https://assets.**************/post-image-63194aab686e5.jpg
BAB. 22 PRABU WIJAYAKARANA
Telasih tak menemukan Barda di rumahnya. Kata kedua orang tuanya Barda diajak pergi ke kotaraja oleh ki Jara ayah Telasih. Tentu saja Telasih agak kaget dan bertanya-tanya untuk apa ayahnya mengajak Barda ke kota raja. Dia penasaran dan memutuskan untuk kembali ke kotaraja mencari tahu urusan apa Barda harus ikut ayahnya. Selain itu Telasih juga sedang kangen dengan Barda karena dia adalah wanita yang memang sejak merasakan persetubuhan pertama dengan orang yang tidak dia kenal mejadi sangat suka dengan namanya persetubuhan. Telasih tidak merasa malu mengakui pada dirinya sendiri bahwa dia wanita yang haus akan birahi.
Saat Telasih melihat lokasi tempat dia mengalami pemerkosaan dia kembali terkenang semua kejadiannya dan wajah pelakunya. Terbersit dendam dihati Telasih dengan orang yang seenaknya mengambil kehormatannya sekaligus membuka sisi liar dirinya.
****
Kekuasaan patih Arya Weling memang begitu besar. Itu sangat dirasakan oleh Telasih ketika dia memasuki gerbang istana dan mengenalkan diri sebagai putri kinasih maka segala kemudahan memasuki istana segera didapatkan olehnya. Padahal pengamanan istana begitu ketat. Selaian dikawal oleh para prajurit pengawal istana juga ada para pendekar kepercayaan istana yang ikut menjaga.
Telasih benar-benar disambut bagai putri bangsawan di istana raja. Pengawal istana segera mengantarkan dia ke istana kepatihan. Di sana dia disambut oleh patih Weling dan Kinasih istrinya yang juga ibu kandung dari telasih. Meski dikabarkan sebagai pejabat culas tapi sikap patih Arya Weling terhadap Telasih cukup sopan.
“Aku tak menyangka putrimu ini sedemikian cantik.” Ucap Patih Arya Weling kepada Kinasih.
“Siapa dulu ibunya.” Sahut Kinasih.
Telasih merasa jengah dengan pujian dari patih Arya Weling yang saat ini terhitung sebagai ayah tirinya itu.
“Oh ya Telasih kenalkan putriku Ambalika!” ujar Patih Arya Weling.
“Oh iya aku Telasih.”
“Aku Ambalika.”
Sambil tersenyum keduanya saling bersalaman. Meski sempat bertemu saat bentrok beberapa waktu lalu tapi Ambalika tidak begitu mengingat wajah Telasih. Ambalika cukup ramah dan menerima kehadiran Telasih yang sekarang jadi saudara tirinya.
“Telasih kamu akan terkejut saat melihat sang Prabu!” kata Kinasih ibunya.
“Emang kenapa ibu?”
“nanti saja saat kamu ikut acara di ruang sidang istana.”
“Oh ya Kinasih dan Ambalika temani Telasih melihat-lihat istana kepatihan ini. Sekaligus kalian antarkan dia ke kamar yang akan dia tempati kalau dia mau tinggal di istana ini.” Perintah patih Arya Weling.
“Baik yang mulia.” Sahut Kinasih.
Istana kepatihan meski tidak semegah istana raja tetap saja jauh lebih bagus dan megah dibanding rumah saudagar kaya raya di kademangan bahkan kadipaten sekalipun. Telasih mendapatkan kamar tidur yang mewah melebihi kamar penginapan paling mahal yang pernah dia tinggali.
“Oh ya boleh ibu tinggal kalian berdua?” tanya Kinasih pada Telasih dan Ambalika saat mereka telah berada di taman halaman depan istana kepatihan.
“Oh boleh bu!” jawab kedua putri itu hampir bersamaan.
Kinasih meninggalkan Telasih dan Ambalika berdua di taman halaman depan istana kepatihan. Taman itu begitu tertata rapi dengan bunga-bunga yang terawat.
“Maaf bolehkan aku berterus terang padamu?” tanya Telasih.
“Boleh saja, soal apa?” Ambalika balik bertanya.
“Kamu ingat pertarungan di istana kepatihan ini beberapa waktu lalu?”
“Pertarungan? Hmmmm aku ingat. Tapi kenapa kamu bertanya tentang itu?”
Tentu saja Ambalika ingat karena hanya sekali saja kejadian pertarungan di istana kepatihan. Lebih-lebih yang melakukan pertarungan itu adalah dirinya sendiri. Tapi dia merasa agak heran juga kenapa Telasih sampai bertanya soal itu.
“Karena akulah yang bertarung denganmu saat itu!” ucap Telasih dengan enteng.
“Hmmmmm pantas aku seperti pernah lihat wajah kamu, tapi untuk apa kamu menyusup ke istana kepatihan tempo hari?”
“Aku mendengar kabar ibuku diculik orang istana dan aku pergi menyelidiki sampai kesini. Tapi setelah bertemu ibu keesokan harinya baru aku tahu ibuku telah menikah dengan ayahmu. Aku minta maaf karena buat keributan tempo hari.”
“Tak perlu minta maaf. Aku juga kalau mendengar ibuku di culik orang tentu aku akan berbuat seperti yang kamu lakukan. Malah aku tidak menyelidiki segala tapi langsung mengamuk.”
Telasih hendak bertanya kalau dimana ibu kandung Ambalika sekarang tapi urung karena dia merasa pertanyaan itu bisa saja membuat Ambalika tidak nyaman. Tapi dari perbincangan mereka selanjutnya Telasih dapat menarik kesimpulan bahwa Ambalika cukup bersahabat dan tidak menunjukan sikap permusuhan sama sekali meski Telasih sudah berterus terang bahwa dialah yang bertarung dengan Ambalika malam itu.
***
Savitri sangat sedih melihat apa yang di alami oleh Sadawira keponakannya. Setelah beberapa waktu lalu selalu diserang rasa panas yang membara sekarang setelah ditangani tabib ki Acarya, Sadawira malah menjadi kedinginan jikalau sadarkan diri. Tubuhnya menggigil dan berkeringat sangat dingin laksana es.
Savitri menjadi sangat menyesal kenapa dia tanpa pikir panjang langsung saja menghajar Sadawira bagai kesetanan. Pasti anak ini mengalami guncangan mental karena apa yang dia ungkap malah tidak dipercaya oleh orang-orang yang dikasihinya. Sadawira tentu sangat menderita dan akibatnya dia menjadi seperti ini. Harusnya dia berpikir jernih dulu sebelum percaya begitu saja dengan kata-kata Mahesa dan langsung main pukul pada ponakannya yang sudah tidak tahan lagi menyimpan rahasia. Pasti Sadawira berharap besar bahwa keluarganya akan percaya dan akan menghukum lelaki yang telah membunuh pamannya. Tapi yang didapat adalah semua malah mempercayai kata-kata Mahesa.
“Kasihan sekali kau nak! Kau harus menderita karena lelaki licik bernama Mahesa itu. Semoga kau bisa sembuh.” Savitri hanya bisa berkata dalam hati melihat Sadawira yang sedang diobati oleh ki Acarya.
Rasanya sudah sangat putus asa karena setelah sepekan belum ada tanda-tanda Sadawira membaik dari penderitaannya. Malah dirasa semakin parah saja. Semua itu hanya menambah penyesalan di hati Savitri. Sementara Mahesa lelaki pengecut itu malah berhasil melarikan diri. Kalau saja Sadawira telah berhasil disembuhkan maka Savitri merasa tenang dan bisa memikirkan bagaimana cara untuk mencemukan Mahesa dan menghukumnya dengan hukuman yang kejam lewat tangannya sendiri.
“Bagaimana perkembangan ponakanku, ki Acarya ?”tanya Savitri dengan harap-harap cemas setelah melihat ki Acarya keluar dari kamar tempat Sadawira diperiksa.
“Anak itu sangat kuat dia sudah melewati siksaan rasa panas dan kini dia juga sedang mengalami siksaan rasa dingin.”
“Jadi keadaannya bagaimana? Apa bisa disembuhkan?”
“Tenanglah dia sangat kuat dia akan bisa melewati siksaan rasa dingin dan semoga setelah itu dia akan pulih. Tapi tergantung diri anak itu juga. Aku hanya membantu memperbaiki aliran darahnya yang kacau saja.”
Savitri merasa agak lega mendengar penjelasan tabib bernama ki Acarya itu. Seoga saja memang akan demikian jalannya. Bahwa Sadawira diserang rasa panas kemudian rasa dingin dan akhirnya dia akan pulih.
***
Siang ini istana sang Prabu kembali ramai karena sang Prabu sudah kembali dari pengembaraannya. Tampak iring-iringan para pengawal dan dayang, yang mengiringi Raja memasuki ruang sidang istana untuk duduk di atas singgasana, tahta kerajaan. Dan lalu para orang bangsawan, Patih, menteri-menteri, para tumenggung, Senopati dan para pembesar lainnya, memberi hormat kepada junjungannya.
“Yang mulia paduka raja memasuki istana.” Terdemgar teriakan petugas istana.
“Hormat pada yang mulia raja.” Kemudian terdengar lagi sahutan dari petugas istana lain. Ucapan penghormatan tiga kali diteriakan oleh petugas itu.
Mereka para hadirin di ruang sidang istana bersujud setelah itu. Kemudian sang prabu , mempersilahkan semuanya untuk bangkit dari sujudnya.
Tampak terlihat Patih Arya Weling mendampingi Sang Prabu. Sementara Kinasih ada dibarisan para wanita bangsawan. Di samping kanan Kinasih terlihat seorang wanita belia yang cantik jelita. Dia tak lain adalah Telasih putri kandung Kinasih. Hari ini adalah untuk kedua kalinya Telasih hadir di ruang sidang istana. Dia terlihat begitu senang dan bahagia bisa kembali menghadiri upacara sidang istana.
Di sebelah kiri Kinasih ada putri Ambalika anak kandung patih Arya Weling sekaligus anak tiri Kinasih. Wanita yang juga seorang pendekar sakti itu nampak makin akur dengan ibu tirinya Kinasih dan anak dari ibu tirinya itu Telasih. Dia memang seorang anak perempuan yang selalu patuh pada ayahnya.
Di sisi yang lain terlihat Pangeran Wikramapala paman dari sang Prabu. Sesekali dia melirik ke arah sang ponakannnya itu. Dalam hatinya dia ingin sekali mengangkat desas desus soal sang Prabu yang katanya telah berubah jadi wanita. Dia ingin menggugat hal itu dan berniat melengsengkan keponakannya karena menurutnya seorang lelaki yang berubah jadi wanita tidak berhak menduduki tahta. Itu aib bagi keluarga kerajaan sebagai wakil yang maha kuasa di bumi.
Sebenarnya dia ingin menggugat sang Prabu justru disaat sang Prabu sedang tidak ada. Tapi dia masih ragu dan mencoba mencari dukungan dari keluarga kerajaan lain untuk menguatkan niatnya. Saat niatnya sudah sangat kuat sang Prabu telah hadir. Dia malah mengurungkan niatnya karena merasa sangat berbahaya bila harus mengungkap isu itu saat sang Prabu hadir.
Berkali-kali melihat sang Prabu membuat Kening pangeran Wikramapala jadi berkerut. Dia merasa ada yang janggal dalam diri keponakannya. Sejak kembali dari pengembaraan Sang Prabu tampil dengan gagah dan gerakan lemah gemulai dia selama ini malah tidak terlihat. Cuma saja kali ini sang Prabu lebih banyak diam. Pangeran Wikramapala yang mengenal betul keponakannya tentu merasa bahwa ada yang aneh dengan penampilan raja saat ini. Dia merasa sang Prabu seperti berbeda.
Tiba-tiba semua orang di ruang sidang istana dikejutkan dengan terdengarnya suara tertawa seseorang. Suara tertawa yang keluar mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi. Seperti suara seorang perempuan. Kemudian setelah suara itu terdengar tak lama kemudian melangkah masuk kedalam istana seorang perempuan yang terlihat sangat cantik bagai sedang melayang di udara.
“Siapa yang begitu lancang duduk di singgasana sebagai raja di saat aku masih hidup?” tanya wanita cantik itu.
Patih Arya Weling sangat kaget melihat kehadiran wanita itu. Wajahnya pucat pasi karena dia sangat mengenal wanita itu. Tepatnya orang itu. Karena dia adalah Prabu Wijayakarana yang suka tampil menjadi perempuan dan malah kini telah berubah wujud jadi perempuan karena ilmu serat sukma. Patih Arya Weling bertanya-tanya kenapa dia muncul mendadak dan mempermasalahkan singgasana kerajaan yang selama ini dia tidak perdulikan.
Padahal patih Arya Weling atas usul Kinasih memutuskan mencari lelaki yang berwajah mirip dengan sang Prabu untuk didudukan di istana. Semua itu dilakukan demi untuk meredam isu sang Prabu telah menjadi wanita. Karena kalau isu itu membesar dan semua orang terpengaruh maka singgasana akan dengan mudah direbut oleh pangeran Wikramapala.
Patih Arya Weling memutuskan untuk berpura-pura tidak mengenl wanita jadi-jadian itu. Kalau terjadi apa-apa dia percaya bahwa putrinya Ambalika dan putri tirinya Telasih akan mampu melindunginya. Karena dia telah mengetahui kesaktian Telasih dari cerita Ambalika. Belum lagi tangan kanannya yang baru pengganti Ki Semar Mesum berjuluk Setan Cacat Penyebar Maut yang selalu siap siaga menjaga diri sang patih.
“Kamu siapa ?” hardik Arya Weling.
“Kamu jangan pura-pura bodoh Arya Weling. Aku memberi kewenangan menjalankan pemerintahan kerajaan padamu bukan berarti kamu seenaknya menciptakan raja palsu!” bentak wanita itu.
Semua orang di istana sangat kaget melihat wanita itu. Sebagian malah langsung percaya bahwa inilah sang Prabu yang telah berubah jadi wanita. Dialah raja yang sebenarnya karena dia adalah sang prabu Wijayakarana.
“Dasar wanita gila? Bicaramu ngawur! Pengawal tangkap orang ini!” peritah Arya Weling.
“Hmmmmm kamu coba-coba main gila.” Wijayakarana mendengus.
Pengawal yang mendekat untuk meringkus Wijayakarana hanya dengan kibasan lengan kiri langsung tumbang dengan nyawa melayang.
“Kamu raja palsu mampuslah!” Teriak Wijayakarana sambil hantamkan pukulan maut jarak jauh kearah lelaki yang disebutnya raja palsu itu.
Lelaki yang duduk di singgasana itu pucat pasi. Namun Telasih dengan cepat melesat ke arah singgasana dan dengan kibasan tanganya dia menangkis pukulan jarak jauh Wijayakarana. Ambalika juga bergerak cepat dan langsung berdiri melindungi ayahnya, patih Arya Weling. Dari luas gedung istana raja masuk beberapa tokoh persilatan pelindung patih Arya Weling di pimpin oleh Setan Cacat Penyebar Maut.
“Jadi benar kamu telah menjadi wanita!”Teriak pangeran Wikramapala.
Perhatian orang-orang langsung beralih kepada pangeran Wikramapala. Semua kaget bahkan ada yang ketakutan mendengar kata-kata dari pangeran yang merupakan paman dari sang Prabu Wijayakarana. Mereka takut pangeran yang tidak memiliki ilmu silat itu akan dengan mudah dihabisi oleh prabu Wijayakarana.
“memangnya kenapa paman?” tanya Wijayakarana.
“Memalukan. Itu sebuah aib, kamu tidak berhak lagi jadi raja!”
“Kata siapa aku tidak berhak. Dan siapa juga yang mampu merebut tahta dariku?”
“Meski kamu sakti tapi tak ada rakyat yang mau memiliki raja seorang wanita jadi-jadian!”
“Siapa yang menentangku akan menerima hukuman. Aku memang tidak suka dengan segala tetek bengek pemerintahan dan kerajaan tapi tahta ini milikku dan aku lebih tidak suka dengan orang yang seenaknya mengambil milikku.”
“Hahahhaha tahta ini wangsit dari yang maha kuasa. Aku yakin yang maha kuasa sangat murka dengan orang yang merubah kelaminnya. Hahhahahaha kamu sudah tidak memiliki wangsit untuk bertahta.”
“Jadi paman ingin merebut tahta? Coba saja kalau mampu!”
“Cukup omong kosong ini. Sang Prabu sekarang sedang duduk di singgasana dan kamu perempuan berani sekali mengaku sebagai pemilik tahta!” bentak Arya Weling.
‘Arya Weling manusia tak tahu diuntung. Aku harus secepatnya membunuh orang menjijikan sepertimu!”
Prabu Wijayakarana nampak bersiap menyerang Arya Weling yang juga sama dengan pangeran Wijayakarana tak memiliki ilmu silat sama sekali. Tapi Ambalika putri tunggalnya sudah siap siaga sejak tadi untuk menyongsong serangan Wijayakarana. Ruang istana yang biasanya khidmat dan tenang kini akan berubah menjadi ajang pertarungan. Setan Cacat Penyebar Maut yang sebelah matanya bagian kanan ditutup kain hitam karena rusak dan tangan kirinya tidak memiliki jemari juga sudah siap di samping kanan Arya Weling ditemani beberapa anak buahnya.
Semua yang berdiri di pihak patih Arya Weling siaga namun mereka memberi kesempatan untuk putri Ambalika menghadapi sendiri lawannya lebih dulu.
“Paman Wikramapala lihatlah orang ini mau menjadikan manusia rendahan yang tidak memiliki darah keturunan raja sebagai pemegang tahta. Sementara kau hanya sibuk memikirkan segala aib omong kosong. Silahkan pilih kau mau ikut orang-orang hina ini lalu mampus ditanganku atau ikut aku ponakanmu?”
bersambung