Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG BULAN JINGGA

BAGIAN 2
DOSA TERMANIS


Aulia Balqis Humaira

“AHHHHH, ini nikmat sekali Lingga, ini nikmat sekali. AHHHH.” Racau Mba Lia dan dia sudah terlihat mulai liar, karena dikuasai oleh nafsunya.

Clok, clokk, clok, clok.

Clok, clokk, clok, clok.

“Oh Lingga, aku mau pipis. AHHHHH.” Desah Mba Lia dan kedutan didalam kemaluannya semakin terasa. Mba Lia kelihatannya segera mencapai puncak kenikmatan dan aku langsung menarik keluar kedua jariku bersamaan.

Ploppp.

“Ahhhhhhh. Kenapa berhenti.” Ucap Mba Lia dan tatapan matanya kembali tajam ke arahku.

Puncak kenikmatan sudah didepan mata dan sedikit lagi sudah akan diraihnya, tapi aku langsung menghentikannya tanpa aba – aba. Apa yang aku lakukan ini membuat wajahnya merah semerah – merahnya dan dari tatapannya dia sangat marah kepadaku.

“Belum waktunya Mba, sabar.” Ucapku lalu aku tersenyum kepadanya.

“JAHAT.” Ucap Mba Lia pelan dan emosi yang tertahan.

“Hu, hu, hu, hu.” Deru nafas Bang Edi terdengar dan dia menatap ke arah kami sambil memegang erat celana dalam istrinya.

“Tenang Mba, aku akan mengakhiri permainan ini dan aku berjanji Mba akan merasakan puncak kenikmatan.” Ucapku dan aku langsung menusukan jari tengahku kedalam kemaluan Mba Lia.

Blesss.

Jari tengah masuk kembali seutuhnya didalam kemaluan Mba Lia yang sangat basah dan sempit itu.

“Cukup Lingga, cukup. Aku gak mau kamu permainkan lagi. Uhhh.” Ucap Mba Lia lalu di akhiri dengan desahan yang coba ditahannya.

Mba Lia mencoba memajukan pinggulnya untuk menghindari colokanku dilubang kemaluannya, tapi aku langsung merangkulnya dengan tangan kiriku melalui bawah perutnya. Aku menahannya untuk tetap menungging, sambil menaikkan tempo kocokanku didalam kemaluannya.

Clok, clokk, clok, clok.

“Aku tidak menyiksamu Mba, aku hanya ingin kamu benar - benar terpuaskan malam ini.” Ucapku sambil terus mengocok kemaluannya.

Clok, clokk, clok, clok.

“Sudah Lingga, sudah. Hemmmm.” Ucap Mba Lia sambil menggelengkan kepalanya kekanan dan kekiri, dengan wajah yang tetap menoleh ke arahku.

Ucapannya itu tidak sesuai dengan keadaan kemaluannya yang menjepit jari tengahku dan seolah tidak ingin dilepaskannya.

Posisi tangan kananku yang telapak tangannya menghadap ke arah atas, aku putar dan sekarang tertelungkup, sambil terus melakukan kocokan.

Clok, clokk, clok, clok.

“Uhhhhhh. Lingga, Lingga. Jangan siksa aku. Hem.” Desah Mba Lia dan tatapan matanya kembali sayu, karena merasakan jariku tengahku yang berputar didalam sana.

Clok, clokk, clok, clok.

Kocokanku terus berlanjut dan di iringi jempolku yang mulai mencari daging mungil ditengah kemaluan Mba Lia.

Tap.

Setelah aku mendapatkan daging mungil itu, aku menghentikan kocokanku dan jari tengahku aku posisikan tertanam penuh didalam kemaluan Mba Lia. Aku tekan pelan daging mungil itu dengan jempolku dan Mba Lia kembali bingung dengan apa yang aku lakukan saat ini.

“Hu, hu, hu. Lingga, kamu sudah sangat menyiksaku. Aku mohon hentikan sekarang juga.” Ucapnya memelas kepadaku.

“Beneran mau berhenti.?” Tanyaku sambil menggesek pelan daging mungil itu dengan jempolku, sementara jari tengahku aku tarik keluar dengan gerakan yang melambat.

“Hemmm.” Mba Lia menjawabnya dengan desah dan dia juga menganggukan kepalanya pelan.

“Apanya yang mau berhenti.?” Tanyaku lagi dan kembali aku menusuk jari tengahku kedalam.

Jempolkupun masih bertahan didaging mungil Mba Lia dan dia langsung memejamkan kedua matanya pelan.

“Hemmmmm.” Desah Mba Lia dan dia memejamkan kedua matanya dengan kuat.

Clok, clokk, clok, clok.

Kembali aku mengocok kemaluan Mba Lia, tapi sekarang gerakanku sedikit melambat. Jari tengahku keluar masuk lubang kemaluan Mba Lia, sementara jempolku menari – nari di daging mungilnya.

“Mba Lia.” Panggilku dan dia langsung membuka kedua matanya lagi.

Clok, clokk, clok, clok.

“Lanjut atau berhenti.?” Tanyaku lagi sambil meningkatkan sedikit irama kocokanku.

Clok, clokk, clok, clok.

“Terserah. Hu, hu, hu, hu.” Jawabnya dengan ketus.

Hahaha. Rupanya mudah juga mengembalikan moodnya yang sempat jelek tadi.

Clok, clokk, clok, clok.

Aku naikkan lagi irama kocokanku, lalu aku berhenti sejenak. Posisi jari tengahku didalam kemaluan Mba Lia dan jempolku menekan daging mungilnya.

Tatapan Mba Lia mulai menajam lagi dan aku langsung menggerakan jari tengahku kebawah, agar lubang kemaluan Mba Lia sedikit melonggar. Aku lalu mendekap bawah perut Mba Lia agak kuat, lalu setelah itu aku mencabut jari tengahku.

Aku masukkan jari tengahku dan kali ini jari manisku juga ikut menerobos kemaluan yang sempit itu.

“Linggaaaa. Ahhhhh.” Ucap Mba Lia dan dia mencoba untuk memajukan pinggulnya, tapi aku menahannya.

Buggg.

Kedua tangannya yang menapak dimeja mulai lemas dan sekarang dia berdiri dengan bertumpu pada kedua sikutnya. Dengan posisinya seperti itu, lubang kemaluan dan lubang duburnya semakin terbuka lebar.

Clok, clokk, clok, clok.

Kembali aku mengocok kemaluan Mba Lia dan dengan tempo agak cepat. Jari tengahku dan jari manisku keluar masuk, sementara jempolku terus menggesek daging mungilnya.

“AHHHHHHH, AHHHHHH, AHHHHH.” Teriaknya dan aku semakin mempercepat kocokanku.

Clok, clokk, clok, clok.

“Ahhhhhhhh.” Desah Mba Lia dan kemaluannya menjepit jari tengah dan jari manisku dengan kuat.

Clok, clokk, clok, clok.

Kemaluan ini sudah sangat basah dan aku terus memainkan ketiga jariku.

“Aku mau pipis Lingga, AKU MAU PIPIS.!!! AHHHHHH.” Ucap Mba Lia, lalu diakhiri teriakan yang dipenuhi dengan birahi.

Clok, clokk, clok, clok.

Kedutan di dalam kemaluan Mba Lia semakin terasa kuat dan aku langsung mengarahkan lidahku ke lubang dubur Mba Lia.

“AHHHHH, Apa yang kamu lakukan Lingga.? Itu tempat yang sangat kotor. AHHHHH.” Ucap Mba Lia tapi anehnya dia tidak memajukan pinggulnya.

Dia memundurkan pinggulnya seolah ingin jilatanku lebih masuk kedalam lubang duburnya.

Clok, clokk, clok, clok.

“AHHHHH, AHHHHHH, AHHHHHH.” Desahnya dan wajahnya yang tadi menoleh ke arahku, sekarang mendangak keatas. Dia benar – benar sudah ingin mencapai puncak kenikmatan dan kali ini aku tidak ingin menggodanya lagi.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Aku menjilat sambil sesekali menusuk lubang dubur Mba Lia dengan lidahku.

Clok, clokk, clok, clok.

Permainan ketiga jariku juga semakin cepat dan tubuh Mba Lia mulai terasa bergetar.

“AHHHHHHHH, AHHHHHH, AHHHHHH.” Teriak Mba Lia sambil terus mendangakkan kepalanya.

Clok, clokk, clok, clok.

Kalau tadi aku hanya memasukan dan mengeluarkan jari tengah serta jari manisku dengan lurus, saat ini aku sedikit menekuk kedua jariku dilubang yang sangat sempit itu. Gerakan kedua jariku itu seperti menggaruk dinding dalam kemaluan Mba Lia dan itu membuat tubuhnya bergoyang dengan liar. Apalagi ditambah dengan jempolku yang bermain di daging mungilnya dan lidahku dilubang duburnya, membuat tubuh Mba Lia meliuk – liuk dengan binalnya.

Clok, clokk, clok, clok.

“Cabut semua jarimu Lingga, cabut. Hu, hu, hu, hu.” Racau Mba Lia dan aku semakin mempercepat kocokanku.

“AKU PIPIS LINGGA, AKU PIPIS.” Teriak Mba Lia dan tubuhnya langsung mengejang.

“AHHHHHHH.” Teriaknya dan jari – jariku masih berada didalam kemaluan Mba Lia, tapi tidak ku gerakan. Aku juga tidak menjilat lubang dubur Mba Lia, karena sekarang dia sudah mencapai puncak kenikmatan.

“AHHHHHHHH.” Teriaknya lagi dan.

Sret, sret, sret, surrrrrrr.

Cairan bening keluar dari dalam kemaluan Mba Lia dan bertepatan dengan jari – jariku yang aku cabut dari dalam sana.

“UHHHHHHHH.” Teriaknya lagi dan dia mengeluarkan semua rasa nikmat yang terpendam dari dalam tubuhnya.

Aliran kenikmatan yang keluar deras itu diselingi dengan suara desahan yang tidak kalah deras.

Buggggg.

Tubuh Mba Lia sempoyongan dan untungnya aku sempat merangkul tubuhnya. Aku lalu menurunkan pelan kekarpet yang tebal, dengan posisi kedua lutut bertumpu pada lantai dan tubuhnya tengkurap di atas meja marmer. Kepalanya menunduk dan bertumpu pada kedua tangan yang dilipatkan di atas meja.

Mba Lia menungging dan di ikuti dengan gerakan – gerakan kecil yang gemulai. Dia memajukan pinggulnya dan dia mengeluarkan sisa tetesan air kenikmatan yang merembes dipahanya yang putih.

“Uh, uh, uh, uh.” Sayup sayup terdengar desahan Mba Lia dan aku sangat menikmati pemandangan yang sangat erotis ini.

“Bu, Bu, Bunda.” Ucap Bang Edi terbata dan wajahnya seperti tidak percaya dengan apa yang terjadi didepan matanya ini.

“Uh, uh, uh, uh.” Mba Lia tidak menghiraukan panggilan suaminya dan dia tetap menunduk sambil mengatur nafasnya.

Kemaluanku sudah berdiri tegak didalam celanaku, tapi aku tidak ingin buru – buru untuk menyetubuhi Mba Lia. Aku membiarkannya sejenak untuk mengatur nafas dan menikmati kenikmatan yang masih dia rasakan.

Pakaianku masih lengkap melekat ditubuhku dan aku lansung mengambil bungkusan rokok marlrobo blackku, lalu mengambilnya sebatang. Aku membakarnya, setelah itu aku duduk disofa dengan pemandangan Mba Lia yang masih menungging dan tertelungkup di atas meja marmer.

Aku menatap ke arah Bang Edi dan dia juga melihat ke arahku sejenak, lalu melihat ke arah istrinya lagi.

“Hiiiuuffttt, huuuuu.” Aku menghisap dalam – dalam rokokku dan aku mengeluarkan asap tebal dari dalam mulutku.

Aku menyandarkan kepala belakangku disofa, sambil menatap langit – langit ruang tamu ini. Mas Edi tidak menegurku dan kalaupun dia menegurku atau Mba Lia yang menegur, aku tidak perduli.

Kalaupun mereka ingin mengakhiri acara malam ini, aku juga tidak perduli. Aku masih bisa menahan nafsuku sejenak dan aku bisa melampiaskan kewanita yang lain.

“Hiiiuuffttt, huuuuu.”

Kembali aku menikmati rokok marlrobo blackku ini, sambil membuat lingkaran – lingkaran kecil yang keluar dari dalam mulutku.

Suasana langsung terasa sepi dan hembusan nafas Mba Lia yang memburu tadi sudah tidak terdengar.

“Hiiiuuffttt, huuuuu.”

Aku menghisap rokokku lagi dan aku menegakan tubuhku, sambil menatap ke arah Bang Edi.

“Jadi bagaimana Bang.? Lanjut.?” Tanyaku memecah keheningan malam ini dan Bang Edi terlihat kebingungan.

Dia tidak menjawab pertanyaanku dan aku langsung membuang abu rokokku di asbak yang berada di meja sebelah kiriku.

Mba Lia mengangkat wajahnya yang menunduk dan dia melihat ke arahku dengan posisi wajah samping kanannya, menempel pada kedua tangannya yang saling bertumpu di atas meja. Dia juga masih tertelungkup di atas meja dan kedua kakinya bertumpu pada lantai.

Gamisnya masih tersingkap sebatas pinggulnya dan lubang kemaluannya seperti memanggil kemaluanku untuk masuk ke dalam sana.

“Hiiiuuffttt, huuuuu.” Aku menghisap rokokku dan di iringi tatapan mata Mba Lia yang sangat sayu.

“Lanjut.?” Tanyaku dan sekarang aku bertanya kepada Mba Lia.

Dia tidak menjawabnya dan dia hanya memejamkan matanya sejenak., lalu menatapku lagi dengan mata sayunya itu.

“Masih kuat.?” Tanyaku lagi, lalu kembali aku menghisap rokokku.

Lagi dan lagi bola mata indah yang ada dibalik kaca mata bening itu memejam sesaat, lalu melihat ke arahku lagi.

“Sebentar, aku habiskan rokokku dulu ya.” Ucapku sambil memajukan telapak tanganku sampai menyentuh kemaluan Mba Lia, lalu membelainya dengan gerakan yang melambat.

“Hemmm.” Desahnya tertahan dan kembali dia memejamkan matanya sesaat.

Oh iya. Aku tadi berbicara dengan lembut dan nada bicaraku barusan seperti berbicara kepada kekasihku, yang sudah menungguku untuk melanjutkan persetubuhan yang tertunda.

Tatapan kami seperti sama – sama keluar dari dalam hati yang terdalam dan seperti sepasang kekasih yang dilanda kerinduan yang teramat sangat.

Cuukkk. Ada dengan diriku ini.? Kenapa perasaanku mulai ikut terlibat didalam permainan malam ini.? Kelihatannya ada yang salah denganku dan juga Mba Lia.

Ahhhh. Lupakan Lingga, lupakan perasaanmu itu dan kubur dalam – dalam di dasar hatimu. Kamu harus berskkap professional dan tuntaskan semua malam ini segera.

“Ingat Lingga, kamu hanya boleh sekali saja mengeluarkan cairan manimu dan setelah itu kita selesai.” Ucap Bang Edi dengan suara yang bergetar.

“Aku ingat Bang. Tapi tidak ada perjanjian berapa kali Mba Lia keluarkan.?” Ucapku lalu aku menghisap rokokku dalam – dalam, lalu mematikan puntung rokokku di asbak.

“Hiuuffttt, huuuuu.”

Bang Edi terkejut dengan ucapanku dan sekali lagi dia menelan ludahnya dengan sangat beratnya. Kalau tadi dia seperti menelan batu gunung, sekarang mungkin dia menelan batu meteor yang jatuh dari langit. Hahahaha.

Akupun langsung berdiri, sambil melepaskan celana levisku. Aku letakkan celana levisku disofa dan aku langsung jongkok tepat dibelakang Mba Lia yang masih nungging dan mengangkang. Aku masih menggunakan celana dalamku dan aku juga masih mengenakan kaosku.

Pada saat aku melepaskan celana levisku tadi, Mba Lia sempat melihat kemaluanku yang menggelembung dibalik sempak dan kedua matanya sempat melotot sesaat.

“Sudah siap.?” Tanyaku sambil memegang bongkahan bokong Mba Lia yang mulus.

Mba Lia tidak menjawab pertanyaanku dan dia langsung merubah posisinya. Dia bangkit dari tengkurapnya dan sekarang dia membungkuk dengan bertumpu pada telapak tangan yang ada di atas meja masmer.

Lututnya yang bertumpu pada lantai direnggangkan sedikit dan itu membuat kedua lubang kenikmatannya semakin terlihat jelas. Gamisnya tetap menutup seluruh tubuhnya bagian pinggang ke atas dan penutup kepalanya juga tetap melekat dikepalanya.

Saat ini aku tidak ingin menyuruh Mba Lia untuk telanjang bulat, karena aku merasakan sensasi yang sedikit berbeda, ketika berhubungan badan dengan wanita yang sehari – hari berpakaian serba tertutup ini.

“Sluuppp.” Aku menjilat kemaluan Mba Lia yang masih basah dan aku ingin mengeluarkan cairannya lagi, agar kemaluan bisa menerobos kedalam sana.

“Uhhhhh.” Desah Mba Lia yang membungkuk dan kepalanya menunduk.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

“Uh, uh, uh.” Mba Lia terus mendesah dan perlahan kemaluannya mulai mengeluarkan cairan lagi.

Sluuppp, sluuppp, sluuppp, sluuppp.

Aku terus menjilatnya, sampai kemaluannya benar – benar basah.

“Ahhhhhhh.” Mba Lia mendesah dan tubuhnya berkidik sesaat.

Aku menghentikan jilatanku, lalu aku memegang pinggangnya yang ramping.

“Kita berdiri lagi yuk.” Ucapku dan kembali Mba Lia tidak menyahut perkataanku. Lalu dengan bantuanku dia menggerakan kedua kakinya bergantian sampai tegak lurus, sementara tubuhnya tetap membungkuk dengan bertumpu pada kedua tangan yang lurus menapak meja marmer.

Aku lalu melepaskan celana dalamku dan kemaluanku langsung berdiri dengan tegaknya. Kalau menurutku kemaluanku ini lumayan besar, panjang, berurat dan sangat keras. Tapi itu menurutku loh ya. Jadi bagi para pembaca yang jenis kelaminnya sama denganku, jangan coba – coba menghayalkannya, apalagi sampai berpikiran untuk ‘mencoba’. Aku laki – laki yang normal cuukkk.

Mba Lia yang membungkuk dan menunduk tidak melihatku yang sudah telanjang bulat dari bagian perut kebawah.

“Boleh kan Bang.?” Tanyaku kepada kepada Bang Edi dan aku langsung memposisikan kemaluanku tepat ditengah lubang kemaluan Mba Lia.

Rupanya Bang Edi menatap kemaluanku dari tadi. Matanya melotot, sementara mulutnya menganga agak lebar. Dia seperti takjub dan tidak percaya dengan ukuran kemaluanku yang berdiri dengan posisi sempurna.

Bah, taik juga manusia satu ini. Cukup kamu kagum saja ya, jangan sampai kamu mau mencobanya. Kalau kamu sampai berani mengajakku untuk bermain anggar, aku langsung pinjam sepatu laras security penjaga apartement ini, terus aku jebol lubang silitmu itu. Djiancok.!!!

“Bo, bo, boleh.” Jawab Bang Edi terbata dan kembali aku memegang pinggang Mba Lia yang ramping.

“Percuma aja kamu ijin sama laki – laki lemah ini. Dia pasti mengiyakan dan dia pasti tidak bisa menjaga kehormatan istrinya.” Gumam Mba Lia pelan dan dia tetap menunduk. Entah Bang Edi mendengarnya atau tidak, aku tidak perduli.

Akupun langsung memegang bagian tengah batang kemaluanku, setelah itu aku mengarahkan ujung kepala kemaluanku ke daging mungil milik Mba Lia.

“Heemmm.” Desah Mba Lia dan dia belum menoleh ke arahku seperti tadi.

Akupun langsung menggerakan batang kemaluanku ke atas, mulai dari posisi daging mungil itu berada, membelah kemaluannya, sampai berhenti dilubang duburnya yang berkedut.

“Ahhhhhh.” Desah Mba Lia ketika ujung batang kemaluanku membelah seluruh garis kenikmatan miliknya.

Dia pun langsung menoleh ke arahku, ketika ujung kepala kemaluanku yang sudah basah oleh cairan kenikmatannya, menempel di lubang bokongnya.

“Kamu gak masuk lewat situ kan.?” Ucap Mba Lia dan matanya terlihat sayu serta wajahnya terlihat sangat pasrah. Mungkin dia penasaran, bagaimana rasanya ketika lubang belakangnya yang keriput itu ditembus oleh senjata tumpulku yang mematikan ini.

“Enggak. Aku masih suka lubang yang depan kok.” Jawabku sambil menggesek kemaluanku ke arah bawah kemaluannya dan aku posisikan tepat ditengah.

“Uhhhhh.” Desah Mbak Lia dan dia menggelembungkan kedua pipinya. Wajahnya semakin terlihat menggairahkan dan itu membuat kemaluanku semakin menegang dengan kerasnya.

Akupun langsung mendorong pinggulku perlahan dan kepala kemaluanku yang terlihat besar dilubang kemaluan Mba Lia yang sempit ini, mulai menerobos masuk.

Blesss.

“Aww. Lingga.” Ucap Mba Lia dan tangan kirinya langsung memegang punggung tangan kiriku yang memegang pinggulnya. Akupun langsung menghentikan doronganku dan kepala kemaluanku sudah tertanam di sela – sela lubang yang sempit itu.

Cuukkk, suara Mba Lia ketika menyebut namaku benar – benar membuat candu dan aku sangat menyukainya.

“Besar banget punyamu. Hu, hu, hu.” Ucap Mba Lia manja dan aku hanya tersenyum saja.

“Pelan – pelan ya.” Ucap Mba Lia dengan suara manjanya lagi dan itu semakin membuatku bergairah. Suatu perasaan yang coba aku kubur dalam – dalam pun, kembali bangkit dan membelai hatiku yang sudah lama kosong.

Entah sudah berapa kali aku bersetubuh dengan wanita dan entah sudah berapa kali aku juga mengobrol dengan para wanita itu ketika sedang bersetubuh, tapi semua berbeda dengan Mba Lia.

Para wanita itu ada yang lebih manja, ada yang lebih menggoda, ada yang lebih ber isi, ada yang lebih seksi dan banyak lagi kelebihannya. Tapi sekali lagi tidak ada yang bisa menyamai Mba Lia. Tatapan matanya, gerakan tubuhnya, manjanya dan semua yang ada didalam tubuhnya sangat – sangat mempesona dan aku baru menyadari itu, setelah sekian jam kami berdekatan seperti ini.

Hey Lingga. Cukup sudah kamu melibatkan perasaanmu dan jangan dilanjutkan. Hatimu masih rapuh dan kamu pasti tidak siap untuk sakit yang kesekian kalinya.

Tetap tenang dan lanjutkan persetubuhanmu.

Gejolak didalam batinku menggelora dan aku langsung menarik nafasku dalam – dalam, untuk menanangkan kekalutanku ini.

Hiuuffftt, huuuuu.

Aku mendiamkan sejenak ujung kemaluanku didalam belahan kemaluannya yang terasa semakin sempit saja.

“Lemah ya.?” Tanyaku sambil melirik ke arah Bang Edi sejenak, lalu melihat ke arah Mba Lia lagi.

Aku mengatakan itu untuk mengalihkan pikiranku yang kacau dan aku juga ingin Mba Lia lebih santai dalam persetubuhan kami. Kemaluanku yang sangat besar ini pasti sedikit menyiksa kemaluan Mba Lia yang sangat sempit dan aku harus bisa membuatnya nyaman, sampai dia benar – benar bisa menerima dan juga menikmati setiap goyangan kemaluanku didalam kemaluannya.

“Hem.” Jawab Mba Lia dan dia sepertinya paham dengan arah pertanyaanku.

Diapun langsung melepaskan genggamanya dilengan kiriku dan kembali dia menapakan telapak tangan kirinya dimeja marmer. Dia sempat melirik ke arah suaminya yang menjadi obyek pertanyaanku barusan, lalu dia menoleh ke arahku lagi.

“Gak tahan lama.?” Aku bertanya lagi sambil mendorong pelan kemaluanku lebih dalam dan Mba Lia tidak menjawab pertanyaanku. Matanya langsung melebar dan seperti berkata, cukup, jangan hina suamku yang memang tidak tahan lama.

Brett, brett, brett.

Walaupun kemaluan Mba Lia sudah mengeluarkan banyak cairan kenikmatan, tapi aku aku harus berjuang untuk masuk kedalam sana dan aku seperti sedang bersetubuh dengan seorang wanita yang masih perawan. Lubang kemaluannya itu semakin dalam, semakin terasa sempit. Ujung kepala kemaluanku seperti diremas dan disedot untuk masuk lebih dalam.

“Huuuuuuu.” Desah Mba Lia dan lagi – lagi dia menggelembungkan kedua pipinya, sambil sesekali diselingi dengan pejaman mata sesaat dan gelengan kepala yang pelan.

“Kecil.?” Tanyaku lagi dan wajah Mba Lia terlihat sangat geregetan sekali. Wajahnya yang terlihat kembali memerah, seperti mengkodeku untuk diam dan dia seperti berbicara, cukup membicarakan laki – laki yang ukuran kemaluannya seperti ukuran jari tengahmu.

Brett, brett, brett.

Doronganku semakin dalam dan sekarang sudah setengah batangku bersemayam didalam lubang kenikmatan ini. Cengkaraman dinding kemaluan Mba Lia semakin kuat dan kemaluanku terasa ngilu bercampur kenikmatan yang sangat luar biasa.

“Semprotannya pasti seperti air liur bayi yang menetes ya.?” Ucapku sambil menatap mata Mba Lia yang langsung langsung terbelalak, bertepatan dengan kemaluanku yang sudah masuk terlalu dalam dan sudah sangat mentok sekali.

Aku melirik ke arah kemaluanku dan rupanya kemaluanku sudah masuk seutuhnya didalam sana. Aku melihat ke arah Mba Lia lagi dan aku tidak menggoyangkan pinggulku, untuk memberikan kesempatan lubang yang sangat – sangat sempit ini ber adabtasi dengan kemaluanku yang besar.

Tiba – tiba senyum Mba Lia mengambang dari bibirnya dan ini pertama kalinya aku melihat dia tersenyum dengan manisnya. Bukan hanya tersenyum, tapi aku merasa dia seperti menahan tawanya.

Ada apa dengan Mba Lia.? Apa dia tidak terkejut dengan kedatangan tamu yang besar dan sudah masuk sampai keruang yang paling dalam miliknya atau dia belum sadar kalau tamunya itu sangat ingin menikmati suguhan dari dirinya.?

Cuukkk. Tapi senyuman Mba Lia yang pertama kali itu meruntuhkan pertahananku yang mencoba untuk menahan perasaan yang berkecamuk didalam hatiku. Hatiku berbunga – bunga dan aku merasakan secercah kebahagian yang sudah lama tidak aku rasakan.

Arrggghhhh. Cukup Lingga. Fokuskan dirimu pada persetubuhan ini, boddohh.

Akupun langsung menatap matanya dengan sejuta pertanyaan yang menggantung dikepala dan dengan segala perasaan yang juga tergantung – gantung didalam hati.

“Kamu kalau ngomong kok benar semua sih.” Ucap Mba Lia pelan dan dia merangkum semua jawaban dari pertanyaanku tadi.

Cuukkk. Rupanya dia terpancing dengan semua pertanyaanku tadi dan dia tidak sadar kalau sekarang kemaluannya sudah penuh sesak oleh kemaluanku. Kalau lubang kemaluan Mba Lia ini bisa bernafas, dia pasti akan terasa sesak, karena tidak ada celah udara sedikitkun yang keluar masuk didalam sana. Lubang kemaluan itu juga terpaksa membesar dan melebar, karena menerima tamu yang sangat besar ini.

“Sudah masuk semua ya.? Ahhhhhh.” Tanya Mba Lia sambil melotot dan wajahnya terlihat merah, semerah – merahnya, lalu dia mendesah dengan suara yang tertahan dan tenggorokannya seperti tercekat.

Kembali aku tersenyum kepadanya dan Mba Lia berusaha beradabtasi dengan kemaluannya yang penuh sesak. Dia sampai memejamkan kedua matanya dengan kuat dan di imbangi dengan hembusan nafas yang memburu.

“Hu, hu, hu. Kenapa gak bilang – bilang.? Jahat kamunya.” Ucap Mba Lia lalu dia memalingkan wajahnya kedepan, setelah itu dia menundukan kepalanya.

Akupun langsung memijat pinggulnya yang aku pegang ini dengan pelan, agar dia semakin santai dan cepat beradabtasi dengan kemaluanku.

Nyut, nyut, nyut, nyut.

Kemaluanku merasakan emutan lubang sempit Mba Lia yang semakin kuat dan keringat mulai keluar dari keningku. Bagaimana dengan Mba Lia.? Tentu saja keringatnya sudah banyak sekali keluar dan gamis yang dikenakannya sudah basah kuyub.

AC diruang ini sudah dingin sekali, tapi tidak bisa mendinginkan hawa panas diantara kami bertiga. Ya, kami bertiga. Keringat sebesar biji jagung menetes terus dari kening Bang Edi dan dia sangat tegang sekali melihat kami berdua.

“Boleh aku goyang.?” Tanyaku ke Mba Lia dan dia yang menunduk hanya menganggukan kepalanya.

Perlahan aku menarik kemaluanku setengah, lalu aku menusuknya kedalam, setelah itu aku menariknya agak panjang sampai menyisakan kepalanya saja dan aku menusuknya kedalam lagi sampai mentok.

Aku melakukan gerakan itu berulang – ulang, tapi dengan gerakan yang melambat.

“Ahhhh. Ahhh. Ahhh.” Desah Mba Lia dan dia menggelengkan kepalanya yang tertunduk.

Plok, plok, plok, plok.

Bunyi selangkanganku ketika menghantam bokong padat milik Mba Lia.

Plok, plok, plok, plok.

“Ahhhh, ahhh, ahhhh.” Desah Mba Lia sambil menegakkan kepalanya yang tertunduk, lalu kembali dia menoleh ke arahku.

“Sudah mulai bisa menikmati.?” Tanyaku kepadanya.

“Hemmmm.” Jawab Mba Lia sambil memejamkan matanya sesaat, lalu dia melihatku lagi.

Plok, plok, plok, plok.

“Uhhhh, uhhhh, uhhh.” Desahannya terdengar sangat menggairahkan dan terlihat dari tatapan matanya, Mba Lia sangat menikmati persetubuhan ini.

Plok, plok, plok, plok.

“Boleh aku percepat goyanganku.?” Tanyaku lagi.

“Hem, hem, hem.” Jawab Mba Lia sambil memejamkan matanya lagi.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Aku sedikit mempercepat genjotanku dan tubuh Mba Lia mulai meliuk – liuk, menikmati setiap sodokanku.

“Ahhhh, ahhhh, ahhhh.” Suaranya desahannya mulai terdengar keras dan keringat membasahi penutup kepalanya.

Pandangan kami terus beradu dan itu menambah kenikmatan hubungan badan kami ini.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Kedua tanganku yang memegang pinggul ramping Mba Lia, perlahan mulai naik keatas dan masuk kedalam gamisnya yang basah. Aku meraba kulit perut Mba Lia yang langsing dan aku terus mengarahkan rabaanku ke atas tubuhnya, sambil terus menggoyangkan pinggulku.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“AHHHHH. LINGGA.” Desah Mba Lia cukup keras dan dia sangat menikmati sentuhan telapak tanganku yang menyusuri inchi demi inchi tubuhnya dari balik gamisnya.

Permainan yang semakin panas itu juga dirasakan Bang Edi dan dia beberapa kali menyapu keringat yang turun dari keningnya.

“Ini jauh lebih nikmat dari permainan jarimu Lingga, ini nikmat sekali. Ahhh, ahhhh, ahhh.” Racau Mba Lia dan kepalanya bergoyang keatas dan kebawah, mengimbangi gerakan pinggulku yang samakin cepat.

Kedua telapak tanganku sudah berada tepat dibawah bra yang dikenakan Mba Lia dan aku langsung menyusupkan jemariku ke dalam Branya yang longgar.

Tap.

Aku tidak terlalu kesulitan menggapai buah dada Mba Lia, karena Branya yang longgar sangat mendukung sekali.

Uhhh. Ini pertama kalinya aku menyentuh buah dada Mba Lia secara langsung dan ukuran buah dadanya tidak terlalu besar. Aku juga sudah menyentuh puttingnya yang mungil dan itu terasa sangat menggemaskan.

“AHHHHH, LINGGA.” Desah panjang Mba Lia, ketika aku meremas buah dadanya dan sodokanku juga tidak berhenti.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Aku terus meremas buah dada Mba Lia, sambil sesekali aku memilin kedua putingnya menggunakan jempol dan jari tengahku.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“AHHH, AHHH, AHHHH. Lebih kencang lagi Lingga.” Desah Mba Lia yang semakin Liar dan aku langsung mempercepat tempo goyanganku.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AHHHH, AHHHH, AHHHH.” Jerit Mba Lia dan kedua matanya terbelalak ke arah atas, menerima seranganku yang bertubi – tubi ini.

Remasanku juga semakin kuat dibuah dadanya dan sekarang justru remasanku ini aku jadikan sebagai tumpuan, agar goyang pinggulku bisa lebih kuat dan cepat.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AKU MAU PIPIS LINGGA, AKU MAU PIPIS. AHHHHH, AHHHH, AHHH.” Teriak Mba Lia dan kedutan di dalam kemaluannya memang sangat terasa.

Aku lalu melepaskan remasanku dibuah dada Mba Lia dan aku juga mengeluarkan kemaluanku dari dalam kemaluan Mba Lia dengan cepatnya.

PLOP.

Akupun langsung berdiri dibelakang Mba Lia sambil berkacak pinggang dan kemaluanku yang mengeras, terlihat mengkilat akibat dipenuhi cairan kenikmatan Mba Lia.

“ARGGGHHH. Kenapa lagi Lingga, kenapa.?” Tanya Mba Lia yang kesal, ketika aku membuyarkan kenikmatannya yang sudah didepan mata.

“Hu, hu, hu, hu.” Nafasnya memburu dan tatapan matanya perlahan mulai menajam ke arahku.

“Hu, hu, hu, hu.” Nafasku juga memburu dan kaosku juga basah dipenuhi keringatku.

“Hiufffftt.” Aku menarik nafasku dalam – dalam dan aku mencoba mengatur pernafasanku.

“Huuuuu.” Aku hembuskan perlahan nafasku dan aku menatap mata Mba Lia yang mulai terlihat marah itu dengan santainya.

“Aku akan melanjutan persetubuhan kita, asalkan setelah cairanku nanti keluar, aku mau melakukannya sekali lagi dan kita sama – sama telanjang bulat.” Ucapku dan Mba Lia serta Bang Edi langsung terkejut, karena perjanjian awalnya hanya sekali permainan.

“Huuuuu, huuuu, huuuu.” Deru nafas panjangan Mba Lia dan Bang Edi terdengar bergantian.

Mba Lia menganggukan kepalanya dengan pasrah, sementara Bang edi terlihat emosi sekali.

“Jangan ngelunjak kamu ya.” Ucap Bang Edi yang wajahnya terlihat kusut dan emosi itu.

Akupun tidak menghiraukannya, karena Mba Lia sudah menyetujui permintaanku. Aku pun langsung memegang kemaluanku yang masih basah, setelah itu aku mengarahkan ketengah kemaluan Mba Lia.

Blesssss.

Kemaluanku masuk dengan sempurna dan pijatan dinding kemaluan Mba Lia yang kuat langsung menyambut kedatangan sang perkasa ini.

“AHHHHH.” Desahan Mba Lia mulai terdengar lagi dan aku membiarkan kemaluanku didalam kemaluan Mba Lia, tanpa menggerakannya sedikitpun.

“Tolong ijinkan ke Bang Edi dong Mba.” Ucapku dengan suara yang agak keras, sambil melihat ke arah Bang Edi yang masih tidak terima dengan permintaanku tadi.

Belum juga ikhlas dengan permintaanku yang meminta untuk bersetubuh dua kali dengan Mba Lia, Bang Edi semakin terkejut ketika aku menyuruh Mba Lia yang meminta ijin. Bang Edi langsung menundukan kepalanya dengan wajah yang sangat – sangat marah dan tidak ikhlas.

Kembali ke Mba Lia yang lagi memejamkan kedua matanya sesaat, lalu dia memalingkan wajahnya ke arah depan. Mba Lia menundukan kepalanya dan dia tidak berani menatap ke arah suaminya.

“Ayah.” Panggil Mba Lia dengan suara yang pelan dan wajah yang menunduk.

“Jangan menunduk dong Mba.” Ucapku sambil meremas pinggulnya pelan.

“Hiuufffttt, huuuuu.” Mba Lia menarik nafasnya dalam - dalam, lalu dia mengeluarkannya perlahan. Di angkatnya wajahnya pelan, lalu Mba Lia melihat ke arah Bang Edi yang masih menunduk.

Aku memundurkan pinggangku kebelakang, sampai kemaluanku sisa setengah didalam. Aku menghentakan kemaluanku kedepan dengan cukup keras, sampai kemaluanku tertanam seutuhnya didalam sana

PLOK.

Bunyi selangkanku yang menghantam bokong Mba Lia.

“AAAAAYAHHH.” Teriak Mba Lia memanggil nama Bang Edi dan itu diselingi dengan desahan yang sangat keras.

“I, i, i, iya Bun.” Jawab Bang Edi dan dia langsung mengangkat wajahnya yang pucat itu.

Suami istri ini saling bertatapan untuk pertama kalinya, semenjak aku mengobrak – abrik kemaluan Mba Lia dari tadi.

Aku lalu menggoyangkan pinggulku dengan tempo yang lumayan cepat.

Akupun membungkukan tubuhku dan kedua telapak tanganku menyelinap masuk kedalam Bra milik Mba Lia.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Ahhhh, ahhh, ahhhh.” Mba Lia mendesah dan dia masih saling memandang dengan Bang Edi.

Aku sudah tidak bisa mengambarkan bagaimana lusuh dan sedihnya wajah Bang Edi saat ini dan aku juga tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksa perasaannya.

Dia bisa melihat bagaimana aku menyodok istrinya dari arah belakang dan dia juga bisa dengan sangat – sangat jelas, melihat wajah istrinya yang sedang dilanda birahi yang meninggi. Dia bisa melihat kedua tanganku yang meremas buah dada milik istrinya dari balik gamis ini dan dia juga bisa melihat wajahku yang sekarang terlihat menjengkelkan dimatanya.

“Mba.” Ucapku mengingatkan Mba Lia dan aku terus menggoyangkan pinggulku, sambil meremas buah dadanya.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Uhhh, Uhhhh. Bo, bolehkan Bunda. Uh, uh. Berhubungan sekali lagi, uh, uh. Dengan Lingga. Uh, uh.” Ucap Mba Lia terbata disela desahannya.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Aku terus menggoyangkan pinggulku dan itu justru semakin meningkatkan gairahku.

“Bo, bo, boleh.” Ucap Bang Edi yang tidak bisa menolak permintaan istrinya.

Akupun langsung tersenyum dengan wajah yang terlihat seperti baru memenangkan sebuah pertarungan yang besar.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Akupun langsung menggoyangkan pinggulku dengan cepat dan keras, di iringi remasanku di buah dada Mba Lia.

“AHHHHH, AHHHH, AHHHHH. Ini Nikmat sekali Lingga, ini nikmat yang terlarang.” Teriak Mba Lia dan dilanjut dengan ucapannya yang terdengar binal.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Bang Edi menatapku dengan penuh rasa benci dan kedua tangannya terkepal. Celana dalam istrinya masih ada digengaman tangan kanannya yang terkepal dengan kuat itu.

“TERUS LINGGA, TERUS. AKU SEDIKIT LAGI MAU PIPIS.” Teriak Mba Lia.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Aku terus menggenjot Mba Lia, sambil memilin kedua putingnya agak keras.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AH, UH, AH, UH, Ini dosa Lingga, ini dosa sekali.” Desah Mba Lia dan dia meracau tidak jelas.

Kedutan didalam kemaluan Mba Lia terasa sangat kencang dan itu pertanda dia kan mencapai klimaksnya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AHHHHH, AHHHHHH, AHHHHHH, Ini dosa termanis yang aku nikmati. AHHHHH.” Mba Lia merintih dengan kerasnya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AKU PIPIS LINGGA, AKU PIPIS SEKARANG.” Ucap Mba Lia dan ketika semburan air kenikmatannya akan keluar, aku langsung mencabut kemaluanku dengan cepat.

PLOP.

Dan.

Sret, sret, sret, surrrrrrr.

Cairan bening keluar dari dalam kemaluan Mba Lia dengan sangat deras dan aku melihatnya sambil berkacak pinggang.

Buhhggg.

“AHHHHHHH.” Mbak Lia menjatuhkan tubuhnya pelan ke atas meja marmer dan kedua lututnya juga terjatuh dikarpet tebal.

“AH, AH, AH, AH.” Nafas Mba Lia memburu dan posisinya sekarang tertelungkup, dengan wajah yang menghadap kekanan.

Bokongnya menungging dan ditumpu oleh kedua lututnya yang ada dilantai.

“Hu, hu, hu, hu.” Aku mengatur nafasku sejenak sambil menatap ke arah Bang Edi yang rupanya sudah menunduk.

“Kamu belum keluar kan.? Hu, hu, hu.” Tanya Mba Lia dan posisinya belum berubah. Diapun mengatakan itu tanpa melihat ke arahku.

“Cepat tuntaskan sekarang juga, karena setelah itu aku masih punya hutang janji untuk persetubuhan denganmu sekali lagi. Hu, hu, hu.” Ucapnya lagi, karena aku tidak menjawab pertanyaannya tadi.

Mba Lia mengatakan itu sambil menahan sesuatu dari dalam hatinya dan entah apa itu.

“Istirahatlah sebentar Mba. Kamu kelihatannya lelah sekali.” Ucapku menenangkan dirinya yang tiba – tiba emosi itu.

“CEPAT LAKUKAN SEKARANG JUGA LINGGA.” Teriak Mba Lia yang seperti kesetanan dan dia masih juga tetap pada posisinya.

Aku terkejut mendengar terikan Mba Lia itu dan perlahan aku mendengar isakan tangis seseorang dan itu adalah isakan tangis dari Bang Edi yang menunduk.

“Oke. Tapi kamu jangan emosi seperti itu Mba.” Ucapku yang tiba – tiba ikut emosi, melihat laki – laki yang hanya bisa menangis dan menyesal karena idenya ini.

“JANGAN PERDULIKAN AKU DAN CEPAT LAKUKAN TUGASMU.” Jawab Mba Lia yang kembali berteriak.

“OKE, OKE. AKU AKAN MENGIKUTI SEMUA KEINGINANMU.” Ucapku dengan suara yang agak keras.

Bayangan masa lalu yang pernah membuatku sakit dan tersiksa yang teramat sangat, bangkit dari kuburnya. Aku sudah mengubur bayangan itu didalam bagian hatiku yang paling dalam, tapi melihat Mba Lia seperti ini bayangan itu bangkit lagi dan langsung memenuhi seluruh isi ruang kepalaku.

Akupun langsung membuka kedua paha Mba Lia berlawanan arah dan aku berdiri tepat ditengah selangkangannya. Pinggangku sekarang diapit oleh kedua paha Mba Lia dan bokongnya masih menungging dengan bertumpu pada kedua lututnya.

Kedua lututku juga aku tapakkan dilantai dan tubuhku langsung membungkuk ke arah tubuh Mba Lia yang tengkurap. Kedua tanganku aku masukan kedalam gamis Mba Lia, lalu aku masukan tanganku kedalam bra Mba Lia dan aku memeluknya dari belakang dengan eratnya.

Aku menegakkan tubuhku, sampai tubuh Mba Lia tegak dan punggungnya bersandar didadaku.

Aku lepaskan tangan kananku dari buah dada Mba Lia, lalu aku memegang kemaluanku dan aku lansung mengarahkan kepala kemalauanku kedalam kemaluan Mba Lia yang mengangkang.

Posisiku seperti menggendong Mba Lia, tapi aku melakukannya setengah berdiri dan dia memunggungi aku.

Blessss.

Kemaluanku langsung masuk kedalam kemaluan Mba Lia yang masih membasah.

“AHHHHHH.” Desah panjang Mba Lia kembali terdengar.

Kepala belakangnya langsung bersandar dipundak kiriku dan dia mendangakan kepalanya dengan mata yang terpejam.

Posisi wajahku sangat dekat sekali dengan wajahnya dan aku menatapnya tepat disebelah kanan wajah Mba Lia.

“Ini yang Mba inginkan.?” Bisikku ditelinga kanannya dan Mba Lia tidak menjawab pertanyaanku. Dia terus bersandar dipundakku dengan mata yang terpejam.

Aku langsung memasukan tangan kananku kedalam bra Mba Lia lagi dan kedua tanganku langsung meremas dada Mba Lia, lalu pinggulku langsung menggoyang cepat.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“AH, AH, AH, AH.” Mba Lia kembali mendesah dan perlahan dia menoleh ke arahku, sambil membuka matanya dan menyunggingkan senyuman dibibirnya.

Bukan senyuman tulus seperti tadi, tapi senyuman yang menyayat hati.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

Aku terus menggoyangkan pinggulku dengan di iringi tatapan Mba Lia yang mengerikan dan goyanganku kali ini dibarengi dengan nafsu yang membuta.

Cupppp.

Mba Lia langsung melumat bibirku dan aku membalasnya dengan lumatanku yang ganas, sambil terus meremas buah dadanya.

Plok, plok, plok, plok, plok, plok, plok.

“Hem, hem, hem, hem.” Goyangan pinggulku disambut desahan Mba Lia disela lumatan bibir kami yang sangat panas.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Aku pun langsung menghentakan goyanganku dengan cepat dan keras, dan tiba – tiba Mba Lia melepaskan lumatannya dibibirku.

MUACHHHH.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AHHHHHH.” Desah Mba Lia, lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah Bang Edi yang terus menunduk.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“EDI BASKARA.” Panggil Mba Lia dengan kerasnya dan aku langsung menghentikan hentakanku dilubang kemaluannya.

Aku menghentikan tepat ketika kemaluanku tertanam didalam kemaluan Mba Lia dan remasanku didadanya juga berhenti, tapi aku tetap memegang buah dadanya yang mengeras itu.

Bang Edi yang sudah tidak sanggup menyaksikan persetubuhan kami yang panas sekali ini, langsung mengangkat kepalanya pelan dan dia menatap mata Mba Lia dengan linangan air matanya.

Kepalanya pun langsung menuduk kembali, karena dia melihat tanganku berada didada Mba Lia dan kemaluanku yang masih menancap dikemaluan Mba Lia.

“JANGAN TUNDUKAN KEPALAMU DAN LIHAT AKU YANG DISETUBUHI OLEH PEMUDA YANG SANGAT PERKASA INI.” Ucap Mba Lia dengan emosinya dan itu membuat kemaluanku semakin menegang didalam sana.

“Cukup Nda, cukup.” Ucap Bang Edi sambil mengangkat kepalanya dan dia membalas tatapan mata Mba Lia yang sangat emosi ini.

Air matanya mengalir dengan deras dan dia terlihat sangat menyesali akibat perbuatannya ini. Dia juga tidak menyangka kalau istrinya yang biasanya selalu lembut, bisa mengucapkan kata – kata yang sangat kasar seperti ini.

“APANYA YANG CUKUP EDI.? KEMALUANKU INI PENUH SESAK OLEH KEMALUAN LINGGA DAN UJUNG KEPALA KEMALUANNYA SAMPAI MENYENTUH DINDING RAHIMKU.” Ucap Mba Lia dan aku tetap tidak menggerakan pinggulku, karena aku ingin Mba Lia mengeluarkan semua unek – unek yang ada dikepalanya.

“Cukup Nda, cukup.” Ucap Bang Edi yang tidak bisa mengucapkan kata – kata lainnya.

“APANYA YANG CUKUP EDI.? APA KAMU SEKARANG SUDAH SADAR KALAU KAMU ITU LEMAH, GAK TAHAN LAMA, UKURAN KEMALUANMU ITU KECIL DAN SEMBURAN YANG KELUAR DARI KEMALUANMU HANYA SEPERTI AIR LIUR BAYI YANG MENETES.?” Tanya Mba Lia dan wajah Bang Edi langsung merah padam.

“BUNDA.!!! ARGGHHHH.” Teriak Bang Edi, lalu diakhiri dengan tangisan yang sangat histeris. Untung saja ruangan ini kedap suara, kalau tidak pasti penghuni sebelah sudah melaporkan kami ke security dan ruangan ini pasti akan didobrak.

Terus menurut kalian para pembaca, kira – kira suasana diruangan ini bagaimana.? Ya, pasti sangat menegangkan dan juga sangat menyedihkan.

Terus kira – kira bagaimana dengan aku.? Apakah nafsuku turun dan kemaluanku langsung menciut didalam sana.? Tidak. Nafsuku justru semakin berkobar dan kemaluanku yang semakin mengeras, tidak sabar untuk digerakan. Kalau saja kemaluanku ini bisa terlepas dan dia bisa bergerak dengan sendirinya, dia pasti akan mengobrak – abrik kemaluan milik Mba Lia dan dia tidak akan memberikan jeda Mba Lia untuk beristirahat sedikitpun. Djiancuk..!!!

“HIKSS, HIKSS, HIKSS, HIKSS.” Bang Edi menangis histeris.

“Dasar lemah.” Ucap Mba Lia pelan tapi dengan penekanan kata yang tegas.

Ucapan Mba Lia itupun mampu mengentikan tangisan histerisnya Bang Edi dan sekarang dia mencoba agar tangisannya tidak berlanjut.

“Hiks.” Tangisannya terdengar pelan tapi deraian air matanya terus keluar.

“Kita lanjutkan lagi yuk.” Ucap Mba Lia dan suara nya tiba – tiba berubah menjadi manja kepadaku. Dia mengatakan itu sambil menoleh ke arahku dan dari tatapan mata ku ini, dia sepertinya sudah puas mengeluarkan semua yang mengganjal dihatinya .

“Sudah siap.?” Tanyaku.

“Sudah dan aku ingin kamu menyemburkan air manimu didalam rahimku.” Ucap Mba Lia lalu dia tersenyum kepadaku.

DUAAARRRR.

Ucapan Mba Lia itu seperti petir yang menyambar gendang telinga Bang Edi dan mulutnya langsung terkunci seketika.

Ledakan petir itu rasanya seperti membeli scatter, tapi isinya taik dan kita kalah total. Apa perlu modal lagi untuk melanjutkan permainan yang tokoh utamanya kakek berambut putih, si penipu itu atau menghentikannya sekarang juga.

Kalau menghentikannya sekarang, rasanya masih nanggung dan kita yakin pasti ketika kita membeli scatter selanjutnya, kita akan mendapatkan maxwin dan pundi – pundinya bisa menutup semua kekalahan yang sudah terlalu banyak.

Tapi modalnya dari mana.? Hutang kepada teman – teman terdekat dan terjauhpun kan sudah terlalu menumpuk setinggi gunung semeru.? Ah gampang, kita masih bisa foto bersama KTP dan cairnya itu pasti sangat cepat.

“Yuk bisa yuk.” Bisik si kakek penipu ditelinga yang terdengar sangat merdu.


“Oke, siapa takut.” Ucapku dan Mba Lia langsung menyambar bibirku lagi.

Cuppp, cuppp, cuuppp.

Aku langsung membalas lumatannya sambil memundurkan pinggulku, lalu aku menghentakannya kedepan dengan cukup keras.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“HEM, HEM, HEM, HEM.” Desah Mba Lia disela lumatan kami dan kedua tanganku kembali meremas buah dada Mba Lia.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Aku terus menggenjot Mba Lia dengan semangatnya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Muachhhhh.” Aku lalu melepaskan ciuman kami yang sangat basah ini, lalu aku mendorong tubuhku kedepan, sampai sampai kedua tangan Mba Lia bertumpu pada meja marmer lagi.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Aku terus menggenjot Mba Lia yang posisinya menungging didepanku.

“AHHHH, AHHHHH, AHHHHH.” Desahnya dan kembali aku mendorong pelan pungung Mba Lia menggunakan dadaku, tapi aku mengimbanginya dengan remasan didadanya. Aku mengkodenya untuk tengkurap di atas meja marmer, seperti posisi awal tadi. Lalu setelah dia tengkurap, aku melepaskan remasanku didadanya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AHH, AHHH, AHHHH.” Desah Mba Lia dan dia menuruti semua perintahku, tanpa ada penolakan sedikitpun.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Kedua telapak tanganku langsung bertumpu pada bongkahan bokong Mba Lia yang sekarang menungging, lalu aku melebarkan lubang bokong Mba Lia menggunakan jempol kanan dan jempol kiriku.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AHHHHH, UUHHHHH, AHHHHH.” Desah Mba Lia yang sudah tidak beraturan.

“Cuhhhh.” Aku meludahi lubang dubur Mba Lia, setelah itu aku memasukan setengah jari tengahku kedalam lubang keriput itu.

Blessss.

“AAAPA YANG KAMU LAKUKAN ITU LINGGA. AHHHHH.” Teriak Mba Lia dengan suara yang bergetar dan tubuh yang mengejang. Lubang duburnya mendorong dan seolah tidak menerima jari tengahku yang masuk setengah ini.

“Nikmati saja Mba. Aku akan membawamu kepuncak kenikmatan yang tertinggi.” Ucapku sambil membelainya dengan telapak tangan kiriku.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Sakit Lingga, sakit lubang pantatku. Arghhhhhh.” Ucap Mba Lia sambil memejamkan kedua matanya dengan kuat.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Sakitnya tidak akan lama Mba, nanti juga akan nikmat,. Hu, hu, hu.” Ucapku sambil terus memompa kemaluan Mba Lia dan dia langsung melihat ke arah depan, setelah itu dia menundukan kepalanya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Aku memompa kemaluan Mba Lia dan jari tengahku juga ikut mempompa lubang dubur Mba Lia dengan cepat.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“AHHHHH, AHHHH, AHHHHH.” Desah Mba Lia dan kelihatannya dia sudah mulai sedikit menikmati pompaan jari tengahku dilubang duburnya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Masih sakit.? Hu, hu, hu.” Tanyaku dan aku tidak menghentikan gerakanku.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“HEMM, HEMM, HEMM.” Mba Lia menjawabnya dengan desahan dan liukan tubuhnya yang seksi, membuktikan kalau dia sudah sangat menikmati kegilaan kami ini.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Masih Sakit.?” Tanyaku yang ingin mendengar jawaban keluar dari mulutnya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Hem, hem, sudah enggak.” Jawabnya pelan sambil terus mendesah.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Apa.?” Tanyaku lagi dan seolah – olah aku tidak mendengar jawabannya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Mba Lia mengangkat wajahnya lalu dia melihat ke arahku. Keringat sudah memenuhi wajahnya dan matanya merem melek, menikmati persetubhan kami ini.

“Ini nikmat Lingga, nikmat sekali. Hu, hu, hu, hu.” Jawab Mba Lia pelan sambil menatapku dengan sayu dan aku masih belum puas dengan jawabannya.

“Apa.?” Tanyaku sambil menguatkan pompaanku dikemaluannya dan aku juga menusuk lubang bokongnya sampai jari tengahku masuk seluruhnya, lalu aku menggoyangkan jariku didalam sana dengan kencangnya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“ARGGHHHHHHH.” Teriak Mba Lia tapi aku tau itu bukan teriakan kesakitan, tapi teriakan kenikmatan.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.





“AHHHHH. INI NIKMAT BANGET NGA, INI NIKMAT BANGET. AHHHHHH.” Teriak Mba Lia lagi dan dia sangat menikmati, kedua lubangnya yang digarap bersamaan.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“ARGGGHHHH, UHHHHH, AHHHHH.” Desahan dan gerakan Mba Lia semakin liar dan wanita baik – baik ini sekarang terlihat semakin binal saja.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Aku mau pipis lagi ngga, aku mau pipis. Aragghhh.” Jerit Mba Lia tertahan dan wajahnya memerah, karena dikuasai nafsunya.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Pompaanku dikemaluannya semakin cepat dan keras, di ikuti jari tengahku yang berputar – putar liar di lubang dubur Mba Lia. Permainan yang sangat panas ini membuat tubuh kami sama – sama basah kuyub oleh keringat dan aku juga sedikit lagi mencapai puncak kenikmatan.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Ahhh, hampir sampai Ngga, aku hampir sampai Lingga. UHHHH.” Ucap Mba Lia dan tatapannya kembali sayu.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Sabar Mba, sabar. Aku juga sedikit lagi mau sampai. Hu, hu, hu, hu.” Ucapku dengan nafas yang memburu dan keringat yang ada dikeningku menetes jatuh di bokong Mba Lia.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

“Argghhhhhh.” Desah kami bersama – sama.

Dan.

Sret, sret, sret, surrrrrrr.

Cairan bening keluar dari dalam kemaluan Mba Lia dan itu keluar dari sela sela kemaluanku yang keluar masuk dikemaluan Mba Lia.

“AHHHHHH. GILAAAAA.” Teriak Mba Lia meluapkan kenikmatan yang baru dia rasakan. Kemaluannya menjepit kemaluanku dengan kuat dan aku langsung mencabut jari tengahku dilubang duburnya.

Kedua tanganku menapak di pinggang Mba Lia lagi dan aku mau menyusul Mba Lia untuk meraih kenikmatanku.

PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK, PLOK.

Aku terus memompa kemaluan Mba Lia yang sedang berada dipuncak kenikmatannya dan aku langsung menekan kemaluanku kedalam sana.

Gumpalan air maniku yang sudah berada di ujung kepala kepala kemalanku, langsung tertumpah didalam kemaluan Mba Lia dengan kuat dan deras.

Crot, crot, crot, crot, crot, crot, crot.

“JANGAN KELUARKAN DIDALAM LINGGA.” Teriak Bang Edi, tapi sudah terlambat.

“UHHHHHHHHH. KENCANG SEKALI SEMBURANMU LINGGA. Ahhhhhh.” Ucap Mba Lia dan kepalanya langsung mendangak keatas.

Dia menikmati setiap tetes air maniku yang memenuhi bagian dalam kemaluannya, lalu setelah tetesan terakhir yang keluar dari ujung kepala kemaluanku, Mba Lia langsung menundukan kepalanya.

“Hu, hu, hu, hu, hu, hu, hu.” Nafasku dan nafas Mba Lia saling memburu dan bersahutan.

“Bajingan kau Lingga.” Ucap Bang Edi pelan dan kembali dia menundukan kepalanya.

Akupun langsung memegang ujung marmer untuk kujadikan tumpuan, karena aku merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa. Posisiku masih berada ditengah selangkangan Mba Lia dan aku menundukan kepalaku, melihat ke arah kemaluanku yang masih tegang dan menancap di kemaluan Mba Lia.

Tes, tes, tes, tes, tes.

Tetesan keringatku membasahi bokong Mba Lia.

Mba Lia yang posisinya tengkurap dan wajah sampingya sekarang menoleh ke arah sebelah kanan, belum juga berbalik ke arahku dan pundaknya terlihat naik turun, seiring nafasnya yang memburu.

“Pergilah. Hu, hu, hu.” Tiba – tiba Mba Lia mengucapkan satu kata yang sangat singkat, padat dan membuat gatal telingaku.

Dia mengucapkan pelan tapi dengan penekanan kata yang sangat tegas. Penekanan katanya itu seperti memerintahkan aku untuk segera pergi dan dia sudah tidak membutuhkan aku lagi.

Cuukkk. Kok dia seperti ini sih.? Kenapa perlakuannya kepadaku berbanding terbalik, ketika tubuh kami menyatu dan pandangan mata kami beradu.? Pada saat berhubungan badan dia sangat ramah, lembut dan sesekali binal. Pandangan matanya terlihat sangat teduh ketika menatapku dan panggilan namaku yang kelur dari bibirnya terdengar merdu, sampai membuatku tercandu – candu. Tapi kenapa dia sekarang seperti ini.? Dia mencampakkan aku ketika sudah sudah mendapatkan puncak tertinggi kenikmatannya dan dia seperti membuangku ketempat sampah, ketika semua ini berakhir. Djiancok.!!!

Rasa yang telah dibangkitkan oleh Mba Lia lewat perkataan, sentuhan dan juga tatapannya tadi, langsung luluh lantak tersapu oleh gelombang badai yang sangat dasyat yang bernama ‘pergilah’. Bajingan.!!!

Cuukkk, kan sudah dibilang jangan pakai perasaan cuukkk. Masih aja ngeyel loh. Kamu gak puas dengan sakit hatimu kah Lingga.? BODDOHH.!!!

Arrghhh. Kenapa bisa aku terbawa perasaan seperti ini ya.? Harusnya kan aku cuek saja, karena aku sudah mendapatkan kepuasan darinya dan setelah ini pundi – pundi yang ada direkeningku akan bertambah. Tapi kenapa sekarang aku seolah sudah menjadi kekasihnya dan aku ditinggalkan ketika lagi sayang – sayangnya.? Bajingan.!!!

Bodoh kau Lingga, bodoh. Sekarang cepat tinggalkan tempat ini dan nikmati malam ini seperti biasanya.

Cukkklah.

Hiuuffttt, huuuu.

Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu itu aku mengeluarkannya perlahan.

Akupun langsung membungkukan tubuhku ke arah Mba Lia dan mulutku mendekat ke arah telinga kanannya.

“Baiklah, aku akan pergi sekarang. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu kepadamu.” Ucapku berbisik kepada Mba Lia dan dia hanya diam tanpa menoleh ke arahku.

“Minuman yang kuberikan tadi itu hanya air putih biasa dan aku tidak menyampurnya dengan obat perangsang sedikitpun didalamnya.” Bisikku ditelinga Mba Lia, lalu aku menegakkan tubuhku lagi.

PLOP.

“Hemmm.” Aku mendengarkan desahan terakhir dari Mba Lia, ketika aku mencabut kemaluanku dari kemaluannya.

Terlihat cairan maniku bercampur cairan kenikmatan milik Mba Lia, meluber keluar dari lubang kemaluannya yang sekarang agak membesar. Cairan itu menetes dan jatuh kelantai. Cairan itu terbuang setelah puncak kenikmatan yang perlahan mulai berlalu dan cairan itu seperti dicampakan, sama seperti diriku saat ini.

Hiuuffttt, huuuu.

Aku pun langsung berdiri disebelah kiri Mba Lia dan aku menatap tubuhnya yang terlengkup terkulai lemas. Dari dalam hatiku yang terdalam, aku masih berharap dia membalikan tubuhnya dan memberikan aku sedikit senyum manisnya, sebagai tanda perpisahan kami dimalam ini. Tapi kelihatannya itu tidak mungkin, karena dia tidak merubah posisinya sedikitpun.

Nafasnya perlahan naik turun dan tubuhnya terlihat bergetar. Entah apa yang dilakukannya olehnya. Dia sedang mengatur nafasnya, menikmati sisa organsmenya, atau justru dia sedang menangis karena tubuhnya telah dinikmati oleh laki – laki lain selain suaminya. Aku tidak bisa melihat wajahnya yang sedang menghadap ke arah kanan itu dan sekarang aku bersiap untuk kekamar mandi.

“Pergi kau. Tugasmu sudah selesai.” Ucap Bang Edi yang sangat sedih, tanpa melihat ke arahku.

“Oke.” Jawabku sambil melangkah ke arah kamar mandi dan sebelumnya aku mengambil celana dalamku serta celana levisku yang ada disofa.

Aku lalu membuka kaosku didalam kamar mandi dan aku memutarkan kran sower sampai airnya berjatuhan dengan deras. Derasnya air yang turun membasahi kepalaku dan sekujur tubuhku, mampu meredakan sedikit suasana panas yang memenuhi seluruh isi ruang kepalaku.

Kedua tanganku mengelus kepalaku pelan dan aku mengarahkan rambutku yang agak panjang ini kebelakang. Aku mendangakan kepalaku keatas, agar derasnya air ini membasuh wajahku yang penuh dengan dosa.

Uhhhh. Dibalik kenikmatan yang sangat luar biasa aku rasakan malam ini, terdapat goresan luka baru dihatiku dan itu menggores tepat diluka lamaku yang tak juga kunjung sembuh sampai detik ini. Sakit, perih dan sangat menyiksa.

Cukup Lingga, cukup. Jangan kau ingat masa lalu dan tak perlu kau masukkan kehati apapun yang terjadi malam ini.

Cepat selesaikan mandimu, lalu pulang dan beristirahatlah dengan tenang.

Akupun langsung membasuh tubuhku dengan sabun, setelah itu aku membilas seluruh tubuhku. Aku mematikan kran, lalu aku mengeringkan tubuhku menggunakan handuk.

Aku lalu keluar dari kamar mandi, sambil melilitkan handuk dipinggangku. Aku berjalan ke arah kamar dan aku menuju lemari yang ada disudut kamar ini.

Apartement ini milik kenalanku dan aku juga sudah terbiasa merengkuh kenikmatan di tempat ini. Pakaian yang ada dilemari ini baru semua dan aku boleh memakainya, sesuka hatiku.

Setelah aku memakai pakaianku dengan lengkap, akupun berjalan keluar kamar ini dan menuju ke arah pintu utama ruangan.

Aku melirik ke arah ruang tamu dan terlihat kedua pasangan istri itu duduk dilantai dan bersandar pada sofa yang kududuki tadi.

Mba Lia duduk sambil memeluk kedua lututnya yang ditekuk dan kepalanya menunduk. Bang Edi duduk bersimpuh disebelahnya dan dia merangkul pundak istrinya sambil mengelusnya pelan.

Aku terus berjalan tanpa menegur mereka dan aku membiarkan keduanya untuk berdamai dengan keadaan. Aku membuka pintu ruangan, setelah itu aku melangkah keluar dan menutup pintunya lagi.

Aku berjalan menyusuri lorong apartemen ini dan aku menuju ke arah lift. Aku menggunakan semua fasilitas yang ada disini menggunakan kartu yang sudah dipercayakan kepadaku. Sedangkan Mba Lia dan Bang Edi dipinjamkan kartu oleh temanku pemilik kamar ini satu malam ini saja.

Oh iya. Sebenarnya mereka masih berhutang satu kali permainan kepadaku, tapi aku tidak ingin melanjutkannya. Aku tetap berpegang pada kesepakatan awal dengan Bang Edi dan aku tadi hanya memancing Mba Lia untuk melakukannya sekali lagi setelah permainan pertama. Aku ingin memberi pelajaran Bang Edi, bagaimana rasanya dilecehkan oleh pasangan hidup kita sendiri.

Bukannya aku sok suci. Tapi apa salahnya kalau kita tidak mewujudkan fantasi liar yang tanpa didasari keikhlasan oleh pasangan kita masing – masing.

Ingat. Jangan pernah memaksa dan jangan pernah terpaksa, untuk melakukan sesuatu apalagi menggunakan cinta sebagai jaminannya. Hubungan perkawinan itu tidak sebangsat itu kawan. Camkan itu.!!!

TING.

Pintu lift telah terbuka dan aku sekarang berada dilantai bawah, tempat sepeda motorku terparkir.

Aku berjalan ke arah sepeda motorku sambil meraih bungkusan rokok marlrobo black yang ada dikantong belakangku, lalu aku mengambilnya sebatang dan aku langsung membakarnya.

Hiuuffttt, huuuuuu.

Aku menghisap rokokku dalam – dalam, lalu aku mengeluarkan asap tebal dari dalam mulutku.

Aku kantongi lagi bungkusan rokokku dan sekarang aku mengambil Hpku yang ada dikantong depan celanaku.

Setelah aku sampai didekat sepeda motorku yang aku standarkan ke samping, aku lalu menyandarkan bokongku menyamping di sepeda motorku yang tinggi ini. Sepeda motor jenis trail keluaran terbaru dan harganya lumayan tinggi. Aku sudah memodifikasi trailku untuk digunakan dijalan raya dan warna trailku ini hitam dop.

Tutt, tutt, tutt.

Bunyi nada dering dari Hp orang yang aku hubungi dan dia langsung menjawab panggilan telponku.

“Halo Angga, bagaimana malam mu kali ini.? Apa kamu sudah memuaskan mereka.? Pasti sudah lah. Hahaha.” Ucap orang itu bertanya dan dia juga menjawab sendiri pertanyaannya.

“Namaku Lingga Bangke.” Sahutku.

“Namaku Kelvin cok.” Ucap Bang Kelvin dan aku menyingkatnya dengan sebutan Bangke. Dia pemilik apartemen yang baru aku tinggalkan tadi dan dia juga yang memperkkenalkan aku kepada Bang Edi.

“Hehehe.” Aku hanya tertawa dengan sinisnya dan kembali aku menghisap rokokku.

Hiuuffttt, huuuuuu.

“Bagimana, bagaimana.?” Tanyanya.

“Aku sudah menyelesaikan tugasku.” Jawabku.

“Oke, Aku mentransfer bagianmu.” Ucap Bang Kelvin.

“Oke.” Sahutku.

“Terus bagaimana suaminya.? Apa dia puas dan kelojotan melihatmu menggoyang tubuh mungil istrinya yang alim itu.?” Bang Kelvin bertanya dan dia sudah tidak sabar menungu jawabanku.

“Gak tau. Tapi mungkin dia kapok mengadakan acara seperti ini lagi dan semoga setelah ini dia semakin mencintai istrinya. Itupun kalau istrinya mau memaafkan kesalahannya loh ya.” Jawabku dengan santainya.

“Jangan ngomong gitu dong Ngga. Nanti aku gak dapat duit lagi dari dia dan itu berarti kamu juga gak dapat bagian. Hehehe.” Ucap Bang Kelvin lalu dia tertawa mengejekku.

“Taik kamu Bang.” Ucapku lalu aku menutup telponku.

Aku lalu menyimpan Hp dikantong jaket yang aku tinggalkan di atas trailku, setelah itu aku mengenakannya. Aku juga memakai helm full face ku, lalu aku naik ke trailku.

BUMMMM, BUMMMM, BUMMMM.

Bunyi knalpot trailku ketika aku menyalakan mesinnya dan aku langsung menarik gasnya agak kencang.

BRUMMMMM.



#Cuukkk. Ini adalah dosa termanis yang pernah aku rasakan dan mungkin Mba Lia juga merasakannya. Tapi apakah sudah cukup pergulatan yang dipenuhi amarah yang membara dan hawa nafsu tadi, atau masih ada kelanjutannya.? Entahlah, aku tidak tau. Aku ikut mengalir saja seperti air dan entah kemana muara yang aku tuju.
 
Terakhir diubah:
Mantap update om, mau nanya om apakah ini cerita benar² baru ataukah ada hubungannya dengan threat om yang lain? Kayak nya saya inget ada tokoh yang namanya Lingga tapi lupa di threat yang mana kekekek
ini cerita baru Om.. gak ada hubungan dengan cerita yang lain.. mungkin namanya aja yang sama..
 
tumben banget dab @Kisanak87, apdetane cepet.. po wes ono konsep sak durunge?? kari nuang no ning forum kene?
gak ada om.. bagian 3 aja belum aku ketik sama sekali.. rata - rata semua ceritaku juga seperti ini, kalau lagi mood baru ngetik, terus kalau sudah selesai langsung update..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd