Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Change?

Bimabet
Suhu DH dah online numpang :ngeteh: duly sapa tau hari inI Ada update an
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Scene 43
Sebuah Alibi Yang Sempurna


Ainun ... ...


Aku benar-benar terkejut ketika ada tubuh yang hangat menempel di punggungku. Hangat dan lembut. Tangannya memeluk perut bagian atasku. Dan pipinya terasa juga dipunggung atasku. Terkadang, sebuah ciuman mendarat pelan di tulang punggungku.

“Bu...” ucapku lirih

“Nun, bukan bu” balasnya, memelukku erat dengan kecupan di punggungku

“Nun, kok di sini?” aku bingung dengan dia ada dibelakangku. Terasa kenyal dadanya ketika semakin rapat di punggungku.

“Bolehkan ikut mandi bareng?” lirih dari bibirnya

“Em, boleh, tapi kok bisa masuk? kan aku...” kata-kataku terpotong, ketika salah satu tangan, dengan jari-jarinya, bermain-main di sekitar bibirku

“Salah siapa tadi pintu tidak dikunci, emang niat gak dikunci kan?” tubuhnya bergeser kedepan,

“Tadi aku kunc...” kedua tangannya meraih kepalaku. Tubuhku sedikit membungkuk, dan bibir kami bertemu.

“Kenapa dipermasalahkan, keburu dingin sayang... cepetan, siram” ucapnya sedikit berbisik,

Ainun, tepat di depanku, belakangnya adalah bak mandi. Kulihat dia sedikit kesulitan, kakinya berjinjit, bibirnya berusaha untuk meraih bibirku kembali. Tangan kananku, dengan gayung berwarna hijau, mengambil air dan menyiramkannya di kepalaku. Sedangkan tangan kiriku merengkuh pinggulnya.

Byuurrr... byurr...

“ufth.. Dingin yang” lirih, aku tersenyum

“Makannya jangan ikutan mandi” jawabku

“Iiih, dingin tapi hangat” ucapnya, kedua tangannya memeluk leherku

“Hangat?” aku heran dengan kata-katanya

“Tuh, yang dibawah, nempel di perut, gak izin segala, asal berdiri!” candanya, aku malu sendiri, mungkin saja wajahku memerah saat ini

“Yang, wajahnya merah tuh” jawabnya, layaknya seorang remaja

“Sayang sih..” jawabku, sekenanya

“Nah, gitu, jangan nun terus kalau manggil” jawabnya

Aku tersenyum, mata kami saling pandang. Sebuah momen yang indah menurutku untuk saat ini, dia sedikit mengangguk, tapi aku tahu maksudnya untuk segera menyiram air kembali ke tubuh telanjang kami berdua. Senyumnya tetap saja terlihat, walau air mencoba membasuh senyumannya.

Tubuh kami telah basah, dia berbalik sejenak, mengambil sabun yang berada dipinggiran bak mandi. Sebentar dia mencubit hidungku kemudian tangannya mengusap-usap sabun hingga berbuih. Pelan diusapkannya ke tubuhku.

“Tangannya diangkat keatas sayang” suruhnya, bak anak kecil yang sedang dimandikan.

Aku mengikuti setiap apa yang dia katakan. Kedua tanganku langsung aku angkat keatas. Tapi, sial, pandanganku tak lepas dari payudaranya. Tubuhnya berbalut kulit yang putih, dan itu susunya, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil menurutku. Tapi lebih menjurus ke arah besar, mungkin. Dengan telaten, dia mengusap seluruh tubuhku dengan sabun.

Sesaat kemudian, dia menekan kebawah pundakku. Menyuruhku untuk sedikit membungkuk. Pandanganku ke bawah, sedikit aku melirik ke arah selangkangannya, bulunya sedikit. Rambutku, kini penuh dengan buih sampo, mataku terpejam menhan perih dimata karena busa sampo. Pelan diangkat daguku dan kembali wajahku di bersihkan dengan pembersih.

“Hi hi, pedes ya?” candanya

“Mmm, iya cepetan disiram” balasku

“Biarin, biarin pedes hi hi” candanya

“Nuuuun...” pintaku

Byur... byur...

Tanpa aba-aba dia langsung menyiramnya. Sedikit gelagapan aku. Ketika air menyiram kepalaku.

“Haafh hafh... pelan dong Nun” ucapku sembari mengelap wajah dengan tanganku

“Hi hi... katanya suruh nyiram, gimana to to to? Hi hi hi...” candanya

Aku tersenyum dan dia kembali menyabuniku. Tangannya turun hingga perutku, pandangannya pun ikut turun kebawah. Ke paha, dan... kemudian dia menyabuni penisku. Lama dia disana menyabuninya. Wajahnya menengadah, tangan kirinya menarik leherku. Bibir kami kemudian saling melumat. Perlahan, tangan kirinya turun melalui pundakku, kemudian menarik tanganku ke payudaranya.

“Gantian...” ucapnya sedikit berbisik. Aku merasakan sedikit kegugupan.

Segera aku mengambil sabun. Kuusap-usap hingga buih memenuhi tanganku. Dengan sedikit keraguan aku mulai menyabuninya. Namun keraguanku hilang dikala dia hanya diam dan tersenyum padaku. Dari lehernya turun ke pundaknya dan aku sabuni payudaranya. Pandanganku tak lepas dari bagian tubuh Ainun ini. Bagian tubuh yang tidak aku miliki. Menonjol dan indah.

“Jangan situ terus, kayak gak pernah megang saja” ucapnya. Malu rasanya ketika dia tahu pikiranku. Kutundukan wajahku.

“Dasar mesum hi hi hi” candanya kembali. Tambah malu.

“Kalau mesum itu, ketutup tapi megang. Ini kan terbuka disuruh megang lagi jadi bukan mesum” balasku mengelak. Mencoba menutupi rasa maluku.

“Nah gitu, bercanda. Senyum. Jangan sedih terus” lanjtunya.

Sejenak aku terhenti dan memandangnya. Kulepas sabun yang ada ditanganku. Kupeluk tubuhnya erat. Ku renggangkan pelukanku, ku tatap wajahnya dan kucium bibirnya. Kedua matanya memberikan isyarat untuk menyabuni seluruh tubuhnya. Satu tangannya membimbingku ke bawah. Mengelusnya. Ketika jari-jariku mulai menyentuh bagian bawahnya, bibirnya digigitnya dengan sedikit desahan.

Aku tak berlama-lama, aku kemudian berjongkok menyabuni paha hingga bagian kaki bawahnya. Kembali ke atas dan dengan cepat dia menangkap kedua pipiku. Bibir kami kembali berciuman. Tangan kirinyanya kembali membimbing tangan kiriku untuk bermain ke bagian vaginanya. Aku mengelusnya lembut, jari-jarinya mengarahkan jari-jariku ke bagian tertentu vaginanya.

“Erghh... mmmhh...” langsung kedua tangannya berpegangan pada pundakku

“Ke-kenapa?” tanyaku takut karena wajahnya sedikit memerah

“Lanjutkan, elus yang tadiihh...” jawabnya, aku mengiyakan.

Kembali aku mengelusnya memainkan sesuatu yang belum aku lihat. Sesaat kemudian, dia menggigigt bibir bawahnya dan matanya terpejam. Kedua tangannya semakin mencengkram pundakku. Desahannya semakin terdengar jelas. Dengan sedikit kasar, dia menarik leherku dan mencium bibirku.

“mmmppphh...”

“Siram” bisiknya lembut disela-sela ciuman kami.

Aku hentikan aktifitasku di selangkangannya tapi tangan kanannya kini menahan tangan kiriku. Memberikan isyarat agar aku menyiranm dengan tangan kananku. Kembali memainkan bagian bawahnya, kini kepalanya bersandar pada bahuku. Tangan kananku mulai mengambil air dan menyiram tubuh kami berdua. Beberapa kali aku menyiram sembari tanganku memainkan vaginanya, tiba-tiba dia menggenggam pergelangan tangan kiriku untuk berhenti.

Sejenak dia memandangku.

“Nakal...” lirih dari bibirnya. Sesaat kemudian dia mengecup bibirku dengan tangan yang memainkan penisku. Pelan, dia kemudian turun kebawah. Berlutut.

“Nuuun...” lirih dari bibirku ketika dia memandangi penisku. Wajahnya mendongak ke atas, menyilangkan jari di bibirnya.

“Arh...” desahku ketika kulihat lidahnya mulai menyentuh ujung penisku

Kedua tanganku kini bertumpu pada pinggiran bak mandi sembari melihat aktifitas Ainun. Lidahnya bermain-main. Aku bisa merasakannya.

“Argh..” rintihku kesakitan karena ada sesuatu yang menggesek kulit kelaminku

“Eh, maaf... sakit? Kena gigi ya?” tanyanya, aku mengangguk. Tangannya kemudian mengelus lembut dadaku.

Sejurus kemudian aku rasakan hangat pada bagian penisku. Penisku dikulumnya, kepalanya maju mundur. Benar-benar aneh sekali aku rasakan. Hangat, apalagi lidahnya juga sedikit menyapu ketika mulutnya mengulum penisku. Ini pertama kalinya, ah, begitu nikmat sekali. Mataku terpejam, tak dapat aku menahan untuk mendesah.

“Aaah... Nuuuunnnnhhh...” desahku

Ini sungguh nikmat, aku tak bisa bertahan. Enak sekali, benar-benar nikmat. Sensasinya benar-benar berbeda. Aku tak tahan, tak bisa menahan lagi.

“Nuuunnhh...” satu tanganku menahan kepalanya. Tubuhku mengejang beberapa kali. sesaat setelahnya Ainun dengan kedua tangannya melepas kulumannya. Aku terengah-engah, begitupula Ainun. Memuntahkan spermaku.

“Uh... masa ditekan, gak bisa nafas tahu, dasar!” kesalnya

“Enak yang” jawabku singkat

”Kamu tuh aneh, udah pernah keluarnya kok ya cepet” balasnya

“Baru pertama kali yang” jawabku, dia kemudian berdiri. Aku memundurkan tubuhku. dirangkulkan kedua tangannya ke leherku

“Jadi kalau setiap pertama kali, keluarnya cepet gitu?” tanyanya, aku hanya menggeleng, karena aku memang tidak tahu menahu. Sedikit kecupan dibibirku.

Tangan kirinya perlahan kemudian menuntunku untuk mengangkat kaki kirinya. Pantatnya bersandar pada bak mandi. Bibir kami kemudian beradu.

“Dimasukin yang, tapi pelan-pelan” bisiknya disela ciuman kami

Tangan kirinya kembali merangkul leherku. Tangan kanannya memegang penisku dan mengarahkannya ke vaginanya. Sedikit aku merendahkan posisiku agar sejajar dengan posisinya. Pelan, ujung penisku mulai menyentuh bagian hangat vaginanya. Secara reflek aku menekan pelan.

“Ergh... yang jangan dikenceng-kenceng. Pelanhh... maju mundurin dulu” lirih dari bibirnya. Ainun menggigit bibir bawahnya, menahan sedikit rasa sakit.

Aku hanya menunggu instruksi darinya. Pinggulku kemudian maju mndur perlahan. Hanya sebagian yang kurasakan masuk ke dalam vaginanya. Lama aku melakukan aktifitasku, semakin lama terasa semakin licin. Dia memeluk leherku, kepalanya tepat disamping kepalaku. Dan berbisik untuk segera menekannya. Aku kemudian menekannya.

“Emmmhh...” rintihnya disertai pelukan semakin erat

“Terus...” bisiknya ditelingaku

Pinggulku kemudian maju mundur. Satu tanganku bertumpu pada bak mandi dan satu tanganku masih memegang paha Ainun. Desahanya semakin terdengar jelas ditelingaku. Membuatku semakin terpacu untuk terus menggoyang pinggulku. Aku mulai menikmati sensasi yang luar biasa. Kini bibirku tak hanya diam tapi menciumi leher jenjang Ainun.

“Ah.. ah.. yang aku mau keluarhh” rintihnya

“Eh...” pelukannya semakin erat dileherku

“Cepetin...” pintanya

Kini ritmeku semakin cepat. Desahnya, rintihnya semakin terdengar sangat jelas. Membuat sel-sel dalam darahku menjadi mendidih.

“Sayaaaanghhh.....” sedikit teriakan kecil. Tubuhnya mengejang dan memelukku erat.

“Aauch...” pundakku digigitnya

Cairan hangat membasahi penisku. Aku terdiam menahan nikmat dan juga sakit dipundakku. Setelah nafasnya kembali normal, pelan dia berbisik terlalu lelah dengan posisi ini. Kuturunkan pahanya perlahan. Tubuhku mundur dan terlepas penisku dari vaginannya.

“Hufth... kebiasaan susah keluarnya. Sudah pernah ngrasain ya?” tanyanya. Aku sebenarnya juga bingung dengan diriku tapi kelihatannya Ainun lebih paham tentang diriku daripada aku.

“Ndak tahu yang” jawabku

“Hi hi hi... capek tahu, sakit... kebesaren tapi enak kok yang” ucapnya manja. Entah kenapa ketika aku mendengar kata “sakit”, membuatku ingin segera menyelesaikannya.

“Eh maaf..” jawabku. Dia memeluk leherku.

“Ssst enak kok yang, dari belakang ya?” bisiknya di telingaku. Semakin bingung, dari belakang? Maksudnya?

Dia kemudian berbalik. Dengan bertumpu pada pinggiran bak mandi. Ditariknya lembut penisku dan diarahkan ke vaginanya. Ini membuatku semakin susah, karena aku harus lebih merendah lagi seperti tadi.

“Tekanhhh...” pintanya, dengan bibir bawahnya digigit. Tambah gimana gitu kalau lihatnya.

Aku menekan pelan, kemudian memaju mundurkan pinggulku. Ritmenya sudah berbeda, aku langsung tancap gas untuk yang ini. kedua tanganku memegang pinggulnya. Semakin cepat aku menggerakan pinggulku, dia semakin keras mendesah.

“Argh yaaaanghhh...” rintihnya

Aku memeluknya, kedua tanganku meremas susu indahnya. Ritme gerakanku semakin cepat. ah, benar-benar aku meraskan nikmat. Kuciumi punggung putih Ainun. Benar-benar terasa berbeda.

“yanghhh... aku mau keluar...” racaunya

"Aku jugaahhh yang...” jawabku

Dengan gerakan cepat dan diakhiri hentakan keras. Kupeluk dirinya sangat erat. kedua tubuh ini kemudian mengejang bersamaan. Setelah berhenti, tubuhnya layu dan merosot. Akupun mengikutinya turun. Terlepas penisku dari vaginanya. Aku duuk dan kutarik tubuhnya untuk bersandar pada tubuhku. kupeluk tubuhnya, kucium lehernya dan kulihat dia tersenyum. Sesekali aku meremas susunya.

“Terima kasih...” lirihku disela ciumanku.

Dia menoleh ke arahku, dengan ibu jarinya dia menunjuk ke bibirnya. Aku tahu, dan untuk kesekian kalinya bibir kami bertemu. Tangannya meremas tanganku, menaruhnya ke kedua susunya. Lama kami dalam posisi ini, lama pula kami berciuman.

“Sudah yuk, mandi. Dingin” ah, manja sekali apalagi senyumannya

Aku memabntunya berdiri, tampak sekali dia tidak kuat untuk menopan tubuhnya. Kini aku yang aktif untuk membersihkan tubuhnya dan tubuhku sendiri. Ainun kemudian memelukku, mencium bibirku. Sambil berciuman aku menyiramkan air. Terlihat senyum bahagia di bibirnya, membuatku menjadi lebih tenang dari sebelumnya.

Selepas selesai mandi. Aku menggendongnya keluar. Kudapati pakaiannya berserakan di lantai luar kamar mandi. Aku berjongkok dan dia mungutinya. Sesampainya di kamar, dia berganti pakaian tanpa rasa malu meskipun ada aku. Akupun begitu. Dia keluar terlebih dahulu, dengan kecupan manis di bibirku.

Di ruang tengah aku dapati dirinya sedang mengutak-atik sematponnya. Dia memandangku dan menjulurkan lidahnya. Benar-benar berbeda dengan kesehariannya. Kubalas dengan juluan lidah juga. Aku melagkah ke dapur, kubuatkan teh hangat dan segera kembali menemuinya.

“Di minum dulu yang” ucapku

“Yang? Nakal ya sekarang panggil bu RT-nya pakai sebutan sayang” balasnya sembari mengambil segelas teh hangat

“Bu Ainun berarti?” tanyaku

“Auuuch...” cubitan keras di lenganku

Diletakan kepalanya di bahuku.

“Sudah hampir petang, aku harus kembali. Baru saja aku dikirimi pesan agar segera kembali, akan ada acara makan malam bersama di resto” ucapnya

“Makan yang banyak ya yang. Oia kok bisa sampai sini?” ucapku. Dia duduk sembari memandangku.

“Buat alasan kan gampang. Mereka sedang berada dipenginapan sekarang dan aku izin untuk pulang sebentar” ucapnya sembari tersenyum. Aku membalasnya.

“Ar, mulai sekarang jadilah diri kamu sendiri. Jangan menjadi orang lain, jangan kamu tanggung rasa bersalah itu sendiri. Jangan pernah berpikiran pergi dari tempat ini, jika kamu pergi jangan pernah mengenalku jika suatu saat nanti kita bertemu” lanjutnya dengan sorot matanya tajam

“Hufth...” aku bersandar pada dinding batu bata kontrakanku

“Sebenarnya... aku memang benar-benar ingin pulang. Aku sudah ndak tahan ada di sini. Mungkin bukan jalanku menjadi seorang mahasiswa, sekaligus menjadi orang yang berbeda dengan yang dulu”

“Benarkah kau ingin pergi? Meninggalkan semua?... dan juga aku?” tanyanya lirih. Aku sedikit terkejut, pelan aku menoleh ke wanita yang membuang muka dariku.

“Entahlah Nun, sekarang aku menjadi bingung. Semua terasa kacau di kepalaku saat ini. aku benar-benar ingin pulang” jawabku

“Kalau mau pulang, pulang saja. Yang berarti kamu menyesal mengenalku” jawabnya sedikit ketus

“Bu-bukan begitu... Maaf” ucapku pelan. Aku bangkit dan kusandarkan keningku di pundakknya

“Pertimbangkan lagi Ar. Pikirkan segalanya dengan jernih. Pertimbangkan pula keberadaan teman-teman kuliahmu, juga Samo dan Justi, Saudara-saudaramu itu, yang entah aku lupa namanya”

“Dan Jangan kamu lupakan, kamu juga punya saudari yang lama sekali tidak ketemu. Saudari yang seharusnya kau jaga”

“Dan juga, aku” lirih dari bibirnya dan membuat mataku ingin memandang matanya. Tapi tak bisa, dia masih membuang muka dariku.

Lama kami terdiam, hingga akhirnya aku berkata

“Baiklah, kuputuskan aku akan tetap di sini. Akan kuhadapi apa yang ada didepanku kelak. Dan menjadi diriku sendiri. Bukan hanya demi teman-teman dan keluargaku, tapi juga...”

“Kamu...” ucapku.

Sesaat hening menerpa. Aku kembali bersandar dan memandang ke genting kontrakanku. Pandanganku tetuju pada genting-genting itu namun sudut mataku menangkap Ainun yang sedang memandangku ke arahku, tajam. Hingga aku mendengar hembusan nafas panjangnya, dan dia berkata.

“iiiih... bagus deh, jadi aku masih bisa selingkuh ma kamu” ucapnya tiba-tiba, dan langsung memegang kedua pipiku setengah mencubit.

“Auuuch... sakit yang” sembari memegang kedua tangannya

Wajah kami kini berhadapan dan entah bagaimana kami saling berpelukan. Bibir kami saling melumat.

“Janji?” bisiknya pelan,

“Janji” jawabku

Kembali kami berciuman dan saling memeluk. Hingga akhirnya dia melepaskan dirinya dari pelukanku. Kecupan lembut dikeningku, kemudian dia berdiri dan mengambil sebuah tas plastik hitam.

“Ini pakai” ucapnya menyerahkan kepadaku. Aku meraihnya.

“Sekarang?” jawabku yang sebenarnya tidak tahu isi tas plastik hitam yang aku pegang

“Yang jelas itu untuk menggantikan pakaian culun kamu” jawabnya

“Hmm.. aku pulang dulu.. cup” sebuah kecupan di bibirku

Pintu kontrakan terbuka, dia melangkah keluar. Didepan sana ada Ibu-Ibu tetangga. Awalnya mereka tmapak curiga tapi setelah Ainun melangkah hingga pagar dan berbalik.

“Oia, ketikannya kalau bisa selesai 3 hari lagi ya? yang punya pak RT minggu depan gak papa” ucapnya sedikit keras. Kemudian membungkuk sebentar.

“Eh, i-iya bu” ucapku gugup

Dia kembali berbalik. Menghampiri Ibu-Ibu dengan senyumannya. Aku memandangnya dari pintu kontrakan. Setelah beberapa saat dia melangkah pergi. Sebuah alibi yang sempurna. Setelah tubuhnya hilang, aku kembali masuk kedalam kontrakan. Kututup pintu dan kukunci rapat. Kubuka tas plastik hitam tersebut. Kaos hitam, celana jins, baju hitam polos, jaket kain dan celana dalam. Hadeh begitu detailkah dia sampai celana dalam saja dibelikan.

Menanti malam agar pagi segera datang. Menanti pagi agar malam segera menghilang. Dengan sebungungkus Dunhilll dan segelas teh hangat. Menemani malamku. Sempat terbesit bayangan kelam masa laluku. Terkadang bayangan kelam malam tahun baru kemarin.

Aku tersenyum ketika ingatan itu kembali. Mungkin ini memang jalanku. Menjalani semua dengan tawa dan tangis. Hufth, jika aku mengingat pertemuanku dengan Andri dalam mimpi itu. Aku semakin yakin, bukan aku yang harus mengubah diriku. Tapi aku harus mengubah cara pandangku. Sudah terlalu lama aku menekan diriku sendiri tanpa memberi kesempatan kepada diriku untuk memperbaikinya.

Dini, terima kasih telah menemaniku malam itu. Samo dan Justi, idenya tidak salah tapi itu adalah usahanya untuk memperbaikiku. Ainun, kamu menetesi teriknya mentari dengan kasih sayangmu. Ya, aku harus menjadi diriku sendiri. Harus.

Tak terasa malam semakin larut, semakin dingin. Aku kembali ke dalam kamarku. Merebahkan tubuhku, melepas lelah kembali. Mungkin besok sore aku akan menjenguknya.
 
Scene 44
Selimut



Dina Primrose Amarantha


Dini Amarantha Mikaghaliya


Iliana Desy Prameswari



Winda shirina ardeliana


Helena Mauricia

Centing...

Centing...

Aku membaca pesan yang baru saja masuk. Pesan dari Helena, tentang keadaan Andrew. Setelah menunggu lama akhirnya ada balasan juga. Segera aku sampaikan kepada Dini, Dina, dan Winda. Kalau besok sore kita akan menjenguk Andrew kembali. Lelaaah banget rasanya hari ini. Ditambah lagi bangun jam 11 pagi.

Aku terbangun terlebih dahulu. Kulihat mereka semua masih nyenyak dengan mimpi mereka masing-masing. Terpaksa aku membangungkan mereka untuk menyampaikan pesan dari Helena. Wajah mereka masih layu, dengan malas mereka bangun dan menikmati minuman hangat yang baru saja aku buat.

Setelah bersih-bersih, tepat pukul 3 sore kami pulang ke kos masing-masing. Tapi Winda, ah namanya juga Winda, kalau diawal bilang takut ya pasti takutnya gak ketulungan. Dengan berbekal bekal “segudang” Winda ikut kekosku diantar Dini dan Dina tentunya. Padahal sudah dibilang gak akan terjadi apa-apa tetep saja gak percaya.

Sesampainya dikosku Winda langsung saja rebah di Kasur empukku. Seperti kucing ketemu sama rerumputan.

“Mi...” panggilnya ketika aku menata membersihkan kamar kosku

“Hmm...” jawabku

“Besok jenguk Andrew lagi?” tanyanya

“Seharusnya sekarang, tapi karena kitanya capek dan disana sudah ada orang tua Andrew, ya mundur besok. Kenapa?” jawabku

“Takut mi, Arta mi...” ucapnya

“Sudah, main game saja sana apa chatting ama yayang kamu” jawabku

“ish, umi... malah nyuruh main game” jawabnya sembari meraih sematponnya dan mulai mengutak-atik

“Lha kamu dari kemarin di bilangin jangan takut, tetep saja takut” balasku

“Beneran takut mi, apalagi kemarin Arta itu... hiii.. udah ah mi gak usah dibahas” ucapnya kembali memeluk bantal sambil memainkan sematponnya

“Hm... dasar, yang bahas duluan juga kamu sayang” balasku dan tak ada balasan dari Winda yang sibuk dengan sematponnya.

Beneran ini anak susah kalau dibilangin, dari dulu sampai sekarang. Aku kembali membesihkan kamar kosku. Teringat pacarku Rian, tapi entah dimana dia sekarang. BBM, Whatsapp, dan lain sebagainya tidak ada balasan. Serasa gak punya pacar aku ini. Begitu pula Winda, sama saja. Kalau Winda masih mending, ada kabar kalau di Ronald sedang ada acara sama teman-temannya. Lha aku? Bodoh amat lah.

Seharian aku melayani sahabatku bak ratu ini. Tapi memang begitulah dia. Seneng juga, serasa punya adik perempuan. Secara adikku kan laki-laki. Lumayanlah ada temen ngobrol hari ini karena kos juga sedang sepi-sepinya.

Akhirnya malam datang juga. Aku putar film drama di televisi layar datarku. Dengan camilan dan minuman hangat, kami sangat antusias menontonnya. Apalagi Aktor yang main di film itu ganteng sekali. Jarang-jarang lho ada alien tapi gantengnya minta ampun. Cuma di film drama yang aku tonton. Di karpet bulu putihku, di depan ranjang tidurku.

“Mi...” ucap Winda, yang bersandar pada bahuku

“Hmmm...” jawabku

“Umi, yang kemarin” ucapnya

“Ada apa?” tanyaku

“Kalau beneran itu adalah...” aku langsung menyilangkan jariku di bibirnya sembari bangkit. Winda pun ikut bangkit.

“Ssssst... sudah, kalaupun benar, apa salahnya? Selama ini juga tidak ada yang salah bukan?” tanyaku, Winda mengangguk pelan

“Yang penting kamu jangan takut, jangan pernah takut. Kita jalani apa adanya, ini rahasia kita berdua. Jika jalan yang akan kita lalui memang menuju ke arah itu... “ aku berhenti dan teresenyum sendiri

“iiih, Umi gitu deh malah senyum-senyum sendiri” balas Winda

“Lha kamu gimana? Mau?” tanyaku

“Mau mi, mau hi hi hi” jawabnya

Kembali kami bercanda sembari nonton Film drama. Setelah beberapa episode terlewati. Ku dengar nafas Winda yang mulai teratur. Wajahnya menjadi lebih tenang ketimbang ketika dia bangun. Ku ambil selimut dan kuselimti temanku yang manja ini.

Ketika tangan ini memegang selimut. Terasa hangat sekali. Selimut tebal ini, selimut yang pernah dia tutupkan ke seluruh tubuhku. Ah, kenapa aku ini? kenapa ingatanku kembali lagi ke waktu pertama kali dia menyelimutiku.

Aku duduk, kupeluk kedua kakiku. Kupandang langit kamarku. Mataku mulai terpejam mengingat semua kejadian. Bahkan sampai sekarang baru kali ini aku merasa jengkel dengan seorang lelaki. Entah beneran jengkel atau memang aku benar-benar ingin merasa jengkel saja kepada dia. Atau... Aku ingin diperhatikan olehnya?

“Eh...”


Aku terperanjat sendiri. Membuka kedua mataku. Merasa bingung dengan apa yang abru saja aku pikirkan. Aku bangkit dari dudukku. Benar-benar perasaan yang aneh buatku. Dengan pikiran yang entah aku tidak mengerti aku keluar dari kamarku. Memuat minuman hangat dan kemudian duduk didepan teras kamar kosku.

Sedikit bayangan pertama kali aku bertemu dengannya. Sekali lagi bayangan itu hadir, dan selalu saja aku tepis. Aku adalah seorang perempuan dengan seorang pacar. Bagaimana mungkin aku terus memikirkannya? Apakah ini semua pengaruh ketidak pedulian pacarku sendiri? atau memang aku yang ingin dekat dengannya? Eh, tapi bisa jadikan yang belum punya pacar tiba-tiba kepikiran dia? Bukan bisa jadi, tapi memang ada.

Pacarku. Kemana ya dia? Semakin lama semakin berubah, semakin lama semakin menjauh. Tapi kadang-kadang datang, minta disayang-sayang. Bukannya egois, memang cuma lelaki saja yang ingin disayang. Cewek juga kan?

“Ah, bodoh-bodoh!” bathinku sembari kepalaku aku geleng-gelengkan

Aku habiskan minumanku dan kembali aku mencuci gelasnya. Segera aku kembali ke dalam kamar. TV masih menyala, ku matikan dan kucabut flash disk. Aku rebah di belakang Winda, kupeluk tubuhnya. Sesaat dia berbalik, dan masuk ke dalam pelukanku.

“Dasar manja” bathinku

Malam melarutkan rasa kantukku. Membuat semua menjadi lebih tenang. Ku sandarkan pikiranku pada mimpi. Entah mimpi apa yang akan aku temui nanti tapi aku tak ingin bermimpi mengenai semua yang aku pikirkan. Aku lelah, ingin kebehagiaan dalam mimpiku.

Paginya aku bangun terlebih dahulu, tepat pukul 4 pagi. Aku mandi terlebih dahulu baru kemudian kubangunkan Winda dengan paksa. Kami kemudian beraktifitas seperti biasa. Winda yang tiduran dan aku yang melayaninya. Sudah terbiasa aku dengan Winda, karena dia sahabatku sejak kecil. Ku siapkan sarapan untuknya. Seneng juga setelah sekian lama jarang satu kamar sama Winda.

Winda kemudian mandi sedangkan aku membereskan karpet putih. Ketika aku menarik dan melipat selimut tebal yang aku pakai semalam. Aku berdiam sejenak. Ah, kenapa juga pikiran itu datang lagi. Bodoh ah!

“Umi, nanti Dina dan Dini sini lagi berarti?” tanya Winda yang keluar dari kamar mandi

“Winda! Pakai baju dulu kenapa?! Malu!” hardikku

“Iiih, umi gak usah marah kali. lagian umi juga punya masa nafsu sama Winda hi hi hi” candanya

“Ya bukannya begitu, ntar kebiasaan lho. Coba kalau temen kamu cowok tiba-tiba datang. Malu kan?” balasku bertanya sembari melipat selimut

“Yeee... Winda kan juga lihat-lihat kali Umi. Gak asal weeek... ni udah pakai handuk, seksi gak umi?” tanyanya kembali

“Iya seksi” ucapku

“Iiih, umi gitu deh, malah gak jawab pertanyaanku” ucap Winda

“oh iya, ntar sore Dina dan Dini jemput kita. Ntar kita nginep di RS, nemenin keluarga Andrew. dan kamu harus mau, gak boleh takut!” ucapku mendekatinya dan mencubit hidungnya

“Aw, sakit umi. Iya, tapi umi harus bareng umi, kalau umi gak ada. Winda pulang” jawabnya

“Ya jelaslah, sudah sana makan dulu atau apa? kalau mau tidur di ranjang jangan dibawah, umi mau bersih-bersih” ucapku meninggalkannya, melangkah hendak keluar kamar

“Siap Umiku sayang” jawab Winda

Winda kembali ke tempat ternyaman di dunia ini, tempat tidur. Sedangkan aku sendiri membersihkan kamarku kembali. Mau bersi atau kotor tetap saja aku bersihkan. Namanya juga cewek, gak seneng aku kalau lihat sesuatu yang kotor.

Menjelang siang dan setelah semua beres. Aku kembali ke samping Winda yang sudah tertidur. Benar-benar betah tidur. Aku kebanyakan tidur saja pusing, ini malah tidur dan tidur terus. Mau bagaimana lagi, suasana tidak cocok untuk melakukan hal lain, kecuali tidur. Kupeluk kembali Winda, dan aku ikut tertidur.

Sorenya Dinda dan Dini datang, menjemput kami untuk menjenguk Helena. Aku kira Winda akan sekalian membawa barang bawaannya pulang ke kosnya. Tapi ternyata dianya malah tetep pengen nginep dikosku hingga dia benar-benar tidak merasa takut. Hufth, bisa jadi dia nginep sampai ujian bahkan bisa sampai semester depan dimulai.

Dina menyetir mobil, Dini berada disampingnya sedangkan aku dan Winda berada dibelakang.

“Umi, kira-kira Arta bakal dateng gak malam ini?” tanya Dina

“Lha kok tanya ma aku?” jawabku

“Ya, kan secara Umi paling deket sama Arta” Dini menimpali

“Kan aku lagi diemin Arta, Dina sayang. Belum baikan” jawabku

“Lha? Belum baikan mi? iiih.. ntar Umi bakalan di marahi sama Arta hiiiii...” ledek Dina menakut-nakutiku

“Aaaaa... Dina jangan bilang kaya gitu, kasihan Umi!” bentak Winda

“Eh, Windaku sayang... kan bercanda Winda” jawab Dina

“Beneran belum dimaafkan umi? Masih didiemin?” tanya Dini

“Ya sebenarnya sudah lama gak marah, apalagi setelah kejadian kemarin itu” jawabku

“Terus, bakalan datang gak dia umi?” tanya Dina lagi

“Ini kenapa pada tanya sama Umi sih? Kalian kan sms juga bisa?!” ucapku sedikit keras

“Itu Dini Umi, dini, bukan Dina” ucap Dina

“He he he... maaf Umi, kan Cuma tanya, jangan marah ya Umi sayang” rayu Dina

“Sukurin kalian!” ledek Winda

“Sudaaaah... Maaf ya, lagi banyak pikiran. Aku gak tahu dia datang atau tidak, tapi kelihatannya bakal datang” ucapku. Yang tersadar kalau ucapanku tadi sedikit terlihat jengkel

“Naaaah... Umi sudah kembali nih... hi hi hi” ucap Dina dan Dini secara bersamaan

“Gak usah datang aja, Winda takuuuuut...” Sela Winda

“Sudah gak usah takut!” ucap kami bertiga secara bersamaan kepada Winda

Tawa kami pecah seketika itu. Benar juga, bakal datang enggak ya si Arta? Kalaupun datang, culun atau enggak penampilannya? Secara kita semua sudah tahu jati dirinya, ditambah lagi Samo sudah sangat memperjelas mengenai diri Arta. Tak tahulah.

Selang beberapa saat kami sampai ke Rumah Sakit Kota. Disana sudah ada Irfan, Johan, Burhan serta ketiga gadis cantik Salma, Tyas dan Dinda. Mereka menunggu kami di tempat parkir biar bisa bareng ke kamar Andrew. Salam sayang serta salam persahabatan, biasalah cipika-cipiki ke yang cewek bukan yang cowok. Setelanya kami menuju ke kamar Andrew.

Sesampainya di kamar Andrew. Kami disambut baik oleh keluarga Andrew. Ibu dan Ayahnya serta adik perempuannya mereka cukup menyenangkan. Ibunya Andrew mengucapkan terima kasih kepada kami semua karena telah merawat Andrew. Setelah saling mengenal kami mulai mengobrol. Walau baru berkenalan, kami sudah tampak akrab dengan keluarga Andrew. Yang jelas, Helena yang mati kutu disini.

“Oia Ndrew, dah dapat kabar dari si culun?” tanya Irfan

“Katanya ini mau datang, lagi perjalanan” jawab Andrew

“Umiii...” rengek Winda memelukku. Kupeluk Winda dan menenangkannya

“Kamu SMS dia?” tanyaku

“He’em Des, aku suruh kesini atau tidak kenal aku sama sekali. Tadi aku ancam gitu he he” jawab Andrew

“Baguslah, pengen tahu tampilan dia sekarang” Dini menimpali

“iih, Dini penasaran nih. Penasaran tuuuh sama mantan yang diakuinya pacar” Goda Dina kepada Dini

“Yee... lu kan juga weeek” balas Dini tak mau kalah. Mereka berdua kemudian sedikit bergurau mengenai masa pertama kali masuk kuliah. Kami yang mendengarkan tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

“Mmm... sebentar-sebentar. Si culun itu siapa? Kok mamahnya Andrew gak dikasih tahu?” tanya mamahnya Andrew

“Lho Andrew belum cerita tante?” tanya Tyas, mamah Andrew menjawabnya dengan menggelengkan kepala

“Gini lho tante Si Culun itu ya Arta, yang nyelametin kita sem...” Kata-kata Johan terhenti ketika terdengar ketokan dari balik pintu masuk kamar Andrew. Sejenak semua terdiam.

Tok.. tok... tok...

“Permisi...”

Kembali suasana menjadi sangat hening. Bahkan kedua orang tua dan adik Andrew ikut terdiam. Suara itu, suara yang kami kenal. Dan tak salah lagi, orang yang berada dibalik pintu itu adalah yang kami tunggu. Dia...

Kleeeeek....
 
Terakhir diubah:
aduh mas arta... Mulai change...
Bung Ts tak dungakno segerwaras lncar sembarangane...suw0n apdetmu cak
 
Hebat amat motongnya suhu dh ... kentaaang bonus 1 chapter lg ....
 
Bimabet
Rx robo berubah menjadi Rx bio
Weleh,,, pas banget motong nya,,
Ah semoga lancar bos DH
:beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd