Scene 14
Angel and witcher... hadeeeh...
Ainun ... ...
Iliana Desy Prameswari
"Woi oleh-oleh nih..." teriak samo dari luar kontrakan, terlihat dari dalam karena pintu kontrakan terbuka lebar dan aku didalam, bersandar membaca buku
"Lho Justi mana ar?" lanjutnya, aku melirik situbuh besar bak gorila ini
"Keluar tadi" aku bangkit dan membenarkan dudukku yang semakin merosot ini
"Lha kamu itu dari mana saja to? Kok ndak pulang?" tanyaku, Samo kemudian duduk menghadapku, tubuhnya sudah cukup untuk menutupi sebagian pintu kontrakan
"He he he..." tawanya, ah, aku sudah tahu kemana dia akan mejawab
"Kamu ndak keluar-keluar ar?" tanya Samo, sembari meletakan oleh-oleh dari perjalanannya
"Ndak, lagi males... paling ntar bantuin pak RT lagi" tanganku meraih bungkusan berisi gethuk
"Aku ndak ikut ya mau istirahat dulu... habis he he he" tawanya sudah terlihat kalau dia lelah karena sebuah pertempuran.
"Terseraaaaah... nyammm... penting jangan lupa mmm belajarmu, ini kesempatan satu kali seumur hidup kuliah itu nyammmm..." kataku disela-sela makan gethuk goreng
"Hasyah, kalau makan-makan, ngomong-ngomong ha ha ha ..." tawanya masuk ke dalam kamarnya
Tadi pak RT menyuruhku kerumahnya setelah lewat tengah hari, dan aku siap untuk membantu pekerjaannya lagi. Tadi pagi juga, bang jali datang setelah Justi pergi kalau besok aku disuruh ke warung, mas raga ada perlu. Ah, aku jadi bingung dengan diriku sendiri, menyembunyikan diriku tapi diluar aku tetap sama. Tapi jika menjadi diriku dulu lagi, ah tidaklah...
Telan langsung saja oleh-oleh dari si Samo, Justi sudah ada makanan dia sama si Linda palingan. Ah, kampret kenapa aku sendiri yang jomblo ya. Paling tidak dah pernah ngrasain ciuman, sama ibu-ibu tapi hadeeeh.
Lewat siang hari...
"Gimana pak ada yang bisa saya banting eh bantu?" ucapku duduk diruang tamu bersama pak RT
"Bisa komputer?" ucapnya dengan wajah serius bercandanya
"Ndak bisa pak, kalau mengoperasikannya bisa" jawabku dengan gaya gogon
"Koplak kamu itu ar..." telapak tanganya mendorong kepalaku
"Wadiah... Dari dulu pak he he" dengan gaya terjengkang
"Ya, sudah ayo malah tiduran di kursi..." ucapnya mengajakku masuk, aku tertawa selengekan. Ini RT ternyata lumayan bocor juga.
Melewati ruang keluarga tempat nonton TV, kulihat tak ada seorang pun disana. Antara ruang TV dan ruang kerjanya bersekat bifet saja dan disamping bifet ada korden yang menutupi bukan pintu. Pak RT kemudian memberikan sebuah tumpukan lembara kepadaku.
"Ini ketik ulang ar, dah nanti ada uang makan" aku melihat tumpukan itu,
"Wah, ini tugas sekretaris RT pak" ucapku menujuk tumpukan kertas yang tak tahu apa isinya
"Iya memang, tapi dianya gak bisa ngetik, bisanya nulis" ucapnya sambil menarikku duduk di depan komputer
"Iya pak..." ucapku dengan hormat ke arah pak RT
"Aku tinggal, mau tidur dulu" ucapnya santai
"Yaelah paaaak pak. Masa ditinggal" ucapku
"Kalau gak kuat lambaikan tanganke arah kamera ha ha ha" ucapnya sembari meninggalkan aku
Duduk disebuah kursi yang membelakangi korden. Mulai mengetik, tapi biasa aku langsung menghitung jumlah lembar ketikan. 33 lembar dan full tulisan, tidak ada tabel dan tidak ada gambar.
"Hadeeeeh... sudah tempat duduk ndak ada sandarannya lagi" bathinku
Terdengar suara dengkuran keras dari pak RT yang telah tertidur pulas didepan televisi. Dan suara pencetan keyboard menemaniku. Rasanya memang aneh kalau lagi serius tapi ndak ada rokoknya sama sekali.
Nyuuut...
"Aku temani ar..." ucap suara perempuan dan membuatku menegakkan tubuhku
"Bbh bbh bu... ada pak RT" ucapku
"Kan lagi tidur, aku lebih tahu daripada kamu ar, dia kalau tidur mau gempa juga gak bakalan bangun" ucapnya
"Bbh bu... nemani gak papa bu tapi jangan gini..." aku gugup
"Aku enaknya gini kok... udah tenang saja, dengerkan dia lagi ngorok" ucapnya
Nafasku seakan mau berhenti, pelukannya erat pada leherku. Kepalanya tepat disamping kanan kepalaku, aku sedikit melirik kearahnya. Kerudung lengkap, nan panjang itu. wajahnya kelihatan lebih cantik hari ini.
"Bbbh bu... gak bisa konsen ngetik bu..." ucapku,
"Ya sudah pindah deh..." ucapnya, dia melepas pelukannya, aku bisa bernafas lega.
"Bbbh bu ibu ini ada apa? lha malah semakin ndak bisa ngetik" ucapku ketika dia duduk dipangkuanku
"Hi hi hi... iya iya maaf, gitu aja marah ya sudah... huh..." ucapnya ngambek, dan pergi
"Hufthhh... bodoh amat" bathinku
Aku kembali mengetik... sreek...
"Gini gak ganggu kan?" ucapnya, sebuah kursi tanpa sandaran disampingku, dia duduk dan memelukku dari belakang, seperti memboceng di atas dua roda yang berputar
"Terserah ibu maunya gimana" ucapku, aku sudah putus asa untuk memprotes perempuan in
Segera aku berkonsentrasi pada ketikanku tapi aku rasakan sesuatu yang aneh. Bu RT, malah semakin nyaman sepertinya dengan posisi ini. Dia diam dan memelukku dari samping, kepalanya bersandar pada bahuku. Tak ada suara darinya, tapi aku tetap mengetik. Dengkuran keras pak RT masih terdengar jelas, tubuhnya juga semakin bersandar di tubuhku.
Save as... file name : ketikan pak RT... OK
"Bu, sudah aku mau pulang" ucapku
"Jangan dulu masih PW ini" ucapnya, dengan posisi masih memelukku dari belakang
"Apaan bu PW?" tanyaku, sedikit aku membalikan tubuhku
"Posisi wenak hi hi hi" ucapnya, kini dagunya berada di pundakku
"Bu ndak enak bu sama pak RT, pak RT sudah baik sama aku" ucapku, dengan nada memelas dan dahi mngrenyit memohon kepadanya
"Tapi dia bohong sama aku, gimana coba?" ucapnya
Huuuuufffffthhh....
"Ibu cuma ingin cari pelampiasan saja kan?" ucapku, memandang komputer didepanku, ku cari gambar jendela dan "shut down"
"Kok ngomongnya gitu?" ucapnya, sedikit wajahnya berubah cemberut, terlihat ketika aku sedikit menoleh kebelakang
"Ya, kan ibu sudah punya suami. Kalau ndak puas, berarti cari pelampiasan kan? Maaf kalau menyinggung perasaan ibu, tapi jujur aku merasakan ketidak enakan" ucapku
"Sebenarnya pengen marah tapi karena bahasa kamu lembut, jadi males marah, apalagi sama cowok ganteng kaya kamu ar" ucapnya, tangannya meraih daguku
"Jangan mengalihkan isu bu" ucapku, menghindari tangannya yang untuk kedua kalinya ingin menyentuh daguku
"Kalau aku ketemu kamu dulu, pasti aku nikahnya ma kamu ar" ucapnya, memelukku semakin erat
"Ibu itu ngomong jangan sembarangan..." ucapku
"Siapa yang sembarangan... makanya, kemarin ibu bilang sayang saja gak usah cinta... kalau kamu cinta beneran sama aku, aku terus cinta beneran sama kamu gimana?" ucapnya
"Aaaah... bu, bingung sayanya... tak pulang dulu gih bu?" ucapku
Groook groook groook....
"Selama bapak belum bangun, gak boleh pulang" dia memaksaku, terasa paksaaanya dalam pelukannya
"Hadeeeeh... bu, ntar ketahuan..." ucapku, jelas saja aku ketakutan apa lagi di balik bifet ini ada pak RT yang sedang tertidur pulas
"Iya... ya sudah, pulang hati-hati gih..." dengan lembut bu ainun melepas pelukannya, lembut sekali
Aku berdiri dan dengan ditemaninya, melewati pak RT yang sedang tertidur pulas. Ketika sampai diruang tamu.
"Minum dulu tuh, gak menghargai banget udah dibuatin" ucapnya, ketika baru saja aku masuk ke dalam ruang tamu
"Lho kapan buatnya bu?" ucapku, melihat dua cangkir minuman
"Makanya kalau kerja jangan serius-serius amat, amat saja gak serius..." ucapnya, melangkah meewatiku dan duduk terlebih dahulu
"Iya deeeeh...." ucapku dan duduk di kursi rang tamu. Kami duduk bersebelahan, dari sini dapat terlihat pak RT yang sedang tertidur pulas, karena korden yang memisahkan ruang tamu dan ruang keluarga di buka lebar
"Slurrrp..."
"Coba lihat bapak kamu" ucapnya sambil menyerahkan sematponnya
"Eh..." aku terkejut ketika bu ainun memperlihatkan gambar-gambar mesra antara pak RT dengan seorang cewek yang aku pernah lihat di festival
"Nih videonya..." ucapnya
Aku semakin terkejut lagi, dan jelas disitu pak RT sedang melakukan kegiatan seksnya tanpa ada suaranya. Aku hanya bengong, baru pertama kali aku melihatnya dan sudah membuat dedek Arta semakin berkembang. Darahku sedikit berdesir ketika melihat adegan yang tampak dari samping, memang video tersebut terlihat sangat jauh dari posisi kedua orang yang bersetubuh itu.
"Kk kk kok ibu bisa punya?" ucapku
"Ngopy dari hapenya tadi malam" ucapnya, tapi wajahnya santai saja
"Jangan ngambek bu, kan sah..." ucapku, mencoba, ah, entah aku itu menenangkannya atau malah membuat semakin runyam
"Sah sih sah... ngomongnya itu yang gak enak" ucapnya
"Apa bu?" ucapku
"Ya, kamu istriku, satu-satunya istriku"
"Ainun bukan istriku, gitu tuh ngomongnya" ucapnya menirukan ucapan pak RT
"Bersyukur banget kalau aku bukan istrinya" lanjutnya
"Yeee... mungkin ibunya yang harus aktif" ucapku
"Sok tahu kamu, emang kamu pernah?" tanyanya, aku menggeleng
"Eh, bentar kok tahu istilah aktif atau tidak? Kelihatannya kamu tahu banyak ya?" pandangannya terarah ke arahku, penuh kecurigaan
"Dari Samo dan Justi bu, mereka kan sudah pernah" ucapku polos, sambil meletakan gelas yang ada di tanganku
"Tapi aku pernah aktif, tapi dianya dingin banget..." ucapnya
"Meneketehek bu... curhat kok sama yang belum pernah" ucapku, dia menoleh dan memandangku
"Yeee... jangan mikir macem-macem bu" ucapku
"Kamu tu yang ngeres" ucapnya
Hening sesaat... aku keluarkan bungkus rokokku dan meminta ijin untuk merokok. Pertama dia menolaknya tapi kemudian memperbolehkannya. Aku kemudian duduk di kursi yang sebelahnya ada pintu masuk rumah. Jadi asap bisa langsung aku buarng keluar, tapi percuma anginnya masuk ke dalam.
"Kamu tahu kenapa aku ingin deket sama kamu?" ucapnya, aku tertegun
"Ibu kok jadi terbuka banget sih bu? Ati-ati lho bu, aku dulu lihatnya ibu itu kalem banget lho" ucapku
"Emang aku kalem, tapi setiap ketemu kamu gak bisa kalem akunya" ucapnya
"Terserah ibu saja, aku nurut bu" ucapku
"Kamu mirip banget sama seseorang, sangat mirip. Cara bicaranya, cara kamu ngrokok, cara kamu minum teh, semuanya mirip... wajah kamu saja mirip, makanya waktu pertama kamu kesini aku kaget.." ucapnya
"Eh... bu, yang berlalu biarlah berlalu... sekarag masa depan ibu sama pak RT" ucapku dan tiba-tiba dia meneteskan air mata
"Kamu ndak tahu perasaanku sih ar... Males banget sekarang ini, dulu dia baiiiik banget sekarang berubah total semenjak dia nikah siri ma temenku" ucap sesengukan, terdengar lirih isak tangisnya
"Eh bu... jangan nagis aduh... bu..." ucapku kebingungan,
Aku lempar dunhill dan kemudian aku duduk disebelah kirinya dan memegang bahunya. Benar-benar bingung kalau lihat cewek nangis. Ketika bahu aku pegang, dia langsung merebahkan tubuhnya ke dadaku. Kucoba satu tanganku menahannya tapi malaha tangan kirikku di tariknya dan digenggamnya. Tangan kananku memegang sandaran kursi tamu ini.
"Semenjak kamu datang, ah, aku merasa hidup lagi..." ucapnya sembari memelukku
"Bbhh bhhh bu... jangan bu... aduuuh..." ucapku kebingungan
"Kamu mau kan menyayangi aku? gak perlu cinta ar... cukup sayang ar..." ucapnya
"Eh anu aduh... bu kalau sayang semua orang juga aku sayangi tet tet tapi ini beda bu... aduh" aku semakin tidak karuan
Pelan, pandangan mata berairnya itu membuat berhenti sejenak. Seluruh tubuhku tak bisa bergerak, wajah itu semakin dekat, dekat dan bibirnya menempel di bibirku. Bibirnya melumat bibirku, bibir yang diam ini. Lama sekali dan aku hanya bisa diam saja dengan bibir tetap tertutup.
"Eghhh hoaaaammmmhhh..... uuuuuuughhh...." pak RT bangun dan dengan cepat bu RT melepaskan ciumannya dan mundur. Kami kemudian bersikap biasa-biasa saja.
"Uuughh kamu disitu to ar..." ucapnya, bangun dan berjalan ke arah ruang tamu
"Di-di dibuatin teh hangat sama ibu pak" ucapku
"Ouwh.... kirain umi tadi tidur" ucap pak RT
"Abah itu yang aneh, masa Arta disuruh ngetik abah malah tidur" ucap bu RT
"Habis ngantuk banget..." ucapnya sambil duduk di salah satu kursi khusus satu orang, sedangkan aku berada di kursi panjang dengan posisi aku di ujung dan bu ainun di ujung satunya lagi
"Ni bah, di minum..." ucap bu RT dengan senyum manisnya
"Tuh Arta dikasih uang jajan, kasihan sudah bantu abah" ucap bu ainun
"Iya tapi nanti, ini abah mau keluar dulu, mau servis mobil dulu" ucapnya
"Oia pak, lha bapak ndak berangkat kerja?" ucapku
"Kerjaan bapak santai kok ar... jadi masih bisa pulang" ucapnya
"Yang penting pulangnya kesini saja" ucap bu ainun mulai sedikit ngambek wajahnya
"Ya pulang sini dong umi, kan sini rumah abah sama umi ha ha ha" ucap pak RT
Kami berbincang sejenak dan kemudian pak RT keluar dengan mobilnya. Aku diantarnya sampai ke depan kandang, dalam perjalanan singkat itu pak RT bercerita kalau dia hendak ke cewek barunya itu. aku hanya diam dan tersenyum selama perjalnan pulang. Setelah sampai, Kulihat mobilnya mulai menghilang dari hadapanku, aku langkahkan kakiku ke kandang. Justi pergi, Samo molor, aku langsung bergerak ke kamar dan merebahkan tubuhku.
Kriiiing kriiiing... bu RT
"Halo..."
"Terima kasih..."
"Eh, bu tet tetapi kan itu salah..."
"Gitu ya sekarang?"
"Jujur ja bu, aku selalu menasehati Samo dan Justi, dan ibu tahu kan... tapi sekarang aku..."
"Ingat, sayang bukan cinta, kalau mereka kan cinta... kalau kamu hindari ibu, awas! dan terserah kamu mau pacaran sama siapa, pokoknya sampe hatiku tenang kembali baru kamu boleh pergi"
"Pelampiasan ya bu?"
"Atau aku perlu cerai suamiku dan nikah sama kamu sekarang?!" (keras suaranya! Aku terkejut,)
"Iya, iya bu iya..."
"Met istirahat ya Arta..."
"Iya bu..." tuuut
Titit titit. Sms.
From : Bu Ainun RT
Ucapin sayang dong
To : Bu Ainun RT
Aduh bu, jangan ya
From : Bu Ainun RT
Gitu ya?
To : Bu Ainun RT
Lha gimana? Aku kan gak tahu?
From : Bu Ainun RT
Met istirahat sayangku
Gitu saja gak bisa, huh!
To : Bu Ainun RT
Selamat istirahat bu ainun sayangku
From : Bu Ainun RT
Met istirahat juga sayangku
"ARGHHHHHHH! Ini bagaimana???! Kenapa malah jadi begini hidupku?!" bathinku berteriak
Pusing, aku benar-benar pusing 7 keliling. Pindah kontrakan? Apa Samo dan Justi mau? Kalau aku pindah sendiri, bagaimana ongkosnya? Salto? Kayang? Mati mati akuuuuu... pilihan berat! Aku harus sembunyikan ini semua dari Justi dan Samo. Haaaah... kenapa jalannya malah semakin parah? Sudah kemarin aku berkelahi lagi, ini malah ketambahan bu RT yang membuatku melanggar ucapanku sendiri. Pusing benar-benar pusing.
Semuanya tampak membingungkan bagiku, aku sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Kepalaku dipenuhi dengan kenyataan-kenyataan yang bertentangan dengan apa yang aku inginkan. Semuanya, culunku tak bisa menyembunyikannya sedikit demi sedikit Desy, Winda ,Dini dan Dina mulai mengusiknya. Aku takut... benar benar takut...
.
.
(Suara lelaki tua)
"Jadilah berani..."
"Kenapa?"
"Karena kamu lelaki, hadapi semuanya dan akan ada jawabanya"
"Jawaban?"
"Karena tak ada pertanyaan yang diberikan sekaligus jawaban. Kamu harus mencarinya"
"Mencari dimana?"
"Carilah..."
"Aku tidak mengerti"
"Suatu saat kamu akan mengerti"
"Katakan kepadaku!"
.
.
Brak... Brak... Brak...
"Woi ar, bangun!" teriak Samo
"Hah!"
"Hash hash hash hash..."
Aku terbangun dan terperanjat karena teriakan samo, kulihat sudah maghrib, segera aku bangkit dan menuju ke kamar mandi. Ketika aku keluar, sudah ada dua wanita yang tidak aku kenal.
"Lho ar mau kemana? ni kenalin dulu toooo, ini Linda" ucap Justi
"Arta" kataku
"Ini Lisa" ucap Samo
"Arta" kataku
"Aku mandi dulu, dah maghrib..." ucapku langsung melangkah meninggalkan mereka
Sambil buang air besar, pikiranku masih terngiang-iang oleh ciuman tadi. Rasanya aneh, kaya gitu ya kalau ciuman. Dadaku bergemuruh, terasa sangat aneh ketika aku kembali mengingatnya. Bersih-bersih mandi, dan segera kembali ke kamar dan melewati mereka. setelah kewajiban selesai aku kembali keluar dan duduk bersama mereka. Samo dan linda di kananku, sedangkan Justi dan lisa di kiriku.
"Maem dulu ar..." ucap lisa
"Eh, iya makasih..." jawabku dengan pikiran masih melayang
"Kamu mikir apa sih ar?" kudengar suara Justi
"Ar..." suara Samo
"Ar..." suara Justi
"WOI AR!" teriak Justi dan Samo tepat di telingaku
"Eh eh eh iya bro woi... iya...." jawabku
"Kamu kenapa? makan ya makan, yang dilihat makanan bro. Bukan tembok!" ucap Samo
"Yang, jangan bentak-bentak gitu.." ucap Linda kepada Samo
"Oh iya...maaf bro maaf.... he he he..." ucapku
"Kalau ada yang kamu pikirkan, bagi dengan kita jangan di miliki sendiri" ucap Justi
"Aaaah... sudahlah... makan" ucapku dan langsung melahap makanan yang mereka bawakan
Mereka tampak kebingungan dengan sikapku yang benar-benar tidak aku mengerti. Segera kau berdiri setelah makanku selesai. Membuat tiga gelas kopi hitam, dua gelas aku letakan di depan Justi dan Samo serta satu gelas aku bawa ke luar rumah.
"Aku keluar dulu bro, sis... ngrokok" ucapku
"Yaa..." ucap mereka bersama
Dunhill mild, kembali menemaniku. Rokok ini aku kenal sejak kelas 1 SMA. Jari-jari tangan kiriku mengelus lembut bibirku kembali, benar-benar sebuah mimpi di siang bolong. Kupandangi jalan didepan kandangku ini. Sebuah jalan yang selalu aku lewati, tak ada jalan lain. Mungkin jika ada jalan lain, aku akan memilih jalan lain itu. Terlalu, terlalu cepat bagiku untuk merasakan ini semua, tapi benarkah ini semua terlalu cepat? semua tak pernah ada dalam benakku sama sekali.
"Kenapa kamu ini ar? Ndak biasanya kamu kacau" ucap Samo yang kemudian duduk disampingku
"Eh, ndak ada sam" ucapku
"Kalau ndak ada, ndak bakal kamu melamun kaya gitu ar... aku kan tahu..." ucap Justi dengan gaya sok bijaknya, biasa sampingnya ada cewek, otak pasti muter
"Iya tuh kelihatan aneh..." ucap lisa
"He'em..." ucap linda, aku berada ditengah-tengah dua pasang kekasih. Ngenes!
"Semua pasti..." ucap Justi, dengan gaya bijaksananya
"Ada alasannya, memang jus... dan sedang aku cari tahu..." ucapku memotong Justi
"Terus..." ucap Samo
"Ada sesuatu yang tidak aku mengerti, jadi ya dicari dulu kan?" ucapku santai dan tersenyum
"Tapi aneh kamu itu ar... ndak biasanya kamu seperti ini" ucap Justi, tampak lisa dan linda memandang ke arahku dengan posisi memeluk pasangan mereka masing-masing
"Kamu tahu kenapa daun bisa jatuh ke tanah?" ucapku
"Ya tahulah..." ucap Samo dan Justi bersamaan
"Semua orang tahu alasannya, karena daun itu sudah menua jika terjatuh alami. Tapi kalau itu belum tua dan tiba-tiba datang hujan, kenapa harus jatuh ke tanah? Kenapa tidak terbang? Dulu orang menganggap hal remeh, tapi ada seseorang yang mengatakan itu dikarena gaya tarik bumi. Tapi sebelum orang itu menemukan jawaban, dia mencarinya dan butuh waktu bro... begitupula aku..." ucapku
"Ceramaaaaaah..." ucap mereka berdua
"Hi hi hi bener yang dikatakan mas jus, kamu kaya filsuf ya ar..." ucap linda
"Bener, kaya ilmuwan saja..." ucap lisa
"Haaaaash...." ku apit rokokku dengan kedua mulutku dan kedua tanganku menyangga tubuhku dari belakang
Hening sesaat... aku kembali lagi membungkuk dan ku apit rokokku dengan jari-jari tangan kananku. Semakin lama semakin aku tidak mengerti...
"Ar..." ucap lisa, aku menoleh
"Ya..." balasku
"Apa pendapatmu tentang pasangan beda umur?" ucapnya
"Lho kok tanya aneh-aneh sama si ar, ntar ceramah lho..." ucap Justi, aku hanya tersenyum. Mungkin dengan menjawab pertanyaannya aku bisa melupakan beban pikiranku
"Cinta?" ucapku, mereka berdua mengangguk
"Ya sudah, kalian kan lebih dewasa dari aku, seharusnya kalian tahu. Hoooaaaaam... bodohlah..." ucapku, berdiri dan bangkit menuju jalan didepan kontrakanku
Berdiri ditengah-tengah, kemudian mengangkat wajahku melihat langit yang penuh dengan awan itu. aku duduk, kemudian berbaring di tengah jalan. Kulebarkan tanganku dan kakiku, sembari menghisap hisapan terakhir dunhill mildku.
"Kalau gila jangan di sini ar..." ucap Justi, aku menoleh ke arahnya dengan posisi terbaring
"Kalian tahu tidak?" ucapku
'bodoh..." ucap mereka
"Aku mengira semua jalan akan selalu lurus dan halus, tetapi ternyata tidak... padahal aku selalu membayangkan aku bisa melewatinya dengan usaha kerasku dan tidak akan membuatku bingung... itu jalanku..."
"Jangan mengira semua jalan, akan selalu halus dan lurus bro... kalian harus bersiap... dengan segala resikonya... aku harap kalian selalu bersama hingga akhir cerita hidup kalian..." ucapku dengan mata terpejam.
Tak ada suara...
Hening...
"Kamu menemukan kerusakan jalanmu?" ucap linda
"Mungkin..." balasku
"Kenapa mungkin?" ucap lisa
"Karena aku belum tahu jawabannya" ucapku
"Sebenarnya apa to masalahmu?" ucap Justi
"Aku tidak tahu..." ucapku
"Kenapa kamu tidak tahu?" ucap Samo
"Karena aku tidak tahu ini sebuah masalah atau bukan" ucapku
"Aku bingung denganmu ar" ucap Samo
"Aku juga..." jawabku
Aku bangkit, dan melangkah ke arah temapatku duduk tadi. Dengan arah duduk berlawanan dengan mereka berempat. Kunyalakan dunhill mildku.
"Apa kalian tahu yang kalian rasakan sekarang? Cinta atau sayang?" ucapku
"Lho, itu kan sama artinya" ucap Justi
"Kalau sama mengapa memiliki susunan huruf yang berbeda?" ucapku
"Sinonim ar, persamaan kata, woi arta kampret..." ucap Samo
"Kalau itu persamaan kata, kenapa cinta memiliki kedudukan lebih tinggi daripada sayang? Dan kalau sama, kenapa kita bisa menyayangi sahabat kita entah itu laki-laki atau perempuan? pernahkan kalian mengucapkan 'aku sayang kepada kalian sahabat-sahabatku', pernah kan? Dan tanggapan mereka biasa saja..."
"Tapi coba saja kamu mengucapkan cinta kepada sesama jenismu sekalipun itu sahabatmu, pasti kalian akan dikatakan tidak normal... benar bukan?" ucapku, mereka memandangku dan aku memandang mereka yang berada disamping kanan kiriku
"Eh, aku sungguh tidak mengerti, sekalipun aku pernah menikah sebelum..." ucap lisa terpotong karena Samo menghentikan ucapan lisa
"Jika apa yang aku katakan benar... berarti sayang dan cinta berbeda bukan?" ucapku
"Memang bedanya sedikit, tapi itu terkait perasaan..." ucap linda
"Ya, memang perasaan bukan logika... mungkin memang benar seperti apa yang pernah aku baca, semua memiliki perbedaan. Walau sedikit, seperti benci dan cinta..."
"Aaashhh... aku ingin tidur awal hari ini... mungkin malam nanti aku akan menemukannya" ucapku bangkit dan berjalan menuju kamarku.
Aku matikan lampu, kurebahkan tubuhku dan mulai menata posisi untuk menenangkan hati dan pikiranku. Mencoba untuk tertidur setelah kelelahan hari ini, aku benar-benar bingung. Ah, entah kenapa semua itu bisa keluar dengan sendirinya. Keluar tanpa aba-aba, mungkin ini bisa jadi sebagai ajang pembelaan atas perasaan yang aku rasakan saat ini. Sebuah pembelaan, agar kelak aku tidak dipersalahkan. Atau mungkin sebuah pembelaan dipengadilan otakku, yang dulu pernah mengadli kedua sahabatku tapi kini melakukan apa yang... argh! Kampret. Tidur!
---------------------
Diluar kontrakan, Arta yang sebelumnya sudah memulai mimpinya. Samo dan Justi masih berada diluar, bersama dengan pasangannya. Justi dengan Linda sedangkan Samo dengan LIsa. Mereka berempat, tampak sedikit aneh dengan sikap Arta malam ini, jelas saja, karena Arta tidak pernah sebingung dan segelisah ini.
"Sahabat kamu itu butuh cewek yang ngerti pikirannya mas" ucap linda kepada Justi
"Heh gimana? Eh apa tadi, oia.. kok adek tiba-tiba bilang gitu?" ucap Justi
"Kenapa cemburu? Hi hi hi... kalau aku sama dia, hancur hidupku gak ada bahagianya... dia butuh cewek pinter..." ucap linda
"Bener tuh kata mbak linda, cariin yang kasihan tuh..." ucap lisa
"Lha? Tipe dia kayak apa saja aku ndak tahu" ucap Samo
"Lho masa sayang gak tahu?" ucap lisa kepada Samo
"Kamu juga gak tahu mas?" ucap linda kepada Justi
"Lho kalian kan sahabatnya kok malah gak tahu" ucap linda
"Karena dia ndak pernah dekat sama cewek, pas SMA-nya" ucap Justi dan Samo bersamaan
"Dah ndak usah dibahas lagi... puyeng, ntar dia juga ngomong sendiri kok tenang saja" ucap Samo
"Ya udah, yang yuk..." ucap lisa
"Eh, jus aku nginep.." ucap Samo
"Oke.." ucap Justi
Samo dan lisa kemudian pergi meninggalkan Justi serta linda sendiri didepan kontrakan. Samo dan Lisa beranjak pergi dengan mobil Lisa, menuju rumah Lisa. Setelah mobil Lisa, yang membawa beserta Samo meninggalkan Justi dan Linda, suasana menjadi sangat sepi.
"Kamu sayang..." ucap linda ketika hanya tinggal mereka berdua di tempat ini
"Cinta..." ucap Justian
"Iiih... mas lucu deh..." ucap linda sambil memeluk justi dari samping
"A-adek, belum kebiasa mbak, ka-kalau manggil, Adek" jawab Justi, terlihat otaknya sedikit berputar karena adanya pelukan
"Ntar juga biasa sendiri..." ucap Lisa yang bersandar pada bahu Justi
"em-mbak..." terlihat justi gugup
"Iya?" jawab Linda, menoleh ke arah justi
"Be-begini mbak, itu, anu, eee... kata Arta itu" sangat gugup Justi ketika berbicara kepada Linda
"Ada apa sih? Biasanya juga gak gagu kaya gini, iya sih dulu, tapi kemarin-kemarin kan udah enggak" ucap Linda tampak sedikit jengkel. Justi menunduk ketakutan, tapi tangan Linda menaikan dagu Justi.
"anu, gini, itu, mmm... aku kan ma-masih kuliah mbak. kata Arta, ka-kalau kelamaan kuliah, nanti mbak di ambil orang" ucap Justian
"eh, maksudnya?" selidik Linda, tapi terlihat Linda tahu arah pembicaraanya
"Gini, mbak, mbak nunggu aku ya? nanti kalau aku lulus to mbak, aku mau kerja terus lamar mbak" ucap Justi, kelihatan sekali kepolosan Justi. Ketika mata Justi melirik ke arah Lnda, Linda memandangnya dengan wajah tenang
"4 tahun lagi ya? Hmmm... 29 dong umurku" jawab Linda, Justi mengangguk
"Emang situ mau sama aku? Banyak mahasiswi kok milih yang janda?" ledek Linda, tapi Justi kelihatan lebih serius saaat ini
"Mau nunggu aku?" Justi, mencoba memberanikan diri, memandang Linda.
"Eh... maksudnya?" ucapnya sedikit bingung
"Mau nunggu aku bu-buat nikahin kamu"
"Ta-Tapi aku ndak tahu, bisa langsung dapat kerja atau tidak" Seketika itu, Linda memndahkan dagunya tepat dibahu justi, memandangnya.
"Nembak saja belum asal nyuruh..." ucapnya, Justi kaget, memang selama ini belum pernah Justi mengungkapkan rasa cintanya
"Eh... itu anu... mmm..." salah tingkah justi ketika ditanya hal seperti itu
"Apa?" ucap Linda, sedikit tersenyum. Justian membalikan tubuhnya, menghadap tepat ke Linda
"Mau kan jadi pacar aku?" dengan tegas
"Mau... tapiiii.. situ mau gak punya pacar galak kaya aku?" ucap Linda, mengubah pandangannya ke depan, sedikit dia melirik ke arah Justi
"Mau... mau bangeeet..." Jawab Justi
Tampaknya, Justi, walau otaknya tidak bisa berpikir normal seperti Arta dan Samo, dia ingin memiliki Linda. Jujur dalam hati Linda sedikit ada rasa ragu, ya, karena masa kuliah adalah masa dimana ruang lingkup hidup seseorang sangat luas. Menemukan seorang wanita, itu cukup mudah bagi Justi, keraguan itu sedikit sirna untuk malam ini. Dengan kemantapan hati, Linda yang sadar akan dirinya yang penuh dengan ego, memantapkan hati kepada lelaki o'on-nya. Ya, karena dia yang paling bisa jujur terhadap tingkah lakunya yang sok.
Malam ini, Justi mengantarkan Linda hingga dirumahnya. Dengan mobil Linda, Justi kembali ke kontrakan, masih belum berani Justi untuk menginap. Arta? Sepulangnya Justi dari tempat Linda, dia masih terlelap dalam lelahnya malam. Justi segera menutup pintu kontrakan, dan merebahkan tubuhnya. Sedikit ada tujuan dalam hidupnya, tujuan yang sudah diautarakan kepada Linda. Dengan catatan, ketika otaknya berputar.
---------------------
Kriiing... kriiing....
"Egh... agh.... hoaaaam..."
"Ya halo Des... egh hoaaam..."
"Sudah bobo ar?"
"He'em... ngantuk banget des..."
"Oh ya sudah, aku kira belum bobo, Met bobo ya... "
"Egh, iya, ada apa?..."
"Cuma pengen ngobrol saja..."
"Ugh hoaaaammmmhhh... ya aku temenin des"
"Makasih ya, kamu kalau habis bangun tidur beda ya cara bicara kamu"
"Eh eh itu a-anu des... ka-kalau habis bangun ti-tidur mesti gitu"
"Hi hi hi... kaya tadi saja enak dengernya"
"Eh..."
"Kok malah diem, aku tu masih penasaran tahu gak ama yang kamu omongin waktu itu. bangun dulu deh, buka mata duduk, ngrokok juga gak papa"
"Anu itu aku ndak ngrokok kok.... te-terus ma-maksud kamu a-apa?"
"Jujur dan bersama... dan yang paling heran waktu dipantai sehabis kamu lihat foto cowokku kok kelihatannya kamu tahu sesuatu deh tentang cowok aku"
"Li-lihat saja baru saja des"
"O ya sudah ar, sambung kapan-kapan lagi saja. aku mau diajak temen kosku nyari cemilan kali aja ada yang buka jam 12 gini. Daaaah" tuuut
Semakin kesini aku semakin penasaran dengan kata-kata Arta. Kalau aku ingat-ingat lagi, memang benar kata Arta. Kalau sayang harusnya jujur dan akhir-akhir ini mas rian tampak sedikit aneh.
"Say, nih ada kacang rebus enak" ucap teman kosku setelah aku dan dia berhenti dipedagang kaki lima
"Ya, satu, kamu beli berapa?" ucapku
"Lima bungkus, yayang lagi dikos, pasti makan banyak tuh" ucapnya
"Tambah ndut lho ntar" ucapku
"Biarin, biar cewek-cewek jadi gak suka ma dia ha ha ha" ucapnya
Selang beberapa saat, setelah mencari camilan di pinggiran jalan. Aku pulang dengan mobil milik teman kosku ini. Aku dan teman kosku ini sudah seperti keluarga sendiri, tak ada yang dirahasiakan. Malam ini dalam perjalanan pulang, aku beranikan diriku untuk bertanya hal yang privasi kepadanya, tapi takut juga.
"Napa lu diem Des?" tanya temanku yang mengemudi
"Eh, gak papa, santai aja" ucapku, pikiranku masih menerawang mengenai sikap arta setelah melihat foto pacarku dan sikap pacarku sendiri yang akhir-akhri ini aneh.
"Ha ha ha, belum dijatah lu sama cowok lu?" ucapnya, satu tangannya mendorong lenganku
"Jatah-jatah, jatah apaa?" aku balik bertanya
"Yaelah, lu belum pernah Des? Gituan ama cowok lu?" tanyanya, sesekali menoleh ke arahku, aku menggeleng
"Kamu udah gituan ma cowok kamu?" tanyaku
"Yaelah, biasa kali kaya gitu. Jaman modern kaya gini Des, lagian udah sejak SMA, dia kan kakak kelas gue" ucapnya santai
"Kamu gak nyesel?" tanyaku, aku semakin memburunya, karena memang aku benar-benar penasaran tentang pemikiran-pemikiran seperti ini
"Awalnya sih iya, semakin kesini semakin biasa saja. aku juga semakin cinta ma dia" santai sekali dia,
"Hmmm..." aku hanya bergumam dan mengangguk-angguk saja, dia menoleh ke arahku sejenak. Mata kami saling berpandangan, temanku kemudian berbalik melihat ke jalan didepannya
"Kalau lu belum yakin ma cowok lu, ya jangan... " aku semakin bingung dengan temanku satu ini
"Jujur gue kasih tahu lu, ngelakuin kaya gitu resikonya gede. Kalau cowok lu beneran setia oke aja sih, tapi kalau setelahnya dia pergi? Nah, berarti kita sebagai cewek dijadiin permen karet ha ha ha" tawanya lepas dan santai sekali, aku malah semakin aneh dengan sikapnya
"Lha kamu santai banget..." ucapku
"Ha ha ha... .... ...." tawanya semakin pelan dan semakin tak terdengar
"Gue juga dulu takut, tapi udah terlanjur kepalang basah. Gue juga dulu mikir kalau seandainya dia ilang gue gak tahu harus gimana. Karena belum tentu semua laki-laki udah make batangnya, kalau dia ilang terus gue dapet yang alim dan gue cinta, susah di guenya. Takutnya, cowok baru gue, gak mau nerima gue. Tapi itu dulu, sekarang... gue dah gak mau mikir lagi, dia mau pergi, mau salto, mau kayang, terserah dia. Dan kalau dia pergi, gue gak tahu harus gimana... moga aja, beneran dia suami gue tapi kalau gak? gue pikir belakangan"
"Gue juga dah tahu kalau dia main sama cewek lain dari sematponnya, tapi dianya gak tahu kalau gue tahu. Gue ikutin aja permainannya, dan disitu gue sedang nyusun rencana, biar dia nyesel banget waktu kehilangan gue. Gue pasti bisa, masa kita cewek yang harus kalah mulu" ucap temanku yang sedang menyetir mobil ini, matanya terlihat santai ketika menceritakan semuanya kepadaku
"Hei say..." ucapnya
"Egh ya..." jawabku
"Jangan lu kasih tu cowok lu... jaga tuh selaput, kasih ma orang yang bener-bener ketika lu kasih dia gak bakalan bisa nglepas lu. Ya suami lu ha ha ha...."
"Jaga des... jangan lu tiru temen-temen kos lu, terutama jagan tiru gue, oke?" ucapnya
"Eh iya say..." jawabku
"Udah jangan dipikirin... jalanin dulu, kalau emang dia gak cocok buat lu pastinya bakal ada cowok yang sudah disiapin buat ngejagain lu, okay? Smile dung say" ucap teman kosku ini
"Eh iya..." aku tersenyum
Sekembalinya dikos, aku merasa memang ada sesuatu yang aneh dengan pacarku. Ah, padahal tadi udah ada teman ngobrol, kalau aku telepon lagi pasti ganggu dia. Sudahlah, aku telepon mas-ku saja.
To : Yayang
Mas, lagi apa? dimana?
From : Yayang
Lagi di kos yang
Udah malem bobo yang
To : Yayang
Iya, Cuma kebangun saja ini barusan
Kangen sama mas
From : Yayang
Iya sayang, ams juga kangen
Bobo yuk, mas juga udah ngantuk
To : Yayang
Iya masku,
Love You :*
From : Yayang
Love You too :*
Bohong lagi, bohong lagi... huh! Tadi aku sms pacar teman kosnya katanya lagi pergi. Pacar teman kos masku itu memang baik banget sama aku, sering dia nginap di kos pacarnya yang juga kos pacarku. Kamu bilang dikos, tapi pacar teman kosmu bilang lagi pergi, padahal tadi pesanku dibales pas aku telepon Arta.
Aku rebahkan tubuhku di tempat tidur, kulepas semua pakaianku dan hanya mengenakan tank-top dan celana payet. Kutarik selimut...
"Kenapa aku jadi kangen diselimuti sama... ah, bodoh-bodoh... aku dah punya pacar malah mikir yang lain huh!" bathinku