Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Birahi Binal - Part 17

Part 15







S
etelah Mama Fien dan Yuniar meninggalkan rumahku, dadaku terasa plong. Semoga mereka benar benar kompak untuk membujuk papanya Yuniar. Sesuai dengan rencana itu.

Aku pun lalu bisa beristirahat total. Karena habis mengeluarkan enerji sedemikian banyaknya menggauli Yuniar plus ibu tirinya.

Beberapa hari kemudian, handphoneku berdering. Ternyata panggilan dari Mamie. Maka cepat kuterima :

“ Hallo Mamieku Sayaaang … “

“ Bona sayang … pulang dulu ya Nak. “

“ Ada apa Mam ? Kok seperti ada yang penting sekali ? “

“ Nanti aja di rumah mamie jelaskan. Yang penting pulang dulu sekarang ya Sayang. “

“ Iya Mam. Ini mau langsung berangkat pulang. “

Beberapa saat kemudian aku sudah melarikan mobilku menuju rumah Mamie. Entah ada apa Mamie itu. Kok gak sari sarinya mendadak nyuruh pulang. Seperti ada yang sangat penting.

Lebih dari 2 jam aku melarikan mobilku. Sampai akhirnya tiba juga di depan rumah Mamie.

Langsung kucari cari Mamie. Tapi gak ada dfi ruang tamu, ruang keluarga dan ruang ruang lainnya.. Maka aku pun masuk ke dalam kamarku dan masuk ke dalam lift menuju lantai 3.

Ternyata Mamie ada di kamarnya, sambil duduk bertopang kaki di atas sofa.

Meski sudah tahu bahwa Mamie itu ibu kandungku, aku tetap melaksanakan tatakrama sebagai seorang anak kepada ibunya. Aku berlutut di depan Mamie, lalu mencium kedua lututnya yang terbuka lewat belahan kimononya. Lalu mencium sepasang pipinya, kemudian bibirnya juga. Barulah kemudian duduk di sampingnya dengan lengan kiri melingkari pinggangnya. “ Ada apa Mamie tersayang dan tercintaku ? “

Mamie membelai rambutku sambil berkata lembut, “ Ada Tante Surti tuh. Ingin diantar pulang ke Semarang, sambil mempertemukan kamu dengan putrinya yang bernama Vivi itu. “

“ Di mana dia sekarang ? “

“ Lagi ke Solo dulu. Nanti malam pasti pulang, karena rencananya besok pagi dia pulang ke Semarang. “

“ Kalau antar kota sih mendingan malam berangkatnya dari sini. Lebih mudah malam nyetirnya. “

“ Ya terserah kamu, mau malam juga gak apa apa. Atau kalau perlu pakai sopir aja. “

“ Jangan Mam. Pakai sopir itu ada bahayanya juga. Sopir bisa tau rahasia rahasia keluarga kita. Nanti belum apa apa, gempar di luaran. “

“ Iya sih. Mulut orang kan gak bisa semaunya kita sumpal. Kalau ada kesempatan, jadi bigos deh. “

“ Bigos apa Mam ? “

“ Biang gosip. Hihihihiii … “

Ketika Mamie sedang ketawa geli itu, aku selinapkan tanganku ke balik pakaiannya. Kali ini Mamie mengenakan kimono, sehingga dengan mudah tanganku bisa mencapai tempiknya yang ternyata tak mengenakan celana dalam.

Entah kenapa, aku senang sekali mencolek colek kemaluan Mamie sampai basah dengan lendir hangat.

“ Sayaaang … duuuh … kalau udah dimaenin gini mamie langsung horny Bon … “ rintih Mamie.

Aku tak menggubris protes Mamie. Malah duduk di lantai berkarpet coklat tua, sambil merenggangkan kedua paha gempal Mamie.

Lalu kuserudukkan mulutku ke tempik Mamie yang selalu bersih dari bulu itu.

Mamie pun merintih rintih sambil meremas remas rambutku, “ Sayaaaaaang …. oooo … Sayaaaang…. Ooooohhhh … ini memang enak sekali Sayaaaang … enaaaaaaak ….jilatin dan isep isep itil mamie lagi Sayaaang …. “

Aku memang selalu punya target untuk memuasi Mamie. Bukan sekadar mencari kenikmatan untuk diriku sendiri. Karena itu aku sengaja menjilati kelentit Mamie, sambil menyodok nyodokkan telunjuk dan jari tengahku ke dalam liang memeknya. Ini membuat Mamie terkejang kejang sambil merintih rintih, “ Bona Sayaaaaang … ooooo … oooooooooh … Bonaaaaa … Sayaaaaaaaaang…. Mamie makin sayang kamu Naaak … karena kamu selalu mengerti apa yang mamie butuhkan … duuuuuuh enak Booon … enak sekaliiiii Sayaaaaaang …. “

Tapi ketika aku sedang melepaskan celana panjang dan celana dalamku, Mamie langsung bergerak, jadi menungging di atas sofa, sambil menarik kimononya ke atas, agar bokong dan memeknya terbuka sepenuhnya. Aku pun berdiri di lantai berkarpet, sambil menepuk nepuk kedua bokong semok Mamie, “Plaaaaakkkkk … ploooookkkkkkk …. plaaaaaaaakk ,,, plooookkkkkkkk … ! ”

“ Iya Bon … kemplangin pantat mamie … enak …bikin mamie makin horny … “ cetus Mamie masih dalam keadaan menungging di atas sofa, membelakangiku.

Aku pun mengarahkan kepala kontolku ke belahan memek Mamie. Aku sudah hapal “jalan” menuju surga di kemaluan Mamie, sehingga dengan sekali dorong … blesssss …. juniorku langsung melesak masuk ke dalam celah surgawi Mamie.

Sambil berdiri aku pun mulai mengayun kontolku di dalam jepitan liang surgawi Mamie kandungku yang luar biasa enak rasanya ini. Ada rasa empuk, legit, hangat dan licin bercampur menjadi satu.

Jujur aku sudah telanjur ketagihan oleh nikmatnya menyetubuhi Mamie ini. Tampaknya Mamie juga sama, ketagihan juga seperti aku. Sehingga secara tidak langsung kami pernah berjanji, agar kenikmatan ini tak boleh dihentikan, kecuali maut memisahkan kami.

Dalam posisi doggy ini aku tak cuma mengentot tempik Mamie, tapi juga mengemplangi bokong semoknya, sesuai dengan permintaan Mamie. Makin keras aku mengemplangi bokongnya, makin keenakan juga Mamie dibuatnya.

“ Plaaaaak … ploooookkkkkkkh … plaaaaaaaaaaaaaakkkkkkhhhh … plooooooooooookhhhhh …. ! “

Setelah kedua tanganku panas, barulah kemplangan kemplangan itu kuhentikan. Namun aku tak mau tanganku dibiarkan menganggur. Kedua tanganku melingkari bagian di bawah perut Mamie, sambil mencari cari di mana letak kelentiit ibu kandungku itu.

Setelah ditemukan, aku pun mulai menggesek gesekkan ujung jariku ke kelentit Mamie, sambil mengayun kontolku semakin cepat. Seolah olah gerakan hardcore dalam film film biru.

Kali ini Mamie seperti kesurupan saking menghayati apa yang sedang kulakukan ini. Celotehan dan rintihan histerisnya pun berhamburan terus dari mulutnya, “ Bona Sayaaaang …. Ini luar biasa enaknya sayaaaang. Belum pernah mamie merasakan yang senikmat ini…. Oooooh … gesek gesek terus itil mamie sayaaaang … itilnya aja sayang … itilnya … ooooh Bona anakku sayaaaang … ini benar benar nikmat … gesek terus itil mamie Boooon … oooooh … Bonaaaaa … ooooh… Boooonaaaaa …. “

Bahkan setelah cukup lama aku mengentot Mamie dalam posisi doggy ini, Mamie mulai berkelojotan … lalu mengejang tegang, dengan nafas yang tertahan. Aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin.

Lalu terjadilah puncak kenikmatan yang indah itu. Bahwa ketika Mamie sedang menikmati orgasmenya, kontolku pun menembak – nembakkan lendir kenikmatanku di dalam liang memek ibu kandungku.

Lalu kami pindah ke atas tempat tidur. Dengan tubuh letih sekali. Dan sama sama tertidur dengan nyenyaknya.

Ketika hari sudah senja, barulah kami terbangun. Kemudian kami mandi bareng. Mamie mandi di bathtub, aku mandi di bawah pancaran air hangat shower.

Setelah mandi, badanku jadi terasa segar kembali.

“ Kayaknya tantemu udah datang tuh. Mobil kita sudah terdengar dimasukkan ke dalam garasi, “ kata Mamie.

“ Owh, Tante Surti dianterin sama sopir kita Mam ? “ tanyaku.

“ Iya, “ Mamie mengangguk, sambil menghanduki tubuhnya yang basah.

Beberapa saat kemudian aku sudah mengenakan pakaian lengkap lagi. Sementara Mamie sudah mengenakan gaun tidur putihnya. Lalu kami turun dengan lift, menuju ke kamarku. Mamie membuka pintu yang menghubungkan kamarku dengan kamar sebelah. Aku pun mengikuti langkah Mamie menuju kamar sebelah.

Kulihat seorang wanita berdiri setelah Mamie dan aku masuk ke dalam kamar itu. Wanita itu berperawakan tinggi montok, berkulit putih bersih, berwajah cantik dan mengenakan daster batik yang kelihatannya masih baru. Mungkin baru dibeli di Solo tadi. Rambutnya dipirangkan dan tampak disisir rapi.

Tante Surti memang pernah datang ke rumah Mamie. Tapi pada saat itu aku sedang berada di Jabar. Sehingga Tante Surti belum pernah bertemu muka denganku. Maka pada waktu aku berada di kamar yang tengah dihuninya itu, Tante Surti tampak bengong memperhatikan diriku.

“ Ini Bona Mbak ? “ tanya wanita setengah baya itu.

“ Iya, “ sahut Mamie. Lalu Mamie menoleh padaku, “ Ini Tante Surti Bon. Dia adik langsung mamie. Setelah usia mamie dua tahun, Tante Surti ini pun lahir. Jadi usianya hanya beda dua tahun sama mamie. “

“ Iya Mam, “ sahutku sambil melangkah maju. Menjabat dan mencium tangan Tante Surti.

Tante Surti mengusap usap rambutku seraya berkata, “ Kamu ganteng sekali Bon. Vivi pasti takkan menolak dijodohkan denganmu. “

“ Tante juga cantik sekali, “ sahutku untuk mengimbangi ucapannya.

Mamie pun berkata, “ Mamie mau nyuruh siapin makan malam dulu Bon. Berunding ajalah dulu dengan tantemu. “

“ Iya Mam, “ sahutku sambil mengangguk.

Aku pun duduk di sofa, berdampingan dengan Tante Surti.

“ Tante datang ke sini bukan untuk menjodoh jodohkan Bona dengan Vivi, anak tante, “ kata Tante Surti, “ tante dan mamiemu hanya ingin mengenalkan saja dulu. Nanti kalau Bona dan Vivi sama sama merasa cocok, barulah bisa dilanjutkan ke arah yang lebih serius. “

“ Iya Tante. “ sahutku.

“ Terus kapan mau anterin tante pulang ke Semarang ? “ tanyanya.

“ Sekarang aja Tante, “ sahutku.

“ Sekarang ?! Malem malem gini ? “

“ Iya Tante. Kalau jalan antar kota dan jaraknya jauh, mendingan jalan malem. Lebih mudah nyetirnya. “

“ Ogitu ya. Ya udah, gimana baiknya aja. “

Tak lama kemudian seorang pembantu muncul di ambang pintu yang terbuka. “Makan malam sudah dihidangkan Den. “

“ Iya, “ aku mengangguk.

Lalu aku, Mamie dan Tante Surti makan malam bersama di ruang makan.

Selepas makan malam, kami turunkan dulu isi perut sekitar setengah jaman.

Kemudian aku keluarkan sedan hitam kesayanganku dari garasi.

Beberapa saat berikutnya, aku sudah berada di belakang setir sedan hitamku. Tante Surti duduk di samping kiriku. Dengan pakaian yang sudah diganti dengan gaun terusan berwarna hitam, yang ada belahan di samping kanannya. Memamerkan pahanya yang sangat putih.

“ Mamie pasti manjakan kamu ya Bon. Karena kamu seolah anak yang hilang sekian lamanya, lalu ditemukan kembali, “ kata Tante Surti ketika sedan mulai bergerak di kegelapan malam.

“ Iya Tante. “

“ Nanti, seandainya Bona berjodoh dengan Vivi, tante juga bakalan manjain kamu Bon. “

“ Manjainnya dengan cara apa ? “ tanyaku iseng.

“ Dengan cara rahasia, “ sahut Tante Surti, “ Mau tau cara manjainnya ? “

“Iya, “ sahutku.

“ Kalau Bona sudah menjadi suami Vivi, nanti Bona boleh pake tante juga. “

Aku terkejut, “ Wah … kalau begitu, pasti aku lebih sering pakai Tante daripada Vivi. “

“ Kok bisa begitu ? “ cetus Tante Surti bernada heran.

“ Soalnya aku pengagum wanita setengah baya. “

“ Ohya ?! “

“ Serius Tante. Makanya aku jadi gak sabaran nih. Aku ingin membuktikan ucapan Tante barusan malam ini juga. Biar aku yakin bahwa Tante benar benar akan manjain aku dengan cara rahasia itu. “

“ Boleh. Asalkan jangan di dalam mobil aja. “

“ Tentu aja bukan di dalam mobil. Kita check in aja di Solo nanti ya Tante. “

“ Boleh, “ sahut Tante Surti sambil menarik tangan kiriku yang nganggur (karena sedan hitamku matic). Dan menempelkan telapak tanganku di pahanya yang terbuka lewat belahan gaun hitamnya.

Kalau sudah seperti ini, tentu saja aku takkan berdiam pasif. Sambil mengurangi kecepatan mobil, kurayapkan tanganku sampai ke pangkal paha Tante Surti yang terasa licin dan hangat. Bahkan lalu kuselundupkan tangan kiriku ke balik celana dalam Tante Surti. Sampai menjamah kemaluan tanteku yang ternyata bersih dari bulu.

“ Wah kalau bersih dari rambut gini sih pasti enak jilatinnya Tante. “

“ Iya, mau diapain juga boleh. Nanti kalau perlu, kita istirahat di hotel berhari hari juga boleh. Bona kuat berapa kali ML sehari ? “

“ Lima atau enam kali juga bisa, “ sahutku yang sudah berhasil menyelinapkan jari tanganku ke celah memek tanteku.

“ Wow … emangnya punya Bona gede ? “ tanya Tante Surti sambil memegang celana jeansku, tepat pada kancing zipperku (ritsleting).

Aku pun membantu keingintahuan Tante Surti, dengan menurunkan kancing zipperku, kemudian memelorotkan celana jeans sekaligus celana dalamku. Sehingga kontolku yang sudah ngaceng berat ini langsung ke atas. Tante Surti pun langsung memegang kontolku. Dan berseru tertahan, “ O my Goooood … ! Ini kontol apa ular python ? “

“ Pokoknya aku berjanji untuk membuat Tante sepuas puasnya nanti. “

“ Tante malah bayangin malam pertama Vivi nanti. Soalnya Vivi itu masih perawan Bon. “

“ Tante jamin Vivi masih perawan ? “

“ Sangat dijamin. Soalnya Vivi itu anak baik. Walau pun cantik, Vivi gak pernah pacaran. “

“ Baguslah. Soalnya kalau untuk dijadikan istri, aku harus tau dulu masih perawan atau tidak. “

“ Kalau masih sangsi, bawa aja dia ke dokter dulu. Kalau gak perawan lagi, gak usah nikah sama Vivi. “

“ Gampang soal itu sih Tante. Aku bisa memeriksanya sendiri, tanpa harus minta tolong sama dokter segala. Karena aku sudah punya ilmunya, dari seorang dokter yang sahabatku sejak masa kecil. “

“ Baguslah kalau gitu sih. Wow … udah masuk kota Solo Bon. Tante jadi degdegan nih. “

“ Kenapa degdegan Tante ? “

“ Ngebayangin bakal dimasuki senjatamu yang panjang gede itu. “

“ Memangnya punya almarhum suami Tante kecil ? “

“ Jauh lebih kecil daripada punyamu. “

“ Nanti akan kujilatin dulu sampai benar benar basah, supaya gampang penetrasinya. “

“ Iya. “

“ Tante kelihatannya punya nafsu besar ya. “

“ Kok tau ? “

“ Cuma menduga duga aja. “

“ Memang tante punya nafsu gede Bon. Tapi kalau digenjot sama punya Bona sih kayaknya puas, pasti. “

“ Tante kuat berapa kali sehari ? “

“ Kalau perempuan sih digenjot berapa ronde juga pasti kuat Bon. Perempuan kan gak usah ngaceng dulu kayak lelaki. “

“ Nanti kita cobain semalam suntuk ya Tante. “

“ Boleh. Tante kan udah lama sekali gak ngerasain digituin. “

“ Berapa lama ? “

“ Ya sejak ayahnya Vivi meninggal aja, tiga tahun yang lalu. “

Beberapa saat kemudian mobilku sudah berada di depan sebuah hotel berbintang. Entah bintang 3 entah bintang 4. Tapi kelihatannya bukan bintang 5.

Tante Surti membetulkan letak celana dalam dan belahan gaun hitamnya. Aku pun menaikkan kembali celana dalam dan celana jeansku. Barulah kemudian kami turun dari mobil, langsung menuju front office, ke meja resepsionis.

Di situ kami dapatkan kamar bernomor 301, terletak di lantai 3.

Seorang bellboy menjinjing tasku dan tas Tante Surti. Lalu bareng dengan kami masuk ke dalam lift.

Setelah mengantarkan kami ke ke kamar bernomor 301 dan meletakkan kedua tas kami di atas meja, bellboy itu kukasih uang tip. Dia mengucapkan terima kasih dengan sopan, lalu meninggalkan kamar bernomor 301 ini.

Tante Surti menghela napas panjang, lalu duduk di atas sofa dekat tempat tidur. Setelah menutupkan pintu keluar, aku pun duduk di samping kanan Tante Surti. Sambil mengusap usap paha putih mulus yang tersembul dari belahan gaun hitamnya.

Tante Surti tersenyum. Lalu memagut bibirku ke dalam ciuman dan lumatannya. Aku pun membalas lumatannya dengan menyedot lidahnya ke dalam mulutku, kemudian lidahnya kugeluti dengan lidahku. Tubuh Tante Surti pun mulai hangat. Dan ketika mulutnya berada di dekat telingaku, terdengar suaranya setengah berbisik, “ Kamu memang punya daya pesona yang luar biasa kuatnya Bon. Tante baru sekali ini berdekatan dengan cowok langsung horny begini. “

“ Tante juga punya aura erotis bagiku. Sehingga obrolan aja bisa bikin kontolku ngaceng Tan … “

Tante Surti melayangkan tatapan bergoyang perlahan, dengan senyum di bibir sensualnya. Kemudian ia berdiri sambil membelakangiku, “ Tolong lepasin ritsleting di punggungku Bon, “ pintanya.

Aku pun berdiri di belakang tanteku. Untuk menurunkan kancing zippernya hanya sampai bokongnya. Lalu dengan mudah Tante Surti bisa menjatuhkan gaun hitam itu ke lantai berkarpet merah. Sehingga tubuh adik Mamie itu tinggal mengenakan bra dan CD saja. Meski aku masih berdiri di belakangnya, namun aku mulai terkagum kagum oleh bentuk badan Tante Surti ini. Mirip gitar Spanyol. Terutama ketika Tante Surti melepaskan branya, lalu memutar badan jadi berhadapan denganku. Sungguh indah bentuk badan tanteku itu. Pinggangnya kecil, namun sepasang payudaranya besar, bokongnya pun super semok.

Ketika aku memegang toket kirinya, dengan sedikit meremasnya, hmmm … ternyata masih layak remas … !

Aku pun tak sabaran lagi. Lalu berjongkok di depan tanteku, untuk menurunkan CDnya sampai lepas dari kedua kakinya. Lalu kubiarkan Tante Surti naik ke atas bed, untuk menelentang di sana. Karena aku pun sedang melepaskan segala yang melekat di tubuhku, sampai benar – benar telanjang seperti tanteku.

Lalu aku naik ke atas bed dan merayap ke samping Tante Surti yang sudah sama sama telanjang bulat. Dengan lembut kuusap usap perut dan toket Tante Surti sambil berkata, “ Ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna. Di mataku, Tante tidak ada cela sedikit pun. “

Tante Surti hanya tersenyum sambil memandangku. Lalu aku mulai menggumuli tanteku, dengan segala “kemahiran” yang sudah kukuasai. Awalnya cuma mencium bibirnya, lalu melumatnya, yang Tante Surti balas dengan lumatan pula.

Kemudian mulutku turun, untuk menjilati leher tanteku yang tercium harum parfum itu. Membuat suhu badan tanteku mulai meningkat. Terlebih setelah aku menciumi, menjilati dan menyedot nyedot pentil toket gedenya, semakin menghangat juga badan tanteku ini.

Tante Surti tidak hanya terdiam pasif. Tiap sebentar dia memegang kontolku yang sudah siap tempur ini, dengan tangan yang terasa gemetaran. Tiap sebentar pula Tante Surti bergumam, “ Kontolmu gede banget Bon … “

Barulah Tante Surti tidak memegang dan meremas remas lagi kontolku setelah aku melorot turun, sampai wajahku berhadapan dengan memeknya yang bersih dari bulu itu. Memek yang tembem dan belahannya tersembunyi, tiada jengger yang menjulur ke luar.

“ Enak kan punya calon mertua seperti tante ? “ cetus Tante Surti ketika aku mulai asyik mengusap usap memek tembem yang belahannya tertutup itu. Tapi setelah belahan itu kungangakan, bagian dalamnya yang berwarna pink itu mengundang ujung lidahku untuk mulai menjilatinya.

“ Tante juga pasti enak punya calon menantu yang kontolnya gede dan panjang. Karena aku siap menggauli Tante kapan pun Tante mau, “ sahutku. Dilanjutkan dengan sapuan sapuan ujung lidahku di bagian dalam memek Tante Surti yang berwarna pink itu.

Tak cuma menjilati bagian dalamnya yang berwarna pink itu saja. Aku pun menjilati kelentit Tante Surti yang bentuknya lebih besar daripada kelentit wanita pada umumnya. Sehingga dengan mudah aku bisa menjilat dan mengisap isapnya juga.

Ketika aku mengisap isap kelentitnya ini, Tante Surti pun seperti burung yang patah sayapnya. Mengepak ngepak kedua tangannya di atas kasur berseprai putih bersih itu.

“ Aaaa … aaaa … aaaaaahhhhh … Booonaaa … aaaaaa … aaaaaaahhhh … Boooonaaaaa … “ rintihan histeris Tante Surti pun mulai terdengar.

Terlebih ketika aku mulai menggunakan telunjuk dan jari tengah tanganku untuk diselundupkan ke dalam memek adik kandung Mamie itu. Sambil menjilati dan menyedot nyedot kelentitnya yang berada di atas belahan memeknya itu.

“ Bonaaa … ooooh … Boooonaaa … oooooh …. masukin aja kontolmu Booon … tante takut nanti orgasme sebelum ngerasain enaknya kontol panjang gedemu itu. Malah keburu becek liang memekku nanti Bon. Kalau udah becek pasti gak enak. “

Aku pun mengikuti keinginan Tante Surti. Aku naik ke atas bed dan merayap ke arah Tante Surti yang sudah duluan celentang sambil mengangkangkan kedua kakinya. Aku memukul mukulkan kontolku ke memek Tante Surti, membuat wanita setengah baya itu tersenyum senyum sambil menatapku dengan sorot birahi.

Lalu mata indah itu terpejam ketika aku sudah meletakkan puncak kontolku di ambang mulut memeknya. Namun tangannya memegangi leher kontolku, mungkin sekadar ingin mengarahkan, agar tidak meleset nanti.

Dan ketika kontolku mulai melesak ke dalam memeknya sedikit demi sxedikit, Tante Surti membuka matanya lagi. Sementara kedua kakinya tetap mengangkang lebar.

“Dududuuuuuuhhhh … kontolmu memang sangat gede Bon … oooooooh … sampai seret gini masuknya … “ rintih Tante Surti dengan mata terbeliak.

“ Nantinya enak kan punya mantu yang panjang gede kontolnya, “ ucapku sambil mendesakkan terus kontolku, sampai menabrak dasar liang memek Tante Surti … dugh … !

Tante Surti memejamkan matanya sambil berucap, “ Owhhhh … saking panjangnya, sampai mentok gini Bon … ! “

Lalu kutarik lagi kontolku perlahan lahan. Membuat mata Tante Surti terbelalak lagi. Tangannya pun tampak meremas kain seprai.

Lalu mulailah kuayun kontolku secara perlahan dulu. Mata Tante Surti pun mulai merem melek. Kadang terpejam, kadang terbeliak.

“ Aaaaahhhh … aaaaaa … aaaaaaah … ini luar biasa terasanya Bon. Mungkin inilah ewean yang paling sempurna dalam hidup tante … aaaaaah …. setelah sekian lama tante tidak merasakannya, kini merasakannya lagi, dengan yang jauh lebih enak daripada almarhum ayahnya Vivi … “ rintih Tante Surti sambil menggeliat geliat, dengan kedua tangan meremas remas kain seprai putih itu.

Akhirnya aku pun menjatuhkan dada dan perutku ke atas perut dan sepasang toket Tante Surti yang lumayan gede dan masih layak remas ini. Entotanku pun mulai kupercepat sampai batas kecepatan normal. Sehingga Tante Surti tampak sangat menikmati entotanku ini.

“ Aaaaaah … Booon … aaaaa … aaaaaah Booon … ini luar biasa enaknya Booon … aaaaah … aaaaah … Booonaaaa … semoga Bona jadi menikah dengan Vivi ya … biar tante tetap bisa merasakan nikmatnya kontolmu yang gagah perkasa ini … oooooooh … iyaaaa … entot terus Booonaa … entot terussss … entoooootttt … iyaaaa … entooootttt … duduuuuduuuuuh enaknyaaaa ….Booonaaaa … kalau sama kamu sih dientot sepuluh kali sehari juga mau Boon … oooooh … “

Aku sudah terbiasa untuk saling memberi dengan pasangan seksualku. Siapa pun wanita yang tengah kusetubuhi, harus merasakan bahwa diriku ini istimewa dan sangat memuaskan. Itulah sebabnya ketika aku sedang ngewe Tante Surti ini, aku tak sekadar mengentot liang memeknya saja. Tangan dan mulutku pun ikut beraksi untuk “melengkapi” kenikmatan Tante Surti.

Sementara kontolku sedang bermaju mundur di dalam liang kewanitaan Tante Surti, aku pun memagut bibirnya ke dalam ciuman dan lumatan dengan segenap gairahku. Mata Tante Surti pun semakin merem melek. Sementara bokongnya mulai bergeol geol erotis, membuat persetubuhan ini semakin seru. Terlebih lagi setelah bibir dan lidahku mendarat di leher jenjang Tante Surti, lalu menjilatinya disertai gigitan gigitan kecil yang tidak meninggalkan bekas. Tante Surti pun semakin terlena dalam kenikmatan yang tengah dirasakannya.

Di saat lain, kuemut dan kuisap isap pentil toket kirinya, sementara tanganku digunakan untuk meremas remas toket kanannya.

Tante Surti pun berucap terengah engah, “ Re … Remas lebih kuat Bon … bi … biar lebih terasa … “

Menurut pengalamanku, jarang ada wanita yang membiarkan teteknya diremas kuat kuat. Tapi Tante Surti ini minta agar toketnya kuremas kuat kuat. Tentu saja permintaannya itu kulaksanakan. Kuremas toket kanannya kuat kuat, sementara pentil toket kirinya kusedot sedot sekuatnya, laksana bayi yang tengah menetek pada ibunya.

Tante Surti tampak lebih menikmati aksiku ini. Kontolku pun sudah makin cepat dan keras mengentot liang memek Tante Surti yang masih sangat layak entot ini. Terlebih dengan geolan bokongnya yang meliuk liuk dan menghempas hempas, membuat kontolku seperti kapal layar yang terombang ambing diterpa badai samudra.

AC hotel yang temperaturnya diset pada 16 derajat celcius, tidak terasa dingin lagi. Badan kami malah sudah mulai bersimbah keringat. Padahal waktu baru masuk ke kamar hotel ini tadi, terasa suhunya terlalu dingin. Tapi kini, kalau bisa, mungkin akan kuset sampai 0 derajat. Namun itu tidak mungkin. Karena tidak ada AC yang bisa diset sampai serendah itu suhunya (entahlah kalau di negara negara 4 musim sih ).

Ketika sepasang lengan Tante Surti terentang seperti sedang disalib, kuserudukkan mulutku ke ketiaknya yang harum deodoran dan tbersih dari bulu ketek, lalu kujilati ketiaknya sambil kusedot sedot dan kugigit gigit. Tanpa peduli keringat yang banyak sekali di ketiaknya.

Tante Surti sampai klepek klepek ketika ketiaknya kujilati, kugigit gigit dan kusedot sedot ini.

Sampai akhirnya dia berkelojotan lalu mengejang tegang. Dan … mencapai puncak orgasmenya.

Tapi kontolku masih asyik mengentot liang memek Tante Surti. Malah semakin becek liang memeknya itu, aku semakin suka. Karena aku memang suka memek becek paska orgasme.

Tapi Tante Surti minta ganti posisi. Ingin posisi doggy. Aku setuju saja.

Lalu Tante Surti menelungkup dan mendekam, dengan bokong ditunggingkan.

Sambil berlutut kubenamkan lagi kontolku ke liang memek Tante Surti yang masih basah setelah orgasme barusan.

Dengan gairah yang masih menggebu gebu, kuentot liang memek basah tante yang bakal calon mertuaku itu. Sambil mengemplangi kedua pantat semoknya, dengan tamparan tamparan keras.

“ Plaaaaaaaakkkkk … ploooooookkkkkk … plaaaaaak … plooooooookkk … plaaaaaaaaakkkk … ! ”

Tante Surti pun berseru, “ Iya … kemplangin terus bokongku sekuatnya Boon … nikmat sekali … ! “

Maka bunyi unik pun berkumandang di dalam kamar hotel ini. Bunyi crak crek yang ditimbulkan oleh kontolku yang sedang mengentot liang memek becek, berbaur dengan bunyi tamparan tamparanku di buah pantat semok Tante Surti.

Tante Surti pun melolong lolong, “ Bonaaaa … oooooohhhh … ini luar biasa enaknya Boooon … oooooooooh …. entot terus sekuatmu Boooon …. Iyaaaaaaaaaaaaa … entot terusssssssssssss … “

Tapi telapak tanganku mulai kepanasan akibat menampar nampar pantat Tante Surti sekuatnya. Sehingga kemudian kedua tanganku digunakan untuk menarik rambut panjang Tante Surti.

Tante Surti pun tidak protes. Dan aku jadi seperti penunggang kuda yang menarik narik rambut panjang Tante Surti, sementara kontolku mengentot liang memeknya dengan gencar.

Keringat pun semakin bercucuran dari badanku, juga dari badan Tante Surti. Sampai pada suatu saat aku merasakan gejala gejala akan ejakulasi.

“ Boleh muntahkan air mani di dalam memek Tante ? “ tanyaku sambil mengurangi kecepatan entotanku.

“ Boleh, “ sahut Tante Surti, “ Memangnya udah mau ngecrot ? Kita barengin aja Bon. “

Tuiba tiba Tante Surti mengubah posisi baxdannya. Jadi menelentang kembali, dengan kedua kaki mengangkang lebar.

Buru buru kubenamkan lagi kontolku ke dalam liang memek tanteku. Lalu menghempaskan dada dan perutku ke atas bagian depan badan tanteku.

Kemudian kuayun kontolku secepat mungkin, laksana pelari yang sedang sprint menjelang garis finish. Sementara Tante Surti sudah berkelojotan, menggelepar gelepar dan akhirnya mengajang tegang, dengan nafas tertahan. Pada saat yang sama kubenamkan kontolku sedalam mungkin, tanpa kugerakkan lagi.

Lalu … kami mencapai puncak kenikmatan dalam waktu bersamaan. Lendir pejuhku banyak sekali, sampai membludak keluar dari liang memek Tante Surti. Kami masih berpelukan dengan eratnya. Sambil menikmati betapa indahnya persetubuhan yang baru selesai kami lakukan ini….
 
Suhu cerita nya fokus k hubungan incest anak sama mama nya aja,, jngan melebar kmn2.. klo bisa nanti bona sama mama nya menikah dan punya anak.. itu saran ane aja sih hu
 
Part 16



M
alam itu aku memamerkan keperkasaanku. Bahwa dalam semalam aku sanggup 5 kali menyetubuhi dan 5 kali ngecrot di dalam memek Tante Surti. Dan entah berfapa kali Tante Surti orgasme dan orgasme lagi semalaman tadi

Sehingga keesokan harinya kami sama sama bangun terlambat. Lalu kami mandi bareng. Dan bisa saling menyabuni, sampai akhirnya sempat juga kontolku menerobos liang memek Tante Surti yang licin oleh air sabun.

Kami bersetubuh lagi di kamar mandi, meski dalam posisi berdiri. Dan aku sengaja menahan diri agar jangan ngecrot dulu, untuk diawet awet, karena tadi malam aku sudah ejakulasi 5 kali.

Tapi Tante Surti masih bisa mengalami orgasme untuk yang kesekian kalinya, aku tidak bisa menghitung lagi.

Yang jelas, setelah mandi sebersih mungkin, badanku terasa segar kembali.

Kemudian kami makan di resto hotel, karena kami sudah sama sama lapar.

Seusai makan, aku usul pada Tante Surti agar check out saja. Ternyata Tante Surti setuju. Mungkin karena sudah puas kuewe terus terusan semalam suntuk, lalu diewe lagi di kamar mandi tadi.

Beberapa saat kemudian, sedan hitamku sudah kuluncurkan meninggalkan hotel dan bahkan meninggalkan kota Solo.

Tante Surti tampak begitu ceria. Mungkin karena nafsu birahinya sudah terpuasi, akan mempertemukan putrinya pula denganku.

Di jalan tol menuju Semarang Tante Surti mengingatkanku, agar jangan bersikap “aneh” di depan putrinya nanti. Tentu saja aku menyetujui hal itu. Dengan rasa penasaran, karena ingin segera tahu seperti apa putri Tante Surti yang bernama Vivi itu.

Lebih dari dua jam aku mengemudikan mobilku untuk mencapai rumah Tante Surti di Semarang itu. Namun akhirnya tiba juga mobilku di pekarangan rumah yang tidak besar namun tidak kecil pula, di dalam kompleks perumahan yang lumayan tenang suasananya.

Aku duluan turun dari mobil, untuk membukakan pintu di sebelah kiri Tante Surti. Lalu kubimbing tanteku untuk keluar dari mobilku.

Lalu kuikuti langkah Tante Surti di teras menuju pintu depan.

Tanpa diketuk pintu depan rumah Tante Surti dibuka dari dalam. Seorang cewek bergaun rumah putih bersih, sebersih kulitnya, berdiri di ambang pintu depan. Lalu memburu Tante Surti, “ Tadinya kusangka Mama bakal lama. Ternyata sudah pulang lagi, “ ucap cewek yang berwajah cantik sekali itu sambil mencium tangan Tante Surti.

Tante Surti memegang pergelangan tangan cewek yang luar biasa cantiknya itu sambil berkata, “ Vivi … ayo kenalan dulu sama anak Bude Lies ini … yang namanya Bona itu. “

Cewek bernama Vivi itu memandangku dengan tersipu sipu. Namun lalu menjabat tanganku sambil menyebut namanya, “ Vivi … “

Aku pun menyebutkan namaku sambil menjabat tangan Vivi.

Jujur, aku sangat kagum menyaksikan kecantikan Vivi itu. Menurut penilaianku, kecantikan Vivi tidak kalah oleh artis artis yang sering tampil di televisi mau pun di media sosial. Aku pun lalu berharap, semoga Vivi setuju untuk dijodohkan denganku. Karena menurutku, akan sulit mencari cewek yang secantik Vivi itu.

Lalu kami bertiga masuk ke dalam rumah yang sederhana tapi tertata dengan rapih dan cantik itu.

Vivi disuruh duduk sesofa denganku, sementara Tante Surti duduk di sofa yang berhadapan denganku.

Vivi terlihat masih canggung dan malu malu duduk berdampingan denganku. Tante Surti pun berkata, “ Ini putra Bude Lies bernama Bona yang sering mama katakan itu Vi. Dia saudara sepupumu. Jadi jangan canggung canggung bersama dengannya. Kata mama sih kamu sangat cocok dengan Bona ini. Tinggal Vivi sendiri bagaimana ? “

Vivi cuma tersipu sipu dan tidak mengucapkan kata kata sepatah pun.

Aku mencoba ikut buka suara, “ SMAnya sudah selesai ? “ tanyaku.

“ Sudah Mas, “ sahutnya sambil menunduk dan memainkan kuku jari tangannya.

“ Terus … mau dilanjutkan ke perguruan tinggi atau ke KUA aja ? “ tanyaku.

“ Maunya sih kuliah dulu. Tapi yah, terserah Mama aja. “

“ Kuliah kan sudah punya suami juga bisa aja. Bahkan sudah punya anak juga bisa kuliah. “ kata Tante Surti.

Seperti memberanikan diri, Vivi memandangku sambil bertanya, “ Kalau kata Mas Bona harus gimana ? “

“ Mending nikah dulu, “ kataku sambil memegang tangan Vivi yang terasa dingin.

“ Bagaimana Bon ? “ tanya Tante Surti, “ Apakah sudah merasa cocok dengan Vivi ? “

Aku menyahut spontan, “ Cocok Tante. Untuk menikahinya pun siap. Mau seminggu lagi juga nikahnya siap. “

“ Nah tuh … Bona sudah siap menikah denganmu Vi, “ kata Tante Surti kepada putrinya, “ Apakah Vivi juga merasa cocok dengan Bona ? “

Vivi memandang ke arah mamanya sekejap, lalu mengangguk perlahan.

Meski tak mengucapkan kata kata sepatah pun, anggukan kepala Vivi itu membuat batinku berbunga bunga. Indah sekali rasanya.

“Nah … Bona menyaksikan sendiri kan, “ kata Tante Surti padaku, “ Jadi mulai saat ini Vivi sudah menjadi calon istri Bona. “

“ Iya Tante. “

“ Terus bagaimana rencana Bona selanjutnya ? “

“ Kalau Tante izinkan, aku mau membawa Vivi ke rumah Mamie. Karena nanti yang memutuskan rencana selanjutnya, adalah Mamie. “

“ Tante izinkan, “ sahut Tante Surti. “ Biar Bona dan Vivi makin dekat. Tapi restu Mamie pun harus kalian dapatkan. Mmm … Bona mau minum kopi ? “

“ Mau Tante. Tapi jangan dikasih gula, “ sahutku.

“ Iya, “ Tante Surti mengangguk. Lalu berdiri dan melangkah ke bagian belakang rumahnya.

Tinggal aku dan Vivi berdua di ruang tamu.

“ Anak muda zaman milenial semuanya berjalan cepat ya, “ kataku sambil memegang tangan Vivi dengan tangan kiri dan mengusap usapnya dengan tangan kanan.

Vivi menatapku dengan bola mata bergoyang. Sambil tersenyum manis … manis sekali senyum itu.

“ Mungkin juga karena kita ada hubungan family, “ ucap Vivi sambil menunduk.

“ Iya. Kakek nenek Vivi dari pihak Mama, adalah kakek nenekku juga dari pihak mamieku, “ ucapku.

“ Iya, “ ucap Vivi perlahan.

“ Aku bahagia sekali dengan suasana sekarang ini Vi, “ ucapku.

Vivi menyahut perlahan, “ Aku juga Mas. “

Tak lama kemudian Tante Surti muncul sambil membawa baki berisi secangkir kopi dan sepiring pisang goreng.

“ Kalau mau pulang tentu harus istirahat dulu, biar di jalan gak ngantuk nanti, “ kata Tante Surti sambil duduk lagi di sofa yang berhadapan denganku.

“ Gak usah Tante. Aku masih kuat kok. Kalau ngantuk pasti istirahat dulu nanti di jalan. “

“ Kalau makan sih mau ya. Nanti tante masakin seadanya. “

“ Mmm … kalau makan sih boleh lah, “ sahutku.

Tante Surti berdiri lagi, lalu melangkah ke dalam lagi. Mungkin akan memasak sesuatu untukku.

Tinggal aku berdua lagi bersama Vivi di ruang tamu.

“ Nanti mau punya anak berapa ? “ tanyaku pada Vivi.

“ Haaa ?! Nikah aja belum. Masa mikirin jumlah anak segala. “

“ Tapi kalau punya cita cita sih boleh, “ ucapku sambil memegang tangan Vivi dan meremasnya perlahan.

“ Terserah Mas Bona aja. “

“ Aku sih maunya punya anak sebelas, “ ucapku bercanda.

“ Wow … mau diapain anak segitu banyaknya ? “ Vivi terbelalak tapi dengan senyum manis dik bibirnya.

“ Mau bikin kesebelasan sepak bola. “

“ Berarti anaknya harus cowok semua dong. “

“ Hahahahaa … aku bercanda Vi. Punya anak sih dua orang juga cukup. Cowok satu cewek satu. “

“ Iya, “ Vivi mengangguk, “ Kirain beneran pengen punya anak sebelas. “

Aku mencium tangan Vivi berkali kali. Lalu berkata setengah berbisik, “ Kamu cantik sekali di mataku Vi. “

Vivi tersipu sambil menyahut perlahan, “ Mas Bona juga ganteng sekali di mataku … “

“ Ohya, Vivi sama sekali belum pernah punya pengalaman sama cowok ? “ tanyaku.

“ Aku belum pernah pacaran Mas. “

“ Aneh kedengarannya cewek secantik Vivi gak pernah pacaran. “

“ Aku kan ingat pesan Mama. Agar jangan pacaran dulu, takut salah langkah di masa remaja. “



2 jam kemudian aku sudah meluncurkan lagi sedan hitamku menuju ke daerah perkampungan tempat rumah megah Mamie berdiri. Maaf aku tak berani menyebut nama kampung itu. Hanya bisa menyebut berada agak jauh di utara Solo saja.

Vivi yang sejak tadi berada di samping kiriku, hanya bicara sepatah dua patah kata saja. Sehingga aku mengambil kesimpulan bahwa Vivi itu pendiam. Tidak terlalu suka ngomong kalau tidak ditanya.

Vivi pun tidak bertaqnya ketika aku tiba di Solo dan langsung memasukkan mobilku ke areal parkir hotel yang pernah kupakai check in bersama mamanya Vivi.

Jujur, aku ingin membuktikan keperawanan seperti yang sudah dikatakannya pada waktu menunggu mamanya masak tadi.

Di depan meja resepsionis hotel itu kuatanyakan apakah kamar nomor 301 kosong ? Ternyata kosong. Kebetulan.

Setelah berada di kamar bernomor 301 itu Vivi manut saja. Sepderti cewek yang sudah terhipnotis. Sehingga aku bertanya, “ Vivi tau di mana kita berada sekarang ? “

“ Di hotel, “ sahutnya.

“ Gak takut ? “

“ Tidak, “ Vivi menggeleng.

“ Apa yang menyebabkan Vivi berani dibawa check in di hotel ini ? “

“ Karena hatiku sudah menjadi milik Mas Bona. Dan aku yakin bahwa Mas Bona akan melakukan yang terbaik semua untukku. “

“ Seandainya aku ingin membuktikan keperawananmu di sini sekarang, bagaimana ? “

“ Silakan, lakukanlah yang terbaik untukku dan untuk Mas Bona juga. “

“ Jujur aku sudah berjanji pada mamamu, bahwa kalau aku sudah membuktikan Vivi ternyata benar masih perawan, besok pun aku siap menikahimu. Siap menjadi suamimu yang akan mencintai dan melindungimu seumur hidupku. “

Vivi memegang kedua tanganku. Menatapku dengan senyum manis di bibirnya, “ Silakan lakukan Mas. Aku juga sudah ingin membuktikan kesucianku pada Mas Bona. “

“ Kalau begitu silakan buka seluruh pakaianmu sendiri. Supaya aku yakin bahwa Vivi rela melepaskannya, tanpa paksaan dariku, “ kataku.

Vivi menatapku, lalu mengangguk. Lalu Vivi lepaskan busananya sehelai demi sehelai, sampai benar benar telanjang di depan mataku. Wow, Vivi bukan hanya cantik, tapi juga bertubuh nyaris sempurna di mataku. Kulitnya putih mulus, tanpa noda setitik pun. Tubuhnya tinggi langsing, namun memiliki sepasang payudara yang lumayan gede. Pinggangnya kecil namun bokongnya semok. Dan ketika aku melirik ke arah kemaluannya yang bersih dari bulu, aku tak sabaran lagi, untuk mengusap usap kemaluan Vivi sambil bertanya, “ Bersih sekali vaginamu Vi. Apakah ini diwax atau dilasser sampai tidak tumbuh rambut satu helai pun ? “

“ Gak diapa apain Mas. Sejak kecil sampai sekarang, tak pernah tumbuh rambut di sini, “ sahut Vivi malu malu.

“ Ooo, baguslah. Berarti Vivi dilahirkan sesuai dengan zamannya. Karena di zaman sekarang kaum wanita muda pada umumnya selalu mencukur jembutnya. “

Vivi cuma tersenyum. Lalu duduk di pinggiran bed sambil menutupi kemaluan dengan kedua tangannya.

Aku pun segera melepaskan segala yang melekat di tubuhku, sampai sama sama telanjang bulat seperti Vivi.

Lalu aku naik ke atas bed dan menarik tangan Vivi, agar dia pun berada di tengah tempat tidur hotel ini. Dengan canggung Vivi merebahkan diri di sampingku.

Aku sudah menyiapkan lampu senter mini yang kucabut dari gantelan remote control mobilku. Lampu senter mini ini hanya sebesar coin, tapi lumayan terang lampu sorotnya. Karena itu lampu senter mini ini selalu tergantung bersamaan remote control mobilku yang keyless.

Tapi aku tidak langsung menyerang Vivi dan langsung memeriksa vaginanya dengan bantuan lampu senter mini ini. Karena biar bagaimana pun harus ada foreplay dulu, sampai Vivi horny berat nanti.

Karena itu aku mengawalinya dengan merayap ke atas badan putih mulus itu, untuk mendaratkan ciuman mesraku di bibirnya yang tipis dan agak merekah itu.

Awalnya Vivi hanya membiarkan bibirku bertempelan dengan bibirnya, tanpa bereaksi. Mungkin berciuman bibir pun tak pernah dialaminya. Tapi setelah lidahnya kusedot ke dalam mulutku, lalu kuelus elus dengan lidahku, Vivi memejamkan mata indahnya sambil mendekap pinggangku. Dengan suhu badan meningkat.

Aku sudah bicara pada Vivi, bahwa aku bisa membuktikan keperawanannya cuma dengan melihatnya. Karena aku sudah diberitahu oleh seorang teman seangkatan yang sudah jadi dokter. Karena itu Vivi terdiam pasrah ketika aku sudah menggunakan lampu senter mini yang kusorotkan ke kemaluannya yang sudah kungangakan.

Memang masih perawan menurutku. Ciri ciri keperawanannya masih lengkap.

Tapi aku tidak berhenti sampai di situ. Karena aku sudah gemes … ingin melakukan sesuatu untuk diriku sendiri. Lalu tanpa keraguan sedikit pun mulutku mulai menyergap memek Vivi. Untuk menjilatinya habis habisan.

Menyadari apa yang tengah kulakukan, kedua tangan Vivi memegang kepalaku dan mengusap usap rambutku. Terkadang nafasnya pun tertahan tahan, sementara tubuhnya terkejang kejang.

“ Bagaimana perasaanmu sekarang ? “ tanyaku sambil menghentikan jilatanku, karena memek Vivi sudah sangat basah oleh air liurku.

“ Indah sekali, “ sahutnya, “ Lalu bagaimana dengan keperawananku ? Sudah Mas buktikan ? “

“ Sudah, “ aku mengangguk, “ Vivi masih perawan. “

“ Lalu … apakah keperawananku akan Mas ambil ? “

Tadinya aku memang ingin mengambil keperawanan Vivi. Itu pula sebabnya aku menjilati memek Vivi habis habisan. Untuk mempermudah penetrasi ke lubang perawannya.

Tapi entah kenapa, aku tidak tega melakukannya. Meski aku tahu Vivi sedemikian pasrahnya.

Mungkin malaikat mencegahku agar jangan berbuat dosa terus menerus. Sesekali apa salahnya berbuat kebaikan. Toh nanti juga Vivi akan menjadi milikku.

Jauh … jauh sekali aku berpikir. Dan berusaha menindas nafsuku sendiri, sekuat mungkin.

Akhirnya aku berkata, “ Nanti saja keperawanan Vivi akan kuambil setelah kita sah menjadi suami istri. Pada malam pertama, aku akan melakukannya. Agar pernikahan kita lebih suci. “

“ Aku sih merasa bahwa diriku ini sudah menjadi milik Mas Bona. Jadi apa pun yang Mas inginkan, lakukanlah yang terbaik bagi kita berdua. “

“ Iya. Justru yang terbaik bagi kita berdua, adalah melakukannya di malam pertama setelah kita disahkan sebagai pasangan suami istri. “

Vivi mengangguk angguk. Lalu merebahkan kepalanya di dadaku seraya berkata, “ Apa pun yang harus terjadi, akan kuikuti. Karena aku dalam waktu begini cepat sudah sangat mencintaimu Mas. “

Kemudian kami berpelukan dan sama sama tidur dalam keadaan sama sama tidak berpakaian, tapi terlindungi oleh satu selimut.

Tentu saja menguasai nafsu itu bukan hal yang mudah. Tapi aku berhasil melakukannya.

Bahkan keesokan paginya, ketika kami mandi bareng, aku tetap berusaha untuk menguasai nafsuku sendiri. Dengan mengatur nafas sebaik baiknya, seperti biasa kulakukan seperti aku masih aktif jadi murid di sebuah perguruan bela diri.

Setelah mandi, Vivi mengenakan celana jeans dan baju kaus putih. Aku pun mengenakan celana jeans dengan baju kaus hitam. Lalu berjalan menuju resto hotel, untuk menikmati sarapan pagi jatah untuk para tamu hotel. Beberapa pasang mata lelaki terpusat ke arah Vivi, mungkin karena melihat kecantikannya yang amazing. Mungkin juga mikir negatif, open BO dari mana nih, kok cantik banget ? Tapi aku sudah terbiasa menghadapi suasana seperti itu, karena sering juga membawa perempuan cantik ke hotel. Sehingga aku tak peduli dengan suasana seperti itu. Aku hanya berpikir, seandainya Vivi kudandani dengan pakaian glamor, pasti lebih banyak lagi mengundang perhatian orang.

Aku dan Vivi kompak, untuk menyantap bubur ayam sebagai salah satu hidangan breakfast yang disediakan resto hotel.

“ Setelah selesai sarapan pagi ini kita langsung check out aja ya, “ kataku, “ Biar cepat bertemu dengan Mamie. Udah lama kan gak ketemu Mamie ? “

“ Iya, “ sahut Vivi, “ Terakhir ketemu Budhe waktu aku baru kelas dua SMP. “

“ Berarti udah empat tahunan gak ketemu mamieku ya. “

Vivi mengangguk. Lagi lagi senyum manis tersungging di bibir tipis merekahnya.



Sejam kemudian aku sudah berada di dalam sedan hitamku, menuju kampung tempat tinggal Mamie.

Begitu tiba di rumah Mamie, kulihat ibu kandungku itu sedang berada di teras depan, sambil memperhatikan pot pot bunga yang berderet itu. Dan ketika melihat aku datang bersama Vivi, Mamie tampak terkejut. Memandang Vivi sambil bertanya, “ Ini Vivi ? “

“ Iya Budhe, “ sahut Vivi sambil mencium tangan Mamie.

“ Waduuuuh … kamu jadi semakin tinggi dan cantik gini Vivi, “ ucap Mamie diikuti dengan ciuman di sepasang pipi Vivi. Lalu menuntunnya ke dalam rumah.

Aku tidak tahu bagaimana perasaan Mamie saat itu. Yang jelas aku menyaksikan perlakuan lembut Mamie kepada Vivi yang sudah dijodohkan sebagai calon istriku itu.

“ Jadi bagaimana ? “ tanya Mamie sambil memandang ke arahku ketika kami bertiga sudah duduk diruang keluarga.

“ Apanya yang bagaimana Mam ? “ aku balik bertanya.

“ Kalian sudah sepakat untuk didampingkan sebagai suami istri ? “ Mamie pun balik bertanya.

“ Udah, “ sahutku, “ Makanya Vivi diajak ke sini juga, karena sudah sama sama siap untuk menikah. “

“ Syukurlah, “ gumam Mamie, “ Jadi tali persaudaraan kita akan semakin erat kelak. “

“ Lalu di mana Mamie mau menikahkan kami ? “ tanyaku.

“ Tentu saja harus di Semarang. Tapi biayanya mamie yang akan menanggungnya. Kasian kalau tantemu harus ikut menanggungnya. “

“ Sekarang istirahatlah dulu, “ kata Mamie lagi, “ Tempatkan Vivi di kamar yang di sebelah kamarmu itu Bon. “

“ Iya Mam, “ aku berdiri, lalu menjinjing tas pakaian Vivi dan mengajaknya mengikutiku.

Lalu kubuka pintu kamar yang berdampingan dengan kamarku, kamar yang pernah dipakai oleh Tante Surti, kali ini untuk Vivi.

“ Di sini kamar untuk Vivi. Kamarku di samping kamar ini. Jadi kalau memerlukanku, tinggal ketuk saja pintu itu, “ kataku sambil menunjuk ke pintu yang menghubungkan kamar Vivi dengan kamarku.

Vivi mengangguk sambil tersenyum. Lalu kukecup bibirnya, kuusap usap rambutnya. Dan kutinggalkan Vivi di kamar itu untuk menghampiri Mamie yang masih duduk di sofa ruang keluarga.

Ternyata Mamie sedang menelepon Tante Surti : “ Iya Surti. Pokoknya semua biaya aku yang nanggung. Gak usah pesta besar besaran. Yang penting keluarga kita kumpul semua. “

Setelah hubungan dengan Tante Surti ditutup, Mamie menoleh padaku. Dan berkata, “ Kalau kamu mau pernikahanmu dengan Vivi dilaksanakan secara besar besaran, transfer aja dananya ke Tante Surti. Tapi kalau mau dilaksanakan secara sederhana, mamie yang akan menanggungnya semua. “

“ Aku juga tak ingin pesta besar besaran. Tapi aku harus menjumpai Tante Tari dulu Mam. Karena biar bagaimana Tante Tari itu bossku juga. Ketiga perusahaan yang didirikan di Jogja itu sepenuhnya dimodali oleh Tante Tari. “

“ Vivi mau dibawa ? “ tanya Mamie.

“ Nggak. Biar aja dia israhat dulu sepuasnya. “

Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam sedan hitamku lagi. Menuju Jogjakarta. Menuju rumah Tante Tari yang megah itu.

Tanteku yang hanya lebih tua setahun dariku itu dan tak kalah cantik dari Vivi itu, menyongsong kedatanganku di ambang pintu depan dengan senyum ceria. Dengan pelukan hangat dan menarikku ke dalam ruang keluarga yang sunyi sepi.

“ Kok sepi. Ke mana Tante Artini ? “ tanyaku sambil duduk di sofa ruang keluarga.

“ Lagi betulin rumah kosnya. Sudah banyak yang bocor katanya, “ Tante Tari duduk di atas kedua pahaku, sambil menatapku dengan sorot kangen.

“ Udah diperiksa ke dokter ? Beneran hamil ? “ tanyaku sambil mendekap pinggang rampingnya.

“ Udah. Tapi malah dikasih obat pelancar datang bulan, “ sahutnya.

“ Berarti Tante belum hamil ? “

“ Belum. Kata dokter harus sabar, karena aku dinyatakan subur. Mungkin sekarang harus dikenyangin dulu sama pangeranku yang ganteng abis ini, “ ucap Tante Tari sambil mencubit hidungku.

Nafsuku yang ditindas di hotel bersama Vivi, mungkin sekarang waktunya untuk dilampiaskan di dalam memek Tante Tari yang kelihatan sudah kangen berat padaku ini. Karena ketika masih duduk di pangkuanku, ketika kedua lenganku masih mendekap pinggangnya, bibirku dipagut ke dalam ciuman dan lumatan hangatnya.

Tangan kananku pun diam diam menyelinap ke balik daster sutra tipisnya. Memijat mijat bokongnya. Dan ternyata Tante Tari tidak mengenakan celana dalam.

Sehingga aku pun menyembulkan kontolku setelah celana jeans dan celana dalam kuturunkan.

Kontolku seperti sudah hapal jalan menuju celah surgawi Tante Tari. Sementara Tante Tari pun seperti mengerti apa yang akan kulakukan.

Dia memegang leher kontol ngacengku, lalu mengangkat bokongnya sedikit, sampai celah memeknya menempel di puncak kontolku. Dia berhasil melakukannya sendiri tanpa kubantu. Berhasil membuat kontolku melesak ke dalam memeknya yang mulai diturunkan.

Lalu mulailah Tante Tafri beraksi. Mengayun bokongnya naik turun, sehingga liang memek sempitnya menggesek gesek dan membesot besot kontolku dengan lincahnya.

Oooh … ini indah sekali. Bahwa nafsu birahiku yang kutindas, kali ini akan kulampiaskan bersama Tante Tari yang cantik dan usianya hanya setahun lebih tua dariku ini. Padahal dia masih mengenakan daster sutra tipisnya yang berwarna kuning muda itu, sementara aku pun hanya memelorotkan celana jeans dan celana dalamku sampai di lutut.

Meski Tante Tari masih mengenakan daster sutranya, aku masih bisa menyelinapkan kedua tanganku ke dalam daster itu, untuk meremas remas bokongnya, pinggangnya, punggung dan bahunya. Aku pun masih bisa menciumi bibirnya, menjilati lehernya yang mulai berkeringat, disertai gigitan gigitan kecil yang tak meninggalkan bekas.

Tante Tari pun makin gesit mengayun bokongnya, sehingga kontolku semakin tergesek gesek dan terbesot besot oleh liang memek sempitnya.

Tapi hanya belasasn menit Tante Tari bisa beraksi di atas pangkuanku. Lalu ia merintih, “ Booonaaa … aku mau lep …lepassssss …. “

Lalu ia terdiam lemas di atas pangkuanku. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya selama beberapa detik. Kemudian terdengar suaranya, “ Pindah ke kamar aja yuk. “

“ Iya, “ sahutku sambil membiarkan Tante Tari mengangkat bokongnya sehingga kontolku terlepas dari liang tempiknya yang sudah basah itu.

Lalu kuikuti Tante Tari yang sudah duluan masuk ke dalam kamarnya. Di situlah ia melepaskan daster sutra kuning mudanya, sehingga tubuh indahnya tak tertutup sehelai benang pun lagi.

Aku pun menanggalkan celana jeans dan baju kausku, lalu juga celana dalamku. Sementara Tante Tari sudah duluan celentang di atas tempat tidur. Aku pun naik ke atas bed dan menerkam tanteku dengan nafsu yang masih menggebu gebu.

Lalu kami bergumul dengan hangatnya. Terkadang aku di bawah, Tante Tari di atas. Di saat lain aku yang di atas dan Tante Tari di bawah.

Sampai pada suatu saat kontolku sudah melesak masuk lagi ke dalam liang memek Tante Tari dalam posisi missionary. Aku di atas, Tante Tari di bawah, sesuai dengan keinginannya.

Aku pun menyukai posisi ini. Karena aku bisa mengentot tanteku sambil meremas sepasang toketnya yang terasa masih padat dan kencang. Maklum dia belum pernah hamil dan melahirkan.

Dalam posisi ini pula aku bisa menjilati lehernya. Dan ini yang paling disukai oleh Tante Tari. Bahkan terkadang dia suka minta lehernya dicupang, sambil dientot dengan gerakan yang slow.

Itulah yang kulakukan setelah agak lama aku tenggelam dalam kesibukan.

Bahkan kali ini aku mengentotnya sambil menjilati lehernya yang sudah basah oleh keringat, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya.

“ Kamu selalu bisa membuatku terlena dalam kenikmatan Sayang, “ ucap Tante Tari ketika aku sedang mengentotnya sambil mencium dan melumat bibirnya, sementara tangan kananku asyik meremas remas toket kirinya.

Sengaja awalnya aku mengayun kontolku dalam gerakan perlahan. Tapi setelah Tante Tari mulai mendesah dan merintih rintih histeris, aku pun mempercepat entotanku.

“ Bonaaa Sayaaaang … seandainya kamu bukan keponakanku, pasti aku akan minta dinikahi olehmu. Ooooh … Booonaaaa … ini luar biasa enaknya Booon … oooh ….Booonaaaaa … usahakan lepasin bareng Bon … biar nikmat … “

“ Iya Tante … “ sahutku sambil menggencarkan entotanku. Sementara tubuhku sudah bermandikan keringat.

Cukup lama aku mengentot tanteku dalam posisi missionary ini. Sampai akhirnya kudengar suara rintihannya, “ Aaaaaa … aaaaaa … aaaaaaah … aaa … aku udah mau lepas Bon … ooooohhhhh … ayo barengin Boooon … “

Kebetulan aku pun memang sudah memasuki detik detik krusial. Maka dengan sepenuh gairah kuayun kontolku secepat mungkin, sementara Tante Tari sudah mulai klepek klepek seperti ayam sekarat. Dan ketika Tante Tari menggeliat lalu mengejang sekejang kejangnya, aku pun membenamkan kontolku sedalam mungkin, sampai menabrak dan mendesak dasar liang memek tanteku.

Tante Tari terpejam, sementara liang memeknya terasa berkedut kedut indah. Kontolku pun mengejut ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crottt … croooooooootttt … crettttcroottt … crooottt … crettt … croooooooooottttttt …

Lalu aku terkapar di atas perut Tante Tari. Dengan tubuh sama sama bermandikan keringat.

Tante Tari pun terpejam beberapa saat. Kemudian ia mencium bibirku dan berkata perlahan, “ Terima kasih sayangku. Kehadiranmu selalu membangkitkan semangat hidupku. “

Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu pada Tante Tari. Ingin melaporkan masalah frencana perkawinanku dengan Vivi. Tapi aku masih menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya.

Ketika aku sedang mandi bareng dengan Tante Tari, barulah aku mengatakannya di dalam kamar mandi, “ Tante Surti dan Mamie sudah sepakat untuk menikahkanku dengan anak Tante Surti yang bernama Vivi itu Tan … “

“ Iya … gak apa apa. Yang penting kamu harus menggauliku paling sedikitnya seminggu dua kali. Dan perusahaan kita itu harus terus dikembangkan, “ sahut Tante Tari.

“ Tentu saja Tante. Soal itu sih pasti kulaksanakan. Karena biar bagaimana Tante ini sudah menjadi bagian dari hidupku. Sementara perusahaan itu akan kukembangkan terus. Bahkan aku sedang punya rencana untuk membuka kantor di Jakarta, supaya perkembangannya lebih pesat. “

“ Iya, “ Tante Tari mengangguk, “ Aku sudah seratus persen percaya sama kamu Bon. “

Setelah itu Tante Tari berjongkok di depanku. Untuk menyepong kontolku. Ternyata dia masih menginginkannya lagi.

Dan setelah kontolku ngaceng lagi, aku pun mulai mengentotnya lagi. Sambil berdiri di dalam kamar mandi ini …
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd