Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bimbingan Skripsi Membawa Nikmat [Remake by : Bantengamuk]

Siapa Perempuan yang Suhu-Suhu Favoritkan di Cerbung ini ?


  • Total voters
    750
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
PRAKATA

Selamat malam suhu-suhu sekalian. Cerbung ini merupakan remake dari cerita yang dibuat oleh temen ane hu @banyulangitttt yang telah meninggal dunia dan cerita tersebut belum selesai. Cerita aslinya bisa dibaca pada link yang tertera di bawah ini.

Bimbingan Skripsi Membawa Nikmat

Pada saat ane jenguk di RS, dalam keadaan sakit pun almarhum masih memikirkan kelanjutan cerita yang ditulisnya. Hal ini yang membuat ane bertekad untuk melanjutkan dan mengubah sedikit cerita almarhum agar bisa dinikmati oleh suhu-suhu yang membaca cerbung ini. RIP kawanku :norose:. Sekali lagi ane tegaskan bahwa cerita ini murni fiksi. Jika ada nama dan tempat yang tersebut dalam cerita ini, itu hanya kebetulan saja. Ditunggu saran dan kritik dari para suhu.

____________________________________________________________________________________________________________

PROLOG

Menyandang status sebagai ‘mahasiswa abadi’ memang berat bagi mahasiswa yang mengalami. Pertanyaan “kapan lulus ?” dari keluarga, teman, dosen, bahkan adik tingkat selalu terngiang di kepala. Bukan cuma hal itu yang dirisaukan olehnya, lebih dari 75% teman-teman seangkatannya telah lulus dan meniti karir di berbagai tempat. Kini tiap pergi ke kampus banyak wajah-wajah asing yang pasti akan ditemui, maklum tiap tahun kampus selalu menerima mahasiswa baru namun belum tentu pula tiap tahun semua mahasiswa akan lulus. Bagi mereka ada perasaan terasing dan tak punya semangat untuk pergi ke kampus.

Tahun ajaran 2018/2019 menjadi tahun ke-7 bagi seorang mahasiswa fakultas hukum di salah satu universitas swasta di Bandung. Namanya M. Ali Mufti, panggil saja Mufti, usianya telah menginjak 25 tahun. Soal penampilan fisik sebetulnya biasa-biasa saja, Mufti memang tak diberkahi rupa setampan Arjuna namun juga tak bisa dianggap buruk rupa. Kebetulan ia baru saja mendapat ‘surat cinta’ dari kampus berupa peringatan bahwa masa studinya akan habis pada Agustus 2019. Jika tak berhasil lulus sebelum waktu tersebut, otomatis statusnya berganti menjadi ‘mahasiswa DO’.

Nak, kamu kembalilah ke Bandung. Kerjakanlah skripsi dengan baik, jangan sampai terbebani atau hilang fokus karena hal-hal di luar itu. Ibu cuma bisa berharap dan berdo’a agar kamu diberi kelancaran untuk menyelesaikan kuliah” pesan ibu dari Mufti ketika berpamitan. Orangtua mana yang tak sedih ketika anaknya diancam dropout oleh kampus ?

Perkuliahan Mufti pada awalnya berjalan lancar-lancar saja, hingga menjelang semester 8 musibah menghampirinya (dan keluarga tentunya). Ayah Mufti sebagai tulang punggung keluarga meninggal dunia secara mendadak. Sebagai satu-satunya laki-laki dalam keluarnya, mau tak mau dia harus mengambil alih peran yang ditinggalkan ayahnya untuk menghidupi ibu dan kedua adik perempuan yang masih duduk di bangku sekolah. Tentu saja proposal skripsi yang telah disiapkan pada waktu itu hanya menjadi tumpukan kertas belaka.

Mufti memilih untuk membuka coffee shop kecil di kota kecil tempatnya tinggal, Karanganyar, singkat cerita sahabat karib almarhum ayahnya menanamkan modal yang cukup besar bagi usahanya. Pelan tapi pasti, usaha Mufti berkembang dan kini ia bisa kembali konsentrasi pada pengerjaan skripsi yang terbengkalai kurang lebih selama 2 tahun. Bagi orang-orang terdekatnya, sayang saja kalau membuang waktu 7 tahun menyandang status sebagai mahasiswa tanpa merasakan suasana wisuda. Hanya senyum ibu dan kedua adiknya pada saat ia wisuda yang menjadi penyemangatnya untuk merampungkan studi.

Hari pertama di tahun ajaran baru dan tentu menjadi tahun ajaran terakhir untuk Mufti, digunakan untuk menemui kepala departemen jurusan. Di kampusnya, setiap judul skripsi wajib disetujui terlebih dahulu oleh kepala departemen masing-masing jurusan. Proposal penelitian yang ia ajukan langsung diterima oleh kepala departemen, mengingat statusnya sebagai mahasiswa tahun terakhir. Jangan salah, para dosen sebetulnya ditekan oleh pihak rektorat untuk tidak mempersulit mahasiswa-mahasiswa semacam aku ini, katanya jika ada mahasiswa di-DO akan mempengaruhi akreditasi fakultas. Untung saja pak kepala departemen menjadi dosen pembimbing I, dimana semua berkas yang diajukan akan diparaf dan ditulis “acc” meskipun banyak kesalahan, begitu kata anak-anak kampus yang pernah di bawah bimbingannya. Tapi tiba-tiba kepala departemen menulis nama “Puspa Amanda Putri, SH,LLM,PhD” sebagai dosen pembibing II. “Jancok” umpat Mufti dalam hati.

Puspa Amanda Putri a.k.a Dosen Pembimbing

Bagi mereka yang tidak mengenal Bu Puspa, dalam arti hanya melihat face, body, atau background pendidikan, semua orang bakal terkagum-kagum. Wajahnya cantik ala mojang priangan, badan yang masih kencang untuk ukuran perempuan berumur 36 tahun. Apalagi gelar akademiknya, umur 23 tahun jenjang S2 (LLM) dia tuntaskan di Belanda sementara S3 (PhD) di Australia di umur 34 tahun.

Tapi lain cerita bagi mahasiswa yang pernah diajar atau dibimbing Bu Puspa. Ada yang bilang dia terlalu galak, terlalu disiplin, atau bahkan terlalu perfectionist dalam mengajar di kelas maupun membimbing mahasiswa dalam penulisan skripsi. Pada tahun ajaran lalu Bu Puspa tidak memberi kemudahan bagi mahasiswa tahun terakhir, ada dua kakak tingkatku yang menjadi korbannya. Tentu itu bukan kabar baik untuk mahasiswa ‘di ujung tanduk’ seperti Mufti. Bagaimanapun sulitnya situasi aku harus melewati ini, tekad Mufti dalam hati. Sebetulnya ia sendiri adalah mahasiswa yang belum pernah berinteraksi dengan Bu Puspa, karena belum pernah mendapat kesempatan diajar olehnya. Sebagai mahasiswa yang dibimbing Bu Puspa akan lebih etis kalau Mufti menghubungi dia dan memperkenalkan diri via WA. Kemudian Mufti menulis pesan yang akan dikirimkan pada Bu Puspa dengan hati-hati agar tidak membawa masalah kemudian

[09.15] Mufti : Selamat pagi Bu Puspa, perkenalkan nama saya Mufti mahasiswa bimbingan ibu untuk penulisan skripsi. Adapun proposal penelitian saya yang berjudul “Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang” baru saja diterima oleh bapak kepala departemen. Saya mohon bimbingan ibu dalam pengerjaan skripsi nanti, terima kasih.
[11.00] Bu Puspa : Ok, u bawa proposalnya bsk.

Singkat, padat, dan jelas sekali balasannya. Hmm..... semoga besok nggak apes, gumam Mufti dalam hati.

Keesokan hari Mufti datang pagi-pagi di depan ruangan Bu Puspa untuk menyerahkan proposal penelitian. Setelah menunggu hampir 2 jam, Bu Puspa mempersilahkannya untuk masuk. Sang dosen yang hari itu mengenakan kemeja flanel dan rok berwarna hitam tanpa basa-basi langsung meminta proposal penelitian yang telah Mufti kerjakan. Ketika ia membaca draft penelitian secara seksama, wajah ayunya membuat Mufti terkesima. Seolah Brain dan Beauty dapat didapat dengan mudah olehnya. Bahkan kedua buah gunung yang bersemayam di tubuhnya membuat jejaka yang berada di hadapannya ini hanya menelan ludah. Untuk melihat sekalnya tubuh Bu Puspa saja ia harus curi-curi pandang, apalagi untuk bertindak lebih jauh. Rasanya hanya angan-angan saja.

Setelah beberapa saat membaca dan mencoret lembaran demi lembaran, ia menggeser proposal yang dibuat Mufti. Seperti cerita teman-temannya yang pernah digembleng oleh Bu Puspa, tak ada satu halaman proposal penelitiannya yang bersih dari catatan-catatan Bu Puspa.

Kurang dari setengah jam saya sudah banyak menemukan kesalahan-kesalahan. Pertama, banyak typo penulisan. Kedua, banyak referensimu yang berasal dari ******** padahal banyak buku yang bisa jadi sumber. Ketiga, metode penelitianmu kurang matang. Kalau kamu bawa draft ini buat seminar proposal nanti saya yakin kamu bakal disuruh ngulang” ucap Bu Puspa tegas tanpa tedeng aleng-aleng.

Bagi Mufti perkataan Bu Puspa bagai dart yang mengenai papan target, tentu ia tak bisa membantah dan hanya bisa berkata, “Maaf bu, akan segera saya perbaiki”.

Oke, kamu bisa setor revisi ke saya kapan ? Minggu depan ya. Saya nggak ingin ada kesalahan-kesalahan yang tidak seharusnya dilakukan oleh mahasiswa yang sudah lama kuliah seperti kamu” ujar Bu Puspa tanpa perasaan kasihan.

Baik bu segera saya email ibu perbaikannya. Terima kasih atas bimbingan ibu hari ini” jawab Mufti meskipun menahan sakit di hatinya akibat juteknya Bu Puspa.

Ia pun keluar dari ruangan tersebut dengan hati yang ‘ambyar’, istilah populer yang sekarang identik dengan Didi Kempot. Andai saja Bu Puspa tahu apa yang menjadi alasan Mufti lama berkuliah, mungkin kata-kata pahit itu tak keluar dari mulutnya. Tapi untuk apa juga ia tahu apa kondisi yang kualami, aku juga tak perlu dikasihani kok, ucap Mufti dalam hati. Dengan langkah gontai dan kepala tertunduk ia menuju ke perpustakaan untuk mencari literatur yang diperlukan untuk mengerjakan revisi. Namun sayang hari itu bukan hari yang tepat baginya untuk memperbaiki coretan-coretan Bu Puspa.

Pikirannya buntu, semangat yang tadinya menggebu-gebu kini lenyap tak berbekas. Ponsel yang ada di saku celana kini sudah berada di tangan Mufti. Mencari kontak yang bisa ia hubungi saat ini untuk menumpahkan segala uneg-uneg yang ada di pikirannya. Kemudian Mufti menghubungi Rio, sobat lamanya di kampus ketika ia masih aktif berkuliah. Rio sendiri masih menetap di Kota Bandung dan bekerja di salah satu BUMN ternama. Mereka berdua pun berjanji untuk meet up di PVJ setelah maghrib, karena Rio sendiri baru memiliki waktu luang setelah kerja.

Maghrib pun tiba. Berbekal motor pinjaman dari anak kosan, Mufti berangkat menuju PVJ, yang tergolong sebagai mall ‘horang kaya’ di Kota Bandung. Semasa masih aktif berkuliah Mufti sendiri jarang menginjakkan kaki disini, maklum ia sendiri tergolong mahasiswa pas-pasan. Sudah setengah jam ia menunggu Rio di sebuah kedai kopi yang menjadi tempat ketemuan mereka. Tak berselang lama, Rio datang bersama seorang perempuan.

Hello bro, udah lama ya nunggu gue ?” sapa Rio sambil cengar-cengir.

Iyeee udah setengah jam gue nungguin lu disini” jawab Mufti bete.

Hehehe maaf maaf, udah dua tahun ya kita gak ketemu. Gimana kondisi lu sekarang ?” tanya Rio.

Alhamdulillah baik bro, seenggaknya lebih settle dari dua tahun lalu. Masih gue tunggu nih janji lu buat main ke coffe shop gue hahaha. Tahun ajaran ini gue mau kebut nyelesaiin skripsi” jawab Mufti.

Emang pembimbing lu siapa bro ?” tanya Rio.

Pak Wicak sama Bu Puspa” jawab Mufti menyebutkan nama dua pembimbingnya.

HAHAHA MAMPUS LU ! Kuliah udah diujung tanduk malah dapet pembimbing kayak Bu Puspa hahaha” tawa Rio setelah mendengar nama Bu Puspa.

Ya mau gimana lagi bro” tanggap Mufti pasrah.

Sayang, kebetulan kamu ada temen senasib nih” goda Rio kepada perempuan yang duduk di sampingnya.

Oh ya bro, kenalin cewek gue, Irma” kata Rio memperkenalkan pada Mufti.

Halo kak” sapa perempuan cantik yang menjadi pacar Rio. Irma merupakan mahasiswi angkatan 2015 yang saat ini mengerjakan skripsi di bawah bimbingan Bu Puspa.

Irma Anindya

Halo Irma, nama gue Mufti” sapa balik Mufti pada Irma.

Dua jam mereka habiskan setelah sekian lama tak bertemu. Baik Rio maupun Mufti saling bercerita ngalor-ngidul, mulai dari karir, masa depan, bahkan obrolan absurd seperti Pilkada maupun Pilpres. Sedangkan Irma hanya menjadi pendengar yang baik di tengah obrolan mereka berdua. Saat akan meninggalkan kedai kopi, Irma meminta nomor HP dari Mufti. Keduanya bertukar nomor ponsel agar suatu saat bisa mengerjakan skripsi atau bimbingan dengan Bu Puspa bersama-sama. Mufti dan Rio yang bersama Irma berpisah mengakhiri pertemuan mereka hari ini.

3 Hari Kemudian

Setiap hari Mufti mengerjakan skripsi di perpustakaan kampus sampai sore hari menjelang tutup. Alasannya sederhana, supaya mendapat akses internet gratis yang tak tersedia di kosannya. Untuk apa ia datang ke perpustakaan setiap hari, dia sendiri bukan kutu buku. Meskipun dalam jangka waktu selama itu kegiatannya tak hanya mengerjakan skripsi. Bisa dibilang pengerjaan skripsi hanya mendapat porsi 30%, sementara hal-hal lain seperti browsing, main socmed, atau bahkan main game bisa memakan 60% dari waktunya di perpustakaan. Itu pun belum dihitung dengan waktu yang digunakannya untuk istirahat, sholat, dan makan siang.

Hari ketiga, ia merasa bosan dengan kondisi perpustakaan yang sepi, Mufti memutuskan untuk WA Irma untuk mengerjakan skripsi.

[13:15] Mufti : Hi Irma, ini Mufti temennya Rio. Kamu longgar nggak sekarang ? Ayo ngerjain skripsi bareng.
[13:20] Irma : Halo kak, sekarang aku lagi kelas nih. Nanti jam setengah tiga aku kesitu ya kak.
[13:21] Mufti : Oke Irma, gue tunggu.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 14:30 dan Mufti masih sibuk main game di laptopnya sambil menunggu kedatangan Irma. Tak lama kemudian Irma tiba dan menyapa Mufti.

Yeeee, malah main game kamu mah” kata Irma saat melihat layar laptop Mufti.

Hehehe abis bosen ngerjain skripsi dari pagi” jawab Mufti cengengesan.

Ya udah atuh kak, ayo ngerjain skripsi” ajak Irma.

Kemudian keduanya asyik mengerjakan skripsi sambil bercakap-cakap. Keberuntungan bagi Mufti ketika ada Irma yang menguasai metode penelitian, sehingga sub bab metode penelitian yang sebelumnya amburadul kini telah diperbaiki berkat bantuan Irma. Ia adalah salah satu mahasiswi berprestasi di kampus, konon IPK nya masih ada di angka 3,9. Mematahkan anggapan yang mengatakan bahwa kecantikan tak bisa bersanding dengan kecerdasan. Beruntung sekali Rio bisa mendapatkan perempuan ini, kata Mufti dalam hati.

Sore menjelang dan perpustakaan akan tutup. Kemudian keduanya turun ke bawah dan berpisah untuk pulang menuju kosan masing-masing. Setelah sampai kosan, Mufti merebahkan diri di kasur. Kemudian ia membaca pesan yang masuk di ponselnya. Pegawai coffe shopnya mengabarkan kalau stok biji kopi Java Preanger telah habis. Kebetulan belum terlalu larut untuk mengambil biji kopi dari distributor langganan yang ada di Pangalengan.

1,5 jam dihabiskan Mufti untuk menuju Pangalengan dengan motor pinjamannya. Sesampainya disana ia memesan biji kopi sebanyak 1 kilogram. Biasanya ia memesan biji kopi yang diproduksi Petani Pangalengan via WA lalu dikirimkan dengan paket menuju tempat tinggalnya. Setelah sekian lama bercakap-cakap sambil ngopi dengan distributor langganannya, Mufti kemudian pamit untuk pulang karena hari sudah mulai larut.

Dengan waktu tempuh yang kurang lebih sama, Mufti tiba di kosannya dengan selamat dan mengembalikan kunci motor pada pemiliknya. Namun ia lupa mengisi perutnya yang sudah bersuara nyaring. Segera ia menuju warung burjo yang cukup dekat dengan berjalan kaki. Untuk mempersingkat perjalanan, ia melewati jalan sebuah perumahan baru dibangun yang sepi dan gelap.

KRRKKKSSKKKK,, HMMMPPPPPP,,KRSSKKKK

Suara itu terdengar begitu jelas di telinga Mufti. Karena ia penasaran, diikutilah sumber suara hingga sampailah di sebuah rumah kosong dan tak jauh dari sana terparkir sebuah mobil Genesis G80. Tentu saja hal ini membuat Mufti curiga, secara perlahan ia masuk dan mengintip melalui lubang pintu. Matanya terbelalak ketika melihat apa yang terjadi di dalam rumah. Ada dua orang pria dan satu orang perempuan terbaring dengan tangan terikat. Pria pertama memegang kain untuk menutup mulut perempuan itu dan tangannya meremas-remas payudara perempuan yang cukup besar. Sementara pria lainnya mengobel vagina perempuan yang tak berdaya ini. Merasa tak tega melihat kejadian ini Mufti menendang pintu yang ada di depannya. BRAKKK.

Lebih kaget lagi Mufti ketika menyadari bahwa perempuan yang sedang diperkosa adalah Bu Puspa. Segera ditendang kepala pria pertama dengan sekuat tenaga. Kemudian pria yang satunya bangkit dan memukul Mufti. Namun terlalu cepat baginya untuk merobohkan Mufti yang telah belajar beladiri bertahun-tahun, Mufti menghindar dan berhasil menangkap tangan pria ini. Dengan kekuatan penuh ia memukul wajahnya bertubi-tubi. Pria ini pun pingsan tergeletak di lantai. Sementara pria pertama yang ditendangnya kini bangkit sempoyongan dan berusaha memukul Mufti. Dengan gerakan sederhana, Mufti menendang kemaluan pria ini dan kemudian mengaduh kesakitan di lantai. Kedua pemerkosa tersebut telah terkapar.

Dengan segera Mufti melepaskan ikatan yang membelit kedua tangan Bu Puspa, sedari tadi ia hanya menangis tersedu. Kemeja yang dikenakannya telah robek dan kancingnya telah terlepas semua menampilkan payudaranya yang lumayan besar dan perutnya yang rata. Rok span berwarna hitam pun terangkat ke pinggangnya, jadilah Mufti melihat vagina dosen pembimbingnya yang bulunya tercukur rapi.

"Udah bu....orang-orang itu udah tepar kok. Ayo kita pergi dari sini" kata Mufti.

Bu Puspa yang masih menangis kemudian bangkit dan menutupi vaginanya dengan roknya. Sementara Mufti melepaskan jaket yang dikenakannya dan dikenakan kepada Bu Puspa untuk menutupi tubuhnya. Bagi Mufti sudah cukup melihat kemaluan Bu Puspa, dosen cantik di kampusnya. Segera mereka berdua keluar dari rumah kosong itu.

"Itu mobil Bu Puspa kan ? Bu Puspa bisa pulang sendiri apa mau saya antar ?" tanya Mufti yang hanya dijawab gelengan kepala Bu Puspa.

Keduanya masuk ke dalam mobil dan Mufti yang duduk di bangku pengemudi langsung menyalakan mobil. Mobil diarahkan olehnya ke tempat tinggal Bu Puspa yang berada di daerah Dago Atas. Tak lama kemudian mereka berdua sampai di rumah bergaya minimalis tanpa pagar rumah Bu Puspa. Dengan mudah Mufti memarkirkan mobil Genesis ini, kemudian menyusul Bu Puspa yang membuka kunci pintu rumahnya.

Dalam keadaan sudah tenang Bu Puspa berkata, "Mufti, kamu nginep dulu disini ya... aku masih takut".

Dengan perasaan agak sungkan Mufti menerima tawaran dari dosen pembimbingnya. Lagipula Bu Puspa dalam keadaan shock dan masih takut karena kejadian tadi, pikir Mufti. Segera ia buang jauh-jauh pikiran-pikiran kotornya, emang hidup ini cerita panas apa, kata Mufti dalam hati. Tanpa disambut bak tamu agung, Mufti dipersilahkan untuk tidur di sofa ruang tamu dan memasak sendiri makanan instan yang ada di dapur. Bu Puspa pun segera masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Mufti sendiri di ruang tamu. Sementara perut keroncongan Mufti minta diisi, jadilah dia memasak spaghetti instan yang ada di dapur. Setelah makan dan mencuci piring yang dipakainya, Mufti merebahkan diri di sofa. Jam sudah menunjukkan pukul 23:30, ia pun terlelap dalam mimpi setelah hari yang melelahkan ini.

Keesokan Pagi

POV Mufti


Suara panci penggorengan dan harum masakan, membangunkanku dari mimpi indah. Segera aku menuju kamar mandi dan mencuci muka untuk bersiap-siap pulang. Kemudian aku berjalan menuju dapur saat Bu Puspa masih sibuk memasak untuk sarapan.

"Bu, saya pamit dulu mau pulang" kataku meminta izin.

"Kok malah pulang, nggak. Kamu sarapan dulu disini. Semalem kan nggak bisa nyuguhin kamu properly" jawab Bu Puspa.

"Baik bu" hanya dua kata itu yang terucap dari bibirku.

Aku pun menunggu di meja makan dan tak lama kemudian datang Bu Puspa membawa dua piring yang telah tersaji scramble egg dan roti bakar.

"Hayu dimakan..." ujarnya sambil menaruh piring di hadapanku.

"Iya bu..." jawabku.

Saat menikmati sajian, tak sepatah kata pun kami ucapkan seolah ada tembok yang memisahkanku dengan Bu Puspa.

"Mufti, makasih ya kemarin. Kalau nggak ada kamu aku nggak tau apa yang terjadi" ucap Bu Puspa dengan senyum indahnya.

Baru pertama kali aku melihat dosen yang dikenal galak ini tersenyum, "Iya bu... sama-sama. Sebagai manusia kita harus tolong-menolong"

"Sebagai rasa terima kasihku, kamu mau minta apa muf ?" tanyanya kepadaku.

"Nggak bu, saya nggak minta apa-apa. Namanya menolong nggak boleh pamrih bu" jawabku.

"Nggak jadi pamrih kalau yang minta dari orang yang ditolong bukan ? Justru kalau aku nggak mengabulkan permintaanmu, aku yang nggak bakal tenang. Aku hutang nyawa sama kamu" tegas perempuan cantik ini.

"Sebetulnya saya malu ngomong ini ke ibu, takut kurang berkenan di hati ibu" kataku sungkan.

"Apapun yang kamu mau deh, nggak usah malu-malu" paksa Bu Puspa agar segera mengatakan keinginanku.

Dengan menghela nafas aku pun berkata, "Anu bu, saya mau......"

BERSAMBUNG
__________________________________________________


Mohon cendol dawet dan like para suhu sekalian agar ane lebih semangat nulis lanjutannya.
Matur sembah nuwun
:ampun:
Ijin naruh jangkar dulu ya Hu
Biar tambat disini,sambil siapin tali tambat untuk merapat ke Jetty...

Ditunggu terus update nya Hu
Semoga sehat selalu dan lancar RL nya
:semangat:
 
Part IV - Cobaan

POV Mufti

Puspa Amanda Putri a.k.a Dosen Pembimbing

Kusimak ceritanya penuh perhatian. Toh, manusia diberi dua kuping dan dua mata untuk memahami perasaan manusia lainnya. Mahasiswa lain mungkin hanya melihatnya sebagai perempuan yang lurus-lurus saja, namun aku bisa menyimpulkan kalau kisah hidupnya berliku-liku. Aku makin penasaran dengan kisahnya.

"Terus kelanjutan kakak sama Irwan setelah itu gimana ?" tanyaku mengorek hal yang mungkin cukup personal untuk Bu Puspa.

"Kita masih pacaran kok sampe aku lulus S1. Waktu itu dia udah kerja di Jakarta, meskipun LDR aku masih setia kok. Sampai akhirnya semua belangnya kebuka. Aku pergokin dia affair ama temen sekantornya. Emang ya cowok begitu, nggak ada puas-puasnya, udah punya satu bukannya dijaga malah nyosor yang lain. Kinda like animal" jawabnya dengan nada sinis, matanya pun berkaca-kaca mengingat memori hidupnya kala itu. Mendengar itu aku segera menggeser kursiku ke sampingnya, kurangkul pundaknya sembari mengelus-elus punggungnya.

"Ditambah waktu itu papi mami cerai, gara-gara papiku ketahuan main belakang ama sesprinya di perusahaan. Ternyata kerja kerasku selama kuliah buat membanggakan mereka nggak ada guna, anak mana yang mau orangtuanya cerai ? Aku berangkat kuliah di Leiden (Belanda) karena ingin kabur dari keadaan hidupku" lanjutnya. Wah edan pinternya cewek ini, kuliah di universitas top dunia waktu lagi depresi, kataku dalam hati.

"Jujur waktu itu aku sempet benci sama laki-laki, gara-gara kelakuan Irwan sama papiku. Waktu itu jangankan buat membuka hati, buat ngewe sama cowok aja ogah. FYI ya muf, kamu jangan kaget, aku pernah jadi lesbian. Sampe waktu kuliah di Leiden aku ketemu sama mahasiswa dari Nigeria who heal me from all pain and bring me back to be heterosexual" sambungnya, fakta bahwa dia pernah menjadi penyuka sesama jenis mengagetkanku. Maklum di lingkungan pergaulanku itu menjadi sesuatu yang tak wajar.

"Wow, BBC dong kak" sahutku ketika ia pernah berpacaran dengan orang Nigeria.

"BBC ? Apaan tuh ?" tanyanya merasa asing dengan istilah yang kuucapkan.

"Big Black Cock" jawabku.

"Hahahaha, don't be racist boy. Tapi iya sih" katanya sambil menampar pipiku pelan. Kali ini ia tertawa lepas, berbeda dengan tadi.

"But, he was married person when studying there. Kita cuma berhubungan tanpa status aja atau bisa dibilang open relationship. Overmore his wife know that we have special relation. Ya... dia terbuka sama istrinya bahwa kita pernah beberapa kali hubungan seks, dan dia biasa aja dong. Mulai dari itu aku juga bisa menerima keadaan papi mamiku yang udah cerai, padahal sebelumnya aku nggak pernah mau ketemu mereka" jelasnya menggunakan bilingual, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Hingga hari ini Bu Puspa pernah berpacaran sebanyak empat kali dengan laki-laki dari negara lain, bahkan mereka punya ras yang berbeda. Pertama dengan mahasiswa bule dari Belanda, kemudian dengan pria Latina yang berasal dari Mexico. Ketika kuliah S3 di Australia ia pernah berpacaran dengan laki-laki beretnis Aborigin, terakhir sebelum menjalin hubungan dengan pacarnya saat ini Bu Puspa sempat menjadi kekasih dari mahasiswa Ph.D dari Iran. Kali ini ia nyerocos panjang lebar mengenai kisahnya kala berpacaran dengan empat pria tersebut. Diakui olehnya bahwa saat ini seks adalah kebutuhan baginya. Kalau seluruh cerita romansanya ditulis barangkali bisa jadi satu novel sendiri hehehe.

"Kak, kupikir-pikir kamu itu nggak nasionalis lho. Masak nggak ada satupun laki-laki dari Indonesia yang kamu pacarin" kataku setengah meledeknya.

"Hei, tahun lalu aku dikenalin papi sama pengusaha batu bara asal Kalimatan, namanya Haji Nazar. Coba tebak berapa umurnya ? 51 Tahun !" ujarnya.

"Wah, crazy rich itu kak.... Gimana tuh akhirnya ?" tanyaku penasaran.

"Ya aing tolak mentah-mentah lah. Gila aja dijadiin istri kedua ! Ogah dah ! Sampe sekarang dia masih ngejar-ngejar dong, akhirnya aing block deh WA sampe nomornya. Males banget kayak diteror gitu" jelas Bu Puspa.

"Toh aing masih cukup mampu buat menuhi kebutuhan pribadi, ya walaupun sederhana begini sih" lanjutnya.

"Bagus deh kak, jangan mau dipoligami. Seenaknya banget orang tajir-orang tajir itu, wong cowok-cowok jomblo masih banyak yang mau sama kakak. Main embat aja, asu emang !" jawabku kemudian disambut tawa olehnya. Obrolan kita berdua yang diawali kisah sedih nyatanya diakhiri dengan gelak tawa.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 8, aku pun meminta izin Bu Puspa untuk menonton TV yang terpasang di kamar. Bukan nonton sinetron, tentu saja nonton pertandingan Liga Inggris. Match yang kusaksikan adalah Leicester City vs Liverpool, yang menjadi klub favoritku. Di musim 2018/2019 optimisme ku begitu menggebu-gebu berkat kedatangan beberapa pemain baru termasuk Alisson Becker, kiper hebat pengganti Loris Karius yang melakukan blunder fatal di final Liga Champions Eropa. 'Next Year Will Be Our Year', sindiran teman-temanku karena Liverpool tidak pernah menjadi juara Liga Inggris sejak Tahun 1990. Bayangkan saja orang yang lahir Tahun 1990 ke bawah apabila tahun ini sudah punya anak, baik bapaknya maupun anaknya belum pernah melihat Liverpool juara Liga Inggris hahaha. Ada alasan tersendiri mengapa aku suka Liverpool, sejak final Liga Champions Eropa 2005 melawan AC Milan di Istanbul. Ketinggalan 0-3 di babak pertama lalu menyamakan kedudukan 3-3 di babak kedua, dan memenangi final lewat adu penalti.

Gaya permainan Liverpool di bawah asuhan Pelatih Jurgen Klopp yang sering disebut "gegenpressing" melakukan tekanan bertubi-tubi saat lini belakang Leicester City menguasai bola. Sontak permainan agresif ini membuatku bersemangat dan berteriak-teriak di depan layar kaca. Kadang aku seperti memberi instruksi pada pemain, seolah berperan sebagai pelatih, padahal main bola pun tak sehebat pemain Liga Indonesia hehehe. Berkali-kali Bu Puspa berteriak dari meja makan, bahkan masuk ke dalam kamarnya untuk mengingatkanku supaya tidak gaduh. Ya, tapi mau gimana lagi, mengingatkan orang gila bola untuk diam sama dengan mengingatkan pemabuk untuk tidak minum terlalu banyak. Wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan, Liverpool menang 2-1 di kandang Leicester City. Hari esok tentu menjadi hari bahagiaku karena kemenangan Liverpool.

Aku pun keluar kamar Bu Puspa, kulihat ia menggunakan headset tanda bahwa aku telah membuat kegaduhan di rumahnya. Matanya memandangku dan melepas headsetnya.

"Gandeng sia muf (Berisik kamu muf)" serunya dengan ekspresi sebal.

"Hehe hampura teteh nu geulis (Hehe maaf teteh yang cantik)" balasku sambil menunjukkan gestur menyembah tanda meminta maaf.

"Heran ya aku tuh sama laki-laki kalau nonton bola berisik banget, kayak K-Popers kalau lagi liat idolnya perform" ucapnya dengan nada sinis.

"Kapan-kapan kalau aku ngajak temen-temenku buat nobar disini boleh ya kak ?" tanyaku jahil untuk menggodanya.

"Nggak, gila ! Dah sana tidur" perintah Bu Puspa agar aku segera istirahat. Memang waktu sudah menunjukkan pukul 22.30. Segera aku masuk kamar mematuhi perintahnya, syukur aku nggak diusir dari rumahnya hehehe.

*****

Pagi Hari

POV Penulis


Seperti pagi kemarin, Mufti menyapu bagian dalam rumah hingga terasnya. Tak lupa piring kotor yang masih menumpuk segera dicuci.
Agar hari mereka berdua penuh semangat, Mufti membuatkan kopi dengan peralatan-peralatan yang dibawa pindah dari kosannya.

"Good morning kak" sapa Mufti ramah dari dapur dengan membawa dua gelas kopi yang tersaji di atas nampan.

"Wah harum banget nih" celetuk Bu Puspa ketika mencium aroma kopi yang baru saja dibikin.

"Iya dong, bikinan barista Mufti nih. Monggo diunjuk riyen (Silahkan diminum dulu)" Mufti mempersilahkan Bu Puspa mencoba racikan biji kopi Pangalengan yang dibeli beberapa hari lalu.

Diminumnya kopi buatan Mufti, "Wah enak banget kopi bikinanmu, gini dong muf kalo tiap pagi". Wah bertambah lagi tugasnya di rumah ini.

"Hoho jelas, buatan Barista Mufti. Gini-gini aku punya sertifikat Barista dari BEKRAF lho. Itu namanya kopi rasa sayang, dibuat sepenuh hati" kata mahasiswa abadi ini berusaha menggombali.

"Dih, pagi-pagi udah gombal !" serunya seolah menampik rayuan Mufti.

"Mufti, nanti habis kamu nganter aku ke kampus tolong ambilin Vespaku yang diservis di deket Jalan Layang Pasupati ya" ucapnya meminta tolong.

"Siap kak, mana struknya ?" dimintanya struknya agar bisa mengambil vespanya.

"Bentar" kemudian Bu Puspa masuk ke kamarnya dan kemudian menyerahkan struk servis pada Mufti. Tak lupa ia juga memberikan uang sejumlah tagihan yang tertera dalam struk.

Singkat cerita setelah mereka mandi dan sarapan, keduanya menaiki mobil untuk menuju kampus. Bisa dibilang tugas Mufti ini mirip asisten pribadi Bu Puspa, mulai dari menyupiri mobil hingga melayani kebutuhannya, termasuk kebutuhan batiniah Bu Puspa. Hari Senin memang hari yang paling dibenci oleh kaum pekerja. Mobil mereka terjebak diantara banyaknya kendaraan yang lalu lalang di sepanjang Jalan Dago dan Jalan Siliwangi yang padat merayap. Hampir 30 menit waktu yang mereka habiskan untuk sampai kampus.

"Dek, aku turun disini aja, kamu parkirkan di fakultas sebelah aja ya, jangan sampe ketahuan kalau kita barengan. Sama kalau di kampus biasa aja ya, disini hubungan kita dosen-mahasiswa" pesan Bu Puspa pada mahasiswa bimbingannya ini.

"Oke... kalau di rumah hubungan kita apa kak ?" pancing Mufti.

"Bye" ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Mufti, kemudian ia mencium pipi Mufti dan segera turun dari mobil.

Akhirnya ia mengarahkan mobil menuju parkiran fakultas sebelah. Setelah memarkirkan mobil dengan baik dan benar, Mufti menuju ke sebuah kantin yang terletak di luar kampus. Karena perpustakaan sendiri belum buka dan dealer vespa tempat motor Bu Puspa diservis pun demikian. Sehingga untuk menghabiskan waktu selama sejam ke depan, ia ingin menghabiskan waktu disana. Yah, siapa tahu ada orang yang bisa diajak ngobrol, pikirnya.

"Bos, kan ngendi wae kowe ? Suwe banget kowe ngilang (Bos, dari mana aja kamu ? Lama banget kamu ngilang)" sapa penjual di kantin tersebut yang memiliki bahasa ibu yang sama dengan Mufti, sudah lama ia tak berjumpa Mufti.

"Pak Pur, pripun kabaripun ? Tasih sugeng to pak ? (Pak Pur, bagaimana kabarnya ? Masih sehat to pak ?)" sapa balik Mufti pada penjaja yang disapa Pak Pur ini sambil menyalaminya.

"Alhamdulillah, isih sehat aku. Kowe ning ngendi wae to le ? (Alhamdulillah, masih sehat aku. Kamu kemana aja to nak)" tanya Pak Pur penasaran.

Kemudian Mufti menceritakan alasannya tak terlihat batang hidungnya selama ini, pun ia juga bercerita kisahnya dalam dua tahun off dari kampus. Mereka pun bertukar cerita seperti kawan lama yang lama tak jumpa. Ya, memang bagi Mufti Pak Pur ini dianggap teman olehnya. Alasan pertama, karena sama-sama perantau dari eks-Karisidenan Surakarta. Alasan kedua, karena Pak Pur ini sering memberi kelonggaran pembayaran alias utangan. Toh, Mufti bukan tipikal orang yang membeda-bedakan manusia berdasarkan status sosialnya. Terlalu kolot jika jaman sekarang masih menggunakan sistem kasta seperti jaman dulu.

Jarum jam arloji di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 9.00. Mufti pun segera memesan ojek online untuk mengantarkannya menuju dealer Vespa. Setelah sampai dan membereskan urusan, Mufti mengendarai Vespa dengan tipe LX yang matic ini. Tentu tak mungkin Bu Puspa membeli dan menggunakan vespa klasik, pikirnya sambil mengedarai motor itu dengan riang. Motor yang harganya di atas dua puluh juta ini segera dibawanya menuju kampus.

Mufti pun memarkirkan vespa ini di parkiran Fakultas Hukum. Setelah itu vespa yang ada di depannya ia foto dan dikirimkan ke WA Bu Puspa, menunjukkan bahwa kendaraannya telah selesai diservis dan diambil. Dari kejauhan ia melihat sosok perempuan yang tak asing baginya.

Irma Anindya

"Hai Irma" sapa Mufti sambil melambaikan tangan.

Irma pun menghentikan langkahnya, dan menoleh pada si penyapa, "Hai juga Kak Mufti".

Mata Irma terlihat sembab seperti sehabis menangis semalaman. Segera ia menyusul Irma yang melangkahkan kaki menuju gedung fakultas.

"Mau kemana dek ?" tanya Mufti pada perempuan cantik yang berjalan di sebelahnya.

"Ke perpus kak" jawabnya singkat.

"Aku ngikut ya" kata Mufti kali ini tak mendapat jawaban.

Keduanya menghadap laptop masing-masing. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut mereka berdua, meskipun duduk bersebelahan. Mufti sebetulnya curiga ada sesuatu yang disembunyikan Irma, namun ia menunggu agar adik tingkatnya ini membuka obrolan untuk sekedar bercerita. Kalau solusi Mufti belum tentu bisa memberikan.

"Aaahhhh.... Kesel !" teriak Irma meskipun tidak terlalu kencang namun menarik perhatian orang di sekitarnya.

"Irma kenapa ?" tanya Mufti sambil menyentuh bahunya.

"Aku mau cerita" balas Irma singkat.

"Asem, ini pasti lagi marahan sama Rio. Kok jadi aku yang kena ya ?" kata Mufti dalam hati.

"Ya udah deh, cerita di luar aja yuk. Sambil makan siang, kan bentar lagi mau jam istirahat perpusnya" ajak Mufti pada dara cantik ini.

Bagai seorang kakak yang ngemong adik perempuannya kala badmood, Mufti membonceng Irma menggunakan vespa pinjaman. Meskipun tak berwajah rupawan seperti Nicholas Saputra, namun harus diakui disinilah letak pesona M. Ali Mufti. Bisa dibilang ia kalah rupo (paras), kalah bondo (kekayaan), kalah pangkat derajat (kedudukan/jabatan), tapi menang dungo (do'a) hehehe. Nggak juga sih. Kharismanya sebagai pria dewasa begitu terpancar, selain karena umurnya yang sudah menginjak 25 Tahun. Tercermin dari bagaimana ia mampu mendengarkan lawan bicara dengan baik dan bisa meredakan kekhawatiran siapa yang berkeluh kesah padanya. Mungkin Mufti ini laki-laki berumur 40 Tahun yang terjebak di raga lelaki berusia 25 Tahun, canda ding.

Motor dipacu Mufti menuju sebuah kafe baca yang terletak di Hegarmanah. Suasananya yang sejuk dan hening, jauh dari keramaian. Mereka memilih tempat yang ada di pojok halaman belakang agar bisa bercerita dengan leluasa.

Setelah minuman dan makanan telah diantar, Mufti membuka obrolan, "Dek, kamu ini kenapa ? Coba cerita ke aku"

"Lagi kesel sama Rio" jawab Irma tanpa menggunakan 'kak' atau 'aa' pada Rio.

"Lho emang kenapa kok kesel ?" tanya Mufti mengenai masalah tersebut.

"Rio bakal dimutasi ke Surabaya. Aku kan insecure gimana jalanin LDR, baru juga pacaran 6 bulan ada aja masalahnya. Terus waktu aku bilang ke dia soal itu, eh malah aku dikatain nggak dewasa. Kurang dewasa gimana coba aku teh ? Dia nggak hubungi aku selama beberapa hari aku nggak marah lho. WA cuma dibales seadanya juga aku bisa ngerti, kan dia agak sibuk. Malah yang lebih parah ya kak, pernah kita ngedate masak tiba-tiba dia kudu ke kantor ada urusan pekerjaan, padahal hari libur dan dia bilang lagi longgar" cerocos Irma padaku.

"Aku takut diantara aku atau Rio ada yang nggak bisa commit jaga hubungan. Orang pacaran satu kota aja amburadul gini komunikasinya" sambungnya sinis.

"Ada lagi yang mau disampaikan dek ?" tanya Mufti pada gadis cantik yang sedang meluapkan uneg-unegnya.

"Itu dulu deh kak, aku mau denger pendapat kakak" ucap Irma.

"Hmmm... gini dek, aku nggak memihak kamu atau Rio. Karena aku bukan pihak dalam masalah kalian. Terkait mutasi kita semua nggak bisa apa-apa termasuk Rio sendiri, itu kebijakan perusahaan ya. Kedua, terkait komunikasi kalian yang nggak terlalu baik, menurutku itu harus diobrolin. Pertanyaannya adalah apa udah ngobrolin ?" yang hanya dijawab dengan gelengan kepala Irma.

"Alasannya kenapa ?" lanjut Mufti bertanya bak seorang hakim yang menanyai terdakwa.

"Lah biasanya dia kalau aku ngeluh jawabannya nggak enak. Semalem aku insecure malah dibilang nggak dewasa" jawab Irma dengan argumen yang cukup kuat.

"Aku memang bukan ahli percintaan dek, wong aku ini jones hehe. Aku cuma menyampaikan pendapatku sebagai manusia biasa. Kalau bisa diterima silahkan kalau nggak bisa kamu terima ya udah abaikan aja. Menurutku cinta itu terbangun dari rasa saling percaya, rasa itu muncul diawali komunikasi yang baik. Tapi aku lihat ada faktor penghalang, yaitu kesibukan Rio. Selama ini komunikasi Rio kurang bagus mungkin karena lewat telepon, nggak ketemu langsung. Beda kalau ketemu langsung, keuntungannya bisa bangun suasana. Saranku kamu bisa hubungi dia buat minta ketemuan empat mata, kalau memang dia nolak ya kamu bisa ancam dia. Cuma inget, kamu harus pertimbangkan waktu yang layak, jangan waktu dia sibuk kamu minta ketemuan. Sama aja kamu maksa dia buat ngorbanin masa depan. Tapi cewek biasanya punya bargain lebih gede timbang cowok dalam urusan pacaran, makanya kamu bisa sedikit kasih ancaman. Toh yang ngejar-ngejar kamu si Rio kan ?" jelas Mufti panjang lebar.

Mendengar penjelasan Mufti yang bijak, ia hanya termenung mencerna kalimat per kalimat. Ekspresi wajahnya seolah berkata : "Bener juga lu". Tangan Irma tiba-tiba menyentuh tangan kakak tingkatnya ini.

"Iya kak, Irma ngerti. Kayaknya aku bakal lakuin saran Kak Mufti" tanggap Irma.

"Kak kak, aku boleh ngomong sesuatu nggak ?" tanya Irma.

"Apa tuh ?" tanya balik Mufti.

Kemudian ia mengambil nafas lalu mengeluarkannya, seolah yang akan diucapkan adalah hal yang serius dan memacu adrenalin, "Sebenernya dulu aku pernah suka kakak"

WHATTTT ????? Batin Mufti bergolak bak Gunung Merapi pada saat erupsi. Mukanya memerah, tanda bahwa malu. Andai saja ia tahu dari dulu...

"Duh sabar ini cobaan" batin Mufti.

Tapi ia mencoba tetap tenang agar tidak terlihat salah tingkah di depan gadis cantik yang ada di hadapannya ini, "Kalau boleh tau sejak dan sampai kapan ?"

"Sejak maba, kan kakak jadi Ketua Pelaksana ospek angkatanku. Kalau sampai kapan mungkin sejak kakak menghilang" jawabnya blak-blakan.

"Ya sudah dek, aku cuma pengen tahu aja. Toh kamu sudah sama Rio, jalani aja apa yang sudah dimulai" ucap Mufti bersahaja.

"Heeeii... aku pernah jadi timses kakak waktu nyalon jadi wakil ketua BEM. Suara paling signifikan dari angkatanku lho. Mantep nggak tuh ?" ujarnya sambil menaikkan alisnya sebelah.

"Iya iya, makasih banyak Dek Irma. Kamu termantap pokoknya" sahut Mufti sambil mengangkat jempol.

Tiba-tiba ponsel Mufti berbunyi. Nama 'Bu Puspa' terlihat di screen handphonenya. Segera diangkat panggilan dari Bu Puspa.

"Iya bu, ada apa ?" ucap Mufti tak lupa dengan setting yang diperintahkan Bu Puspa saat di kampus.
"Kamu dimana ?"
"Lagi sama temen nih bu makan siang, ada apa ya ?"
"Nanti jam 1 ke ruang departemen ya. Kalau lagi sama Irma bilangin juga kalau dia harus dateng juga. Kan kalian saya masukin ke dalam tim penelitian"
"Baik bu, nanti saya segera kesana. Terima kasih bu"
"Okay"

Panggilan ditutup oleh Bu Puspa.

"Makan dulu yuk, dari tadi ngobrol terus sampe lupa makan hehehe" ajak Mufti pada Irma.

Senyum pun mengembang di bibir Irma, "Hehehe iya kak. Kuy" jawab Irma.

Setelah itu mereka berdua menuju kampus untuk mengikuti rapat tim penelitian. Keduanya pun berjalan ke ruang departemen, untung saja belum telat. Terlihat dua orang dosen muda yang masih baru, Yogi dan Fitria. Sebetulnya Mufti sudah kenal dengan Fitria karena satu angkatan dengannya, meskipun tidak akrab. Bayangkan woy, temen seangkatanmu udah dapet gelar S2 dan jadi dosen sementara dia S1 pun belum. Setelah anggota Tim Penelitian berkumpul, Bu Puspa memasuki ruang departemen. Ia memberi penjelasan tujuan dan point-point materi penelitian.
Fitriana Ambarini

Pun demikian dengan pembagian kerja dalam penulisan penelitian, baik Mufti maupun Irma mendapat porsi yang jauh lebih sedikit ketimbang anggota tim lainnya, mengingat mereka juga harus mengerjakan skripsi. Namun beda hal dengan penelitian lapangan, Mufti mendapatkan tugas paling banyak. Untuk pengambilan sampel di Bali ia akan berangkat dengan Yogi sementara di Jawa Tengah ia bersama Fitria. Bagi Mufti tak ada masalah manakala harus pergi di dua tempat, asalkan dibayari hehehe. Setelah itu pertemuan selesai, mereka berlima berpisah.

Sebetulnya tidak dengan Bu Puspa dan Mufti. Mereka hanya pura-pura saja, karena mereka berkendara beriringan. Mufti mengendarai vespa sedangkan Bu Puspa mengemudikan mobilnya. Keduanya pun sampai di rumah dan menanggalkan status dosen-mahasiswa. Aneh ? Memang.

Mufti pun masih sibuk mempelajari materi yang terkait penelitian. Sedangkan Bu Puspa telah usai mandi dan beristirahat di dalam kamar. Perasaan Irma yang baru terungkap sekarang membuat pemuda itu tak karuan. Berkali-kali ia gagal konsentrasi ketika tengah membaca referensi-referensi terkait penelitian.

"Duh Gusti, kenapa cobaan-Mu seberat ini" teriak Mufti di dalam hati. Di satu sisi ia terkagum-kagum dengannya, tapi di sisi lain ia sadar bahwa gadis cantik itu merupakan pacar sahabatnya. Kombinasi kecantikan, kepolosan, dan kecerdasannya membuat junior Mufti 'berorasi nyaring'. Ingin memuntahkan hawa nafsu yang berbentuk cairan kental bernama sperma. Ini tak boleh dibungkam, harus disalurkan, tekad Mufti.

Diketuknya pintu kamar Bu Puspa dan tak dikunci. Terlihat di depan matanya bahwa Bu Puspa sudah larut dalam tidurnya. Daster minim yang dikenakan dosen pembimbingnya ini membuat juniornya 'berorasi makin lantang'. Ia melepaskan kaos dan celana beserta celana dalamnya. Dengan tubuh telanjang, ia dekati tubuh perempuan cantik ini dan digoyang-goyangkan tubuhnya, namun tidak bangun tanda bawa dia sudah masuk ke alam mimpi. Diturunkannya celana dalam yang dikenakan Bu Puspa, sehingga terpampang lah mahkota kewanitaannya. Dengan perlahan ia arahkan penisnya menuju lubang vagina dosennya. Tak semudah yang ia kira, saat akan mendorong penisnya penetrasi ke dalam liang surgawi berkali-kali penisnya meleset. Juniornya seperti hanya menggesek-gesek memek Bu Puspa.

Tiba-tiba kelopak mata Bu Puspa terbuka sedikit, "Mufti kamu ngapain ?"

Mendengar itu sontak Mufti terkaget, "Maaf kak, aku lagi pengen...." ucap Mufti memelas.

"Udah sini...." dipegangnya penis mahasiswa bimbingannya dan dibimbing masuk menuju lubang surgawinya. Kepala penisnya sudah ada di dalam vagina Bu Puspa.

"Jangan lama-lama ya... Aku capek" pinta Bu Puspa.

"Iyaaa...." sahut Mufti sembari terus mendorong pinggulnya agar penisnya bisa penetrasi secara utuh di vagina dosennya yang masih kering.

Tak kehabisan akal, Mufti segera menyingkap tali daster Bu Puspa dan terpampanglah payudaranya yang terhitung besar untuk ukuran perempuan Indonesia. Dijilatinya puting berwarna merah kecoklatan ini sembari terus menyodokkan pinggulnya untuk maju. Memek Bu Puspa seperti memijat-mijat penis pemuda ini. Setelah mentok, Mufti baru memaju mundurkan pinggulnya untuk menggenjot vagina dosen cantik ini yang sudah mulai basah.

"Mmmhhhh.....Uhhhhh...." desah Bu Puspa meski dalam keadaan setengah tertidur.

Terhitung sudah delapan kali sodokan dilancarkan Mufti. Kemudian ia menaikkan kaki kanan Bu Puspa di atas pundaknya. Memek Bu Puspa terasa makin menjepit kontolnya. Dengan tangannya yang aktif meremas-remas payudara kiri Bu Puspa, ia makin mempercepat tempo genjotannya.

"Uuuhhhh....Uhhhh......Uhhhh......Mmmmmhhhhhh....." desah Bu Puspa menikmati permainan ini.

Merasa akan ejakulasi, Mufti segera mencabut penisnya dari liang surgawi dosennya ini. Segera ia kocok penisnya dengan cepat.

CROOTT CROOOTTT CROTTTT. Terhitung lima kali penisnya menyemburkan lahar di lantai kamar Bu Puspa. Dengan penuh tanggung jawab, ia membersihkan lantai yang dinodainya dengan tisu basah yang terletak di meja rias.

"Mufti.... you shouldn't do that. You had rape me.... (Mufti, kamu seharusnya tidak melakukan itu. Kamu telah memperkosaku)" kata Bu Puspa kemudian tertidur lagi.

Waduh, batin Mufti panik. Mati lu muf ! Cobaan lagi buatmu ! Dalam hati ia memaki dirinya sendiri dengan segala macam pisuhan.
Konak yo konak ning ojo konak-konak

BERSAMBUNG

________________________________________________________________________________


Semoga bisa menemani buka puasa bagi para suhu yang sedang berpuasa, sekian kultumnya hu :D.
Mohon cendol dawet dan like agar ane lebih semangat nulis lanjutannya.
Matur sembah nuwun
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd