Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Hancurkan dua duanya.. dan selamat kan adam dari iblis wanit binal ini huu
 
Diary Seorang Istri
Part 55 - Tragedi Kesalahpahaman



[URL=https://imgbox.com/saEYAs8y][/URL]​

“Selamat, kami sungguh menantikan gebrakan anda selanjutnya.” Edwin menjabat tangan Adam dengan erat, sambil menyerahkan secara simbolis kesepakatan yang telah mereka tanda tangani bersama.

“Terima kasih banyak atas kepercayaan yang telah Bapak berikan pada saya, dan sungguh ini adalah penghargaan luar biasa dari perusahaan, saya juga tak sabar untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan.” Ujar Adam yang membalas erat jabatan Tangan CEO serayu grup itu.

“Rencananya besok pak Adam akan kembali ke Jakarta, kenapa terburu-buru? Kalau mau jalan-jalan melihat kota Surabaya nanti bisa diantar Waluyo.” Ujar Edwin ramah.

“Terima kasih pak, gampang itu lihat kota surabaya, soalnya kalau ambil penerbangan malam, nanti kurang waktunya untuk bikin laporan buat pak Robert hehehe.” Balas Adam.

“Nah ini yang saya suka dari anda, sepertinya anda sangat berdedikasi dalam pekerjaan, sungguh tak keliru pilihan saya.” Puji Edwin lagi.

“Terima kasih pak, saya akan membayar kepercayaan bapak ini dengan melakukan pekerjaan dan tanggung jawab saya sebaik mungkin nanti.” Ucap Adam.

“Ya saya percaya itu, oke pak Adam, saya nanti tak bisa antar ke bandara, namun Waluyo sudah saya tugaskan melayani pak adam selama di Surabaya, jangan sungkan-sungkan untuk meminta dia mengantar kemanapun, permisi dulu pak, saya ada acara lain.” Edwin kembali menjabat tangan Adam berpamitan, Adam membalas jabatan tangan itu, Adam juga mengantar calon bos barunya itu menuju kendaraan.

Adam membungkuk memberi hormat saat kendaraan yang membawa Edwin berlalu, Adam kemudian tersenyum kearah Nissa, yang dibalas dengan senyuman manis gadis cantik itu, Adam memberikan jempolnya dan mengajak Nisa untuk meninggalkan tempat pertemuan kembali menuju hotel, Masih ada dua bulan sebelum Adam benar-benar menjadi direktur pelaksana perusahaan ini, Adam merasa masih cukup waktu untuk membujuk istrinya untuk ikut pindah ke tempat baru, dan Adam bertekad untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya yang tersisa di waktu dua bulan ini, dia merasa banyak berhutang budi pada pak Robert bosnya sekarang, Pak Robert telah banyak berjasa pada dirinya dan juga kariernya, dan Adam bertekad tak ingin mengecewakan Pak Robert.

“Selamat ya pak, bapak benar-benar hebat dalam presentase tadi.” Puji Nissa saat mereka berada di mobil yang dikemudikan Waluyo.

“Ya kah? Ini juga berkat bantuan kamu nyusun materi sehingga saya bisa sistematis menjelaskan apa yang ada dalam pikiran saya pada Pak Edwin.” Ujar Adam sambil tersenyum.

Nisa hanya tersipu mendengar pujian atasannya itu, sungguh momen seperti ini membuatnya merasa bahagia, duduk berdampingan denga pria yang telah mencuri hatinya ini, sungguh kekaguman Nisa semakin bertambah, menyaksikan betapa lugasnya Adam meyakinkan semua orang yang hadir diruangan tadi, dan Adam mampu meyaakinkan semua pemilik modal kalau dia adalah orang yang tepat untuk posisi tersebut, Nisa tersenyum-senyum sendiri, diliriknya Adam, Nisa melihat atasannya itu sedang menelpon seseorang, dari raut wajahnya yang sedikit kecewa Nisa segera menyadari siapa yang tengah dihubungi oleh atasannya itu.

“Oh ya Nisa, jadi nginep di rumah?” tiba-tiba Adam bertanya.

“Ya pak…saya kan udah janji sama bapak saya, pokoknya Saya gak akan telat ke bandara besok pak, saya janji.” Ujar Nisa dengan wajah berseri, Nisa melihat atasannya itu tengah menyembunyikan wajah kecewanya karena sepertinya tak berhasil menghubungi orang yang ditelponnya tadi.

“Oke kita istirahat sebentar di hotel, sekarang jam setengah dua siang, nanti kita jam 3 berangkat ya, jangan sampai ketinggalan barang-barang di kamar ya.” Ujar Adam, Nisa hanya mengangguk sambil tersenyum kembali.

Sesaat kemudian kabin mobil yang sejuk terasa hening, Nisa melirik lelaki disebalahnya ini tengah memejamkan mata, wajahnya terlihat begitu tenang, namun Nisa bisa melihat segurat kecewa dalam wajah tampan itu

***

“Mas..kita perlu ceritain ke bos ndak?” Tanya Rebon pada rekannya itu.

Murad melihat kearah Rebon, “Cerita apa? Ketemu si curut got di sini? Gak usah lah, lagian kayanya si Bos juga udah gak peduli lagi ama si curut got itu, apalagi si Bos udah ada perjanjian ama cewek siapa namanya itu agar gak ganggu si curut itu.”

“Gua penasaran sih, siapa sih cewek yang lindungin si curut itu, sampe si Bos gak berkutik, kayaknya dia bukan orang sembarangan.” Murad menyeringai gemas mengingat pertemuannya dengan Anto tadi.

“Tapi Mas, cewek yang dibawa si curut itu bohay juga ya, putih mulus duh tadi saya sempet lihat betisnya apik tenan..” Ucap Rebon, Murad melototinya membuat Rebon terdiam.

“Itu Bon, gua juga ngerasa cewek yang dibawa si curut itu kayak gak asing, tapi gua lupa pernah ketemu dimana..” Ujar Murad.

“Mas..itu bos sudah selesai rapatnya.” Rebon menjawil lengan seniornya itu, Murad melihat ke arah pandangan Rebon, dilihatnya Santoso tengah berjabat tangan dengan seorang pria tua berpakaian jas rapih, keduanya mengambil sikap siaga, dan saat bosnya meninggalkan lokasi pertemuan, kedua bodyguard itu bergegas mengikuti Santoso di belakang.

Tempat Rapat Santoso dengan Pak Dharma pemilik resort berada di sebuah cottage sekaligus restoran di seputaran kompleks resort, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan awal kalau Santoso telah bersedia untuk menggelontorkan Dana yang diminta untuk mengakuisisi resort ini, pertemuan selanjutnya adalah penanda tanganan resmi pengalihan kepemilikan resort setelah Tim hukum dari pihak Santoso memeriksa kelayakan dokumen-dokumen yang diperlukan.

Murad dan Rebon dengan sigap membukakan pintu mobil yang akan membawa Santoso kembali ke penginapan, setelah itu mereka lalu berlari menaiki mobil SUV di belakang mobil bosnya itu.

“Dona, kalau kamu mau balik ke Surabaya malam ini gak apa-apa, atau kalau pingin beristirahat sejenak, besok aja baliknya. Piye Don?” Ujar Santoso pada sekretarisnya.

“Sak kerso koh Santoso mawon, tapi sebaiknya mungkin malam ini saya balik Surabaya koh, biar besok bisa urus koordinasi sama tim hukum.” Ujar Donna.

“Itu yang aku suka karo kowe nduk..cantik sigap..oke, nanti tak suruh Murad dan Rebon antar kamu ke Bandara, kalau saya mau istirahat sejenak disini, soale ada janji pribadi sama teman.” Ujar Santoso, Dona hanya tersenyum menanggapinya.

***

“Wahhh…asik ya pemandangan desa kamu Nis, tentram, menyejukkan mata, tuh sawah menghijau..” ujar Adam, dia tengah berjalan-jalan menyusuri Desa tempat Anissa dilahirkan.

Anissa hanya diam, sungguh dia senang dan bahagia bisa berjalan berduaan menikmati suasana sore ini dengan pria yang dikaguminya ini, beberapa kali Anissa dan Adam menyapa para tetangga yang kebetulan berpapasan dengan mereka.

“Tuh lihat Nis, unik ya, sebentar..” Adam mengeluarkan ponselnya, dia merekam saat seorang pemuda tengah menggiring sekelompok bebek memasuki kandang, pemuda itu membawa sebuah tongkat mirip cemeti di tangannya, Adam sungguh takjub melihat Bebek-bebek itu berjalan berbaris terkadang membuat barisan meliuk mengikuti sang leader, Anissa menatap atasannya yang tengah sibuk merekam video sambil tersenyum, tentu bagi orang yang terbiasa hidup di kota, pemandangan yang dilihat Adam sangat langka.

“Wahh hebat ya bebek itu, mereka disiplin mengikuti arah leadernya bergerak, mereka sedikitpun tak meninggalkan barisan, itu bisa jadi hikmah bagi kita Nis, bebek-bebek itu menunjukkan loyalitas dan disiplin yang luar biasa.” Ujar Adam, kemudian Adam melirik ke Anissa, terlihat Aniisa terkejut karena tiba-tiba Adam melihatnya sedang memandangi wajah pria itu.

“Kok kamu diem aja Nis, sungkan ya karena saya atasan kamu, santai aja Nis, eh ya, kamu ikut saya ya jadi tim saya, karena saya udah cocok dengan pekerjaan kamu Nis, kamu bisa tinggal di Surabaya bisa ketemu orang tua kamu tiap hari..pokoknya kamu ikut saya, nanti saya akan bicarakan dengan pak Robert.” Ujar Adam.

“Kalau saya gimana perintah perusahaan saja pak, saya siap..” Ujar Anissa pelan, Adam memperhatikan Anissa sambil tersenyum manis, Hati Gadis itu semakin meleleh melihat tatapan lembut pria tampan yang menjadi atasannya itu.

“Udah hampir maghrib Nis..kita pulang ya.” Ujar Adam, Anissa mengangguk.

Nissa tahu walau Atasannya ini terlihat senang melihat alam pedesaan, namun ada suatu kemurungan yang tampak di raut wajah atasannya itu, dan Nisa yakin kalau Adam tengah memikirkan seseorang di sana, Gadis cantik itu sejak tadi memperhatikan Adam yang tengah mencoba menghubungi istrinya, namun sepertinya tak ada jawaban dari perempuan itu, Nisa yakin kalau perempuan itu tengah bercengkrama dengan selingkuhannya, sungguh hati Nisa teriris melihat nasib atasannya ini, kenapa perempuan itu malah berselingkuh, apa kurangnya pria ini, orangnya baik, tampan, pintar, ahh Nisa benar-benar tak paham.

Diatas motor tua bapaknya, Nisa yang dibonceng Adam merasakan aroma harum parfum Adam begitu membius, betapa ingin rasanya memeluk pinggang pria didepannya ini sambil menenggelamkan wajah dipunggungnya, namun Nisa sadar pria ini bukanlah miliknya, dan sepertinya Atasannya ini sangat mencintai istrinya dan tak melihat perempuan lain sebagai wanita.

Tak terasa motor yang di kemudikan Adam telah tiba didepan rumah Anissa, dari masjid tak jauh dari rumah Anissa, suara lengkingan Azan mulai berkumandang, bapak Anissa keluar rumah dengan mengenakan sarung dan Koko, Adam menyapa Bapak dengan anggukan kepala.

“Mari pak Adam, ke mesjid dulu.” Ajak Bapak.

“Siap pak.” Sahut Adam lalu menyerahkan kunci motor pada Anissa, dan kemudian berjalan mengikuti bapak menuju masjid.

***

Pantai Carita, 1 Jam Sebelumnya


“Tenang dan adem ya mas..aku suka banget dengan suara ombak di pantai, terasa menenangkan dan membuat perasaan nyaman.” Ujar Maya yang tengah rebah didada Anto.

Anto membelai lengan mulus Maya, sesekali Anto memeluk wanita cantik itu dengan erat, “Mas senang kalau adek senang..rasanya pantai ini semakin indah saat adek dipelukan mas seperti sekarang.” Bisik Anto lirih di telinga Maya.

Maya mengelus pipi Anto dengan telapak tangannya sambil tersenyum manis, para pengunjung yang tersisa di pantai sesekali mencuri pandang kearah mereka, sikap Maya yang manja dengan posisi rebah bersender di pelukan Anto bagaikan sepasang sejoli yang sedang di mabuk cinta.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sapaan sang pemilik tikar yang mereka sewa, ternyata pemilik tikar tersebut hendak menutup dagangannya. “Ohh udah mau tutup ya mas.” Ucap Anto sambil melihat jam tangannya.

Maya dan Anto kemudian bangun dan merapihkan pakaian mereka, “Sudah hampir malam dek, kita balik aja yuk.” Ujar Anto, Maya mengangguk setuju, toh melalui balkon bungalow mereka bisa menikmati laut lebih nyaman. Keduanya kemudian menuju mobil sambil berpegangan tangan, Maya memeluk lengan kekar Anto dengan erat.

“Duh mas kebelet dek, tunggu sebentar ya..” Tiba=tiba Anto merasa kandung kemihnya penuh dan meminta untuk dikeluarkan.

“Ya udah, aku tunggu disini ya, jangan lama-lama mas..” Ujar Maya, Anto memberikan jempolnya dan bergegas menuju toilet yang letaknya lumayan jauh.

Maya merapihkan rambutnya yang tergerai terkena angin laut, kebetulan angin laut berhembus cukup kencang sore itu, Maya bersender pada Mobilnya memandangi laut, namun tiba-tiba matanya menangkap sesuatu, di bibir pantai Maya melihat sosok pria berpakaian putih tengah memandanginya, jarak Maya dengan sosok itu tidak terlalu jauh, Namun karena Maya tak mengenakan kacamata jauhnya, dia tak bisa melihat jelas wajah sosok itu.

Maya kemudian mengambil hpnya dan melakukan zoom pada kameranya, seketika jantungnya terasa berhenti berdetak, sosok itu mirip sekali dengan Adam, wajahnya terlihat pucat, pakaian putih yang dikenakannya bergerak-gerak ditiup angin laut, jilatan ombak menghampiri sosok itu, dan Maya dengan jelas melihat sosok itu memandanginya, tidak ada senyum dibibirnya, sosok itu memandanginya dengan wajah sedih, tiba-tiba tangan sosok itu melambai pada Maya, dan diam memandanginya.

Maya tercekat, hatinya berdesir tak karuan, wajah sosok itu terlihat murung dan menyimpan kekecewaan, sungguh Maya yakin kalau wajah sosok itu sangat mirip dengan suaminya Adam, tiba-tiba Maya merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya saat ini, sesuatu di dalam dirinya mendorong langkah Maya mendekati sosok itu, Maya berjalan menghampiri sosok putih yang dilihatnya, saat melihat sosok itu tersenyum getir dan berjalan menuju laut, Maya mempercepat langkahnya, setengah berlari Maya mencoba mendekati sosok itu yang semakin menghilang di dalam laut, Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan membuat langkah Maya terhenti.

“Dek, kamu mau kemana…kenapa ke laut lagi?” Anto menahan tangan Maya dengan erat. Maya bagaikan orang linglung, dia memandangi Anto dan sosok tadi yang kini sudah menghilang, Maya seolah seperti orang yang baru sadar dari pingsan, dia terlihat bingung, Anto mengernyitkan kening melihat wajah perempuan cantik ini yang terlihat bingung.

“Ada apa dek, kamu masih mau dipantai?” Tanya Anto.

Maya menghela napas panjang, dia merasa semuanya seperti mimpi, “Gak mas, gak tau kenapa dengan aku, yuk kita balik aja..” Maya berjalan menuju mobil, kesadarannya mulai kembali.

Didalam perjalanan menuju bungalow, Maya lebih banyak diam menyender di jendela mobil, sosok yang menyerupai Adam tadi terus menghantui benaknya, hati Maya berdesir tak karuan, Anto menoleh dan mulai khawatir jangan-jangan Maya kesambet setan pantai, “Dek Maya gak apa-apa?” Tanya Anto, namun sepertinya Maya tak mendengar ucapan pria selingkuhannya itu.

Anto menyentuh bahu Maya dengan lembut, Maya menoleh dan tersenyum, namun Anto merasa senyuman perempuan cantik ini terasa hambar dan dipaksakan, Anto yakin ada sesuatu yang menganggu pikiran Maya.

“Dek Maya gak kenapa-napa kan?” Tanya Anto lagi.

“Gak apa-apa mas.” Jawab Maya singkat.

Tak terasa mobil kini telah sampai di depan bungalow yang mereka tempati, namun tiba-tiba Anto menyadari kebodohannya, dia lupa membeli rokok, “Dek, mas ke mini market dulu ya, sekalian mau beli air mineral dan camilan, dek Maya mau ikut, atau nunggu di bungalow aja?” Tanya Anto.

“Aku di bungalow aja mas, mau mandi, kayanya capek banget, kali aja abis mandi jadi segar.” Ujar Maya sambil turun dari mobil.

“Ya udah, mas pergi dulu ya, mau titip apa sayang?”

Maya menggeleng sambil tersenyum, “Teserah mas aja.” Maya mulai kembali bersikap normal, dia yakin kalau apa yang dilihatnya tadi hanyalah halusinasinya saja.

Maya berjalan memasuki bungalow, “Ehmm pasti aku lagi ngigau tadi..ada-ada aja, tapi kok perasaanku gak enak gini ya..”

Maya menjatuhkan pantatnya di sofa panjang, dikeluarkan hpnya yang sejak tadi belum sempat dinyalakannya, setelah hpnya menyala beberapa pesan chat masuk, Maya melihat notifikasi panggilan tak terjawab dari Suaminya sebanyak 27 kali. Maya membuka chat dari suaminya, ada dua chat masuk, Maya mulai membaca chat Adam.

Yank…alhamdulillah semua permintaanku disetujui oleh pak Edwin, duhh aku gak sabar untuk cerita rencanaku ama kamu…

Kamu lagi apa yank, kok hp kamu gak aktif terus…

Desiran di hatinya semakin kencang terasa oleh Maya, perasaannya sungguh tak enak, tiba-tiba Maya ingin pulang dan tak ingin lebih lama di bungalow ini, dirinya mulai tak nyaman dengan perasaannya saat ini, Maya benar-benar merasa gelisah oleh sesuatu, dan Maya sendiri tak tahu apa yang membuatnya gelisah.

***​

“Sudah malam Nis, saya pamit dulu ya, bapak dan ibu terima kasih atas jamuannya, saya harus balik dulu ke hotel, besok pagi jam 10 saya kembali kesini untuk jemput Nisa, kamu gak usah ke hotel, biar kita sekalian yang jemput dan langsung ke bandara, ya kan pak?” Ujar Adam pada pak Waluyo yang ikut makan malam bersama mereka.

“Siap pak, saya manut ae..” Jawab Pak Waluyo singkat.

“Sudah lewat jam sembilan pak, kami permisi dulu ya.” Adam berpamitan sambil menjabat tangan kedua orang tua Nisa.

“Terima Kasih pak Adam sudah sudi mengunjungi gubuk kami ini, semoga pak Adam berkenan dengan hidangan yang disuguhkan.” Ujar Ibu Anissa

“Saya yang berterima kasih, sudah di kasih makanan lezat hehehe, baik saya permisi bu, dan bapak.” Adam kemudian naik ke mobil, Waluyo bergegas menuju kursi pengemudi, “Mari pak, bu, Nissa, saya duluan ya.”

“Hati-hati pak.” Ujar Anissa, mereka bertiga melambaikan tangan ke mobil Adam yang melaju dan kemudian menghilang di kegelapan malam.

“Langsung balik ke hotel pak?” Tanya Waluyo sambil melihat Adam melalui kaca tengah.

“Ya pak, badan saya udah lelah, mau tidur..” Jawab Adam

“Baik Pak.” Waluyo melihat Adam mulai memejamkan mata.

Tiba-tiba Waluyo menghentikan mobil secara mendadadk, Adam sedikit terdorong ke depan, Adam yang hampir tertidur tadi mencoba memicingkan mata, lampu sorot motor menyilaukan pandangannya

“Ada apa pak Waluyo?” Tanya Adam.

“Gak tahu pak, itu tiba-tiba mereka memotong jalan saya.” Jawab Waluyo dengan pandangan waspada. Waluyo melihat tiga orang yang berboncengan turun dari motor mendekati mobil mereka.

“Siapa itu pak?” Tanya Adam.

Belum sempat Waluyo menjawab, sebuah sepeda motor lain datang ke tempat itu, dua orang segera turun dari motor dan bergabung dengan rekan-rekannya yang terlebih dahulu tiba.

Orang-orang itu terlihat membawa kayu dan mulai mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan kayu, Adam menurunkan kaca mobil, dia tak merasa gentar dengan orang-orang ini.

“Ada apa ya pak, kenapa bapak-bapak semua menghentikan mobil saya.” Tanya Adam.

“Tolong turun dulu pak, ada sesuatu yang ingin kami bicarakan.” Ujar salah seoarang diantara mereka.

“Jangan turun pak..” namun teriakan Waluyo terlambat, Adam tanpa merasa takut kemudian turun dari mobil, “djancok……..” Waluyo kemudian bergegas turun juga.

“Ada apa bapak-bapak semua menghadang kami, apa kami berbuat salah? Sepertinya bapak-bapak punya maksud gak bener ini.” Ujar Adam tanpa rasa takut, maklum Adam adalah pemegang sabuk Hitam taekwondo.

Salah seorang diantara mereka berbicara bahasa surabaya yang tak dimengerti oleh Adam, “Mereka ingin agar pak Adam gak usah ganggu Anissa, kalau berani pacari Anissa mereka tak akan segan menghabisi bapak disini.” Ucap Waluyo yang menjadi penerjemah bagi Adam.

“Waduh..jadi alesan bapak-bapak menghadang kami karena gak suka saya bersama Anissa? Wah-wah..” Ujar Adam garuk-garuk kepala.

Belum selesai ucapan Adam, salah seorang diantara mereka mencoba menyerang Adam, dengan mudah Adam melumpuhkan serangan itu dengan tekhnik Narae chagi yang sempurna, penyerang itupun terjerembab terlentang, namun karena tanpa pemanasan melakukan itu, otot paha Adam sedikit tertarik dan membuatnya nyeri.

Merasa banyak, orang-orang yang menghadang itu berbarengan menyerang Adam, Waluyo dengan sigap membantu Adam yang tengah dikeroyok, rupanya Waluyo juga bukan orang sembarangan, dia mampu membuat dua orang yang menyerangnya terkapar ditanah, Waluyo juga membantu Adam yang tengah kewalahan menangkis kayu yang di ayunkan penyerangnya, Waluyo melompat ke arah orang tersebut dan mendorongnya tersungkur ke tanah, dihajarnya orang itu tanpa ampun, Adam meringis menahan sakit pada otot pahanya yang tertarik, “Awas pak dibelakang..” berbarengan teriakan Waluyo, sebuah kayu dihantamkan dengan keras ke bagian belakang kepala Adam.

Waluyo berteriak saat melihat Adam limbung dan tersungkur ke tanah tanpa bergerak, sepertinya para penyerang juga ketakutan melihat kondisi Adam yang tak bergerak, mereka kemudian berlari meninggalkan tempat itu, mereka berpikir kalau Adam telah mati.

Waluyo bergegas menghampiri Adam yang tengah telungkup diam, hujan tiba-tiba turun, namun Waluyo tak peduli, dia mencoba mengamati keadaan Adam, dibalikkannya tubuh Adam yang telungkup, di pegangnya kepala Adam, terasa basah dan lengket, Waluyo terkejut saat melihat tangannya berlumuran darah dari kepala Adam, dan Waluyo juga semakin kaget melihat cairan darah yang menetes keluar dari telinga Adam. Waluyo melepaskan tangannya dari kepala Adam, matanya melotot melihat keadaan Adam, “Apa pak Adam.....?” Hatinya bergemuruh, wajah Waluyo terlihat panik, tubuhnya telah basah oleh air hujan yang semakin deras.

***

BERSAMBUNG
 
Telah rilis chapter terbaru chapter 59 di prem, selamat menikmati, semoga terhibur, tetap jaga kesehatan selalu, sampai jumpa sabtu depan.. terima kasih
 
Diary Seorang Istri
Part 55 - Tragedi Kesalahpahaman



[URL=https://imgbox.com/saEYAs8y][/URL]​

“Selamat, kami sungguh menantikan gebrakan anda selanjutnya.” Edwin menjabat tangan Adam dengan erat, sambil menyerahkan secara simbolis kesepakatan yang telah mereka tanda tangani bersama.

“Terima kasih banyak atas kepercayaan yang telah Bapak berikan pada saya, dan sungguh ini adalah penghargaan luar biasa dari perusahaan, saya juga tak sabar untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan.” Ujar Adam yang membalas erat jabatan Tangan CEO serayu grup itu.

“Rencananya besok pak Adam akan kembali ke Jakarta, kenapa terburu-buru? Kalau mau jalan-jalan melihat kota Surabaya nanti bisa diantar Waluyo.” Ujar Edwin ramah.

“Terima kasih pak, gampang itu lihat kota surabaya, soalnya kalau ambil penerbangan malam, nanti kurang waktunya untuk bikin laporan buat pak Robert hehehe.” Balas Adam.

“Nah ini yang saya suka dari anda, sepertinya anda sangat berdedikasi dalam pekerjaan, sungguh tak keliru pilihan saya.” Puji Edwin lagi.

“Terima kasih pak, saya akan membayar kepercayaan bapak ini dengan melakukan pekerjaan dan tanggung jawab saya sebaik mungkin nanti.” Ucap Adam.

“Ya saya percaya itu, oke pak Adam, saya nanti tak bisa antar ke bandara, namun Waluyo sudah saya tugaskan melayani pak adam selama di Surabaya, jangan sungkan-sungkan untuk meminta dia mengantar kemanapun, permisi dulu pak, saya ada acara lain.” Edwin kembali menjabat tangan Adam berpamitan, Adam membalas jabatan tangan itu, Adam juga mengantar calon bos barunya itu menuju kendaraan.

Adam membungkuk memberi hormat saat kendaraan yang membawa Edwin berlalu, Adam kemudian tersenyum kearah Nissa, yang dibalas dengan senyuman manis gadis cantik itu, Adam memberikan jempolnya dan mengajak Nisa untuk meninggalkan tempat pertemuan kembali menuju hotel, Masih ada dua bulan sebelum Adam benar-benar menjadi direktur pelaksana perusahaan ini, Adam merasa masih cukup waktu untuk membujuk istrinya untuk ikut pindah ke tempat baru, dan Adam bertekad untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya yang tersisa di waktu dua bulan ini, dia merasa banyak berhutang budi pada pak Robert bosnya sekarang, Pak Robert telah banyak berjasa pada dirinya dan juga kariernya, dan Adam bertekad tak ingin mengecewakan Pak Robert.

“Selamat ya pak, bapak benar-benar hebat dalam presentase tadi.” Puji Nissa saat mereka berada di mobil yang dikemudikan Waluyo.

“Ya kah? Ini juga berkat bantuan kamu nyusun materi sehingga saya bisa sistematis menjelaskan apa yang ada dalam pikiran saya pada Pak Edwin.” Ujar Adam sambil tersenyum.

Nisa hanya tersipu mendengar pujian atasannya itu, sungguh momen seperti ini membuatnya merasa bahagia, duduk berdampingan denga pria yang telah mencuri hatinya ini, sungguh kekaguman Nisa semakin bertambah, menyaksikan betapa lugasnya Adam meyakinkan semua orang yang hadir diruangan tadi, dan Adam mampu meyaakinkan semua pemilik modal kalau dia adalah orang yang tepat untuk posisi tersebut, Nisa tersenyum-senyum sendiri, diliriknya Adam, Nisa melihat atasannya itu sedang menelpon seseorang, dari raut wajahnya yang sedikit kecewa Nisa segera menyadari siapa yang tengah dihubungi oleh atasannya itu.

“Oh ya Nisa, jadi nginep di rumah?” tiba-tiba Adam bertanya.

“Ya pak…saya kan udah janji sama bapak saya, pokoknya Saya gak akan telat ke bandara besok pak, saya janji.” Ujar Nisa dengan wajah berseri, Nisa melihat atasannya itu tengah menyembunyikan wajah kecewanya karena sepertinya tak berhasil menghubungi orang yang ditelponnya tadi.

“Oke kita istirahat sebentar di hotel, sekarang jam setengah dua siang, nanti kita jam 3 berangkat ya, jangan sampai ketinggalan barang-barang di kamar ya.” Ujar Adam, Nisa hanya mengangguk sambil tersenyum kembali.

Sesaat kemudian kabin mobil yang sejuk terasa hening, Nisa melirik lelaki disebalahnya ini tengah memejamkan mata, wajahnya terlihat begitu tenang, namun Nisa bisa melihat segurat kecewa dalam wajah tampan itu

***

“Mas..kita perlu ceritain ke bos ndak?” Tanya Rebon pada rekannya itu.

Murad melihat kearah Rebon, “Cerita apa? Ketemu si curut got di sini? Gak usah lah, lagian kayanya si Bos juga udah gak peduli lagi ama si curut got itu, apalagi si Bos udah ada perjanjian ama cewek siapa namanya itu agar gak ganggu si curut itu.”

“Gua penasaran sih, siapa sih cewek yang lindungin si curut itu, sampe si Bos gak berkutik, kayaknya dia bukan orang sembarangan.” Murad menyeringai gemas mengingat pertemuannya dengan Anto tadi.

“Tapi Mas, cewek yang dibawa si curut itu bohay juga ya, putih mulus duh tadi saya sempet lihat betisnya apik tenan..” Ucap Rebon, Murad melototinya membuat Rebon terdiam.

“Itu Bon, gua juga ngerasa cewek yang dibawa si curut itu kayak gak asing, tapi gua lupa pernah ketemu dimana..” Ujar Murad.

“Mas..itu bos sudah selesai rapatnya.” Rebon menjawil lengan seniornya itu, Murad melihat ke arah pandangan Rebon, dilihatnya Santoso tengah berjabat tangan dengan seorang pria tua berpakaian jas rapih, keduanya mengambil sikap siaga, dan saat bosnya meninggalkan lokasi pertemuan, kedua bodyguard itu bergegas mengikuti Santoso di belakang.

Tempat Rapat Santoso dengan Pak Dharma pemilik resort berada di sebuah cottage sekaligus restoran di seputaran kompleks resort, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan awal kalau Santoso telah bersedia untuk menggelontorkan Dana yang diminta untuk mengakuisisi resort ini, pertemuan selanjutnya adalah penanda tanganan resmi pengalihan kepemilikan resort setelah Tim hukum dari pihak Santoso memeriksa kelayakan dokumen-dokumen yang diperlukan.

Murad dan Rebon dengan sigap membukakan pintu mobil yang akan membawa Santoso kembali ke penginapan, setelah itu mereka lalu berlari menaiki mobil SUV di belakang mobil bosnya itu.

“Dona, kalau kamu mau balik ke Surabaya malam ini gak apa-apa, atau kalau pingin beristirahat sejenak, besok aja baliknya. Piye Don?” Ujar Santoso pada sekretarisnya.

“Sak kerso koh Santoso mawon, tapi sebaiknya mungkin malam ini saya balik Surabaya koh, biar besok bisa urus koordinasi sama tim hukum.” Ujar Donna.

“Itu yang aku suka karo kowe nduk..cantik sigap..oke, nanti tak suruh Murad dan Rebon antar kamu ke Bandara, kalau saya mau istirahat sejenak disini, soale ada janji pribadi sama teman.” Ujar Santoso, Dona hanya tersenyum menanggapinya.

***

“Wahhh…asik ya pemandangan desa kamu Nis, tentram, menyejukkan mata, tuh sawah menghijau..” ujar Adam, dia tengah berjalan-jalan menyusuri Desa tempat Anissa dilahirkan.

Anissa hanya diam, sungguh dia senang dan bahagia bisa berjalan berduaan menikmati suasana sore ini dengan pria yang dikaguminya ini, beberapa kali Anissa dan Adam menyapa para tetangga yang kebetulan berpapasan dengan mereka.

“Tuh lihat Nis, unik ya, sebentar..” Adam mengeluarkan ponselnya, dia merekam saat seorang pemuda tengah menggiring sekelompok bebek memasuki kandang, pemuda itu membawa sebuah tongkat mirip cemeti di tangannya, Adam sungguh takjub melihat Bebek-bebek itu berjalan berbaris terkadang membuat barisan meliuk mengikuti sang leader, Anissa menatap atasannya yang tengah sibuk merekam video sambil tersenyum, tentu bagi orang yang terbiasa hidup di kota, pemandangan yang dilihat Adam sangat langka.

“Wahh hebat ya bebek itu, mereka disiplin mengikuti arah leadernya bergerak, mereka sedikitpun tak meninggalkan barisan, itu bisa jadi hikmah bagi kita Nis, bebek-bebek itu menunjukkan loyalitas dan disiplin yang luar biasa.” Ujar Adam, kemudian Adam melirik ke Anissa, terlihat Aniisa terkejut karena tiba-tiba Adam melihatnya sedang memandangi wajah pria itu.

“Kok kamu diem aja Nis, sungkan ya karena saya atasan kamu, santai aja Nis, eh ya, kamu ikut saya ya jadi tim saya, karena saya udah cocok dengan pekerjaan kamu Nis, kamu bisa tinggal di Surabaya bisa ketemu orang tua kamu tiap hari..pokoknya kamu ikut saya, nanti saya akan bicarakan dengan pak Robert.” Ujar Adam.

“Kalau saya gimana perintah perusahaan saja pak, saya siap..” Ujar Anissa pelan, Adam memperhatikan Anissa sambil tersenyum manis, Hati Gadis itu semakin meleleh melihat tatapan lembut pria tampan yang menjadi atasannya itu.

“Udah hampir maghrib Nis..kita pulang ya.” Ujar Adam, Anissa mengangguk.

Nissa tahu walau Atasannya ini terlihat senang melihat alam pedesaan, namun ada suatu kemurungan yang tampak di raut wajah atasannya itu, dan Nisa yakin kalau Adam tengah memikirkan seseorang di sana, Gadis cantik itu sejak tadi memperhatikan Adam yang tengah mencoba menghubungi istrinya, namun sepertinya tak ada jawaban dari perempuan itu, Nisa yakin kalau perempuan itu tengah bercengkrama dengan selingkuhannya, sungguh hati Nisa teriris melihat nasib atasannya ini, kenapa perempuan itu malah berselingkuh, apa kurangnya pria ini, orangnya baik, tampan, pintar, ahh Nisa benar-benar tak paham.

Diatas motor tua bapaknya, Nisa yang dibonceng Adam merasakan aroma harum parfum Adam begitu membius, betapa ingin rasanya memeluk pinggang pria didepannya ini sambil menenggelamkan wajah dipunggungnya, namun Nisa sadar pria ini bukanlah miliknya, dan sepertinya Atasannya ini sangat mencintai istrinya dan tak melihat perempuan lain sebagai wanita.

Tak terasa motor yang di kemudikan Adam telah tiba didepan rumah Anissa, dari masjid tak jauh dari rumah Anissa, suara lengkingan Azan mulai berkumandang, bapak Anissa keluar rumah dengan mengenakan sarung dan Koko, Adam menyapa Bapak dengan anggukan kepala.

“Mari pak Adam, ke mesjid dulu.” Ajak Bapak.

“Siap pak.” Sahut Adam lalu menyerahkan kunci motor pada Anissa, dan kemudian berjalan mengikuti bapak menuju masjid.

***

Pantai Carita, 1 Jam Sebelumnya


“Tenang dan adem ya mas..aku suka banget dengan suara ombak di pantai, terasa menenangkan dan membuat perasaan nyaman.” Ujar Maya yang tengah rebah didada Anto.

Anto membelai lengan mulus Maya, sesekali Anto memeluk wanita cantik itu dengan erat, “Mas senang kalau adek senang..rasanya pantai ini semakin indah saat adek dipelukan mas seperti sekarang.” Bisik Anto lirih di telinga Maya.

Maya mengelus pipi Anto dengan telapak tangannya sambil tersenyum manis, para pengunjung yang tersisa di pantai sesekali mencuri pandang kearah mereka, sikap Maya yang manja dengan posisi rebah bersender di pelukan Anto bagaikan sepasang sejoli yang sedang di mabuk cinta.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sapaan sang pemilik tikar yang mereka sewa, ternyata pemilik tikar tersebut hendak menutup dagangannya. “Ohh udah mau tutup ya mas.” Ucap Anto sambil melihat jam tangannya.

Maya dan Anto kemudian bangun dan merapihkan pakaian mereka, “Sudah hampir malam dek, kita balik aja yuk.” Ujar Anto, Maya mengangguk setuju, toh melalui balkon bungalow mereka bisa menikmati laut lebih nyaman. Keduanya kemudian menuju mobil sambil berpegangan tangan, Maya memeluk lengan kekar Anto dengan erat.

“Duh mas kebelet dek, tunggu sebentar ya..” Tiba=tiba Anto merasa kandung kemihnya penuh dan meminta untuk dikeluarkan.

“Ya udah, aku tunggu disini ya, jangan lama-lama mas..” Ujar Maya, Anto memberikan jempolnya dan bergegas menuju toilet yang letaknya lumayan jauh.

Maya merapihkan rambutnya yang tergerai terkena angin laut, kebetulan angin laut berhembus cukup kencang sore itu, Maya bersender pada Mobilnya memandangi laut, namun tiba-tiba matanya menangkap sesuatu, di bibir pantai Maya melihat sosok pria berpakaian putih tengah memandanginya, jarak Maya dengan sosok itu tidak terlalu jauh, Namun karena Maya tak mengenakan kacamata jauhnya, dia tak bisa melihat jelas wajah sosok itu.

Maya kemudian mengambil hpnya dan melakukan zoom pada kameranya, seketika jantungnya terasa berhenti berdetak, sosok itu mirip sekali dengan Adam, wajahnya terlihat pucat, pakaian putih yang dikenakannya bergerak-gerak ditiup angin laut, jilatan ombak menghampiri sosok itu, dan Maya dengan jelas melihat sosok itu memandanginya, tidak ada senyum dibibirnya, sosok itu memandanginya dengan wajah sedih, tiba-tiba tangan sosok itu melambai pada Maya, dan diam memandanginya.

Maya tercekat, hatinya berdesir tak karuan, wajah sosok itu terlihat murung dan menyimpan kekecewaan, sungguh Maya yakin kalau wajah sosok itu sangat mirip dengan suaminya Adam, tiba-tiba Maya merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya saat ini, sesuatu di dalam dirinya mendorong langkah Maya mendekati sosok itu, Maya berjalan menghampiri sosok putih yang dilihatnya, saat melihat sosok itu tersenyum getir dan berjalan menuju laut, Maya mempercepat langkahnya, setengah berlari Maya mencoba mendekati sosok itu yang semakin menghilang di dalam laut, Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan membuat langkah Maya terhenti.

“Dek, kamu mau kemana…kenapa ke laut lagi?” Anto menahan tangan Maya dengan erat. Maya bagaikan orang linglung, dia memandangi Anto dan sosok tadi yang kini sudah menghilang, Maya seolah seperti orang yang baru sadar dari pingsan, dia terlihat bingung, Anto mengernyitkan kening melihat wajah perempuan cantik ini yang terlihat bingung.

“Ada apa dek, kamu masih mau dipantai?” Tanya Anto.

Maya menghela napas panjang, dia merasa semuanya seperti mimpi, “Gak mas, gak tau kenapa dengan aku, yuk kita balik aja..” Maya berjalan menuju mobil, kesadarannya mulai kembali.

Didalam perjalanan menuju bungalow, Maya lebih banyak diam menyender di jendela mobil, sosok yang menyerupai Adam tadi terus menghantui benaknya, hati Maya berdesir tak karuan, Anto menoleh dan mulai khawatir jangan-jangan Maya kesambet setan pantai, “Dek Maya gak apa-apa?” Tanya Anto, namun sepertinya Maya tak mendengar ucapan pria selingkuhannya itu.

Anto menyentuh bahu Maya dengan lembut, Maya menoleh dan tersenyum, namun Anto merasa senyuman perempuan cantik ini terasa hambar dan dipaksakan, Anto yakin ada sesuatu yang menganggu pikiran Maya.

“Dek Maya gak kenapa-napa kan?” Tanya Anto lagi.

“Gak apa-apa mas.” Jawab Maya singkat.

Tak terasa mobil kini telah sampai di depan bungalow yang mereka tempati, namun tiba-tiba Anto menyadari kebodohannya, dia lupa membeli rokok, “Dek, mas ke mini market dulu ya, sekalian mau beli air mineral dan camilan, dek Maya mau ikut, atau nunggu di bungalow aja?” Tanya Anto.

“Aku di bungalow aja mas, mau mandi, kayanya capek banget, kali aja abis mandi jadi segar.” Ujar Maya sambil turun dari mobil.

“Ya udah, mas pergi dulu ya, mau titip apa sayang?”

Maya menggeleng sambil tersenyum, “Teserah mas aja.” Maya mulai kembali bersikap normal, dia yakin kalau apa yang dilihatnya tadi hanyalah halusinasinya saja.

Maya berjalan memasuki bungalow, “Ehmm pasti aku lagi ngigau tadi..ada-ada aja, tapi kok perasaanku gak enak gini ya..”

Maya menjatuhkan pantatnya di sofa panjang, dikeluarkan hpnya yang sejak tadi belum sempat dinyalakannya, setelah hpnya menyala beberapa pesan chat masuk, Maya melihat notifikasi panggilan tak terjawab dari Suaminya sebanyak 27 kali. Maya membuka chat dari suaminya, ada dua chat masuk, Maya mulai membaca chat Adam.

Yank…alhamdulillah semua permintaanku disetujui oleh pak Edwin, duhh aku gak sabar untuk cerita rencanaku ama kamu…

Kamu lagi apa yank, kok hp kamu gak aktif terus…

Desiran di hatinya semakin kencang terasa oleh Maya, perasaannya sungguh tak enak, tiba-tiba Maya ingin pulang dan tak ingin lebih lama di bungalow ini, dirinya mulai tak nyaman dengan perasaannya saat ini, Maya benar-benar merasa gelisah oleh sesuatu, dan Maya sendiri tak tahu apa yang membuatnya gelisah.

***​

“Sudah malam Nis, saya pamit dulu ya, bapak dan ibu terima kasih atas jamuannya, saya harus balik dulu ke hotel, besok pagi jam 10 saya kembali kesini untuk jemput Nisa, kamu gak usah ke hotel, biar kita sekalian yang jemput dan langsung ke bandara, ya kan pak?” Ujar Adam pada pak Waluyo yang ikut makan malam bersama mereka.

“Siap pak, saya manut ae..” Jawab Pak Waluyo singkat.

“Sudah lewat jam sembilan pak, kami permisi dulu ya.” Adam berpamitan sambil menjabat tangan kedua orang tua Nisa.

“Terima Kasih pak Adam sudah sudi mengunjungi gubuk kami ini, semoga pak Adam berkenan dengan hidangan yang disuguhkan.” Ujar Ibu Anissa

“Saya yang berterima kasih, sudah di kasih makanan lezat hehehe, baik saya permisi bu, dan bapak.” Adam kemudian naik ke mobil, Waluyo bergegas menuju kursi pengemudi, “Mari pak, bu, Nissa, saya duluan ya.”

“Hati-hati pak.” Ujar Anissa, mereka bertiga melambaikan tangan ke mobil Adam yang melaju dan kemudian menghilang di kegelapan malam.

“Langsung balik ke hotel pak?” Tanya Waluyo sambil melihat Adam melalui kaca tengah.

“Ya pak, badan saya udah lelah, mau tidur..” Jawab Adam

“Baik Pak.” Waluyo melihat Adam mulai memejamkan mata.

Tiba-tiba Waluyo menghentikan mobil secara mendadadk, Adam sedikit terdorong ke depan, Adam yang hampir tertidur tadi mencoba memicingkan mata, lampu sorot motor menyilaukan pandangannya

“Ada apa pak Waluyo?” Tanya Adam.

“Gak tahu pak, itu tiba-tiba mereka memotong jalan saya.” Jawab Waluyo dengan pandangan waspada. Waluyo melihat tiga orang yang berboncengan turun dari motor mendekati mobil mereka.

“Siapa itu pak?” Tanya Adam.

Belum sempat Waluyo menjawab, sebuah sepeda motor lain datang ke tempat itu, dua orang segera turun dari motor dan bergabung dengan rekan-rekannya yang terlebih dahulu tiba.

Orang-orang itu terlihat membawa kayu dan mulai mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan kayu, Adam menurunkan kaca mobil, dia tak merasa gentar dengan orang-orang ini.

“Ada apa ya pak, kenapa bapak-bapak semua menghentikan mobil saya.” Tanya Adam.

“Tolong turun dulu pak, ada sesuatu yang ingin kami bicarakan.” Ujar salah seoarang diantara mereka.

“Jangan turun pak..” namun teriakan Waluyo terlambat, Adam tanpa merasa takut kemudian turun dari mobil, “djancok……..” Waluyo kemudian bergegas turun juga.

“Ada apa bapak-bapak semua menghadang kami, apa kami berbuat salah? Sepertinya bapak-bapak punya maksud gak bener ini.” Ujar Adam tanpa rasa takut, maklum Adam adalah pemegang sabuk Hitam taekwondo.

Salah seorang diantara mereka berbicara bahasa surabaya yang tak dimengerti oleh Adam, “Mereka ingin agar pak Adam gak usah ganggu Anissa, kalau berani pacari Anissa mereka tak akan segan menghabisi bapak disini.” Ucap Waluyo yang menjadi penerjemah bagi Adam.

“Waduh..jadi alesan bapak-bapak menghadang kami karena gak suka saya bersama Anissa? Wah-wah..” Ujar Adam garuk-garuk kepala.

Belum selesai ucapan Adam, salah seorang diantara mereka mencoba menyerang Adam, dengan mudah Adam melumpuhkan serangan itu dengan tekhnik Narae chagi yang sempurna, penyerang itupun terjerembab terlentang, namun karena tanpa pemanasan melakukan itu, otot paha Adam sedikit tertarik dan membuatnya nyeri.

Merasa banyak, orang-orang yang menghadang itu berbarengan menyerang Adam, Waluyo dengan sigap membantu Adam yang tengah dikeroyok, rupanya Waluyo juga bukan orang sembarangan, dia mampu membuat dua orang yang menyerangnya terkapar ditanah, Waluyo juga membantu Adam yang tengah kewalahan menangkis kayu yang di ayunkan penyerangnya, Waluyo melompat ke arah orang tersebut dan mendorongnya tersungkur ke tanah, dihajarnya orang itu tanpa ampun, Adam meringis menahan sakit pada otot pahanya yang tertarik, “Awas pak dibelakang..” berbarengan teriakan Waluyo, sebuah kayu dihantamkan dengan keras ke bagian belakang kepala Adam.

Waluyo berteriak saat melihat Adam limbung dan tersungkur ke tanah tanpa bergerak, sepertinya para penyerang juga ketakutan melihat kondisi Adam yang tak bergerak, mereka kemudian berlari meninggalkan tempat itu, mereka berpikir kalau Adam telah mati.

Waluyo bergegas menghampiri Adam yang tengah telungkup diam, hujan tiba-tiba turun, namun Waluyo tak peduli, dia mencoba mengamati keadaan Adam, dibalikkannya tubuh Adam yang telungkup, di pegangnya kepala Adam, terasa basah dan lengket, Waluyo terkejut saat melihat tangannya berlumuran darah dari kepala Adam, dan Waluyo juga semakin kaget melihat cairan darah yang menetes keluar dari telinga Adam. Waluyo melepaskan tangannya dari kepala Adam, matanya melotot melihat keadaan Adam, “Apa pak Adam.....?” Hatinya bergemuruh, wajah Waluyo terlihat panik, tubuhnya telah basah oleh air hujan yang semakin deras.

***

BERSAMBUNG
Ajiiibbb suhuu
 
Diary Seorang Istri
Part 55 - Tragedi Kesalahpahaman



[URL=https://imgbox.com/saEYAs8y][/URL]​

“Selamat, kami sungguh menantikan gebrakan anda selanjutnya.” Edwin menjabat tangan Adam dengan erat, sambil menyerahkan secara simbolis kesepakatan yang telah mereka tanda tangani bersama.

“Terima kasih banyak atas kepercayaan yang telah Bapak berikan pada saya, dan sungguh ini adalah penghargaan luar biasa dari perusahaan, saya juga tak sabar untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan.” Ujar Adam yang membalas erat jabatan Tangan CEO serayu grup itu.

“Rencananya besok pak Adam akan kembali ke Jakarta, kenapa terburu-buru? Kalau mau jalan-jalan melihat kota Surabaya nanti bisa diantar Waluyo.” Ujar Edwin ramah.

“Terima kasih pak, gampang itu lihat kota surabaya, soalnya kalau ambil penerbangan malam, nanti kurang waktunya untuk bikin laporan buat pak Robert hehehe.” Balas Adam.

“Nah ini yang saya suka dari anda, sepertinya anda sangat berdedikasi dalam pekerjaan, sungguh tak keliru pilihan saya.” Puji Edwin lagi.

“Terima kasih pak, saya akan membayar kepercayaan bapak ini dengan melakukan pekerjaan dan tanggung jawab saya sebaik mungkin nanti.” Ucap Adam.

“Ya saya percaya itu, oke pak Adam, saya nanti tak bisa antar ke bandara, namun Waluyo sudah saya tugaskan melayani pak adam selama di Surabaya, jangan sungkan-sungkan untuk meminta dia mengantar kemanapun, permisi dulu pak, saya ada acara lain.” Edwin kembali menjabat tangan Adam berpamitan, Adam membalas jabatan tangan itu, Adam juga mengantar calon bos barunya itu menuju kendaraan.

Adam membungkuk memberi hormat saat kendaraan yang membawa Edwin berlalu, Adam kemudian tersenyum kearah Nissa, yang dibalas dengan senyuman manis gadis cantik itu, Adam memberikan jempolnya dan mengajak Nisa untuk meninggalkan tempat pertemuan kembali menuju hotel, Masih ada dua bulan sebelum Adam benar-benar menjadi direktur pelaksana perusahaan ini, Adam merasa masih cukup waktu untuk membujuk istrinya untuk ikut pindah ke tempat baru, dan Adam bertekad untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya yang tersisa di waktu dua bulan ini, dia merasa banyak berhutang budi pada pak Robert bosnya sekarang, Pak Robert telah banyak berjasa pada dirinya dan juga kariernya, dan Adam bertekad tak ingin mengecewakan Pak Robert.

“Selamat ya pak, bapak benar-benar hebat dalam presentase tadi.” Puji Nissa saat mereka berada di mobil yang dikemudikan Waluyo.

“Ya kah? Ini juga berkat bantuan kamu nyusun materi sehingga saya bisa sistematis menjelaskan apa yang ada dalam pikiran saya pada Pak Edwin.” Ujar Adam sambil tersenyum.

Nisa hanya tersipu mendengar pujian atasannya itu, sungguh momen seperti ini membuatnya merasa bahagia, duduk berdampingan denga pria yang telah mencuri hatinya ini, sungguh kekaguman Nisa semakin bertambah, menyaksikan betapa lugasnya Adam meyakinkan semua orang yang hadir diruangan tadi, dan Adam mampu meyaakinkan semua pemilik modal kalau dia adalah orang yang tepat untuk posisi tersebut, Nisa tersenyum-senyum sendiri, diliriknya Adam, Nisa melihat atasannya itu sedang menelpon seseorang, dari raut wajahnya yang sedikit kecewa Nisa segera menyadari siapa yang tengah dihubungi oleh atasannya itu.

“Oh ya Nisa, jadi nginep di rumah?” tiba-tiba Adam bertanya.

“Ya pak…saya kan udah janji sama bapak saya, pokoknya Saya gak akan telat ke bandara besok pak, saya janji.” Ujar Nisa dengan wajah berseri, Nisa melihat atasannya itu tengah menyembunyikan wajah kecewanya karena sepertinya tak berhasil menghubungi orang yang ditelponnya tadi.

“Oke kita istirahat sebentar di hotel, sekarang jam setengah dua siang, nanti kita jam 3 berangkat ya, jangan sampai ketinggalan barang-barang di kamar ya.” Ujar Adam, Nisa hanya mengangguk sambil tersenyum kembali.

Sesaat kemudian kabin mobil yang sejuk terasa hening, Nisa melirik lelaki disebalahnya ini tengah memejamkan mata, wajahnya terlihat begitu tenang, namun Nisa bisa melihat segurat kecewa dalam wajah tampan itu

***

“Mas..kita perlu ceritain ke bos ndak?” Tanya Rebon pada rekannya itu.

Murad melihat kearah Rebon, “Cerita apa? Ketemu si curut got di sini? Gak usah lah, lagian kayanya si Bos juga udah gak peduli lagi ama si curut got itu, apalagi si Bos udah ada perjanjian ama cewek siapa namanya itu agar gak ganggu si curut itu.”

“Gua penasaran sih, siapa sih cewek yang lindungin si curut itu, sampe si Bos gak berkutik, kayaknya dia bukan orang sembarangan.” Murad menyeringai gemas mengingat pertemuannya dengan Anto tadi.

“Tapi Mas, cewek yang dibawa si curut itu bohay juga ya, putih mulus duh tadi saya sempet lihat betisnya apik tenan..” Ucap Rebon, Murad melototinya membuat Rebon terdiam.

“Itu Bon, gua juga ngerasa cewek yang dibawa si curut itu kayak gak asing, tapi gua lupa pernah ketemu dimana..” Ujar Murad.

“Mas..itu bos sudah selesai rapatnya.” Rebon menjawil lengan seniornya itu, Murad melihat ke arah pandangan Rebon, dilihatnya Santoso tengah berjabat tangan dengan seorang pria tua berpakaian jas rapih, keduanya mengambil sikap siaga, dan saat bosnya meninggalkan lokasi pertemuan, kedua bodyguard itu bergegas mengikuti Santoso di belakang.

Tempat Rapat Santoso dengan Pak Dharma pemilik resort berada di sebuah cottage sekaligus restoran di seputaran kompleks resort, pertemuan itu menghasilkan kesepakatan awal kalau Santoso telah bersedia untuk menggelontorkan Dana yang diminta untuk mengakuisisi resort ini, pertemuan selanjutnya adalah penanda tanganan resmi pengalihan kepemilikan resort setelah Tim hukum dari pihak Santoso memeriksa kelayakan dokumen-dokumen yang diperlukan.

Murad dan Rebon dengan sigap membukakan pintu mobil yang akan membawa Santoso kembali ke penginapan, setelah itu mereka lalu berlari menaiki mobil SUV di belakang mobil bosnya itu.

“Dona, kalau kamu mau balik ke Surabaya malam ini gak apa-apa, atau kalau pingin beristirahat sejenak, besok aja baliknya. Piye Don?” Ujar Santoso pada sekretarisnya.

“Sak kerso koh Santoso mawon, tapi sebaiknya mungkin malam ini saya balik Surabaya koh, biar besok bisa urus koordinasi sama tim hukum.” Ujar Donna.

“Itu yang aku suka karo kowe nduk..cantik sigap..oke, nanti tak suruh Murad dan Rebon antar kamu ke Bandara, kalau saya mau istirahat sejenak disini, soale ada janji pribadi sama teman.” Ujar Santoso, Dona hanya tersenyum menanggapinya.

***

“Wahhh…asik ya pemandangan desa kamu Nis, tentram, menyejukkan mata, tuh sawah menghijau..” ujar Adam, dia tengah berjalan-jalan menyusuri Desa tempat Anissa dilahirkan.

Anissa hanya diam, sungguh dia senang dan bahagia bisa berjalan berduaan menikmati suasana sore ini dengan pria yang dikaguminya ini, beberapa kali Anissa dan Adam menyapa para tetangga yang kebetulan berpapasan dengan mereka.

“Tuh lihat Nis, unik ya, sebentar..” Adam mengeluarkan ponselnya, dia merekam saat seorang pemuda tengah menggiring sekelompok bebek memasuki kandang, pemuda itu membawa sebuah tongkat mirip cemeti di tangannya, Adam sungguh takjub melihat Bebek-bebek itu berjalan berbaris terkadang membuat barisan meliuk mengikuti sang leader, Anissa menatap atasannya yang tengah sibuk merekam video sambil tersenyum, tentu bagi orang yang terbiasa hidup di kota, pemandangan yang dilihat Adam sangat langka.

“Wahh hebat ya bebek itu, mereka disiplin mengikuti arah leadernya bergerak, mereka sedikitpun tak meninggalkan barisan, itu bisa jadi hikmah bagi kita Nis, bebek-bebek itu menunjukkan loyalitas dan disiplin yang luar biasa.” Ujar Adam, kemudian Adam melirik ke Anissa, terlihat Aniisa terkejut karena tiba-tiba Adam melihatnya sedang memandangi wajah pria itu.

“Kok kamu diem aja Nis, sungkan ya karena saya atasan kamu, santai aja Nis, eh ya, kamu ikut saya ya jadi tim saya, karena saya udah cocok dengan pekerjaan kamu Nis, kamu bisa tinggal di Surabaya bisa ketemu orang tua kamu tiap hari..pokoknya kamu ikut saya, nanti saya akan bicarakan dengan pak Robert.” Ujar Adam.

“Kalau saya gimana perintah perusahaan saja pak, saya siap..” Ujar Anissa pelan, Adam memperhatikan Anissa sambil tersenyum manis, Hati Gadis itu semakin meleleh melihat tatapan lembut pria tampan yang menjadi atasannya itu.

“Udah hampir maghrib Nis..kita pulang ya.” Ujar Adam, Anissa mengangguk.

Nissa tahu walau Atasannya ini terlihat senang melihat alam pedesaan, namun ada suatu kemurungan yang tampak di raut wajah atasannya itu, dan Nisa yakin kalau Adam tengah memikirkan seseorang di sana, Gadis cantik itu sejak tadi memperhatikan Adam yang tengah mencoba menghubungi istrinya, namun sepertinya tak ada jawaban dari perempuan itu, Nisa yakin kalau perempuan itu tengah bercengkrama dengan selingkuhannya, sungguh hati Nisa teriris melihat nasib atasannya ini, kenapa perempuan itu malah berselingkuh, apa kurangnya pria ini, orangnya baik, tampan, pintar, ahh Nisa benar-benar tak paham.

Diatas motor tua bapaknya, Nisa yang dibonceng Adam merasakan aroma harum parfum Adam begitu membius, betapa ingin rasanya memeluk pinggang pria didepannya ini sambil menenggelamkan wajah dipunggungnya, namun Nisa sadar pria ini bukanlah miliknya, dan sepertinya Atasannya ini sangat mencintai istrinya dan tak melihat perempuan lain sebagai wanita.

Tak terasa motor yang di kemudikan Adam telah tiba didepan rumah Anissa, dari masjid tak jauh dari rumah Anissa, suara lengkingan Azan mulai berkumandang, bapak Anissa keluar rumah dengan mengenakan sarung dan Koko, Adam menyapa Bapak dengan anggukan kepala.

“Mari pak Adam, ke mesjid dulu.” Ajak Bapak.

“Siap pak.” Sahut Adam lalu menyerahkan kunci motor pada Anissa, dan kemudian berjalan mengikuti bapak menuju masjid.

***

Pantai Carita, 1 Jam Sebelumnya


“Tenang dan adem ya mas..aku suka banget dengan suara ombak di pantai, terasa menenangkan dan membuat perasaan nyaman.” Ujar Maya yang tengah rebah didada Anto.

Anto membelai lengan mulus Maya, sesekali Anto memeluk wanita cantik itu dengan erat, “Mas senang kalau adek senang..rasanya pantai ini semakin indah saat adek dipelukan mas seperti sekarang.” Bisik Anto lirih di telinga Maya.

Maya mengelus pipi Anto dengan telapak tangannya sambil tersenyum manis, para pengunjung yang tersisa di pantai sesekali mencuri pandang kearah mereka, sikap Maya yang manja dengan posisi rebah bersender di pelukan Anto bagaikan sepasang sejoli yang sedang di mabuk cinta.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sapaan sang pemilik tikar yang mereka sewa, ternyata pemilik tikar tersebut hendak menutup dagangannya. “Ohh udah mau tutup ya mas.” Ucap Anto sambil melihat jam tangannya.

Maya dan Anto kemudian bangun dan merapihkan pakaian mereka, “Sudah hampir malam dek, kita balik aja yuk.” Ujar Anto, Maya mengangguk setuju, toh melalui balkon bungalow mereka bisa menikmati laut lebih nyaman. Keduanya kemudian menuju mobil sambil berpegangan tangan, Maya memeluk lengan kekar Anto dengan erat.

“Duh mas kebelet dek, tunggu sebentar ya..” Tiba=tiba Anto merasa kandung kemihnya penuh dan meminta untuk dikeluarkan.

“Ya udah, aku tunggu disini ya, jangan lama-lama mas..” Ujar Maya, Anto memberikan jempolnya dan bergegas menuju toilet yang letaknya lumayan jauh.

Maya merapihkan rambutnya yang tergerai terkena angin laut, kebetulan angin laut berhembus cukup kencang sore itu, Maya bersender pada Mobilnya memandangi laut, namun tiba-tiba matanya menangkap sesuatu, di bibir pantai Maya melihat sosok pria berpakaian putih tengah memandanginya, jarak Maya dengan sosok itu tidak terlalu jauh, Namun karena Maya tak mengenakan kacamata jauhnya, dia tak bisa melihat jelas wajah sosok itu.

Maya kemudian mengambil hpnya dan melakukan zoom pada kameranya, seketika jantungnya terasa berhenti berdetak, sosok itu mirip sekali dengan Adam, wajahnya terlihat pucat, pakaian putih yang dikenakannya bergerak-gerak ditiup angin laut, jilatan ombak menghampiri sosok itu, dan Maya dengan jelas melihat sosok itu memandanginya, tidak ada senyum dibibirnya, sosok itu memandanginya dengan wajah sedih, tiba-tiba tangan sosok itu melambai pada Maya, dan diam memandanginya.

Maya tercekat, hatinya berdesir tak karuan, wajah sosok itu terlihat murung dan menyimpan kekecewaan, sungguh Maya yakin kalau wajah sosok itu sangat mirip dengan suaminya Adam, tiba-tiba Maya merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya saat ini, sesuatu di dalam dirinya mendorong langkah Maya mendekati sosok itu, Maya berjalan menghampiri sosok putih yang dilihatnya, saat melihat sosok itu tersenyum getir dan berjalan menuju laut, Maya mempercepat langkahnya, setengah berlari Maya mencoba mendekati sosok itu yang semakin menghilang di dalam laut, Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan membuat langkah Maya terhenti.

“Dek, kamu mau kemana…kenapa ke laut lagi?” Anto menahan tangan Maya dengan erat. Maya bagaikan orang linglung, dia memandangi Anto dan sosok tadi yang kini sudah menghilang, Maya seolah seperti orang yang baru sadar dari pingsan, dia terlihat bingung, Anto mengernyitkan kening melihat wajah perempuan cantik ini yang terlihat bingung.

“Ada apa dek, kamu masih mau dipantai?” Tanya Anto.

Maya menghela napas panjang, dia merasa semuanya seperti mimpi, “Gak mas, gak tau kenapa dengan aku, yuk kita balik aja..” Maya berjalan menuju mobil, kesadarannya mulai kembali.

Didalam perjalanan menuju bungalow, Maya lebih banyak diam menyender di jendela mobil, sosok yang menyerupai Adam tadi terus menghantui benaknya, hati Maya berdesir tak karuan, Anto menoleh dan mulai khawatir jangan-jangan Maya kesambet setan pantai, “Dek Maya gak apa-apa?” Tanya Anto, namun sepertinya Maya tak mendengar ucapan pria selingkuhannya itu.

Anto menyentuh bahu Maya dengan lembut, Maya menoleh dan tersenyum, namun Anto merasa senyuman perempuan cantik ini terasa hambar dan dipaksakan, Anto yakin ada sesuatu yang menganggu pikiran Maya.

“Dek Maya gak kenapa-napa kan?” Tanya Anto lagi.

“Gak apa-apa mas.” Jawab Maya singkat.

Tak terasa mobil kini telah sampai di depan bungalow yang mereka tempati, namun tiba-tiba Anto menyadari kebodohannya, dia lupa membeli rokok, “Dek, mas ke mini market dulu ya, sekalian mau beli air mineral dan camilan, dek Maya mau ikut, atau nunggu di bungalow aja?” Tanya Anto.

“Aku di bungalow aja mas, mau mandi, kayanya capek banget, kali aja abis mandi jadi segar.” Ujar Maya sambil turun dari mobil.

“Ya udah, mas pergi dulu ya, mau titip apa sayang?”

Maya menggeleng sambil tersenyum, “Teserah mas aja.” Maya mulai kembali bersikap normal, dia yakin kalau apa yang dilihatnya tadi hanyalah halusinasinya saja.

Maya berjalan memasuki bungalow, “Ehmm pasti aku lagi ngigau tadi..ada-ada aja, tapi kok perasaanku gak enak gini ya..”

Maya menjatuhkan pantatnya di sofa panjang, dikeluarkan hpnya yang sejak tadi belum sempat dinyalakannya, setelah hpnya menyala beberapa pesan chat masuk, Maya melihat notifikasi panggilan tak terjawab dari Suaminya sebanyak 27 kali. Maya membuka chat dari suaminya, ada dua chat masuk, Maya mulai membaca chat Adam.

Yank…alhamdulillah semua permintaanku disetujui oleh pak Edwin, duhh aku gak sabar untuk cerita rencanaku ama kamu…

Kamu lagi apa yank, kok hp kamu gak aktif terus…

Desiran di hatinya semakin kencang terasa oleh Maya, perasaannya sungguh tak enak, tiba-tiba Maya ingin pulang dan tak ingin lebih lama di bungalow ini, dirinya mulai tak nyaman dengan perasaannya saat ini, Maya benar-benar merasa gelisah oleh sesuatu, dan Maya sendiri tak tahu apa yang membuatnya gelisah.

***​

“Sudah malam Nis, saya pamit dulu ya, bapak dan ibu terima kasih atas jamuannya, saya harus balik dulu ke hotel, besok pagi jam 10 saya kembali kesini untuk jemput Nisa, kamu gak usah ke hotel, biar kita sekalian yang jemput dan langsung ke bandara, ya kan pak?” Ujar Adam pada pak Waluyo yang ikut makan malam bersama mereka.

“Siap pak, saya manut ae..” Jawab Pak Waluyo singkat.

“Sudah lewat jam sembilan pak, kami permisi dulu ya.” Adam berpamitan sambil menjabat tangan kedua orang tua Nisa.

“Terima Kasih pak Adam sudah sudi mengunjungi gubuk kami ini, semoga pak Adam berkenan dengan hidangan yang disuguhkan.” Ujar Ibu Anissa

“Saya yang berterima kasih, sudah di kasih makanan lezat hehehe, baik saya permisi bu, dan bapak.” Adam kemudian naik ke mobil, Waluyo bergegas menuju kursi pengemudi, “Mari pak, bu, Nissa, saya duluan ya.”

“Hati-hati pak.” Ujar Anissa, mereka bertiga melambaikan tangan ke mobil Adam yang melaju dan kemudian menghilang di kegelapan malam.

“Langsung balik ke hotel pak?” Tanya Waluyo sambil melihat Adam melalui kaca tengah.

“Ya pak, badan saya udah lelah, mau tidur..” Jawab Adam

“Baik Pak.” Waluyo melihat Adam mulai memejamkan mata.

Tiba-tiba Waluyo menghentikan mobil secara mendadadk, Adam sedikit terdorong ke depan, Adam yang hampir tertidur tadi mencoba memicingkan mata, lampu sorot motor menyilaukan pandangannya

“Ada apa pak Waluyo?” Tanya Adam.

“Gak tahu pak, itu tiba-tiba mereka memotong jalan saya.” Jawab Waluyo dengan pandangan waspada. Waluyo melihat tiga orang yang berboncengan turun dari motor mendekati mobil mereka.

“Siapa itu pak?” Tanya Adam.

Belum sempat Waluyo menjawab, sebuah sepeda motor lain datang ke tempat itu, dua orang segera turun dari motor dan bergabung dengan rekan-rekannya yang terlebih dahulu tiba.

Orang-orang itu terlihat membawa kayu dan mulai mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan kayu, Adam menurunkan kaca mobil, dia tak merasa gentar dengan orang-orang ini.

“Ada apa ya pak, kenapa bapak-bapak semua menghentikan mobil saya.” Tanya Adam.

“Tolong turun dulu pak, ada sesuatu yang ingin kami bicarakan.” Ujar salah seoarang diantara mereka.

“Jangan turun pak..” namun teriakan Waluyo terlambat, Adam tanpa merasa takut kemudian turun dari mobil, “djancok……..” Waluyo kemudian bergegas turun juga.

“Ada apa bapak-bapak semua menghadang kami, apa kami berbuat salah? Sepertinya bapak-bapak punya maksud gak bener ini.” Ujar Adam tanpa rasa takut, maklum Adam adalah pemegang sabuk Hitam taekwondo.

Salah seorang diantara mereka berbicara bahasa surabaya yang tak dimengerti oleh Adam, “Mereka ingin agar pak Adam gak usah ganggu Anissa, kalau berani pacari Anissa mereka tak akan segan menghabisi bapak disini.” Ucap Waluyo yang menjadi penerjemah bagi Adam.

“Waduh..jadi alesan bapak-bapak menghadang kami karena gak suka saya bersama Anissa? Wah-wah..” Ujar Adam garuk-garuk kepala.

Belum selesai ucapan Adam, salah seorang diantara mereka mencoba menyerang Adam, dengan mudah Adam melumpuhkan serangan itu dengan tekhnik Narae chagi yang sempurna, penyerang itupun terjerembab terlentang, namun karena tanpa pemanasan melakukan itu, otot paha Adam sedikit tertarik dan membuatnya nyeri.

Merasa banyak, orang-orang yang menghadang itu berbarengan menyerang Adam, Waluyo dengan sigap membantu Adam yang tengah dikeroyok, rupanya Waluyo juga bukan orang sembarangan, dia mampu membuat dua orang yang menyerangnya terkapar ditanah, Waluyo juga membantu Adam yang tengah kewalahan menangkis kayu yang di ayunkan penyerangnya, Waluyo melompat ke arah orang tersebut dan mendorongnya tersungkur ke tanah, dihajarnya orang itu tanpa ampun, Adam meringis menahan sakit pada otot pahanya yang tertarik, “Awas pak dibelakang..” berbarengan teriakan Waluyo, sebuah kayu dihantamkan dengan keras ke bagian belakang kepala Adam.

Waluyo berteriak saat melihat Adam limbung dan tersungkur ke tanah tanpa bergerak, sepertinya para penyerang juga ketakutan melihat kondisi Adam yang tak bergerak, mereka kemudian berlari meninggalkan tempat itu, mereka berpikir kalau Adam telah mati.

Waluyo bergegas menghampiri Adam yang tengah telungkup diam, hujan tiba-tiba turun, namun Waluyo tak peduli, dia mencoba mengamati keadaan Adam, dibalikkannya tubuh Adam yang telungkup, di pegangnya kepala Adam, terasa basah dan lengket, Waluyo terkejut saat melihat tangannya berlumuran darah dari kepala Adam, dan Waluyo juga semakin kaget melihat cairan darah yang menetes keluar dari telinga Adam. Waluyo melepaskan tangannya dari kepala Adam, matanya melotot melihat keadaan Adam, “Apa pak Adam.....?” Hatinya bergemuruh, wajah Waluyo terlihat panik, tubuhnya telah basah oleh air hujan yang semakin deras.

***

BERSAMBUNG
semakin ga sabar nich suhu...pingin tau reaksi maya mendengar adam dianiaya...apakah maya ketahuan selingkuh atau malah sdh pulang dan mendengar adam dianiaya di surabaya...jd penasaran kelanjutannya
 
Bimabet
Biar Maya makin nyesel, bagaimana kalo Anto nantinya ngumpanin Maya ke Murad & Rebon Suhu @pujangga2000 :konak:anggap saja sebagai sogokan biar mereka tutup mulut
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd