Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Buah Yang Sama

Terbangun di malam hari aku menepuk ranjang di sebelah. Loh, Bunga mana? "Ma? Mama?"


Seketika kannukku hilang. Perlahan aku turun dari ranjang memakai sandal tidur, pergi ke luar kamar. Beberapa langkah di lorong gelap, cahaya dari lantai satu membuatku sadar. Di sana mungkin Bunga berada.


"Bunga? Mama? Angga?" Perlahan karena masih mengantuk, aku turun ke ruang keluarga. Angga terlelap di sofa, sementara Bunga sedang meneguk susu duduk di sofa lain.


Senyum lembutnya menyambutku. "Ada apa, Pa?"


"Gak apa-apa." Memperhatikan sekitar, aku mendapati sesuatu yang aneh. Tumpahan susu di dekat sofa panjang dan terdapat kaleng susu lain di atas meja.


Angga tidur, kan? Aku memastikan dengan menggoyang badannya. Dia mulet, berbalik membelakangiku. "Kasihan Angga, tertidur di sini."


Bunga mengangguk. "Bagaimana Pa?"


"Mama naik dulu sana, biar Papa menggendongnya kembali ke kamar."


Bunga menurut. Seperti biasa dia memberi kecupan lembut ke pipiku. Setelah memastikan dia pergi dengan suara langkah yang mengecil, aku memegang kaleng di meja, masih dingin, tanda jika baru keluar dari kulkas. Ada apa ini?


Aku menggendong adikku kembali ke kamar.


Selama ini aku selalu dekat dengan Angga. Walau umur kami beda beberapa tahun, kami sering berbagi segala hal. Bahkan mantanku dulu menjadi pacarnya. Entahlah, Angga selalu menyukai apa yang aku suka. Mungkin karena kami keluarga.


Menidurkannya ke kasur, kuselimuti dia sebelum pergi menutup kamar. Sebenarnya bukan kali ini aku mendapati kejanggalan.


Setelah Angga tinggal di rumah, istriku seperti terganggu. Flashdisk handycamku juga hilang. Dan entahlah … perasaanku tidak enak. Mungkin karena istriku membenci Angga?


Bunga tidak tahu, Angga pemuda baik. Hanya karena dia terganggu, tidak perlu membenci Angga, kan?


Keesokan hari di kantor aku menceritakan kekhawatiranku pada Mei. Mei rekan sejawatku, Meilin Wu Tiian. Chinese, berkaca mata, memikiki badan semok yang indah. Banyak teman lelaki ingin mencumbunya, lelaki yang lebih baik dariku, tapi Mei dekatnya ke aku. Ya katanya sih faktor nyaman.


Dia sudah berkeluarga dan memiliki momongan.


Kami makan siang bersama di kafe, duduk berhadapan.


Mendengar ceritaku, dia tertawa. "Ya wajar keganggu. Kasarannya wilayah dia didatangi makhluk lain. Gak bisa PW di rumah, kan? Yang harusnya bisa dasteran longgar, ada tamu, wajib pakai pakaian sopan."


Aku mengangguk setuju. Benar, mungkin karena itu dia tidak nyaman. "Bagaimana caranya supaya mereka nyaman beedua?"


"Tinggal beei waktu lebih, coba suruh mereka membuat sesuatu. Ayolah Heru, kami kepala cabang, harusnya paham bagaimana menyatukan kutub utara dan selatan."


Lagi-lagi dia ada benarnya. Ah, aku coba saja minta Bunga membuatkan sup ikan dan perginya bersama Angga. Siapa tahu sepulang dari beli ikan patin mereka bisa lebih akrab. Segera aku mengirim pesan pada Bunga.


"Heru, aku juga ada masalah."


"Masalah apa?" tanyaku. Wajahnya lesu tak bersemangat, memutar-mutar sedotan ke gelas jus. Sepertinya memang ada masalah, tapi apa?


"Suamiku menuduhku selingkuh. Anakku …. Dia tuduh bukan anaknya."


"Hah? Kok bisa?"


Dia curhat lantaran sering pulang malam dia dituduh punya lelaki lain. Bodoh suaminya. Mei kurang apa? Cantuk, mandiri, sementara suaminya cuma tukang bengkel. Mei menerimanya apa adanya.


Menceritakan itu Mei menangis tersedu. Sebagai sahabat,aku pindah duduk ke sebelahnya, membiarkan dia menangis. Kasihan kamu Mei.


"Aku harus apa Heru?"


"Ya … coba sabar saja. Kamu coba jelaskan baik-baik kepadanya."


Lama kami mengobrol hingga jam tiga sore. Kami lupa kerja. Aku gak menyesal, setidaknya hati Mei bisa lebih plong dan senyumnya kembali.


"Heru, kamu pendengar yang baik. Beruntung Bunga punya kamu sebagai suami. Andai aku seberuntung Bunga …."
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd