Minggu ini pengumuman dari hasil wawancara. Aku dinyatakan tidak lolos dari seleksi dari penerimaan pegawai baru di kantor perpustakaan daerah. Jujur rasanya sedih, namun aku harus tetap melangkah ke depan. Karena bagaimanapun aku juga perlu untuk bekerja. Hidupku bergantung pada diriku sekarang ini.
Perasaan gagal ini membuatku menunda dulu untuk rencana mengintai calon sasaran. Mood ku sudah hancur dan perlu dibenahi lagi agar aku dapat melangkah kembali. Untungnya uang hasil kerja kontrakku di kantor akuntan pajak selama tiga bulan cukup untuk membiayai hidupku. Walaupun aku harus benar-benar berhemat.
Sore itu aku masih berbaring sambil melihat-lihat konten-konten di medsos. Untuk hiburan bagiku setelah menerima kegagalan itu. Sambil berbaring aku coba menerka dan merenung mengapa aku gagal. Walaupun baru mencoba sekali dalam urusan pekerjaan di kepegawaian dinas, aku masih ingin sekali bekerja sebagai pegawai negeri sipil agar ada jaminan saat aku tua nanti.
Saat sedang melihat-lihat konten di handphone itulah ada pesan masuk di aplikasi chat. Ternyata dari Wida
"Bram, kamu lagi di kota ini kan ?"
"Iya, memang kenapa ?"
"Ketemuan yuk"
"Aku di lagi di hotel"
Aku sejenak langsung ingat kalau seminggu yang lalu dia pernah mengirim surat padaku. Tetapi kenapa harus di hotel ? Mungkin karena dia tidak punya kenalan disini.
"Oke. Hotel mana ?"
"Hotel xxxx"
"Jam 7 aku kesana"
Aku kemudian bersiap diri dengan mandi sore. Sambil menunggu matahari terbenam, aku mencari tempat makan di sekitar kosan. Agar tidak kelaparan nantinya. Maklum, makanan di hotel bisa menguras jatah bulananku. Apalagi aku belum bekerja lagi.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 7. Aku segera bersiap dengan pakaianku. Aku memakai kaos hitam, celana jeans hitam, sepatu, jaket, dan membawa barang secukupnya. Aku juga belum tahu apakah yang nanti mau Wida lakukan. Aku hanya memenuhi ajakannya saja.
Motor bebek kesayanganku kulajukan untuk ke hotel. Sepanjang perjalanan aku masih berpikir untuk apa tiba-tiba Wida ingin bertemu. Jujur sebagai cowok aku adalah orang yang mencoba gampang bergaul dengan siapapun termasuk ke wanita. Walaupun dulu Wida mantan pacarku, akan tetapi aku juga sedapat mungkin menghormati Wida yang katanya sendiri rujuk dengan suaminya. Walaupun alasannya untuk menghidupi anaknya saja. Ah, sudahlah. Nanti ketemu jawabannya.
Aku kemudian sampai di hotel itu setengah jam kemudian. Aku lalu masuk ke parkiran hotel di basement. Segera ku telpon Wida untuk mengabarkan kalau aku sudah sampai hotel.
"Halo, Wid. Aku dah sampe"
"Langsung masuk kamar no 302. Lantai 3"
"Gapapa nih ?"
"Gapapa, aku dah bilang kalo suamiku datang nantinya"
"Oke"
Pinter juga otaknya. Jadi pegawai hotel ngga curiga kalau nanti aku masuk kamarnya. Segera aku naik ke lantai 3. Kubunyikan bel nya. Ting tung
"Wid, ini aku"
Lalu dibukalah pintu hotel
Wida keluar kamar menyambutku. Dia masih menjaga penampilannya disitu. Masih dengan penampilan yang membuatku jengkel. Dengan cadar. Namun aku tidak bisa mengatur orang lain dalam berpakaian. Itu adalah pilihan hidup. Dia memakai jilbab warna ungu dengan cadar coklat. Lalu dengan gamis warna coklat muda. Dia tinggi menjulang di daun pintu. Memang dia lebih tinggi dariku. Aku 170 cm dan dia 175 cm. Namun badannya yang jangkung terlihat memenuhi pintu.
"Udah lama ya, yuk masuk. Aku udah pesen snack tadi"
Aku kemudian masuk. Wida kemudian duduk di ranjang itu. Hotel ini adalah hotel bintang 4 di kota ini. Jadi aku juga berjaga-jaga dengan makan di sekitar kosan agar tidak makan di hotel ini.
"Bram, makan snack dulu sini"
"Nanti aja, tadi sore udah makan"
"Ok" kata Wida sambil mengembalikan piring kecil berisi makanan ringan dari hotel ke meja.
Kami kemudian duduk di ranjang. Lalu Wida memulai permbicaraan.
"Aku kangen kamu" ucapnya
"Dih, kangen katanya."
"Kan udah punya suami sama 2 jagoan"
"Aku rujuk cuma buat bisa sekolahin mereka nanti. Aku juga ngga bisa kerja kalo anakku masih balita semua"
"Lha terus kenapa sekarang anak lu ditinggal?"
"Gapapa, biar sekali-kali sama bapaknya. Aku capek pura-pura di depan suamiku. Aku capek, udah mati rasa aku sama dia. Aku rujuk demi anakku. Hatiku udah sakit Bram diselingkuhin pas hamil. Pas hamil Bram. Pas dia udah nanem benih di rahimku. Kaya gua ini cuma lont* buat dia. Buat ngehasilin anak doang" Ucap Wida
Dia mengatakannya dengan emosi. Tak pernah aku melihatnya seperti itu. Bahkan saat putus dulu. Aku tak pernah melihatnya begitu. Entah ada apa hari ini. Tapi aku juga membayangkan dia ditinggal selingkuh saat mengandung benih suaminya. Sosok suami yang seharusnya melindunginya, apalagi saat hamil. Tetapi malah mencampakkannya. Apalagi dulu aku yang mengurusi persalinannya.
Kepalanya tanpa terasa jatuh ke pahaku. Menangis. Dia menangis saat itu juga. Ku elus kepalanya. Sama persis dulu setahun lebih. Ketika dia sedang hamil tua anak kembarnya. Kini ketika dia ada masalah. Dialah yang mencariku. Memerlukan telinga untuk mendengarkan keluh kesahnya, memerlukan tubuh untuk bersandar, dan memerlukan bibir untuk saling bertukar canda.
Bersambung