala itu, dengan ganas memporak-porandakan seluruh struktur jaringan otot pada bagian luar dan dalam vagina STW itu. Gelambir bibir-bibir bagian yang semula tebal kecoklatan, kini menjadi merah dan melebar, sedangkan klitorisnya yang semula mengkerut kini menegang dengan setegang-tegangnya; sementara itu liang mulut vulvanya sudah lagi ambyar. Liang yang semula memang sudah agak kendor itu sekarang tercabik-cabik oleh penetrasi membabi buta yang dilakukan si batang berkepala ikan lele yang arogan, kalap dan buas.

Maka kiranya sangatlah wajar jika organ kewanitaan itu memproduksi busa krim putih dari dalam selubung vulvanya sebanyak puluhan mililiter. Sehingga kini seluruh bagian selangkangannya dan termasuk di dalamnya adalah vaginanya yang berbentuk oval itu sudah lagi berwarna putih karena diliputi busa krim yang sangat melimpah. Namun, itu sebenarnya hanya sekedar menunjukkan bahwa seluruh elemen di dalam tubuh Priscilia sedang mempersiapkan diri untuk suatu ledakan magma yang sangat dahsyat.

Proses penggenjotan vagina itu sebenarnya tidak lama, hanya sekitar 12 menit 30 detik. Namun di dalamnya mengandung seratus kali jeritan kenikmatan dan puluhan mililiter lendir dan busa krim putih yang muncrat ke sana sini dan melebar ke segala arah; yang bercipratan membasahi ranjang sprai yang putih halus. Ditambah dengan cucuran keringat dari ribuan pori-pori yang berasal dari tubuh ke dua insan yang sedang dibadai syahwat itu, maka menjadilah sebuah kubangan basah berwana gelap di atas sprai.

Pada menit ke 12 lewat 31 detik, ketika hujaman bolak-balik mencapai 7510 kali tusukan; Priscilia tak sanggup lagi menahan amuk kenikmatan yang membadai di dalam pusat kemaluannya; dia menjerit dengan jeritan nan cetar membahana; mengejutkan bintang-bintang di langit dini hari Bandung Utara yang genit gemerlapan. Tubuhnya melengkung dan mengejan keras.
"IJAAAAAANNNNNNNNN!!!" Jeritnya.

Lalu sebuah lendir air mancur yang sangat kental menyemprot setinggi 50 cm di atas permukaan selangkangannya. Membentuk sebuah pancuran indah seperti letupan kembang api yang meledak di angkasa;

SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... CEPROT CEPROT CEPROT!!!!​


Sebagian lendir air mancur itu ada yang mengenai dagu dan dada Lamsijan, namun kebanyakan jatuh tumpah ke bawah membasahi dada, perut dan sebagian pubis dokter ahli bedah STW itu. Sementara itu tubuh Lamsijan pun ikut melengkung, kedua tangannya yang lebar dan panjang itu mencengkram sepasang buah pantat Priscilia agar penyumbatan pada liang vulva yang telah melakukan ledakan squirting itu memadat dengan sempurna. Seluruh batang penisnya terkubur di dalam selubung liang vulva. Otot-otot pada paha, pinggul dan buah pantatnya mengencang kuat.

Lamsijan menggeram keras bagai auman harimau saat meledakkan seluruh pejuhnya di dalam kuluman selubung vulva STW itu yang hangat. Dia merasakan rasa sakit di kepalanya ikut terbawa oleh arus spermanya yang menggelontor di ujung mulut glandulanya, deras mengalir. Memuntahkan entah berapa puluh mililiter pejuhnya.

AAARRRRRRRRGGGGGGGGHHHKHKKKKHHHKKKKKKHHHHHH.....​

AAARRRRRRRRGGGGGGGGHHHKHKKKKHHHKKKKKKHHHHHH.....​

SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... CROT... SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... CROT... SSSSSRRRRRRRRRRRRRRRRRRR..... CROT...​


Selama hampir 5 menit kedua insan itu terdiam seperti patung bisu di musium dalam kondisi tubuh masing-masing mengejan-melengkung dan dalam persatuan tubuh melalui perpaduan dua jenis kelamin yang berbeda yang saling menerkam satu sama lain.

Namun gelombang syahwat itu akhirnya surut juga. Lamsijan mencabut batang kemaluannya yang mulai kendur dan membantingkan punggungnya di atas ranjang. Saat kepalanya menoleh ke arah samping, ditemukannya sang Dokter tengah menatapnya tanpa kedip.
"Cici maafkan Ijan sudah mengewe memek Cici." Bisik Lamsijan. Namun STW itu tidak menjawab, dia hanya tersenyum dengan raut wajah sumringah. Sorot matanya yang sayu menandakan dia tengah dalam ekstasi kenikmatan yang tak terperi.
"Maafkan Ijan sudah berbuat kurang ajar sama cici." Kata Brondong itu sekali lagi dengan nada suara penuh penyesalan.

Namun STW itu tetap tidak menjawab. Sepasang matanya yang sayu itu mengatup dan akhirnya terpejam. Lalu terdengar dengusan nafasnya yang teratur dan suara dengkur yang lembut.

Priscilia terlelap dalam dunia nyenyak tidur yang melenakan.

(Bersambung)​

 

Lanjutan 2​



Mereka berpisah di tempat parkir. Sebelumnya, dokter Priscilia meminta Rina untuk menghapus jadwal konsultasi atas nama Lamsijan dan menjelaskan bahwa Lamsijan boleh datang kapan saja ke tempat itu tanpa dipungut biaya sesenpun. Lamsijan dituliskan dengan tinta merah sebagai anggota khusus Super VIP dan boleh menempati kamar pribadi dokter Priscilia kapan saja dia mau. Selain itu, sebagai bentuk dukungan nyata terhadap Lamsijan, Priscilia juga membawakan 1 kodi (20 buah) Jas resmi partai berwarna merah dengan lambang silhuet burung Garuda yang sangat prestisius untuk siapa saja anggota Parkindo yang mengenakannya. Priscilia menyuruh Kepala Bidang Logistik untuk sesegera mungkin mengirimkannya ke Soreang. Sungguh kebetulan, tempat tinggal Kabid Logistik berada di sekitar Majalaya; jadi jas tersebut dijamin akan tiba sebelum acara Pembukaan Muskab digelar.​


Lamsijan menunggangi CBR 500cc cruiser dan melaju lebih dulu meninggalkan Priscilia yang duduk manis di jok belakang Mercedes Benz CLS-Class yang nyaman. Dia menelpon beberapa kader DPP lainnya dan Fungsionaris Partai untuk hadir di Muskab Parkindo Kabupaten Bandung dengan mengenakan jas resmi. Priscilia juga mengundang sejumlah wartawan.

Dari Resort Dago Pakar menuju Gedung Nonoman Sunda Kiwari, Soreang, perlu waktu satu jam dengan kecepatan sedang. Namun kalau macet, bisa sampai 3 jam. Tapi kali ini macetnya sangat parah. Priscilia tiba di lokasi 3 jam 15 menit lebih lambat dari Lamsijan. Dia menelpon brondong itu beberapa meter sebelum tiba. Lamsijan langsung ke luar dari gedung dengan langkah tergesa. Dia tampak tampil modis dengan hem ketat warna kuning pias dan pantalon gombor potongan lurus warna abu; serasi dengan jas resmi partai yang berwarna merah.
"Ibu jangan parkir di sini." Katanya sambil meminta masuk ke dalam mobil dan duduk di samping sopir, "Pak, tolong ke luar lagi dari sini dan masuk ke losmen di sebelah gedung... tuh yang itu." Kata Lamsijan.
"Kenapa di Losmen, Jan? Kenapa enggak nunggu di dalem gedung?"
"Fasilitasnya buruk, Bu. Sangat tidak layak bagi ibu. Lagi pula Ibu sudah kami skenariokan sebagai kejutan utama usai pembahasan LPJ dari Pak Didi."
"Baiklah, Jan, ibu nurut saja. Lagian sebetulnya memang sudah ada ketentuan protokoler untuk Ketua DPD jika mengikuti Muskab. Ikuti petunjuk Pak Ijan, Mang Asep." Kata Priscilia kepada sopir.

Mang Asep mengikuti petunjuk Lamsijan dan masuk ke halaman losmen. Priscilia disambut oleh sejumlah panitia berkaos merah partai bekas Pemilihan Legislatif yang lalu dengan sangat hormat. Lamsijan membawa Priscilia ke kamar yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Sebelumnya mohon maaf, Bu. Hanya ini yang bisa kami siapkan untuk ibu." Kata Lamsijan sambil menyalakan laptop yang sudah tersedia di situ. "Di laptop ini, ibu bisa mengikuti jalannya muskab. Kami sudah mamasang CCTV dan mikropon di ruang pertemuan utama, ibu tinggal menonton dan menilai aspirasi anak-anak muda kabupaten yang sebenarnya sangat inspiratif."
"Baiklah, Jan. Untuk level kabupaten, ini tidak buruk."
"Kami juga sudah mempersiapkan bahan sambutan untuk Ibu jika berkenan, terimakasih juga Bu atas jas partainya yang dengan bangga kami kenakan... sekarang permisi Bu saya harus kembali." Kata Brondong itu dengan wajah penuh semangat.
"Silakan, selamat berjuang ya."
"Siap, Bu. Merdeka!"
"Merdeka."

Priscilia tidak berani mengutuk fasilitas losmen yang memang seadanya. Dia duduk di ranjang yang tak berselera untuk ditiduri, namun dia menghibue diri membayangkan brondong itu dengan paksa menelanjanginya namun pemaksaannya dilakukan secara lemah lembut. Dia akan pura-pura melawan namun akan membiarkan brondong itu menciuminya dengan ganas... dan...akhh... Priscilia tak bisa membayangkan adegan berikutnya. Dia merasa takut nanti akan terbawa mimpi.

Dia segera mengalihkan fokusnya ke arah laptop dan memperhatikan perdebatan seru mengenai program-program partai yang terlalu utopis dan cuma jargon, tapi tidak menyentuh ke kesejahteraan masyarakat. Priscilia merasa bertambah kagum saja bagaimana brondong itu tampil menjadi singa podium yang memukau. Pilihan kata dan intonasinya sangat tepat, gagasannya cemerlang dan masuk akal... ekspresinya... charming.
"Dia mirip seperti John F. Kennedy." Pikir Priscilia sambil mengusap lembut kelentitnya dari balik celana dalam triumph yang lembut tipis.

Priscilia mengikik sendiri mengetahui dirinya sudah basah.

Dia bertanya-tanya, siapa sebenarnya brondong itu. Masih sangat belia, jenius dan memiliki perusahaan sendiri. Bahkan ketika dia memeriksa empat lembar teks sambutan yang dikonsep oleh brondong itu, Priscilia benar-benar ternganga. Pilihan katanya sangat tepat dan iramanya pun bagus. Isinya apalagi, jenial! Dia bahkan tidak terpikir untuk berpidato seperti itu.
"Dia akan menjadi assetku yang paling berharga!" Bisik Priscilia kepada dirinya sendiri.

Waktu berlalu dengan cepat dan jam menunjukkan pukul 22.30.

Dari layar laptop terlihat suasana muskab yang tiba-tiba menjadi ricuh. Brondong itu terpilih secara aklamasi menjadi Ketua DPC namun sejumlah oknum dari petahana melakukan protes dan keributan. Priscilia menganggap itu adalah sebuah dinamika yang biasa terjadi dalam Muskab. Namun ketika tiba-tiba muncul Ruhut Martobing, Sekertaris DPD, Priscilia menjadi agak heran.
"Saudara-saudara, tolong tertib." Priscilia mendengar suara Ruhut menggelegar. Suasana sidang muskab pun segera hening. Ruhut dengan cerdik langsung menguasai forum dan menyatakan bahwa pemilihan tersebut ilegal dan tidak sesuai dengan metode mekanisme --jangan disingkat-- yang sudah ditetapkan partai.
"Pemilihan ini tidak sah dan kami akan laporkan kepada Ketua DPD bahwa kalian telah melakukan pelanggaran kode etik dan AD/ART partai." Kata Ruhut dengan tegas.
"Pak Ruhut yang terhormat!" Priscilia tersenyum melihat brondong itu berdiri tegak dan menentang Ruhut yang sudah menguasai forum, "bagaimana mungkin ini dikatakan tidak sah? Kami melakukan pemilihan dengan sadar tanpa paksaan demi untuk mewujudkan cita-cita partai yang mulia. Kami juga telah membuat Berita Acara pemilihan yang telah ditandatangani oleh semua pengurus ranting kecamatan; pemilihan ini adalah aspirasi dari bawah yang menginginkan perubahan..."

Priscilia tertegun dengan perdebatan itu, "sangat menarik." Pikirnya. Dia hampir tak mendengar ada ketukan halus di pintu, ternyata mang Asep bersama sejumlah kader kecamatan yang mengenakan jas resmi partai.
"Ada apa? Mana Pak Lamsijan?"
"Kami memanggilnya Bung Ijan... bu, kami diperintah menjemput dan mengawal Ibu ke ruang sidang Muskab sekarang juga."
"Baik, tunggu sebentar di luar." Kata Priscilia sambil menutup pintu. Dia memperbaiki riasannya dengan cepat, mengenakan jas merah partai sambil mengantongi sambutan yang sudah setengah dihafalnya dan meyakinkan dirinya untuk tampil berwibawa di depan peserta muskab.

10 orang kader dari kecamatan itu rata-rata bertubuh sedang. Priscilia lebih tinggi sedikit dari mereka. Dia diapit di tengah-tengah para kader yang berbaris rapi. Lalu berjalan mengikuti irama langkah yang teratur.
"Ya ampun! Rasanya baru sekarang aku merasakan kebanggaan menjadi ketua DPD." Seru Priscilia dalam hati.

PERHATIAN SEMUANYA!!!​

KETUA DPD PARKINDO JAWA BARAT DOKTER PRISCILIA, ES PE BE PE., AKAN MEMASUKI RUANG SIDANG MUSKAB MOHON SELURUH HADIRIN BERDIRI!!!​


Kader yang berdiri paling depan berteriak dengan lantang ketika pintu ruang sidang utama Gedung Nonoman Sunda Kiwari terbuka. Seluruh hadirin peserta sidang pun berdiri dan merasa penasaran akan kehadiran Ketua DPD.

Namun cuma satu orang saja yang gemetar ketakutan bahkan sampai terkencing-kencing kencing di celana. Dia membungkuk ke arah ketua dengan wajah merah dan pelahan mengundurkan diri dari podium dan duduk dengan pura-pura tegar.

"Baru beberapa jam yang lalu saya mendapat salinan surat undangan menghadiri muskab..." Priscilia berkata sambil tersenyum, dia langsung didaulat ke podium karena suasana ruang sidang nyaris tidak kondusif, "dikirim oleh saudara Aceng Suganda, kader dari Kecamatan Gunung Batu melalui WhatsApp." Terdengar gemuruh suara yang riuh ketika orang yang bernama Aceng itu berdiri, mengepalkan tangan dan berteriak "merdeka!"

MERDEKA!!! Balas hadirin dengan gegap gempita.

"Jadi mohon maaf jika saya datang terlambat." Kata Priscilia ketika suara gemuruh itu reda. "Buat Bung Aceng, terimakasih juga kiriman videonya yang menggambarkan proses demokrasi yang sangat dinamis dalam muskab ini, selama di perjalanan saya mempelajarinya dengan baik. Saya sungguh terharu dan bangga! Kalian ini benar-benar amazing, dengan biaya yang sangat terbatas, bahkan saya dengar kalian bergotong royong urunan dana untuk menyelenggarakan muskab ini... sungguh saya tidak bisa banyak berkata-kata. Satu saja yang ingin saya ucapkan...KALIAN LAYAK DAPAT BINTANG!"

Gemuruh suara teriakan bahkan juga jeritan "merdeka" menggetarkan gedung yang sudah setengah tua itu.

Hidung Priscilia terasa mengembang jauh ke awang-awang. Selama berkecimpung dengan politik praktis, baru kali ini dia mendapat sambutan yang penuh semangat dan luar biasa.
"Selama di perjalanan juga saya telah mengkonsep sambutan untuk kalian... mohon tenang dan dengarkan baik-baik..." Katanya sambil mengeluarkan kertas teks sambutan.

Hadirin pun tenang.

Namun secara diam-diam, Didi Mukidi dan Ruhut Martobing ke luar dari ruang sidang Muskab. Sementara kader lain yang berasal dari DPD mulai berdatangan dan memenuhi ruangan. Muskab yang rencananya akan digelar selama satu malam dan satu hari itu, acaranya dipadatkan oleh panitia dan ditutup pada jam 1 dini hari. Lamsijan secara resmi menjadi Ketua DPC Parkindo Kabupaten Bandung. Dalam pidato sambutannya sebagai Ketua Baru, Lamsijan menolak dengan tegas LPJ yang disampaikan oleh ketua lama dan menuntut kejelasan penggunaan uang bantuan dari DPP, DPD dan dari d0natur (jadi d0natur HANYA melalui admin, BUKAN lewat staff lain) serta simpatisan yang berjumlah sekitar 500 juta.
"Jika terbukti terjadi penyalahgunaan dan korupsi, kami sebagai pengurus baru takkan membawa ranah persoalan internal partai ke kepolisian, tapi kami akan menyelesaikannya secara musyawarah dan kekeluargaan. Dengan dukungan dari DPD Provinsi kami yakin kami bisa mengklaim dana tersebut dan mempergunakannya demi kejayaan Partai. Sekian dan terimakasih. MERDEKA!!!"

Tepuk tangan hadirin yang riuh dan gegap gempita menandai berakhirnya Musyawarah Parkindo Cabang Kabupaten Bandung di penghujung tahun 2017 itu.


***​


Lamsijan tidak menunggu sampai semua kader menyalaminya sebagai ucapan selamat, dia pergi ke sudut dan memanggil Aceng.
"Ceng, kumpulkan semua teman, beresin semua ya. Ini 25 juta, bagi-bagi, jangan dimakan sendiri. Nanti suruh si Jajang bawa motor, jaket dan laptop di losmen, suruh bawa ke rumah. Nih kuncinya." Kata Lamsijan dengan suara berwibawa.
"Terus akang mau ke mana?"
"Aku mau nemenin ibu sebentar... dukungannya luar biasa kan? Sudah kubilang, kita pasti menang. Ingat, Ceng, kita masih punya agenda menuntut kejelasan dana bantuan sebesar 500 juta dari Didi Mukidi... paling lambat januari tahun depan kita pasti bisa ambil dana itu dari mereka; setelah itu seluruh pimpinan ranting kumpul di rumah dan akan aku bagikan buat kalian semua. Paham?"
"Paham pak Ketua."
"Ceng, kenapa aku nyuruh si Jajang untuk membawa motor, kamu tahu enggak alasannya?"
"Tidak, Pak Ketua. Jujur saja saya enggak ngerti mengapa Pak Ketua memilih dia, bukan si Usep dari dari Rancaekek, kan kita juga tahu si Jajang itu orang bermuka dua. Pak Ketua tidak layak mempercayai dia. Dan semua kader ranting juga membencinya karena dia orang yang tamak."
"Hm, itu betul, Ceng. Oleh sebab itulah aku memilih dia."
"Maksudnya apa Pak Ketua?"
"Ada beberapa teman dari ranting Kecamatan Bojong dan Banjaran yang merasa sakit hati sama si Jajang. Aku memberi kesempatan kepada mereka untuk memberi pelajaran... mereka sudah menunggu di rumah kontrakanku... begitu si Jajang datang, mereka akan menghajarnya sampai babak belur dan mengambil semua barang berharga di rumah.. setelah ini kamu pergi ke rumah Pak Otong, teman-teman akan berkumpul di sana. Nanti kamu akan lapor ke polisi telah terjadi perampokan di rumah aku... kamu paham strateginya, Ceng?"

Aceng terdiam sebentar.
"Itu... itu ide yang hebat Pak Ketua."
"Ssstt... ini antara aku dan kamu. Aku bilang kepada teman-teman dari Bojong dan Banjaran, ini adalah ide kamu. Kamu nanti yang akan muncul jadi pahlawan, setuju?"
"Sangat setuju Pak Ketua." Jawab Aceng dengan wajah gembira.
"Aku pergi dulu ya."
"Siap Pak Ketua, merdeka!"
"Merdeka."

***

(Bersambung)​

Gokils... Permainan Aktor Intelektual
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd