Chapter 5
---
Maharani Indah Sabiya
Adera Aulia Utami
Ciiiittt…
Suara decit ban mobil Honda Civic terdengar bising karena bergesekan dengan jalan berlapis semen di dalam parkiran gedung.
Pagi ini parkiran basement sudah lumayan penuh. Maklum, walaupun banyak kantor-kantor yang masih belum full WFO kembali, tapi gedung-gedung di Jakarta tidak akan pernah sepi di setiap Senin.
Setelah turun dari mobil, kulirik jam tangan Seiko Prospex ku yang melingkar di lengan sebelah kiri, hadiah ulang tahun dari pacarku ketika jaman kuliah dulu.
Hmm.. masih belum jam 8, sempat lah ngopi dulu.
Aku pun mengarahkan langkah kaki ku ke area smoking area di samping gedung ku. Kuperhatikan sudah banyak para pekerja berlalu lalang memulai kembali kesibukan mereka.
“Cup, bikinin gue kapal api yaa!” pintaku sambil menepuk pundak sang pedagang kopi keliling yang biasa mangkal disitu. Entah namanya siapa, tapi aku selalu memanggilnya Ucup, toh dia pun tidak protes kupanggil begitu.
Setelah mendapat tempat duduk yang lumayan nyaman di bawah pohon rindang, kukeluarkan sebungkus Sampoerna Mild dari kantong jaket ku. Kusulut sebatang rokok putih terselip di jariku. Kepulan asap putih terhembus dari rongga mulutku.
Ahhh.. cerahnya pagi ini. Tidurku terasa begitu pulas malam tadi. Jalanan ibukota tidak semacet biasanya. Spot parkir favorit ku pun belum terisi mobil lain. Entah mengapa Senin ini begitu sempurna untuk ku.
“Gue taro sini ya Bang” Ucup menaruh gelas plastik berisikan kopi hitam panas di samping tempatku duduk.
Aku pun menyodorkan bungkus rokok ku. Ucup mengambil sebatang dan langsung menyulutnya. Kami pun lanjut ngobrol ngalor ngidul seperti biasa nya.
“Roman roman nya ada yang punya pacar baru nih?” ujar Ucup sambil menyengir kepadaku.
“Sotoy lu Ucup hahaha” tawaku merespon ledekkan nya.
“Abis dapet jatah mantan berarti ya Bang? Hahah” omongannya semakin melantur.
“Yee.. daripada makin ngaco mending jualan sono” usirku sambil menunjuk ke arah sepeda starling andalannya. (Starling : Starbucks keliling
)
Setelah si Ucup pergi, aku pun dapat menikmati kopi dan rokok ku dengan tenang. Tanpa sadar, pikiranku mengawang kembali ke memori ku selama di Bali kemarin.
Pengalaman ku dengan Rani di Bali kemarin benar-benar merubah pandangan ku tentang seks. Aku tidak menyangka kalau seks bisa sampai senikmat itu. Rani benar-benar membuat ku sadar kalau nafsu dan gairah ku sudah lama tidak dipuaskan. Bahkan sampai sekarang pinggang ku masih terasa nyeri gara-gara sudah kelamaan ga dipakai goyang.
Duh jadi kangen Rani..
Sekelebat memori ku selama 3 hari kemarin pun kembali muncul..
[]
[]
Setelah tersadar dari lamunanku, kurasakan bulu kuduk ku berdiri karena terpancing gairah dari adegan-adegan panas kami selama akhir pekan kemarin. Tidak ingin malu
karena penisku menonjol di balik celana bahan ku, cepat-cepat aku langsung mencoba menjernihkan pikiranku dengan menyeruput kopi dan kembali menyalakan rokok.
Tak lama, dari kejauhan kulihat seorang wanita yang sudah sangat familiar berjalan ke arah ku.
Rambutnya yang bergelombang ikut bergerak mengikuti gerak langkah kaki nya yang jenjang. Kaos rajut turtleneck lengan panjang menyelimuti lekuk tubuhnya yang indah.
Langkahnya terlihat terburu-buru. Aku pun melambai ke arahnya. Aneh, dia tampak acuh dengan lambaian tanganku.
“Di Bali kecantol dimana sih Mas?” cecar Dera tiba-tiba ketika sampai di hadapanku. Muka nya merah padam.
“Jawab!” hardiknya lumayan kencang melihat aku hanya mematung tanpa memberikan jawaban.
Dia marah kenapa? Aku masih terpaku melihatnya marah.
Kulihat beberapa orang yang juga sedang merokok disekitaran ku mulai melirik ke arah kami berdua. Aku hanya bisa mendengus pasrah menjadi tontonan gratis mereka pagi ini.
“Ga kemana-mana kok Ra, gue malahan ga jadi pindah ke Denpasar” aku mencoba menjawab pertanyaan serileks mungkin. Sambil tetap menghisap rokokku, aku menebak-nebak penyebab kemarahannya.
“Terus kenapa ga bales chat ku ?” tanyanya padaku
“Si Ayu juga nanyain ke aku katanya tumben banget kamu ga nanyain kabar ke dia” Dera lanjut menginterogasiku.
Ohh.. ternyata itu masalahnya. Aku baru mengerti benang merah penyebab amarahnya.
Aku memang biasanya menanyakan kabar dan posisi anak buah ku kalau habis meeting diluar kantor atau pun kalau mereka baru pulang dari luar kota. Terutama mereka berdua. Dan aku baru sadar, sewaktu di Bali kemarin aku lupa membalas chat mereka sama sekali.
“Lagi sengaja ga pegang hape aja Ra. Lagi healing lah kayak anak muda jaman sekarang hehehe” kekehan ku terasa begitu garing karena dia masih terlihat emosi.
Jawabanku barusan tidak sepenuhnya bohong. Faktanya, aku memang tidak pegang hape karena tidak sempat akibat ‘healing’ yang diberikan Rani pada penis ku. Entah disengaja atau tidak. Lagipula Dera juga tidak akan tahu tentang cerita ku dengan Rani.
“Kamu ngilang nya aneh banget loh Mas, Jumat kamu masih ketemu aku, terus langsung ga ada kabar. Kamu lagi ngehindarin aku ya?” Dera masih tidak percaya.
“Mana mungkin gue ngehindarin elo Ra..” jawabku meyakinkan Dera “Kan lo tau sendiri di Ubud tenang nya kaya apa, makanya pas ketemu vibe kaya gitu, gue males megang hape”
“Hmm.. iya sih..” Dera masih ragu untuk percaya dengan alasan yang kusampaikan. Toh dia juga 3 minggu tinggal di hotel itu, pasti dia tau vibe disana seperti apa, argumen ku masih masuk akal.
“Udah dong jangan ngambek..” ujarku mulai berani membujuknya supaya tidak ngambek. Dera mulai mau merespon ku dengan mengembungkan kedua pipinya gemas. Pertanda dia menerima alasanku barusan. Anak ini memang lucu, sebentar ngambek, sebentar baik lagi.
“Eh bentar, itu kenapa?” tanya Dera ketika pandangannya mengarah ke leher ku. Aku terdiam karena tidak faham pertanyaan nya. Dera kemudian memajukan tangannya untuk menyentuh leher ku.
“Aawww..” ada rasa nyeri yang kurasakan ketika dia menekan leherku.
Ia langsung menarik tangannya dengan cepat. Muka nya yang menggemaskan telah berubah kembali menjadi memerah. Bukan hanya emosi yang kurasakan dari tatapan tajam nya, tapi juga ada rasa kekecewaan.
Mata Dera mulai berkaca-kaca.
“Oh enak banget ya ternyata healingnya ampe nyisa bekas cupang gitu” ujar Dera dengan ketus.
Degg… apa? Bekas cupang???
Belum sempat aku mampu berkata-kata, Dera langsung memalingkan muka dan lari menjauh meninggalkanku.
Percuma aku mengejarnya, yang ada kami bakal jadi tontonan di depan kantor. Aku pun langsung terduduk lunglai melihat Dera lari dengan cepat masuk ke dalam gedung. Aku terdiam tidak dapat mempercayai kebodohanku ini.
“Tadinya saya udah mau kasih tau Bang, eh saya malah keburu di usir..” ujar Ucup tanpa merasa bersalah sambil membereskan sisa kopi ku.
Aku menatapnya kesal, ingin sekali ku jejalkan puntung rokok ini ke mulutnya.
Bayangan senin pagi ku yang ceria mendadak sirna digantikan ratapan kebodohanku.
Kok bisa-bisa nya gue ga sadar kalau ada bekas cupang di leher gue???
“Arghhhh… Guoblokkkkkkkkkk!!!