Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG BULAN JINGGA

BAGIAN 9
Perubahan Perjalanan Hidupku



“Qiu, qiu.” Ucap Darel yang muncul dipintu kamarku.

“Qiu, qiu.” Sahutku dan posisiku sedang rebahan dikasurku.

“Ngentu yo.” (Ngentot yo.) Ajak Darel lalu dia tersenyum dengan wajah yang menggathelkan.

“Ngentu matamu. Aku jek normal cok.” (Ngentot matamu. Aku masih normal cok.) Jawabku sambil menggelengkan kepalaku pelan.

“Bukan kita berdua yang ngentot cok. Aku juga masih normal. Maksudku itu, kita pesan cewe di aplikasi ijo.” Ucap Darel sambil berjalan ke arah meja yang ada disebelah kasurku, lalu dia mengambil bungkusan rokokku dan mengambilnya sebatang, lalu membakarnya.

Dulu aku memang sangat membenci asap rokok, tapi sekarang aku sudah mulai bersahabat dengannya dan kamarku sekarang juga selalu dipenuhi asap rokok.

“Enggak ah. Cari yang normal – normal aja.” Ucapku.

“Yang normal bagaimana maksudmu cok.? Memangnya kalau kita bayar cewe, gak normal gitu.? Apa maksudmu kalau kita bayar, ngentotnya sambil lari – lari gitu.? Assuu.” Omel Darel.

“Hehehe, taik.” Ucapku dan Darel langsung mengeluarkan Hpnya, lalu membuka paswordnya, setelah itu dia menunjukan foto dua orang wanita yang sangat cantik sekali. Satu menggunakan jilbab warna pink dan yang satu jilbab warna krem.

“Ini. Mau gak.?” Tanya Darel sambil memainkan kedua alis matanya.

“Serius ini cewe bayaran.?” Tanyaku yang terkejut dan aku langsung bangun dari tidurku.

“Kok kamu gak percaya.?” Darel bertanya balik, sambil menekan kunci tombol Hpnya, lalu mengantonginya lagi.

“Ya iyalah. Cewenya pakai jilbab gitu.” Jawabku.

“Duuhhh. Nakalmu kurang jauh cokk. Zaman sekarang ini, apasih yang gak mungkin.” Ucap Darel, lalu dia berjalan ke arah pintu kamarku.

“Loh he. Mau kemana kamu cok.?” Tanyaku.

“Threesome cok. Kamu kan gak mau.” Jawab Darel sambil menoleh ke arahku dan wajahnya benar – benar sangat menggathelkan sekali.

“Matamu. Serakah kamu itu. Ingat, orang yang serakah itu, kepala kontolnya kecil, batangnya pendek, bijinya satu, jembutnya tebal.” Ucapku lalu aku berdiri dengan cepatnya.

“Hahahaha. Aku tunggu dirumahku. Nanti kita keluarnya pakai mobilmu aja.” Ucap Darel sambil melangkah keluar dari kamarku.

“Ya. Aku mandi dulu. Awas kamu tinggal, kuperkosa penghuni kosanmu.” Ucapku dan aku langsung menuju kamar mandiku.

“Hahahaha. Qiu, qiu.” Samar – samar terdengar suara Darel didepan sumahku sana.

Hiuffttt, huuuu.

Beginilah kehidupan terbaruku, setelah wanita – wanita yang kucintai pergi. Aku melampiaskan dengan mencari wanita – wanita lain, yang tentunya tidak perlu memakai perasaan. Hanya perlu mengeluarkan uang dan mereka menemani aku untuk karaoke, pijet atau sekedar minum di cafe. Sedangkan untuk bersetubuh, aku belum pernah melakukannya lagi, semenjak kepergian Lani. Wanita – wanita yang menemani aku sering merayuku untuk bersetubuh, tapi aku selalu menolaknya. Aku masih trauma dengan persetubuhanku dengan kedua wanita yang kucintai, yang selalu berakhir dengan kepedihan dan kesedihan.

Tapi hari ini, entah kenapa setelah melihat foto yang diperlihatkan Darel tadi, ada sedikit gairah yang muncul dari dalam hatiku. Wanita yang memakai jilbab warna pink disalah satu foto itu, seperti memiliki sesuatu yang membuatku penasaran. Aku ingin mencoba ‘bermain’ dengannya, tapi aku tidak mau memaksakannya. Kalaupun nanti tiba – tiba gairah itu hilang, aku akan mengajaknya ngobrol seperti yang biasa aku lakukan kepada wanita – wanita yang sebelumnya.

Oh, iya. Sudah hampir enam bulan Lani meninggalkan kota ini dan dalam waktu enam bulan itu juga, aku tidak pernah melihat wajahnya lagi. Terakhir aku melihat wajahnya ketika aku mengantarkannya kekosannya, setelah malam sebelumnya kami berdua mabuk parah.

Pergantian kepemilikan café sawah dari Bang Rikky serta Lani kepadaku, juga tidak mempertemukan aku dengan Lani. Aku mendatangi notaris yang ditunjuk Bang Rikky seorang diri dan melakukan tanda tangan dikantor notaris itu.

Tapi sudahlah, yang lalu biarkan berlalu. Lani sudah menikah dan aku tidak akan mengharapkannya lagi. Cukup cintanya saja yang tertinggal, tapi biarkan raganya bersanding dengan yang lainnya. Sekarang aku akan bersenang – senang dengan hidupku, tanpa terganggu dan terbelenggu dengan yang namanya cinta.

Untuk masalah pengelolaan café dekat sawah, sampai saat ini tetap berjalan dan aku pemilik tunggalnya. Pengunjungnya semakin ramai dan pundi – pundi keuanganku semakin bertambah banyak.

Muda, kaya dan bebas. Terus apa yang harus membuatku tenggelam dalam kesedihan.? Cinta.? Sudahlah, aku sudah muak dengan yang namanya cinta.

Hiuuffttt, huuuu.

Aku selesaikan mandiku dengan cepat, setelah itu aku berganti pakaian dan tidak lupa aku memakai parfum ditubuh serta dipakaianku.

Aku lalu menuju kerumah Darel memakai mobil peninggalan Ayahku, karena hanya itu saja mobil yang terparkir digarasi rumahku. Sebenarnya bisa saja aku membeli mobil sport keluaran terbaru, tapi mobil jeep robicon 4 pintu peninggalan Ayahku, terlihat sangat gagah dan aku menyukainya.

Bruumm.

Mobilku berjalan pelan kerumah Darel yang jaraknya dekat sekali, lalu aku memarkirkannya didekat pintu pagar rumah Darel. Aku lalu turun dan aku masuk kerumah Darel yang sekaligus menjadi tempat kos – kosan ini.

“Qiu, qiu.” Ucapku agak keras dan itu kode panggilanku kepada Darel, begitu juga sebaliknya.

“Qiu, qiu.” Sahut Darel dari lantai dua dan pada saat aku sudah didalam rumah, aku melewati kamar seorang wanita yang sangat cantik dan kebetulan pintu kamarnya terbuka.

Aku berhenti didepan pintu kamar wanita itu dan terlihat dia sedang berdiri dengan posisi menyamping. Dia terlihat asyik dengan Hpnya dan dia tidak sadar kalau ada orang ganteng yang sedang menatapnya.

Huuuu.

Saat ini aku disuguhkan dengan sebuah pemandangan yang sangat indah dan aku dibuatnya terpesona. Pakaian yang dikenakan wanita itu membuatnya terlihat seksi dan ‘adikku’ dibuatnya sedikit menggeliat dibalik sempak. Kaos ketat yang membuat buah dadanya tercetak dengan jelas dan celana legging selutut yang tidak kalah ketat, sampai membuat bokongnya terlihat sangat montok.

Dewi Adiningrum

Dewi Adiningrum. Nama wanita cantik itu dan usianya kurang lebih sama seperti aku. Wanita yang memiliki kecantikan yang sempurna dan senyum yang menggoda. Dia berkuliah dikampus negeri jurusan ekonomi dan sekarang dia sudah semester dua.

“Hai Dewi.” Panggilku kepada wanita cantik itu dan dia langsung menoleh ke arahku.

“Hai Angga.” Jawabnya, lalu dia tersenyum dengan manisnya, setelah itu dia meletakan Hpnya diatas meja kecil dekat kasurnya.

“Namaku Lingga Wi, bukan Angga.” Ucapku dan dia mendekat ke arahku, lalu dia berhenti kira – kira berjarak satu langkah didepanku.

Pandangan mataku sempat melihat ke arah buah dadanya yang seolah menantangku untuk meremasnya, tapi aku langsung mengalihkannya ke mata Dewi yang sedang menatap mataku. Matanya terlihat sangat indah dan seperti mengundangku untuk masuk kedalam kamarnya.

Cuukkk. Pikiranku kok bisa aneh begini ya.? Terus kenapa aku seperti sangat mengaguminya.? Ini rasa kagum biasa, rasa kagum yang dibarengi dengan keinginan untuk menjamah tubuhnya atau ada rasa kagum yang lainnya ya.?

Arrgghhh. Wanita ini benar – benar sangat menggairahkan.

“Aku sukanya manggil kamu dengan sebutan Angga. Gimana dong.?” Tanyanya dan kedua tangannya langsung terlipat tepat dibawah buah dadanya, sehingga membuat buah dadanya semakin menonjol kedepan.

“Jangan – jangan jodohnya Mba nanti namanya Angga.” Ucapku sambil memainkan kedua alis mataku.

“Loh. Bukannya kamu ya jodohku.?” Tanya wanita cantik ini dan wajahnya terlihat menggemaskan sekali. Ingin rasanya aku mencubit puttingnya, sampai dia mendesah keenakan. Aahhh, kok puttingnya sih.? Maksudku itu pipinya yang menggemaskan itu.

“Beneran.? Kalau iya aku masuk kamarmu nih.” Ucapku dan kalau sampai dia menjawab iya, berarti dia sengaja memancingku untuk masuk kedalam kamarnya dan sudah kupastikan, dia akan aku buat terlentang dan aku buat kelojotan.

“Iya, masuk aja. Kusepak kepalamu nanti.” Sahut Darel yang turun dari tangga.

“Hihihi. Marahin dia Mas Kos. Dia sudah godain Dewi dari tadi.” Ucap Dewi dan dia memanggil Darel dengan sebutan Mas Kos. Harusnya dia memangggil Darel Bapak Kos, tapi karena usia Darel sama seperti dia, jadi Dewi memanggilnya Mas Kos.

“Tenang aja sayang. Selama ada Mas dikosan ini, gak akan ada yang berani ganggu kamu.” Ucap Darel dengan congkaknya.

“Sayang, sayang. Kepalamu peyang.” Ucapku dan Darel langsung merangkul pundakku.

“Ayo sudah jalan. Nanti kalau kelamaan disini, kita malah gak jadi keluar.” Ucap Darel.

“Dewi gak diajak Mas Kos.?” Tanya Dewi dan lagi – lagi diakhiri dengan senyum yang menggoda.

“Loh he. Ayo kalau Dewi mau ikut.” Sahutku dengan semangatnya.

“Gak jadi, gak jadi. Dewi takut jalan sama dua buaya yang lagi kelaparan. Nanti Dewi dimakan lagi. Hihihihi.” Ucap Dewi dan tawa manjanya itu terdengar gurih ditelingaku. Kalau bisa ditambahin sedikit garam, bisa aku makan dia.

“Ayolah Wi. Aku gak makan orang kok. Apalagi orangnya cantik kayak Dewi.” Ucapku dan Darel langsung memetengku, lalu menarikku berjalan.

“Hihihi.” Terdengar Dewi yang kembali tertawa.

“Assuuu ini. Senang betul sih gangguin anak kosanku.” Ucap Darel sambil merenggangkan petengannya dileherku dan aku langsung melepaskannya, lalu aku menoleh ke arah belakangku.

“Dewi, aku tunggu digapura ya.” Ucapku dengan suara yang agak keras, ketika aku sampai didepan pintu utama kosan.

“Gapura mana Ngga.?” Tanya Dewi sambil memunculkan kepalanya dipintu kamarnya.

“Gapura yang menuju tempat pelaminan kita berdua.” Jawabku.

“Hihihi.” Dewi tertawa sambil mengkodeku dengan ujung jempol kanannya menempel ditelinga dan ujung kelingkingnya didekat bibir manisnya, seperti gerakan orang yang menelpon.

“Nomornya masih yang kemarinkan.?” Tanyaku dan Dewi menjawabnya dengan acungan jempol kanannya.

“Assu ini. Mau kamu ajak kemana anak kosanku.?” Tanya Darel.

“Ada deh. Nanti kalau sudah selesai, baru aku ceritain.” Ucapku sambil melemparkan kunci mobilku kepadanya, karena aku lagi malas menyetir.

“Cok. Kamu aku suruh bawa mobilmu, soalnya aku lagi malas nyetir. Ini malah aku disuruh nyetirin, sama aja bohong cok. Gathelli arek iki.” (Gathelli arek iki = Menjengkelkan anak ini.) Gerutu Darel sambil membuka pintu mobil bagian kanan.

“Cerewet kamu itu.” Ucapku dan aku masuk kedalam mobil lewat sebelah kiri.

“Kamu mau ngapain sama Dewi Ngga.?” Tanya Darel, ketika aku memasang sabuk pengamanku.

“Mau tau aja kamu itu.” Jawabku sambil menyandarkan kepala belakangku dijok mobil.

“Dewi itu anak baik – baik loh ya.” Ucap Darel, lalu dia mulai menjalankan mobilku.

“Kamu kira aku bukan anak baik – baik.?” Tanyaku sambil melihat ke arah Darel, lalu melihat ke arah depan lagi.

“Kayak aku gak tau isi kepalamu aja cok, cok.” Ucap Darel.

“Assuu. Aku itu cuman mau berteman aja sama Dewi.” Ucapku sambil mengambil Hpku, lalu aku mencari nama seorang wanita di kontak Hpku.

“Cara bertemanmu sama wanita itu gathelli cok.” (Gatheli = menjengkelkan.) Ucap Darel dan aku tidak menghiraukannya.

“Hai Dewi.” Pesanku yang aku kirim kepada wanita itu dan dia adalah Dewi Adiningrum.

“Hai Angga. Kok bisa kirim pesan.? Bukannya kamu lagi nyetir ya.?” Tanya Dewi.

“Mas Kos yang lagi nyetir Wi. Oh iya, Dewi lagi ngapain.?” Tanyaku.

“Oh, Mas Kos to yang nyetir. Aku lagi mau makan Ngga.” Jawabnya.

“Baru mau kan Wi.?” Tanyaku.

“Iya, ini baru buka bungkus.” Jawab Dewi.

“Bungkus apa Wi.?” Tanyaku dan pikiranku sudah menerawang kemana – mana. Akupun sengaja memancing Dewi dan semoga dia paham maksudku.

“Maunya bungkus apa.?” Dewi bertanya balik dan ternyata dia termakan pancinganku. Eh, termakan pancinganku atau justru aku yang dipancingnya ya.?

“Bungkus yang isinya pulen Wi.” (Pulen = empuk dan enak) Jawabku dan aku akhiri dengan emot tersenyum malu.

“Hihihi. Angga nakal ya.”

“Kok nakal.? Akukan anak baik – baik Wi.”

“Eleh. Anak baik – baik kok matanya jelalatan terus pikirannya mesum. Emang aku gak tau apa, kalau kamu dari tadi lihat dadaku sama bokongku.? Pasti habis ini minta PAP.”

“Hahahaha. Tau aja sih kamu itu. Tapi ngomong - ngomong, siapa yang bilang aku mau minta PAP.?”

“Beneran gak minta PAP.? Nanti nyesal loh kamu Ngga.”

“Ha.? Kamu beneran mau kasih PAPkah.?”

“Tuhkan, berharap juga.”

“Berharap Wi, bukan minta.”

“Sama aja itu.” Jawab Dewi.


“Kamu lagi kirim – kiriman pesan sama siapa Ngga.? Kok senyum - senyum sendiri.?” Tanya Darel.

“Siapa yang kirim – kiriman pesan.? Aku loh lagi baca cerbung.” Jawabku berbohong.

“Cerbung apa.?” Tanya Darel lagi.

“Jejak Pengkhianatan.” Jawabku dan kami berdua memang sering membaca cerbung yang ada di forum semprot.

“Lah, perasaan ceritanya itu bikin baper, kok kamu malah senyum – senyum.?” Tanya Darel yang kelihatan bingung.

“Ceritanya memang bikin baper, tapi komen – komennya gathelli.” Jawabku.

“Komennya siapa yang paling gathel.?” Darel terus bertanya dan dia terlihat penasaran.

“Komennya Kisanak87. Dia kelihatan bingung sendiri, soalnya updetan cerita Jejak Pengkhianatan, ugal - ugalan.” Jawabku sambil menurunkan kaca mobil sebelah kiri, lalu aku mengambil rokokku dan membakarnya.

“Lah, kenapa Kisanak87 bingung sendiri.? Tinggal balas dengan updetan 3 atau 4 bagian sekaligus, beres masalah.” Ucap Darel dengan entengnya.

“Nah itu masalahnya.” Ucapku lalu aku menghisap rokokku.

“Apa masalahnya itu.?” Tanya Darel.

“Masalahnya itu, dia bingung ceritanya mau dibawa kemana.” Jawabku sambil memutarkan Hpku.

“Lah, memangnya Kisanak87 gak punya kerangka cerita, yang tinggal dikembangkan sampai tamat.?” Tanya Darel.

“Gak ada. Dia itu ngetik sa enak jembutnya aja.” Jawabku.

“Bisa begitu ya.? Itu untuk cerita Bulan Jingga aja atau sama cerita – ceritanya yang lain juga.?” Darel kembali bertanya.

“Semua cerita yang pernah dia buat, ya ngalir gitu aja. Dapat ide langsung diketik, gak dapat ide ditinggal coli.” Jawabku lalu aku menghisap rokokku lagi.

“Ohh. Jadi mungkin karena itu ya, cerita yang Matahari 3 belum lanjut sampai sekarang.” Ucap Darel dan dia menurunkan keca mobil sebelah kanannya, lalu dia membakar rokoknya.

“Kalau masalah cerita Matahari 3 itu, banyak factor yang buat dia ragu untuk melanjutkan ceritanya. Kalau ide sih aku yakin ada aja.” Jawabku.

“Pasti ada salah satu factor yang paling ngeselin ya.?” Tanya Darel dan aku hanya menganggukan kepala, sambil memikirkan balasan apa yang harus aku ketik untuk Dewi.

“Apa itu.?” Tanya Darel lagi.

“Dewi.” Aku mengrimkan pesan untuk Dewi dan aku hanya mengetik namanya saja.

“Cerita Perjalanan Menggapai Cita dan Cinta, sudah diklaim hak ciptanya sama plagiat yang bangsat, di beberapa platform cerita berbayar.” Jawabku.

“Apa sih sayang.” Jawab Dewi yang membuat mataku berbinar.

“Cok. Sadis itu cok. Ibaratnya itu, kisanak87 yang coli, tapi orang lain yang dapat klimaksnya.” Ucap Darel sambil menggelengkan kepalanya pelan.

“PAP dong Wi.” Ucapku lalu aku akhiri dengan emot tersenyum malu.

“Nah itu dia. Pasti plagiat – plagiat bangsat itu juga sudah nunggu Matahari 3 sampai tamat, terus diklaim lagi.” Ucapku.

“Ogah. Tadi katanya gak mau.” Balas Dewi.

“Iya sih. Tapi kasihan sama yang benar – benar mengikuti dan yang menikmati cerita Matahari 3. Mereka jadi kena imbasnya juga.” Ucap Darel.

“Siapa yang gak mau Wi. Aku mau dan berharap banget.” Balasku.

“Ya itu juga yang jadi salah factor Kisanak87. Jadi pikirannya itu antara maju, mundur, maju, mundur. Seperti gerakan coli yang seirama.” Ucapku.

“Iya, iya. Mau yang atas atau mau yang bawah.?” Tanya Dewi dan kembali mataku berbinar – binar membaca pesan Dewi.

“Pasti bingung banget Kisanak87 itu.” Ucap Darel dan aku focus dengan Hpku, karena ini detik - detik yang mendebarkan dari obrolanku dengan Dewi.

“Yang atas aja dulu deh. Kelihatannya isinya padat banget.” Ucapku dan aku akhiri dengan emot orang yang meneteskan air liur.

“Tapi ngomong – ngomong, dengan cara menulisnya yang sa enak jembutnya itu, apa gak gila dia ngarang cerita, yang berlatar belakang mulai dari orde baru sampai generasi gen Z ini.?” Tanya Darel.

Pesan Dewi masuk dan itu bukan ketikan huruf, melainkan gambar. Akupun langsung membuka gambar itu dan ternyata dia mengirimkan dada ayam tepung yang sudah dimakannya setengah. Asuuu, asuuu.

“Dia itu gak gila. Cuman otaknya aja mengsle nang kiwo.” (mengsle nang kiwo = miring kekiri.) Jawabku dan aku menampakan ekspresi kejengkelan, karena gambar yang dikirim Dewi gak sesuai dengan harapanku.

“Dewi jahat. Awas aja nanti kalau ketemu.” Balasku.

“Hahahaha.” Darel tertawa mendengar jawabanku dan dia tidak tau kalau aku saling berkirim pesan dengan Dewi. Yang dia tau, aku lagi baca komen di cerita yang dibuat Om Suhu Nice4.

“Loh. Katanya tadi mau lihat isi dalam bungkusan. Kebetulan aku lagi bungkus ayam tepung yang rasanya pulen banget. Hihihi.” Jawab Dewi.

“Sudah ah. Aku malas ngetik lagi. Dewi gak asyik.” Ucapku lalu aku meletakkan Hpku.


“Ngomong – ngomong, kita mau kemana ini.? Gak jadikah sama dua wanita yang tadi.?” Tanyaku ke Darel.

“Jadilah. Kita mainnya di apartemenku aja. Aku sudah janjian sama kedua wanita itu, supaya mereka nungu di lobby.” Jawab Darel dan orang tuanya memang memiliki apartemen, yang digunakan untuk beristirahat ketika berkunjung ke kota ini.

“Oh iya. Supaya tidak terjadi keributan dan hal yang tidak di inginkan, sekarang kita harus sepakat dulu. Kamu sama wanita yang berjilbab pink atau yang berjilbab krem.?” Tanyaku ke Darel.

“Duhhh. Sama cantiknya sih itu. Gimana kalau nanti sudah selesai main sama salah satu dari mereka, kita saling tukar aja.? Jadi kita bisa sama – sama menikmati kedua wanita itu.” Ucap Darel.

“Nggilani cok. Gak mau aku. Masa aku main ada bekas pejuh beracunmu itu.? Bisa teyengen kontolku.” (Nggilani = menjijikan. Teyeng = Salah tidur yang buat leher susah menoleh.) Ucapku.

“Matamu cok. Iya sudah, kamu aja yang milih duluan.” Ucap Darel.

“Ya sudah. Aku yang jilbab pink.” Ucapku dengan semangatnya.

“Assuu. Pintar juga kamu milih wanita. Dia itu mahasiswi keguruan dan namanya Camelia Handayani.” Ucap Darel.

“Namanya cantik, secantik orangnya.” Ucapku sambil menganggukan kepala pelan.

“Elehh. Semua cewe yang kamu lihat juga kamu bilang cantik cok.” Ucap Darel dan kami sudah sampai didepan apartemen miliknya.

Mobil kamipun masuk ke area parkiran dan setelah mobil terparkir, kamu berdua berjalan ke lobby apartemen. Kedua wanita cantik itu ternyata sudah menunggu kami dan mereka duduk disofa yang ada disebelah lobby.

Dua orang wanita yang terlihat sangat cantik dan manis sekali. Mereka menggunakan gamis dan jilbab yang lebar, jadi orang yang melihatnya, tidak akan menyangka kalau mereka itu wanita yang bisa dibayar.

“Camelia.” Ucap Darel, menegur salah satu dari wanita itu. Wanita yang tadi mengenakan jilbab pink, sekarang tetap memakai jilbab pink, cuman berbeda model. Sedangkan temannya yang tadi memakai jilbab warna krem, sekarang memakai jilbab warna biru muda.

“Mas Darel ya.?” Tanya Camelia dan dia langsung berdiri di ikuti temannya yang duduk disebelahnya.

Aroma parfum yang mereka gunakan sangat wangi sekali dan itu membuat gairahku mulai menggeliat.

Camelia Handayani

“Iya. Kenalin ini temanku. Namanya Lingga.” Ucap Darel memperkenalkan aku kepada Camelia.

“Lingga.” Ucapku sambil mengulurkan tangan kananku ke arahnya dan aku menatap matanya.

“Panggil aja saya Lia Mas.” Ucap wanita itu dengan suara yang sangat lembut, sambil mengatupkan kedua tangan di dada dan kepalanya mengangguk pelan.

Aku langsung menggaruk kepalaku yang tidak gatal ini, karena dia tidak membalas jabatan tanganku ini. Bajingan. Aku lagi ditipu sama Darel kah.? Bagaimana aku akan menikmati tubuh wanita ini, sedangkan bersalaman saja dia tidak mau. Asuu, assuuu.

“Hehehe.” Darel tertawa pelan sambil melirik ke arahku.

“Oh iya. Ini temanku, namanya Putri.” Ucap Lia, memperkenalkan temannya kepada Darel.

“Darel.” Ucap Darel dan dia mengulurkan tangan kanannya ke arah Putri.

“Putri.” Jawab Putri dan dia juga mengatupkan kedua tangan didada.

“Hahahaha. Mampus.” Ucapku dan Darel juga menggaruk kepalanya sambil melihat ke arahku.

“Mampus kenapa Mas.?” Tanya Lia yang terlihat agak bingung.

“Gak apa - apa kok Mba.” Jawabku lalu aku tersenyum kepadanya.

“Oh iya, aku toilet dulu ya.” Ucapku sambil berjalan ke arah belakang lobby dan sebenarnya aku tidak akan ke toleit, tapi aku akan ke parkiran belakang.

“Gak dikamar aja.?” Tanya Darel.

“Nggak. Aku dah kebelet.” Jawabku dan aku tidak melihat ke arah Darel.

Akupun melangkah ke arah parkiran sambil mengeluarkan HPku yang ada dikantong.

“Candaanmu gak lucu cok.” Ucapku mengetik pesan kepada Darel.

“Candaan.? Candaan apa.?” Tanya Darel.

“Mereka cewe baik – baik, kok kamu bilang cewe bayaran.? Assuuu.” Ketikku.

“Aku gak bercanda cok.” Ucap Darel.

“Lah. Mereka salaman aja gak mau, apalagi telanjang.” Ketikku dengan kesalnya.

Darel mengirim gambar dan itu bukti transfernya kepada Lia.

“Aku baru transfer ke Lia untuk bayaran dia dan temannya. Kalau kamu gak percaya, gak usah diganti, terus kamu pulang aja. Kunci mobilmu aku titipkan di resepsionis. Tapi kalau kamu mau gabung, salah satu kartu kamarku aku titipkan diresepsionis. Tapi jangan lupa, kamu ganti dulu uangku. Aku sudah naik kekamarku.” Ucap Darel dan sebenarnya aku mau pulang. Kalau saja bukan karena ada Lia yang seperti ada sesuatu yang membuatku penasaran, mungkin aku akan pulang kerumahku.


Akupun langsung berjalan ke arah resepsionis untuk mengambil kartu kamar dan juga kunci mobilku. Aku lalu naik kelantai 11 dan kamar Darel ada di no 8.

“Hihihi.” Tawa Lia menyambutku, ketika aku masuk kedalam ruangan.

Lia duduk sendiri diruang tamu, sementara Darel dan Putri tidak terlihat batang hidungnya.

“Kenapa ketawa.?” Tanyaku heran, lalu aku duduk disofa yang ada dihadapannya.

“Kamu nggemesin kalau lagi ngambek.” Ucap Lia dan dari bahasa tubuhnya, dia tidak kaku seperti di lobby tadi. Dia sekarang terlihat santai dan tidak terlihat canggung sedikitpun kepadaku.

“Darel sama Putri kemana.?” Tanyaku dan aku tidak menyahut ucapannya, karena jujur ada rasa jengkel dihatiku. Entah karena apa, tapi itu membuat moodku sekarang lagi tidak baik.

“Dikamar.” Jawab Lia dengan santainya dan aku langsung berdiri.

Apartemen Darel ini memiliki 2 kamar tidur dan satu kamar tidur telah dipakai oleh Darel. Akupun melangkahkan kaki ke arah satu kamar yang pintunya terbuka.

“Mau kemana.?” Tanya Lia.

“Mau kekamarlah.” Jawabku dengan cueknya, lalu aku melangkahkan kakiku.

“Loh, aku gak diajak.?” Tanya Lia dan aku langsung menghentikan langkahku lalu menoleh ke arahnya.

“Kamu mau kugendong.?” Tanyaku balik dan Lia langsung berdiri dari duduknya.

“Enggak ah, buayanya lagi ngambek. Entar aku dimakan lagi.” Ucap Lia dengan manjanya, lalu di akhiri dengan senyum manisnya.

Kurang ajar nih cewe. Dia belum tau kalau aku memiliki kemaluan yang besar dan panjang, yang siap mengaduk - aduk vaginanya. Nanti didalam kamar sana, aku akan membuatnya menggelinjang dan dia akan menjerit sekeras – kerasnya. Aku akan membalas dendam, karena dia menipuku dengan sikapnya yang lugu, ketika berkenalan tadi. Aku tidak akan memberikan ampun kepadanya dan cairan kenikmatannya akan aku kuras habis, sampai dia tidak kuat berjalan.

Akupun langsung masuk duluan kedalam kamar, setelah itu aku mengambi Hp dan rokokku yang ada dikantong, lalu aku membakar rokokku.

Hiuuffft, huuuu.

“Luas juga ya kamarnya.” Ucap Lia dan dia duduk disebelahku tapi agak berjarak.

Aku tidak menyahuti ucapan Lia, karena aku sedang mentransfer sejumlah uang kepada Darel, untuk mengganti uangnya yang tadi.

Aroma parfum yang dikenakan Lia langsung memenuhi ruangan ini dan gairahku semakin menjadi.

“Hiuuffttt, huuu.” Aku menghisap rokokku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

“Kamu marah ya sama aku.?” Tanya Lia dan aku langsung meletakkan Hpku dimeja, setelah itu aku melihat ke arahnya.

“Enngak, untuk apa juga aku marah sama kamu.” Ucapku dan tatapan mata Lia tiba – tiba membuatku sangat grogi sekali.

Aku sering kali berduaan dengan wanita seperti ini dan biasanya mereka yang grogi ketika aku tatap, tapi sekarang entah kenapa justru aku yang merasakan itu. Akupun tidak bisa memalingkkan wajahku untuk menghindari tatapan matanya yang indah itu, karena leherku seperti dikunci stang.

“Terus kenapa kelihatan BT dari tadi.?” Tanya Lia.

“Gak apa – apa. Mungkin aku kecapean aja.” Jawabku dengan nada bicara yang mulai melemah dan Lia langsung memalingkan wajahnya ke arah depan. Akhirnya aku terlepas dari tatapan matanya itu dan akupun bisa menggerakan kepalaku lagi dan aku langsung memalingkan wajahku ke arah depan.

“Capek atau karena kesan pertama yang gak enak, ketika berkenalan tadi.?” Tanya Lia dan kembali aku menoleh ke arahnya.

“Kenapa harus bahas masalah itu sih.? Lebih baik kita langsung ngentot aja yuk.” Ucapku dan sengaja aku memilih kata ‘ngentot’ dari pada ‘bersetubuh’, karena aku ingin memacu adrenalinku dan menaikkan moodku dalam bercinta. Pemilihan kata kasar itu seolah menunjukan kalau aku ingin mendominasi didalam ruangan ini dan bukannya dia yang mengaturku.

Akupun langsung mematikan rokokku, setelah itu aku langsung berdiri sambil membuka kaosku dan celana levisku, sehingga yang masih melekat ditubuhku hanya celana dalam saja.

Aku lalu melangkah ke arah Lia yang masih duduk ditepi kasur dengan santainya dan aku langsung memegang pundaknya, setelah itu aku membungkukan tubuhku dan mendorong pundaknya sampai dia terlentang dikasur.

Buhhggg.

Lia terlentang dikasur, dengan posisi kedua kaki masih menapak dilantai dan aku mengangkangi Lia. Kedua lututku berada disamping pinggang Lia dan kedua telapak tanganku berada disebelah pundaknya.

Wajah Lia terlihat tenang dan sangat santai, sementara aku sudah dikuasai nafsu, melihat wajahnya yang sangat cantik itu. Jujur nafsuku sangat mengebu – gebu, padahal belum ada sentuhan dari Lia dan diapun belum melepaskan satu kainpun yang melekat ditubuhnya.

Tatapan matanya, alisnya, hidungnya, bibirnya yang sedikit tebal dan seluruh wajahnya, sungguh menggairahkan dan membuat aku tidak bisa menahan nafsuku lagi.

Perlahan aku mendekatkan wajahku dan aroma tubuh wanita satu ini, sungguh – sungguh menggairahkan.

“Eits.” Ucap Lia menahan bibirku dengan telunjuk kanannya, ketika bibirku sudah mendekat dibibirnya.

“Kenapa harus buru – buru.? Waktu kita masih panjang dan kita bisa menikmatinya dengan sangat santai.” Ucap Lia dengan mata yang membulat sempurna, lalu diakhiri dengan senyum yang menggoda.

“Bersetubuh itu bukan hanya tentang ciuman.” Ucap Lia sambil menurunkan jari telunjuknya yang ada dibibirku, ke arah daguku. Gerakannya sangat lambat dan ujung jari telunjuk itu menyentuh kulitku dengan sangat lembutnya.

“Saling meraba.” Ucapnya dan jari telunjuknya terus bergeser ke arah leherku.

“Saling memasuki.” Ucapnya dengan suara yang sangat lembut. dan sentuhannya sekarang sudah sampai didadaku.

“Mendapatkan orgasme.” Ucapnya dengan jari yang sudah sampai diperut.

“Setelah itu selesai.” Ucap Lia dan ujung telunjuk kananya itu berada tepat di bawah pusar dan dibagian atas celana dalamku.

Sentuhan Lia disetiap inchi bagian tubuhku, seperti sengatan listrik dan membuat tubuhku langsung merinding seketika.

Nafsu yang sudah mencapai ubun – ubun dikepalaku ini, seperti membakar seluruh tubuhku dan ingin segera disalurkan. Nafasku mulai memberat dan butiran keringat mulai keluar dari keningku.

Batangku pun sudah sangat mengeras dan isi didalamnya ingin segera ditumpahkan kedalam kemaluan Lia.

“Eits.” Ucap Lia lagi ketika bibirku kembali aku dekatkan ke bibirnya dan dia menahan bibirku dengan jari telunjuk kanannya lagi.

“Kalau niatnya hanya mencari kenikmatan sesaat, mungkin jari – jarimu sendiri bisa membantunya. Tapi sensasi kenikmatan bersetubuh, tidak sesaat itu sayang. Kenikmatannya harus terus terasa, bahkan ketika sudah keluar dari ruangan ini.” Ucap Lia dan nafasku sudah memburu, karena jari telunjuk kanan Lia sekarang menari – nari diseluruh wajahku.

Bibirnya yang mengeluarkan kata – kata itu bergerak dengan seksinya dan dari pandanganku serta pendengaranku yang sudah dikuasai nafsu ini, dia seperti sedang mendesah kenikmatan.

Aku mendekatkan wajahku lagi kebibirnya dan,

“Eits.” Ucap Lia lagi dan lagi, sambil menahan bibirku dengan telunjuk kanannya.

“Kalau ingin mendapatkan kenikmatan yang sesungguhnya dari persetubuhan, kita harus mengenal pasangan kita dengan baik.” Ucap Lia sambil mengelus bibirku dengan telunjuknya.

“Melalui tatapan matanya.” Ucap Lia sambil menatap mataku dengan dalam dan aku seperti dibawa mengikuti alurnya bercerita.

“Melalui sentuhan lembut dikulitnya.” Ucapnya sambil meraba wajahku dengan punggung jari – jarinya.

“Melalui hembusan nafasnya.” Ucapnya lalu menghembuskan nafasnya ke arah hidungku dan aromanya sangat wangi sekali.

“Lalu setelah mendapatkan rasa nyaman, kita bisa melakukan sedikit pemanasan, sebelum melakukan persetubuhan yang seutuhnya.” Ucap Lia dan nafasku benar – benar sangat memburu, karena hawa nafsu ini membuat panas seluruh tubuhku.

Akupun langsung mendaratkan bibirku kebibirnya, tapi Lia dengan cepat memalingkan wajahnya kekiri, sehingga bibirku hanya mengenai pipinya yang lembut.

Cuuppp.

Cuukkk. Wanita ini benar – benar mempermainkan nafsuku dan niatku yang tadinya ingin membalas dendam dengan membuatnya menggelinjang, seperti bomerang yang kembali kepada diriku.

“Pliss Lia, aku ingin bersetubuh denganmu sekarang juga.” Ucapku memohon kepadanya dan posisinya sekarang, wajahnya tetap menoleh ke arah samping kiri dan bibirku yang tadi mengecup pipinya, sekarang berada ditelinganya yang tertutup jilbab.

Arrgghhh. Kenapa aku tidak bisa mendominasi tubuhnya dan kenapa sekarang justru tubuhku ini seperti didalam kendalinya.? Harusnya aku yang berkuasa, karena aku sudah membayarnya dan dia harus menuruti semua kemauanku. Tapi kenapa sekarang aku yang memohon – mohon kepadanya.? Aku yang tadinya mengucapkan kata ‘ngentot’, sekarang justru mengatakan ‘bersetubuh’ dan itu seperti menegaskan kalau aku telah takluk dihadapan wanita ini.

“Okey. Tapi aku punya satu persyaratan.” Ucap Lia yang masih memalingkan wajahnya, karena wajahku masih terlalu dekat dengan wajahnya.

“Apa itu.?” Tanyaku sambil menjauhkan wajahku dari wajahnya dan aku sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku hanya ingin segera menikmati tubuhnya, apapaun persyaratan dari dia.

“Kamu berdiri dulu.” Ucap Lia sambil melihat ke arah wajahku lagi.

“Oke.” Ucapku dan aku langsung berdiri dilantai lagi, sementara Lia langsung bangkit dari tidurnya dan dia duduk dipinggir Kasur.

Aku berdiri dengan tegak, setegak kemaluanku yang kepalanya sudah muncul dari bagian atas celana dalamku. Adikku itu sepertinya sudah sesak nafas dan dia butuh nafas bantuan dari vagina Lia secepatnya.

“Kasihan Adikmu. Kelihatannya sudah gak sabar. Hihihi.” Ucap Lia sambil menyentuh kepala batangku dengan ujung jari telunjuknya, tepat dibagian belahan tempat keluarnya air kencing.

“Ehemm.” Ucap dan dengan refleknya, aku memundurkan pinggulku.

Cuukkk. Kelihatannya dia benar – benar menyiksaku. Bajingan.

Aku ingin mendorongnya kekasur lagi dan aku ingin melucuti seluruh pakaiannya sampai dia telanjang bulat, lalu aku akan memasuki vaginanya dengan brutal. Tapi itu hanya sebatas keinginan, karena pikiran dan tubuhku seolah dikendalikan oleh Lia.

“Sudah lah Lia, apa persyaratannya.?” Tanyaku dengan kesalnya.

Lia yang duduknya sejajar dengan kemaluanku, tidak melihat ke arah wajahku, tapi melihat ke arah kemaluanku. Aku tidak tau apa yang sedang dipikirkannya, karena dia tidak terlalu terkejut dengan bentuk celana dalamku yang menggelembung dan kepala kemaluanku yang sudah keluar dari ujung celana dalamku.

Ukuran kemaluanku ini diatas rata – rata, karena sedikit banyak aku masih ada darah dari negeri kincir angin. Tapi kenapa Lia seperti menganggap biasa dan seperti tidak terlalu istimewa.? Apakah dia sering melayani tamu dari orang luar negara ini.? Wahh, gila banget dong kalau seperti itu.?

Perlahan Lia menyentuh ujung celana dalamku yang ada dikedua sisi pinggangku, lalu menurunkannya sampai sebatas paha.

Toiiiing.

Adikku berdiri dengan gagahnya dan dia menampakan kebesarannya dengan sangat sombong sekali dihadapan Lia. Adikku seperti percaya diri, bisa menaklukkan wanita ini dengan mudah dan dia bisa membuat Lia menjerit – jerit ketika dirinya masuk kevagina Lia. Kesombongan dan rasa percaya diri adikku itu perlahan menular kepikiranku, dan akupun langsung menepis segala pikiranku yang dikendalikan oleh Lia.

“Ternyata biasa aja.” Ucap Lia sambil menatap kemaluanku, lalu melihat ke arah wajahku.

“Hahahaha. Kamu belum merasakan, kok bilang biasa aja.? Apa kamu pernah merasakan yang lebih besar dari punyaku.?” Tanyaku dengan sedikit sombong dan Lia hanya menggelengkan kepalanya pelan.

“Besar, panjang dan tahan lama. Kamu mau mencobanya.?” Tanyaku dan kesombongankupun semakin menjadi.

“Ini memang besar dan panjang, tapi kurang berurat. Kalau saja dia berurat, kamu bisa menaklukan wanita pujaanmu.” Ucap Lia, lalu tiba – tiba dia menggenggam batang kemaluanku dengan lembutnya.

Tap.

“Uhhhhh.” Desahku dan aku memundurkan sedikit pinggulku kebelakang, tapi Lia langsung menggenggam erat batang kemaluanku dan membuat pingulku langsung tertahan.

“Uhhh.” Desahku lagi, karena genggamannya yang erat itu, menimbulkan sensasi yang sangat luar biasa nikmat.

“Aku sudah menaklukan dua wanita dengan kemaluanku ini dan mereka sudah sangat kewalahan loh.” Ucapku sambil merasakan sensasi genggaman erat tangan Lia.

“Mungkin kamu bisa sombong, karena wanita – wanitamu itu amatir dalam berhubungan badan. Tapi kalau mendapatkan wanita seperti aku, kamu mungkin hanya akan mendapatkan senyuman saja. Hihihihi.” Ejek Lia dan tawanya juga seperti meremehkan aku.

“Gak usah banyak bicara. Kita buktikan saja sekarang.” Ucapku sambil memainkan kedua alis mataku.

“Gak semudah itu sayang. Kamu belum mendengar persayaratan dari aku.” Ucap Lia sambil merenggangkan genggamannya, lalu dia mulai mengocok pelan dan Lia adalah wanita kedua yang mengocok batang kemaluanku.

“Uhhhh. Apa syaratnya.? Cepat katakan.?” Tanyaku dan sesekali aku memejamkan mataku, karena menikmati kocokan Lia yang pelan ini.

Kesombongan yang mulai aku perlihatkan pun langsung tumbang didalam genggaman tangan Lia dan adikku juga sepertinya takluk juga dengan Lia.

Gila. Siapa wanita ini sebenarnya dan kenapa dia bisa menjinakan aku dengan cepatnya.? Bajingan.

“Kalau masalah ukuran, aku sudah melihatnya langsung. Tapi masalah tahan lama, aku belum membuktikannya.” Ucap Lia sambil terus mengocok batangku dan tatapan matanya begitu menggoda.

“Kalau kamu bisa bertahan dari permainanku selama 3 menit, aku akan mempersilahkan kamu melakukan apapun kepada diriku dan aku tidak akan menolaknya. Aku juga akan menyerahkan diriku kepadamu selama tiga bulan dan kamu tidak perlu membayarnya.” Ucap Lia dan itu membuat batang kemaluanku semakin mengeras.

“Tapi kalau dalam waktu kurang dari tiga menit kamu sudah keluar, kita sudahi acara hari ini dan kamu harus membayarku 3 kali lipat.” Ucap Lia dan diakhiri dengan senyum yang semakin lama terlihat semakin membuatku bernafsu.

“Uhhhhh. Permaianan apa itu.?” Tanyaku yang sudah sangat – sangat bernafsu.

“Satu menit pertama dari kocokan tanganku, satu menit kedua dari hisapan mulutku dan satu menit terakhir dari jepitan vaginaku.” Ucap Lia.

“Oke.” Ucapku yang langsung menyetujui persyaratan Lia.

“Dimulai dari sekarang.” Ucap Lia sambil meraih Hpnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanan mengocok batangku.

Clok, clok, clok, clok.

Kocokan tangan Lia sangat lembut dan dia tidak terburu – buru, agar aku cepat takluk dengannya. Dia menatapku dengan tatapan yang membuat kepala batangku cenat – cenut dan bisa saja aku akan kalah kalau seperti ini terus.

Clok, clok, clok, clok.

“Uhhhhh.” Aku mendesah kenikmatan dan kedua mataku langsung terpejam. Aku berusaha menenangkan diriku dan aku berusaha mengontrol nafsuku, agar cairanku tidak cepat keluar.

Clok, clok, clok, clok.

Gila. kocokan tangannya sangat nikmat dan rasanya itu sampai membuat kepala atasku berdenyut – berdenyut.

Aku membuka mataku dan aku melihat Hp Lia yang berada dipinggir Kasur dan waktunya sudah diseting 3 menit oleh Lia.

Clok, clok, clok, clok.

Waktu baru berjalan 30 detik dan aku merasa waktu itu berjalan sangat cepat sekali.

“Uhhhhh.” Desahku.

“Bagaimana.?” Sudah mau menyerah.?” Tanya Lia.

“Enggak. Aku masih kuat.” Jawabku sambil berkacak pinggang.

“Okey sayang.” Ucap Lia yang terus mengocokku dengan tangan kanannya dan tangan kirinya langsung menggaruk paha dalam bagian kananku dengan lembutnya.

“Ahhhhhh. Curang. Kenapa kamu raba selangkanganku.” Ucapku kepada Lia.

“Loh. Memangnya ada larangan ya.?” Tanya Lia sambil terus menatapku.

“Gak ada larangan. Tapi itu buat aku cepat keluar. Uhhhhh.” Ucapku dan Lia langsung menghentikan garukannya.

“Uppss, sori.” Ucap Lia dan bertepatan dengan satu menit waktu yang sudah terlewati. Satu menit yang bagiku terasa seperti satu jam.

“Oke. Sekarang menit yang kedua dan berlanjut kepermainan yang kedua.” Ucap Lia sambil membuka mulutnya agak lebar dan dia terus menatapku.

“Hap.” Kepala kemaluanku masuk kedalam mulut Lia yang kecil dan sepertinya dia tidak akan sanggup untuk menelan semua batang kemaluanku didalam mulutnya itu.

“AHHHHHHH.” Desahku karena ini pertama kalinya kemaluanku dikulum oleh seorang wanita dan rasanya, rasanya sangat luar biasa nimat. Kepala kemaluanku yang ada didalam mulut Lia disedot dan ujung belahan tempat keluarnya air kencingku dipermainakn oleh lidah Lia didalam sana, sementara batang kemaluanku terus dikocok oleh tangan Lia.

Sluupp, slupp,slupp.

Clok, clok, clok, clok.

“AHHHHH, AHHHHH, AHHHHH.” Desahku dan ketika aku akan memegang kepala bagian belakangnya, tangan kiri Lia langsung menepisnya.

Sluupp, slupp,slupp.

Clok, clok, clok, clok.

Gila. Isapan Lia sangat luar biasa enak dan tidak kalah dengan jepitan vagina yang paling sempit sekalipun.

Djiancok. Kelihatannya aku gak bisa kuat lagi menahan kenikmatan ini dan gumpalan cairan kenikmatanku sudah berada diujung kepala kemaluanku.

Sluupp, slupp,slupp.

Clok, clok, clok, clok.

“Stop Lia, stop. Aku gak kuat. Uhhhh.” Desahku dan Lia bukannya menghentikan lumatan dikepala kemaluanku, tapi dia justru semakin kuat menyedotnya dan kocokannya juga semakin cepat.

“AHHHHHHH.” Desah panjangku, dan.

Kemaluanku berkedut, lalu menyemburkan isinya yang sudah lama tidak pernah keluar ini.

“AHHHHHHH.” Desahku yang panjang,lalu.

Crottt, crottt, croott, crott, crott, crott, crott, crott.

Aku menumpahkan seluruh cairan kenikmatanku didalam mulut Lia dan dia tidak melepaskan kulumannya dikepala batangku. Dia terus mengocok batangku dan menampung cairan kenikmatanku didalam mulutnya.

Cuukkk. Seluruh tubuhku bergetar dengan hebat dan pikiranku melayang tinggi, seiring keluarnya setiap tetes cairan kenikmatanku. Aku merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa dan rasanya aku juga seperti melepaskan beban berat yang ada dipundakku.

Tulang – tulang persendianku terasa seperti terlepas dari tubuhku dan kedua lututku juga seperti tidak kuat menopangku untuk berdiri.

“AHHHHHHH.” Desahku lagi dan aku mengedutkan pinggulku kedepan beberapa kali, untuk mengeluarkan sisa – sisa cairan kenikmatanku.

Kenikmatan yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata - kata dan aku merasa jiwaku terbang meninggalkan ragaku yang masih berdiri, dengan posisi kemaluan yang masih dihisap oleh Lia, lalu tiba – tiba.

Buhhggg.

Jedukkkk.

Gelap.

Kedua mataku terpejam dan suasana disekitarku sangat gelap sekali. Apakah aku tertidur karena kelelahan.?

Hu, hu, hu, hu. Gila. Aku belum pernah merasakan kenikmatan yang sangat hebat seperti ini, seumur hidupku. Coli, dicoli in, dan dijepit vagina yang sangat sempit sudah pernah aku rasakan, tapi kenikmatan dari lumatan mulut Lia tidak ada yang bisa menandinginya. Mulutnya saja bisa membuatku kelojotan dan sampai aku tertidur seperti ini, apalagi jepitan vaginanya.

Apakah ini yang dimaksud Lia, kalau bersetubuh itu bukan hanya kenikmatan sesaat saja yang perlu didapat, tapi juga sensasi kenikmatan bersetubuh yang harus terus terasa, bahkan ketika sudah selesai melakukannya.

Kalau ini sih bukan saat selesai atau ketika sudah pulang aja, nikmat ini terasa. Tapi rasa nikmat ini tidak akan pernah terlupakan seumur hidupku. Gila.

Ternyata rasa penasaranku kepada Lia semenjak pertama kali aku melihat fotonya, terjawab sudah. Dia ternyata wanita yang sangat luar biasa dan ketakutanku untuk bersetubuh dipatahkan oleh kenikmatan yang diberikan oleh Lia.

Hatiku terasa lega dan tidak ada ganjalan atau pikiran buruk tentang apa yang akan terjadi kedepannya dan sekali lagi ini tidak seperti ketika aku selesai bersetubuh dengan Thifa atau Lani, yang berakhir dengan hati yang bersedih. Ya walaupun bedanya kali ini hanya lewat mulut Lia, tapi tetap saja aku merasakan sesuatu yang sangat luar biasa.

Dan ingat, ini bukan karena dulu mengambil keperawanan Lani atau Thifa, jadi aku merasa bersalah dan akhirnya bersedih, bukan karena itu. Tapi ini tentang rasa yang mengganjal dan keluar dari dalam hati, jadi rasanya itu sangat lega sekali.

Argghhh. Aku sulit menjelaskan atau mendiskripsikan rasa nikmat yang sekarang sedang melanda diriku, tapi yang jelas itu sangat luar biasa, dah itu aja.

Wuusss, wusss, wussss.

Tiba – tiba angin semilir berhembus dan membelai tubuhku yang telanjang ini, lalu beberapa saat kemudian terdengar suara aliran air yang sangat deras dan itu berada didekatku. Aku yang masih dalam kondisi terpejam ini, tentu saja terkejut, karena aku kan berada di apartemen Darel, jadi bagaimana bisa ada hembusan angin dan suara air yang mengalir deras.?

Akupun langsung membuka kedua mataku dan betapa terkejutnya aku, karena aku terbangun disebuah pondok, dengan suasana yang cukup gelap. Cahaya didalam pondok ini hanya samar – samar dan itu berasal dari cahaya bulan yang sedang bersinar terang diluar sana.

Aku langsung bangun dari tidurku dan aku duduk ditepi balai yang juga terbuat dari bambu dengan kondisi masih telanjang bulat. Pondok ini memiliki dinding yang berlubang dikanan, kiri dan belakang. Sedangkan bagian depannya terbuka dan mengarah pada air terjun yang sangat tinggi sekali didepan sana. Karena air terjun itu sangat tinggi, bagian atas air terjun itu seolah menyentuh bulan yang sedang bersinar dan air terjunnya seolah keluar dari isi perut bulan.

Waw. Indah sekali dan aku belum pernah melihat pemandangan seindah itu.

Tapi ngomong – ngomong, dimana aku ini.? Bagaimana bisa aku sampai ketempat ini.? Siapa yang membawaku kesini.?

“Hey. Melamun aja.” Ucap seorang wanita yang mengejutkanku dari arah samping kiriku dan aku langsung menoleh ke arahnya.

Seorang wanita cantik berdiri tepat disebelah kiriku dan dia tersenyum dengan manisnya. Rambutnya hitam dan panjangnya sampai kepinggang. Dia hanya mengenakan kemben yang terbuat dari kain jarik dan itu hanya menutupi bagian dada sampai ke bagian atas lututnya.

Aku seperti mengenal wanita cantik itu dan aku langsung mendekatkan wajahku, untuk memastikannya.

“Lia.?” Ucapku dan aku langsung menutupi selangkanganku.

Cuukkk. Benaran ini Lia.? Dia Camelia Handayani.? Tapi kenapa dia hanya memakai kemben.? Dimana gamis dan jilbab lebar yang dikenakannya tadi.?

“Kenapa ditutupi.? Tadi kan aku sudah liat ‘punyamu.?’” Tanya Lia dan nada suaranya berbeda dengan Lia yang tadi habis mengulum kemaluanku. Lia yang sekarang ini seperti gadis desa dan dia sangat santun sekali. Sedangkan Lia yang tadi itu sudah bergaya kekotaan dan gaya bahasanya juga kekinian.

“Oh iya.” Jawabku singkat tapi aku tetap memegangi selangkanganku.

“Kamu kenapasih.? Kok kelihatan bingung begitu.?” Tanya Lia dan aku hanya menatapnya saja.

“Sudah gak usah bingung. Kita mandi yuk.” Ajak Lia sambil melangkah ke arah air terjun didepan sana.

“Mandi.? Malam – malam.? Di air terjun.?” Tanyaku dan Lia langsung menghentikan langkah kakinya, lalu menoleh ke arahku dan dia mengganguk pelan.

“Malas.” Jawabku dan memang untuk apa aku mandi tengah malam, di alam bebas lagi. Di air terjun itu pasti ada binatangnya dan bisa saja menggigitku. Belum lagi resiko kedinginan dan masuk angin, bikin penyakit aja. Assuuu.

“Tujuanmu kesini itu, untuk mandi sayang.” Ucap Lia dengan lembutnya.

“Kenapa aku harus mandi.?” Tanyaku yang bingung.

“Sudahlah, ikut aja dulu. Nanti aku jelaskan disana.” Ucap Lia, lalu dia kembali melangkah ke arah air terjun sana.

Dan dengan berberat hati, akhirnya akupun menyusul Lia yang sudah duduk di batu besar, dipinggir sungai yang ada dibawah air terjun.

Gemiricik air terdengar semakin keras disungai yang terkena jatuhan air dari atas sana, sementara dipinggir sungai ini airnya begitu tenang sekali. Pemandangannyapun sangat indah, apalagi ditambah dengan pantulan cahaya bulan purnama yang terkena air sungai.

“Ini namanya air terjun Bulan Jingga.” Ucap Lia, ketika aku sudah duduk disebelahnya dan kami berdua tidak saling menatap.

“Kenapa namanya Bulan Jingga.?” Tanyaku.

“Kamu lihat aja keatas. Kamu pasti akan menemukan jawabannya.” Jawab Lia dan aku langsung melihat ke arah atas air terjun.

“Air yang seolah keluar dari isi perut bulan, jadi air terjun ini dinamakan air terjun Bulan Jingga.” Ucapku dan Lia langsung mengangguk pelan.

“Terus kenapa aku harus mandi disungai ini.?” Tanyaku lagi.

“Air terjun ini mempunyai banyak kasiat, ketika kita mendatanginya tepat dimalam puncak bulan purnama. Airnya bisa dijadikan obat, bisa melunturkan kekuatan jahat yang melekat pada seseorang, bisa dijadikan ilmu pengasihan dan masih banyak lagi kasiat lainnya.” Jawab Lia.

“Terus apa hubungannya sama aku.?” Tanyaku.

“Pada saat kamu tadi mengeluarkan cairan kenikmatan, apa yang kamu rasakan.?” Lia bertanya balik kepadaku dan aku langsung menoleh ke arahnya.

“Apa.? Kok malah lihatin aku terus.? Mau aku keluarin lagi.?” Tanya Lia dan pertanyaannya itu langsung membuatku malu.

“Hehehe. Perasaanku langsung lega dan aku seperti mengeluarkan beban yang ada didalam hatiku.” Jawabku dan aku tidak menjawab pertanyaannya tentang mau dikeluarin lagi atau tidak. Kemaluanku masih terasa nyut – nyut dan selain itu aku juga malu karena aku kalah taruhan dengannya.

“Itu berarti beban pikiranmu sudah mulai berkurang dan sekarang sisa pembersian jiwa serta hatimu di sungai ini, agar kamu bisa melanjutkan kehidupanmu dengan tenang, tanpa ada bayang – bayang masa lalu.” Ucap Lia dan kembali aku terkejut mendengar penjelasannya, karena sepertinya dia tau semua permasalahan yang sedang aku hadapi.

“Kalau boleh, aku mau tanya satu hal lagi.” Ucapku dan Lia hanya menatapku saja.

“Apa yang kamu ketahui tentang aku dan kenapa aku bisa terdampar ditempat ini.?” Tanyaku dan Lia langsung memalingkan wajahnya, setelah itu dia berdiri dan berjalan ke arah sungai.

“Lia. Jawab dong pertanyaanku.” Ucapku dan Lia langsung menyeburkan dirinya kedalam sungai.

Byurrrr.

Lia menenggelamkan seluruh tubuhnya, termasuk kepalanya. Akupun langsung berdiri dan Lia langsung memunculkan tubuhnya sebatas dadanya. Dia merapaikan rambut panjangnya yang menutupi sebagian wajahnya ke arah belakang, lalu dia melihat ke arahku.

“Ayo Ngga. Airnya segar loh.” Ucap Lia dan dia tetap tidak menjawab pertanyaanku.

Akupun tidak bertanya lagi dan aku langsung menyeburkan diriku kesungai.

Byurrrr.

Seluruh tubuhku berada didalam air, sampai telapak kakiku menapak didasar suangai, setelah itu aku menegakkan tubuhku. Sungai ini ternyata tidak terlalu dalam dan tinggi airnya hanya sebatas dadaku.

“Ahhhhhh.” Ucapku lalu aku membasuh wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Waw. Ternyata airnya tidak sedingin yang aku kira dan sepanjang aku melihat ke arah sekitarku tadi, tidak ada hewan air yang menampakakn wujudnya.

“Bagaimana.? Airnya segarkan.?” Tanya Lia yang mendekat ke arahku.

“Iya, segar banget.” Ucapku dan Lia terus mendekat, sampai tubuh kami hampir merapat. Wajah kami begitu dekat dan dibawah sinar rembulan yang membulat sempurna, wajah Lia terlihat sangat cantik sekali. Tubuhnya yang tadi tertutup gamis dan kepalanya yang tertutup jilbab, sekarang aku bisa melihat lekuk tubuhnya serta warna rambutnya.

Wajah cantik dan kulit yang putih, rambut hitam dan lurus, kulit tubuh yang mulus, buah dada yang lumayan besar, pinggul yang membentuk lekukan sempurna dan bokong yang terlihat padat di kain kemben yang ketat.

Dia terlihat sempurna, tapi entah kenapa sampai detik ini aku tidak merasakan rasa cinta sedikitpun yang keluar dari dalam hatiku, walaupun aku nyaman didekatnya. Bukan karena dia wanita bayaran, tapi seperti ada hal lain yang tidak bisa aku jelaskan dengan kata – kata. Tapi entah nanti, esok atau esoknya lagi.

“Apa yang kamu rasakan saat ini.?” Tanya Lia sambil melingkarkan kedua tangannya dibelakang leherku, sehingga dadanya yang besar itu menempel erat didadaku.

“Lebih tenang dan aku menemukan kedamaian disini.” Jawabku.

“Sudah gak BT lagi.?” Tanya Lia dan aku menggelengkan kepalaku pelan, lalu aku melingkarkan kedua tanganku dipunggung bawah Lia.

“Terimakasih ya.” Ucapku dan itu keluar dari hatiku yang terdalam.

“Untuk.?” Tanya Lia.

“Pertemuan kita hari ini, yang membuat aku seperti menemukan kehidupan yang baru.” Jawabku.

“Gak perlu mengucapkan kata terimakasih, karena ini memang sudah jalan hidupmu, walaupun tanpa bertemu denganku.” Jawab Lia dan aku langsung mendekatkan wajahku ke arah wajah Lia.

Dekat, dekat, dekat, lalu.

Cuupppp.

Bibirku menyentuh bibir Lia dan dia menyambutnya dengan lumatan dibibir atasku dengan sangat lembutnya.

Hemm, hem, hemmm.

Aku melumat bibir bawahnya dan Lia langsung memasukan lidahnya kedalam mulutku lalu bermain didalam sana.

Hemm, hem, hemmm.

Lidah kami saling bergantian masuk dan ciuman ini, ciuman terindah yang pernah aku rasakan. Lia sangat ahli dalam berciuman dan dia juga seperti mengajarkan aku cara berciuman yang baik. Mengajarkan bagaimana cara melumat yang lembut dan rasanya itu sangat nikmat sekali. Mengajarkan bagaimana cara memainkan lidah supaya pasangan kita tidak jijik dan nyaman. Mengajarkan cara mengambil nafas disela ciuman yang memanas.

Semua dilakukan tanpa berbicara dan dia langsung mempraktekannya.

“Muachhhh.” Lia melepaskan lumatan kami yang sudah sangat panas ini.

“Cukup ya, jangan lebih. Nanti penghuni sungai ini bisa murka.” Ucap Lia dan aku langsung mengganggukan kepalaku pelan.

“Kita naik yuk.” Ajak Lia sambil melapaskan rangkulannya dileherku dan aku juga melepaskan rangkulanku dipinggangnya.

“Tapi sebelum naik, kamu minum dulu air sungai ini, untuk menyempurnakan pembersihan didalam dirimu.” Ucap Lia dan aku langsung menadahkan air sungai dikedua telapak tanganku, lalu aku meminumnya.

Glukkk.

“Ahhhhhh.” Air sungai masuk kedalam tenggorakanku dan hawa yang begitu sejuknya, langsung menyelimuti hatiku. Tarikan nafasku terasa sangat ringan dan dadaku terasa sangat segar sekali. Isi kepalaku terasa dingin dan seluruh tubuhku terasa sangat nyaman ketika aku gerakan. Kelelahan akibat permainan dengan Lia waktu dikamar tadi, tidak terasa lagi dan aku sangat – sangat bugar sekali.

Lalu beberapa saat kemudian, aku dan Lia sudah berada didalam pondok. Aku sedang tiduran dipaha Lia yang sedang duduk dipinggir balai bambu. Aku menatap keatas dan Lia membelai rambutku yang perlahan sudah mulai mengering.

“Oh iya, aku bisa membuat kemaluanmu berurat dan aku bisa membuatmu agar tahan lama, ketika bersetubuh.” Ucap Lia yang tiba – tiba membahas masalah kemaluanku dan daya tahannya, tapi dia tidak melihat ke arahku. Pandangan matanya ke arah air terjun, sementara aku yang dipahanya ini menatap ke arah wajahnya yang terhalang buah dadanya yang besar.

“Oh iya.? Bagaimana caranya.” Tanyaku dan entah kenapa aku tertarik dengan tawaran Lia ini, tapi tidak ada nafsu yang aku rasakan. Adikku tertidur dengan tenang, padahal aku sedang telanjang bulat dan aku bersama wanita yang masih memakai kain kemben.

“Gak usah dibahas disini. Nanti aja kita bahas dikamar.” Jawab Lia dan ketika Lia menyebut kata kamar, aku seolah malas untuk kembali. Aku sudah nyaman berada dipondok ini dan aku sudah mendapatkan ketenangan disini, walaupun aku tidak membawa hartaku sama sekali.

Dan ternyata. Kenyamanan itu bukan hanya tentang harta, tapi juga tentang suasana yang tenang dan nyaman.

“Kelihatannya aku betah ditempat ini.” Ucapku dan Lia langsung menunduk ke arahku, dengan tangan yang terus membelai rambutku.

“Disini bukan tempatmu.” Ucap Lia.

“Tapi bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini dan bagaimana seandainya kalau aku bisa keluar, terus aku kangen dengan tempat ini.? Apa aku tidak bisa datang lagi.?” Tanyaku.

“Cukup dengan memejamkan kedua matamu.” Jawab Lia.

“Dengan cara tertidur.?’ Tanyaku dan Lia hanya mengangguk pelan.

“Berarti ini mimpi.?” Tanyaku lagi.

“Menurutmu.?” Lia bertanya balik.

“Aku gak tau ini mimpi atau nyata, tapi yang jelas aku menikmatinya.” Jawabku dan belaian Lia ini semakin lama semakin terasa nyaman dan membuat kedua kelopak mataku memberat.

“Baguslah. Nikmati saja kehidupanmu.” Ucap Lia dan perlahan kedua mataku mulai terpejam.


Gila. Lia benar – benar membuatku sangat nyaman dan aku sangat suka dengan belaiannya ini.

Beberapa saat kemudian, kedua mataku aku buka dan sekarang aku sudah berada didalam kamar lagi. Aku tertidur dengan posisi menghadap keatas langit – langit kamar dan aku hanya menggunakan celana dalamku saja.

Lia yang sudah tidak memakai kemben lagi dan sekarang dia memakai gamis serta jilbab lebarnya, duduk disampingku dengan tangan kanan yang membelai rambutku pelan. Dia terlihat melamun dan dia tidak sadar kalau aku sudah bangun.

“Lia.” Ucapku yang mengejutkannya dan dia langsung melihat ke arahku.

“Eh, sudah bangun ya.?” Tanya Lia sambil melepaskan belaiannya dirambutku dan aku langsung meraih tangan kanannya itu, lalu aku mengecup punggung tangannya pelan.

Cuuppp.

“Terimakasih ya.” Ucapku kepadanya dan dia terlihat bingung dengan sikapku ini.

“Kamu kenapa sih.? Kok aneh banget.? Apa jangan – jangan kamu sangat menikmati permainan kita tadi.? Padahal itu baru tangan dan mulutku loh.” Ucap Lia dengan suara yang manja dan dia seperti menahan senyumnya.

“Apapun yang sudah aku lewati bersamamu, aku sangat menikmatinya.” Ucapku dengan suara yang lembut dan Lia langsung melepaskan tangan kanannya yang aku pegang.

“Kamu itu aneh. Kamu mimpi apasih.? Kok wajahmu kelihatan bahagia banget.?” Tanya Lia.

“Mimpi’in kamu.” Jawabku.

“Ha. Mimpi’in aku.? Kamu tidur nyenyak selama dua jam, mimpi’in aku.?” Tanya Lia yang terkejut dan begitu juga aku.

Akupun langsung bangkit dari tidurku dan aku duduk dipinggir Kasur, sambil melihat ke arah Lia.

Kok sikap Lia berubah ya.? Perasaan tadi dia sangat lembut seperti gadis desa, tapi kenapa sekarang berubah seperti ini.? Apa jangan – jangan tadi itu memang hanya mimpi dan hanya aku sendiri yang mengalaminya.? Atau Lia pura – pura lupa dan dia hanya mengajakku bercanda.?

Arghhh. Kejadian itu pasti bukan mimpi, karena saat ini aku merasakan kebugaran didalam tubuhku dan pikiranku juga sangat tenang, setenang ketika aku berada dipondok bersama Lia tadi. Aku sangat yakin betul bahwa itu bukan mimpi dan aku sangat yakin, kami berdua sama – sama pergi ke alam lain yang mungkin bagi sebagian orang itu hanya halusinasi saja.

“Hahaha. Pasti karena permainan kita tadi yang membuatmu mencapai puncak orgasme, lalu kamu kecapean dan kamu tertidur, lalu kamu mimpi’im aku kan.? Hahaha.” Ucap Lia dan dia tertawa bahagia.

Duh. Kok Lia seperti ini ya.? Apa kami benar – benar tidak bersama dalam mimpi atau sekali lagi dia hanya bercanda denganku.?

“Oh iya, bagaimana masalah yang tadi.?” Tanyaku.

“Ya jadilah. Akukan nunggu dari kamunya aja.” Ucap Lia yang masih tetap berdiri dihadapanku.

“Aku mau. Jadi kapan kita mulainya.?” Tanyaku dan aku ingin segera menyiapkan diriku serta apa saja yang harus persiapkan, untuk membuat kemaluanku berurat dan tahan lama.

“Loh kan tadi sudah selesai. Sekarang tinggal kamu mentransfer tiga kali lipat, sesuai kesepakatan kita tadi.” Jawab Lia dengan wajah yang terlihat bingung.

“Masa sudah sih.?” Tanyaku dan aku langsung menunduk, lalu aku membuka celana dalamku dan aku ingin melihat bentuk kemaluanku yang baru. Besar, panjang dan berurat.

“Iiihhhh. Kamu itu ngapain sih.?” Tanya Lia sambil menutup mukanya.

“Aku mau lihat perubahan bentuk punyaku. Gimana sih kamu itu.?” Ucapku dan nadaku sedikit meninggi, karena tidak ada perubahan dari bentuk kemaluanku.

“Ya berubah mengecil lah. Kan tadi sudah aku keluarkan pakai mulutku dan aku memenangkan taruhan kita.” Ucap Lia yang geregetan.

“Bukan itu yang aku maksud. Perubahan kemaluanku yang berurat dan tahan lama.” Ucapku dan Lia langsung tertawa mendengarnya.

“Hahahaha. Kamu itu makin aneh. Kelihatannya kamu kesambet deh.” Ucap Lia sambil menggelengkan kepalanya pelan.

“Kesambet.? Enggak, enggak. Tolong dengarkan aku dan kamu jangan menyela sedikitpun, sebelum aku menyelesaikan ceritaku.” Ucapku.

“Oke, oke. Aku siap mendengarkan, tapi transfer dulu tiga kali lipat sesuai dengan kesepakatan kita tadi. Mau sampai besok pagipun, aku akan tetap medengarkanmu.” Ucap Lia.

“Berapa nomor rekeningmu dan berapa yang harus aku transfer.?” Tanyaku sambil mengambil Hpku.

Lia lalu manyebutkan nomor rekeningnya dan juga nominal yang harus aku bayar, setelah itu aku mentransfernya.

“Sudah ya.” Ucapku sambil menunjukan bukti transfer yang ada Hpku dan sengaja aku melebihkannya sedikit.

Lia lalu mengecek Hpnya dan matanya langsung terlihat bahagia.

“Terimakasih ya sayang.” Ucap Lia yang mendekat ke arahku, lalu dia mengecup pipi kananku.

Cuuppp.

“Sudah – sudah, aku mau cerita dulu.” Ucapku sambil menarik tangan Lia, agar dia duduk disebelahku.

“Iya, iya. Aku dengarkan kok sayang.” Ucap Lia dan nada bicaranya terdengar lembut.

“Jadi begini.” Ucapku yang mulai bercerita, yang di awali dengan terbangun di pondok, melihat ke arah air terjun Bulan Jingga, ketemu dengannya, lalu kami berdua mandi disungai dan berciuman, sampai rencana perubahan bentuk kemaluanku.

“Astaga Lingga, kamu beneran ke air terjun Bulan Jingga.? Kamu gak main – main kan.?” Tanya Lia dengan wajah yang sangat terkejut.

“Iya. Kan sama kamu.” Ucapku.

“Enggak Lingga, aku dari tadi disini dan aku menunggu kamu bangun tidur.” Ucap Lia dan dari tatapan matanya, dia tidak berbohong.

“Jadi yang aku ceritakan tadi itu cuma mimpi.?” Tanyaku dan ada rasa sedikit kecewa, bukan karena aku gagal merubah bentuk kemaluanku, tapi karena tempat yang aku datangi tadi, hanya tempat khayalan yang ada dikepala.

“Aku hanya bisa menjawab sedikit yang aku ketahui, tentang apa yang sudah terjadi pada dirimu.” Ucap Lia dan aku hanya mendengarkannya saja.

“Kalau menurut kepercayaan di Desa Banyu Grojogan, tempat aku lahir, air terjun Bulan Jingga itu ada dan hanya orang – orang tertentu saja yang bisa datang dan bisa melihatnya secara langsung.”

“Terus masalah kemaluanmu yang berubah menjadi berurat serta tahan lama, aku coba hubungi Ibuku dulu ya.” Ucap Lia dan aku langsung mengerutkan kedua alis mataku.

“Kenapa kamu hubungi Ibumu.? Aku kan malu Lia.” Ucapku.

“Sudah, kamu tenang aja. Dulu mbahku itu, biasa menangani masalah seperti itu. Membuat panjang, besar, berurat atau bahkan membuat tahan lama.” Ucap Lia dan aku semakin malu dibuatnya.

“Gak usah, gak usah. Gak jadi aja.” Ucapku yang melarang Lia untuk berkonsultasi dengan Ibunya.

“Kalau didesaku, mimpi seseorang itu sebuah petunjuk dan dia harus melaksanakannya. Mau atau tidak mau.” Ucap Lia dengan kat – kata yang tegas.

“Ya sudahlah, terserah kamu.” Ucapku dan Lia langsung berdiri.

“Loh,kamu mau kemana.?” Tanyaku.

“Ya telpon Ibukulah.” Ucap Lia dengan nada yang agak meninggi.

“Kenapa harus sekarang.?” Tanyaku.

“Karena malam ini bulan purnama akan membulat sempurna.” Jawab Lia.

“Ya terus hubungannya apa.?” Tanyaku lagi.

“Ada yang harus kesana untuk mengambil air dibawah air terjun dan airnya itu untuk campuran ramuan yang dibuat untuk kamu.” Jawab Lia.

“Kalau begitu aku aja yang kesana.” Jawabku sambil berdiri dan aku memang sangat penasaran dengan tempat itu. Aku ingin melihatnya secara langsung dan aku ingin mandi disungai yang segar itu.

“Gak bisa. Yang kesana itu hanya orang yang akan melakukan melakaun ritual kepadamu, bukannya kamu yang pergi sendiri kesana.” Ucap Lia.

“Terus.” Ucapku.

“Terus, terus. Nanti aja tanyanya lagi. Aku mau telpon Ibuku dulu.” Ucap Lia dan ketika dia akan keluar kamar, aku langsung menahannya.

“Entar dulu.” Ucapku.

“Apalagi.?” Tanyanya.

“Boleh cium gak.?” Tanyaku karena aku penasaran dengan bibir Lia dan yang tadi mimpi itu, ternyata bukan dia.

“Astaga Lingga, Lingga. Sempat – sempatnya minta cium itu loh.” Ucap Lia dengan jengkelnya, lalu dia pergi dan keluar dari kamar ini. Asssuu, assuuu.

Cuukkk. Kok jadi panjang seperti ini urusannya.? Berawal dari mimpi, lalu tiba – tiba akan diwujudkan. Gila ngga.? Gila banget pastinya.

Akupun langsung mengambil bungkusan rokokku, setelah itu aku membakarnya dan menghisapnya. Tapi baru tiga kali isap, Lia masuk kedalam kamar dengan terburu – buru.

“Kenapa Lia.? Mau cium aku.?” Tanyaku dan Lia langsung melotot.

“Sekarang juga aku harus balik ke desa.” Ucap Lia dan dia tidak menjawab permintaanku.

“Memangnya ada apa.? Kok kamu balik mendadak.?” Tanyaku lagi.

“Kata Ibuku, harus aku yang ke air terjun Bulan Jingga dan harus aku yang melakukan ritual itu kepadamu.” Jawab Lia yang mengejutkanku.

“Kok kamu.?” Tanyaku.

“Karena aku yang ada didalam mimpimu.” Jawab Lia.

“Ya sudah kalau begitu, aku ikut ke desamu.” Ucapku.

“Gak bisa. Aku harus melakukannya sendiri. Kalau kamu mau, antar aja aku keterminal sekarang.” Ucap Lia.

“Kok gitu.?” Tanyaku lagi.

“Kamu mau antar ke terminal gak.? Kalau gak mau, aku pergi sendiri.” Ucap Lia.

“Ya sudah, ya sudah. Aku antar kamu.” Ucapku lalu aku berpakaian dan setelah itu, aku mendekat kea rah Lia yang dari tadi berdiri menatapku.

Tatapan mata Lia sangat dalam dan seperti menarikku untuk merapat ke arahnya. Akupun langsung mendekatkan wajahku kewajahnya, dan ketika bibirku sudah sedikit lagi menyentuh bibirnya.

Tap.

Lia menahan bibirku dengan telunjuk kanannya. Arrgghhh. Ciuman aja gak dikasih cuukkk. Padahal dia tadi sudah mengecup kepala batangku, bahkan melumatnya. Tapi kenapa dia menolak ciuman dengan bibirku ini.? Bajingaaann.

“Kamu bisa mendapatkannya, kalau kita sudah selesai melakukan ritual. Bukan hanya ciuman, tapi semua yang kamu mau dari aku.” Ucap Lia dan aku hanya bisa memejamkan kedua mataku sesaat, setelah itu kami berdua keluar dari kamar dan kami tidak pamit kepada Darel yang masih asyik dengan Putri dikamarnya.

“Kalau nanti aku berhasil menemukan air terjun Bulan Jingga dan aku membawa airnya pulang, kita akan melakukan ritual selama 6 bulan.” Ucap Lia yang lagi – lagi mengejutanku, ketika kami sudah berada didalam mobil yang menuju keterminal.

“Aku gak tau harus bagaimana saat ini, tapi aku mohon kamu harus kembali. Membawa atau tidak membawa air itu, aku tidak perduli.” Ucapku yang merasa bersalah, karena mimpiku, Lia harus sendirian ke air terjun itu tengah malam.

“Maaf ya Lia. Gara – gara mimpiku, kamu harus ke air terjun itu.” Ucapku.

“Aku memang harus kesana Lingga. Semalam aku juga bermimpi, kalau aku sedang berada di air terjun itu.” Ucap Lia dan aku hanya melihatnya sejenak, lalu melihat kearah depan lagi.

“Ini bukan hanya tentang merubah bentuk kemaluanmu, tapi ada hal besar yang mengharuskan aku untuk berendam di air terjun itu.” Ucap Lia pelan.

“Apa itu.?” Tanyaku dan aku memberanikan diri untuk memegang punggung tangan kanannya yang bertumpu dipaha kanannya, dengan menggunakan tangan kiriku.

“Maaf, aku tidak bisa menceritakannya.” Ucap Lia dan dia tidak menepis tanganku yang mulai meremas lembut punggung tangannya.

“Gak apa – apa.” Ucapku dan punggung tangan kanan Lia tiba – tiba dibalikkan ke arah atas, lalu telapak tangan kanannya itu menggenggam telapak tangan kiriku.

“Kamu siapkan, melakukan ritual selama 6 bulan.?” Tanya Lia sambil menatap wajahku, yang melihat ke arah lurus kedepan

“Tiap hari.?” Tanyaku balik.

“Enggak, satu minggu sekali.” Jawab Lia.

“Pakai acara bersetubuhkan.?” Tanyaku dengan penuh harap.

“Iihhhh. Bersetubuh aja yang ada dipikiranmu itu.” Ucap Lia sambil mencubit pipi kiriku dengan tangan kirinya.

“Hehehe.” Akupun hanya tertawa.

“Tadi kan aku sudah bilang, kamu akan mendapatkannya, seteah ritual itu selesai.” Ucap Lia.

“Tapi bolehkan kalau aku bersetubuh dengan wanita lain, selama jeda ritual itu.?” Tanyaku.

“Gak boleh.” Jawab Lia dengan tegasnya.

“Astaga. Membatu dong cairan kenikmatanku.” Ucapku sambil menggelengkan kepala pelan, lalu aku melihat ke arah Lia

“Kapok. Siapa suruh pikirannya cuman ngentot aja.” Ucap Lia dengan mata yang sedikit melotot dan aku langsung terbengong sesaat, karena kata ngentot yang keluar dari mulut Lia itu, seperti menekan pikiranku.

“Oke. Nanti kamu aku sewakan apartemen selama satu tahun dan kamu tidak boleh menerima tamu selama itu. Semua kehidupanmu aku tanggung dan kamu harus konsentrasi kepada ritual dan juga kuliahmu.” Ucapku membalas ucapannya.

“Kok jahat sih.? Kamu cuma aku larang 6 bulan, tapi kenapa aku kamu larang 1 tahun.?” Tanya Lia.

“6 bulan awal, biar kita sama – sama kentang. 6 bulan selanjutnya, cuman aku laki – laki yang boleh ngentot kamu. Gak pakai nolak dan gak pakai nawar.” Ucapku dengan tegasnya.

“Ha.” Ucap Lia dengan mulut yang sedikit terbuka, mata yang membulat sempurna dan wajah yang seperti tidak bisa menolak keputusanku.



#Cuukkk. Apakah seperti ini yang harus aku lakukan, untuk perubahan perjalanan hidupku.? Apakah aku harus menikmatinya, sementara wanita disebelahku ini, malam ini akan berjuang sendirian.? Ahhh, cukklahhhh.
 
Selamat siang Om dan Tante.
Kembali updetan tipis - tipis ya..

Berhubung stok rokok dan cemilannya habis, jadi harap bersabar untuk kelanjutannya..

Yang mau nyawer dan berbagi sedikit rejeki, dipersilahkan untuk DM.
TIDAK MEMAKSA dan bagi yang IKHLAS saja..
Updet akan terus jalan, walaupun tidak ada yang menyawer atau tidak ada yang transfer.

Terimakasih,
Semoga updetannya masih bisa dinikmati dan selamat berakhir pekan..
Selamat berkumpul dengan keluarga dan semoga berbhagia selalu..

Jangan lupa saran dan masukan..

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan..
:beer::beer::beer:
 
Ternyata klaim hak cipta yg jadi masalah Matahari 3 gak lanjut.
Sejauh yg ane tau, suhu bisa menuntut balik jika suhu punya kerangka awal cerita atau pertama kali posting lengkap dengan tanggalnya. Suhu bisa menuntut si plagiat dan platform berbayar yg dimaksud (Biasanya jika sudah begini mereka akan langsung ban akun tersebut biar gak keseret ke ranah hukum).
Prosesnya bakalan alot tapi suhu bisa tuntut sampai 10 kali lipat dari claim hak cipta tersebut.
Semoga aja suhu bisa segera mendapatkan haknya.

Mohon dikoreksi jika ada yg lebih memahami tentang permasalahan tersebut. 🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd