Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Selamat pagi, menjelang sahur, telah rilis part 66 di prem, thanks buat apresiasinya, selamat menyantap sahur
 
Diary Seorang Istri
Part 62 -Ketulusan Hati Anissa


Beberapa orang penting telah berkumpul di ruangan perawatan Maya sore itu, ada Pak Roberts, Edwin dan juga Santoso, mereka sama-sama menunggu kehadiran Tim Dokter sekaligus juga ingin menyaksikan proses hibernasi Adam, Anissa juga tampak ada di ruangan tersebut, Maya yang berangsur pulih telah mengganti pakaian rumah sakit dengan pakaian miliknya sendiri.

“Ibu jangan khawatir, saya akan memastikan kalau pak Adam akan mendapatkan perawatan terbaik agar Pak Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ujar Pak Roberts, Maya mengenal Pak Roberts karena beberapa kali pernah bertemu dengannya saat acara kantor.

“Ya bu, entah di Surabaya, Jakarta atau bahkan di luar negeri tak ada masalah, kami akan melakukan upaya terbaik untuk kesembuhan Pak Adam.” Timpal Edwin.

“Mbak Nissa, saya minta mbak Nissa membantu merawat Pak Adam ya, apalagi kondisi ibu Maya yang sedang hamil perlu mendapat bantuan dalam menjaga Pak Adam.” Ujar Pak Roberts.

Anissa hanya tersenyum mengangguk, sungguh dia memang ingin ikut memastikan kesembuhan pria yang dicintainya, jika diperintahkan untuk balik ke jakarta, pastinya Nissa tak akan tenang bekerja, karena seluruh pikirannya hanya fokus pada Adam, walau dia merasa canggung dan tak ingin berdekatan dengan Maya, namun dia tak bisa memungkiri kalau perempuan menyebalkan itu adalah istri dari pria yang dicintainya, Nissa mencoba berkompromi dengan perasaan kesalnya itu.

Tok! Tok!

Semua menoleh kearah pintu, Tim Dokter yang akan melakukan proses hibernasi memasuki ruangan, Profesor Suharso mengangguk dan menyapa Edwin yang di kenalnya cukup baik, dokter itu bersalaman dengan semua orang yang ada di ruangan tersebut, walau Profesor Harso tak mengenal Adam, namun melihat sosok yang hadir, Profesor Harso yakin kalau pasiennya ini bukan orang sembarangan.

“Mungkin ibu sebagai istri akan menyampaikan sesuatu, sebelum kami mulai proses hibernasi.” Ujar Prof Harso pada Maya.

Maya hanya diam termenung, sebenarnya banyak yang ingin dikatakan oleh Maya, banyak yang ingin Maya sampaikan pada suaminya itu, namun Maya ragu, dia takut apabila semua yang akan di ceritakannya bakal mempengaruhi kondisi suaminya.

“Bagaimana setelah proses hibernasi itu Prof, apa suami saya akan kembali pulih? Apa akan kembali seperti sebelumnya?” Tanya Maya.

“Saya tidak ingin mendahului kehendak Tuhan, tapi setiap proses penanganan medis, pasti akan ada resiko, dari semua alternatif, kami menyimpulkan proses hibernasi adalah proses yang paling Minim resiko, namun semua juga tergantung pada kondisi pasien, tapi dari pemeriksaan sebelumnya, kondisi pasien sangat baik, fungsi hati, jantung, dan lain-lain semua normal, tinggal psikis yang berhubungan dengan keinginan pasien untuk sembuh. Apalagi ibu sedang hamil, pasti akan menjadi penyemangat beliau untuk berjuang sembuh, dari pengalaman saya, anak adalah faktor terbesar bagi setiap manusia untuk berjuang..” profesor Harso berkata panjang lebar.

Maya tercekat mendengar saran dari profesor, memang masuk akal apa yang disampaikan profesor tersebut, namun Maya sangat yakin kalau kehamilannya ini karena perbuatan Anto, bagaimana mungkin dia menceritakan ini pada suaminya, Maya menunduk sambil menghela.napas.

Santoso yang sejak tadi memperhatikan Maya sedikit terkejut melihat reaksi Maya saat profesor mengungkit kehamilan, hatinya bergemuruh seiring dengan kegusarannya, Santoso mulai yakin kalau kehamilan istri sahabatnya karena perbuatan Anto, air muka Santoso mulai berubah, gerahamnya menangkup kencang.

“Baiklah Prof, saya akan mengupayakan sekuat tenaga saya agar suami saya bisa pulih sedia kala, tolong selamatkan suami saya Prof, saya mohon…” Ucap Maya lirih.

“Sebagai Tenaga Medis pasti kami akan berbuat yang terbaik untuk kesembuhan pak Adam, kalau begitu kami permisi dulu, nanti setelah siap segala sesuatunya, kami akan panggil bu Maya, Mari semua..” Profesor Harso dan Tim meninggalkan ruangan Maya.

“Nah semua sudah ditangani oleh Dokter, apalagi reputasi Profesor Harso sangat baik di negara ini, kita sama-sama doakan agar semua berjalan lancar sesuai harapan, oh ya Bu Maya, tadi saya sudah minta sekretaris saya mencarikan hotel untuk Bu Maya istirahat, dan barusan sekretaris saya bilang ada hotel disekitar rumah sakit, jadi Bu maya bisa istirahat sejenak di hotel sambil memantau perkembangan Adam. Mbak Nissa tetap disini dulu ya untuk ikut bantu-bantu, kalau Mbak Nissa mau, bisa tinggal di hotel juga.” Ujar Paumah k Roberts.

“Hmm, maaf pak, rumah saya dekat kok disini, saya bisa pulang balik ke rumah sakit, biar Bu Maya bisa istirahat dengan tenang.” Respon Nissa, dia sungguh tak ingin sekamar dengan perempuan tak setia ini, sangat canggung rasanya.

“Oh ya saya lupa kalau Mbak Nissa asli sini ya, ya sudah atur aja yang terbaik, nanti setelah proses Adam selesai, saya langsung balik ke Jakarta, soalnya besok ada pertemuan penting, tolong titip Adam ya bro.” Ujar Pak Roberts pada koleganya Edwin.

“Tenang aja Mas, Adam itu sekarang adalah aset penting saya, jadi saya akan memastikan kalau mas Adam akan pulih seperti sedia kala, apalagi ini ada sahabatnya, Koh Santo, ya kan Bro..” Ucap Edwin pada santoso.

Santoso hanya mengangguk sambil tersenyum, Maya sedikit bingung dengan ucapan Edwin barusan, “Oke deh, ini ada sekedar buat keperluan bu Maya, pasti Bu maya akan kerepotan kalau harus bolak balik Atm, gak usah menolak, ini sesuai kebijaksanan Perusahaa.” Roberts memberikan sebuah amplop berisi uang tunai kepada Maya.

Walaupun Maya berupaya menolak karena sungkan, namun pada akhirnya dia menerima pemberian dari atasan Suaminya itu.

***

Didepan ruang hibernasi, Anissa duduk terpekur, wajahnya menunduk, bibirnya melapalkan doa untuk kesembuhan atasannya sekaligus pria yang sangat dicintainya itu, betapa hatinya ingin menjerit melepaskan kesedihannya, namun Anissa terus berupaya menahan perasaannya, dia tak ingin orang lain tahu apa yang dirasakannya. Sedangkan Maya sedang berada didalam untuk menjalankan saran dari Tim Dokter

“Ini, supaya lebih tenang.” Suara Santoso mengejutkannya, Santoso menyodorkan sebuah kaleng nescafe pada Anissa.

“Sedikit kafein untuk meredakan ketegangan.” Ujar Santoso saat melihat Anissa memandangnya, Anissa menerima minuman kaleng yang sudah terbuka itu.

“Sebenarnya apa yang terjadi mbak.” Pertanyaan Santoso membuat Anissa tersedak, dipandanginya Santoso dengan pandangan bertanya.

“Maksud saya bukan soal kecelakaan yang dialami Adam, tapi apa yang terjadi dengan rumah tangga Adam? “ Ucap Santoso lagi.

“Saya gak paham pertanyaannya pak, saya Cuma sekretaris Pak Adam, saya gak tahu soal urusan pribadi beliau.” Jawab Anissa.

“Saya bertemu dengan istri Adam di jakarta, dan saya memergokinya dengan pria lain, kamu pasti tahu ada sesuatu sedang terjadi dalam hubungan mereka kan.” Tanya Santoso lagi.

“Karena saya bisa merasakan kalau kamu tidak menyukai Maya, benar?” Lanjut Santoso.

Anissa hanya tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca, sekian lama dia berusaha membangun tembok penahan air matanya, namun kini perlahan tembok itu terkikis.

“Apa mbak Anissa menyukai Adam?” Tanya Santoso lagi, Anissa mulai terisak, tembok penahan telah jebol, pertanyaan dari Santoso sungguh tajam tanpa basa-basi, pertanyaan-pertanyaan itu sungguh mewakili apa yang dirasakan oleh Anissa saat ini.

“Saya sudah mendapat jawaban yang saya inginkan.” Ujar Santoso, Anissa memandang pria disampingnya, pria itu tersenyum menyodorkan sapu tangan, ‘Keringkan air matanya mbak, nanti orang salah paham.”

NIssa menyeka matanya. Namun air matanya terus menetes jatuh, “Maaf ya pak.” Ujar Nissa.

“Gak apa-apa, menangislah untuk sedikit melegakan beban hatimu, saya tahu kalau Mbak menyayangi Adam, bukan sebagai bos, tapi Adam sebagai lelaki, saya akan dukung jenengan mbak, saya sudah muak dengan kelakuan istri Adam itu, lihatlah seolah tak terjadi apa-apa.” Santoso mengintip suasana di dalam melalui jendela kecil di pintu.

Anissa hanya memandangi Santoso tanpa bicara sepatah katapun, lidahnya kelu, saat ini dia merasa malu sekali, tak pernah sekalipun terpikir dalam hidupnya, dia akan mencintai seorang lelaki yang sudah memiliki istri, bahkan saat ada berita tentang pelakor, dia sangat mengutuk sang pelakor, namun sekarang Nissa merasa dia adalah species yang sama dengan para pelakor itu. dan kini hanyalah menunggu waktu untuk orang lain tahu dia sangat mencintai Adam,

***​

BERSAMBUNG
 
Diary Seorang Istri
Part 62 -Ketulusan Hati Anissa


Beberapa orang penting telah berkumpul di ruangan perawatan Maya sore itu, ada Pak Roberts, Edwin dan juga Santoso, mereka sama-sama menunggu kehadiran Tim Dokter sekaligus juga ingin menyaksikan proses hibernasi Adam, Anissa juga tampak ada di ruangan tersebut, Maya yang berangsur pulih telah mengganti pakaian rumah sakit dengan pakaian miliknya sendiri.

“Ibu jangan khawatir, saya akan memastikan kalau pak Adam akan mendapatkan perawatan terbaik agar Pak Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ujar Pak Roberts, Maya mengenal Pak Roberts karena beberapa kali pernah bertemu dengannya saat acara kantor.

“Ya bu, entah di Surabaya, Jakarta atau bahkan di luar negeri tak ada masalah, kami akan melakukan upaya terbaik untuk kesembuhan Pak Adam.” Timpal Edwin.

“Mbak Nissa, saya minta mbak Nissa membantu merawat Pak Adam ya, apalagi kondisi ibu Maya yang sedang hamil perlu mendapat bantuan dalam menjaga Pak Adam.” Ujar Pak Roberts.

Anissa hanya tersenyum mengangguk, sungguh dia memang ingin ikut memastikan kesembuhan pria yang dicintainya, jika diperintahkan untuk balik ke jakarta, pastinya Nissa tak akan tenang bekerja, karena seluruh pikirannya hanya fokus pada Adam, walau dia merasa canggung dan tak ingin berdekatan dengan Maya, namun dia tak bisa memungkiri kalau perempuan menyebalkan itu adalah istri dari pria yang dicintainya, Nissa mencoba berkompromi dengan perasaan kesalnya itu.

Tok! Tok!

Semua menoleh kearah pintu, Tim Dokter yang akan melakukan proses hibernasi memasuki ruangan, Profesor Suharso mengangguk dan menyapa Edwin yang di kenalnya cukup baik, dokter itu bersalaman dengan semua orang yang ada di ruangan tersebut, walau Profesor Harso tak mengenal Adam, namun melihat sosok yang hadir, Profesor Harso yakin kalau pasiennya ini bukan orang sembarangan.

“Mungkin ibu sebagai istri akan menyampaikan sesuatu, sebelum kami mulai proses hibernasi.” Ujar Prof Harso pada Maya.

Maya hanya diam termenung, sebenarnya banyak yang ingin dikatakan oleh Maya, banyak yang ingin Maya sampaikan pada suaminya itu, namun Maya ragu, dia takut apabila semua yang akan di ceritakannya bakal mempengaruhi kondisi suaminya.

“Bagaimana setelah proses hibernasi itu Prof, apa suami saya akan kembali pulih? Apa akan kembali seperti sebelumnya?” Tanya Maya.

“Saya tidak ingin mendahului kehendak Tuhan, tapi setiap proses penanganan medis, pasti akan ada resiko, dari semua alternatif, kami menyimpulkan proses hibernasi adalah proses yang paling Minim resiko, namun semua juga tergantung pada kondisi pasien, tapi dari pemeriksaan sebelumnya, kondisi pasien sangat baik, fungsi hati, jantung, dan lain-lain semua normal, tinggal psikis yang berhubungan dengan keinginan pasien untuk sembuh. Apalagi ibu sedang hamil, pasti akan menjadi penyemangat beliau untuk berjuang sembuh, dari pengalaman saya, anak adalah faktor terbesar bagi setiap manusia untuk berjuang..” profesor Harso berkata panjang lebar.

Maya tercekat mendengar saran dari profesor, memang masuk akal apa yang disampaikan profesor tersebut, namun Maya sangat yakin kalau kehamilannya ini karena perbuatan Anto, bagaimana mungkin dia menceritakan ini pada suaminya, Maya menunduk sambil menghela.napas.

Santoso yang sejak tadi memperhatikan Maya sedikit terkejut melihat reaksi Maya saat profesor mengungkit kehamilan, hatinya bergemuruh seiring dengan kegusarannya, Santoso mulai yakin kalau kehamilan istri sahabatnya karena perbuatan Anto, air muka Santoso mulai berubah, gerahamnya menangkup kencang.

“Baiklah Prof, saya akan mengupayakan sekuat tenaga saya agar suami saya bisa pulih sedia kala, tolong selamatkan suami saya Prof, saya mohon…” Ucap Maya lirih.

“Sebagai Tenaga Medis pasti kami akan berbuat yang terbaik untuk kesembuhan pak Adam, kalau begitu kami permisi dulu, nanti setelah siap segala sesuatunya, kami akan panggil bu Maya, Mari semua..” Profesor Harso dan Tim meninggalkan ruangan Maya.

“Nah semua sudah ditangani oleh Dokter, apalagi reputasi Profesor Harso sangat baik di negara ini, kita sama-sama doakan agar semua berjalan lancar sesuai harapan, oh ya Bu Maya, tadi saya sudah minta sekretaris saya mencarikan hotel untuk Bu Maya istirahat, dan barusan sekretaris saya bilang ada hotel disekitar rumah sakit, jadi Bu maya bisa istirahat sejenak di hotel sambil memantau perkembangan Adam. Mbak Nissa tetap disini dulu ya untuk ikut bantu-bantu, kalau Mbak Nissa mau, bisa tinggal di hotel juga.” Ujar Paumah k Roberts.

“Hmm, maaf pak, rumah saya dekat kok disini, saya bisa pulang balik ke rumah sakit, biar Bu Maya bisa istirahat dengan tenang.” Respon Nissa, dia sungguh tak ingin sekamar dengan perempuan tak setia ini, sangat canggung rasanya.

“Oh ya saya lupa kalau Mbak Nissa asli sini ya, ya sudah atur aja yang terbaik, nanti setelah proses Adam selesai, saya langsung balik ke Jakarta, soalnya besok ada pertemuan penting, tolong titip Adam ya bro.” Ujar Pak Roberts pada koleganya Edwin.

“Tenang aja Mas, Adam itu sekarang adalah aset penting saya, jadi saya akan memastikan kalau mas Adam akan pulih seperti sedia kala, apalagi ini ada sahabatnya, Koh Santo, ya kan Bro..” Ucap Edwin pada santoso.

Santoso hanya mengangguk sambil tersenyum, Maya sedikit bingung dengan ucapan Edwin barusan, “Oke deh, ini ada sekedar buat keperluan bu Maya, pasti Bu maya akan kerepotan kalau harus bolak balik Atm, gak usah menolak, ini sesuai kebijaksanan Perusahaa.” Roberts memberikan sebuah amplop berisi uang tunai kepada Maya.

Walaupun Maya berupaya menolak karena sungkan, namun pada akhirnya dia menerima pemberian dari atasan Suaminya itu.

***

Didepan ruang hibernasi, Anissa duduk terpekur, wajahnya menunduk, bibirnya melapalkan doa untuk kesembuhan atasannya sekaligus pria yang sangat dicintainya itu, betapa hatinya ingin menjerit melepaskan kesedihannya, namun Anissa terus berupaya menahan perasaannya, dia tak ingin orang lain tahu apa yang dirasakannya. Sedangkan Maya sedang berada didalam untuk menjalankan saran dari Tim Dokter

“Ini, supaya lebih tenang.” Suara Santoso mengejutkannya, Santoso menyodorkan sebuah kaleng nescafe pada Anissa.

“Sedikit kafein untuk meredakan ketegangan.” Ujar Santoso saat melihat Anissa memandangnya, Anissa menerima minuman kaleng yang sudah terbuka itu.

“Sebenarnya apa yang terjadi mbak.” Pertanyaan Santoso membuat Anissa tersedak, dipandanginya Santoso dengan pandangan bertanya.

“Maksud saya bukan soal kecelakaan yang dialami Adam, tapi apa yang terjadi dengan rumah tangga Adam? “ Ucap Santoso lagi.

“Saya gak paham pertanyaannya pak, saya Cuma sekretaris Pak Adam, saya gak tahu soal urusan pribadi beliau.” Jawab Anissa.

“Saya bertemu dengan istri Adam di jakarta, dan saya memergokinya dengan pria lain, kamu pasti tahu ada sesuatu sedang terjadi dalam hubungan mereka kan.” Tanya Santoso lagi.

“Karena saya bisa merasakan kalau kamu tidak menyukai Maya, benar?” Lanjut Santoso.

Anissa hanya tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca, sekian lama dia berusaha membangun tembok penahan air matanya, namun kini perlahan tembok itu terkikis.

“Apa mbak Anissa menyukai Adam?” Tanya Santoso lagi, Anissa mulai terisak, tembok penahan telah jebol, pertanyaan dari Santoso sungguh tajam tanpa basa-basi, pertanyaan-pertanyaan itu sungguh mewakili apa yang dirasakan oleh Anissa saat ini.

“Saya sudah mendapat jawaban yang saya inginkan.” Ujar Santoso, Anissa memandang pria disampingnya, pria itu tersenyum menyodorkan sapu tangan, ‘Keringkan air matanya mbak, nanti orang salah paham.”

NIssa menyeka matanya. Namun air matanya terus menetes jatuh, “Maaf ya pak.” Ujar Nissa.

“Gak apa-apa, menangislah untuk sedikit melegakan beban hatimu, saya tahu kalau Mbak menyayangi Adam, bukan sebagai bos, tapi Adam sebagai lelaki, saya akan dukung jenengan mbak, saya sudah muak dengan kelakuan istri Adam itu, lihatlah seolah tak terjadi apa-apa.” Santoso mengintip suasana di dalam melalui jendela kecil di pintu.

Anissa hanya memandangi Santoso tanpa bicara sepatah katapun, lidahnya kelu, saat ini dia merasa malu sekali, tak pernah sekalipun terpikir dalam hidupnya, dia akan mencintai seorang lelaki yang sudah memiliki istri, bahkan saat ada berita tentang pelakor, dia sangat mengutuk sang pelakor, namun sekarang Nissa merasa dia adalah species yang sama dengan para pelakor itu. dan kini hanyalah menunggu waktu untuk orang lain tahu dia sangat mencintai Adam,

***​

BERSAMBUNG
Good good....
 
Diary Seorang Istri
Part 62 -Ketulusan Hati Anissa


Beberapa orang penting telah berkumpul di ruangan perawatan Maya sore itu, ada Pak Roberts, Edwin dan juga Santoso, mereka sama-sama menunggu kehadiran Tim Dokter sekaligus juga ingin menyaksikan proses hibernasi Adam, Anissa juga tampak ada di ruangan tersebut, Maya yang berangsur pulih telah mengganti pakaian rumah sakit dengan pakaian miliknya sendiri.

“Ibu jangan khawatir, saya akan memastikan kalau pak Adam akan mendapatkan perawatan terbaik agar Pak Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ujar Pak Roberts, Maya mengenal Pak Roberts karena beberapa kali pernah bertemu dengannya saat acara kantor.

“Ya bu, entah di Surabaya, Jakarta atau bahkan di luar negeri tak ada masalah, kami akan melakukan upaya terbaik untuk kesembuhan Pak Adam.” Timpal Edwin.

“Mbak Nissa, saya minta mbak Nissa membantu merawat Pak Adam ya, apalagi kondisi ibu Maya yang sedang hamil perlu mendapat bantuan dalam menjaga Pak Adam.” Ujar Pak Roberts.

Anissa hanya tersenyum mengangguk, sungguh dia memang ingin ikut memastikan kesembuhan pria yang dicintainya, jika diperintahkan untuk balik ke jakarta, pastinya Nissa tak akan tenang bekerja, karena seluruh pikirannya hanya fokus pada Adam, walau dia merasa canggung dan tak ingin berdekatan dengan Maya, namun dia tak bisa memungkiri kalau perempuan menyebalkan itu adalah istri dari pria yang dicintainya, Nissa mencoba berkompromi dengan perasaan kesalnya itu.

Tok! Tok!

Semua menoleh kearah pintu, Tim Dokter yang akan melakukan proses hibernasi memasuki ruangan, Profesor Suharso mengangguk dan menyapa Edwin yang di kenalnya cukup baik, dokter itu bersalaman dengan semua orang yang ada di ruangan tersebut, walau Profesor Harso tak mengenal Adam, namun melihat sosok yang hadir, Profesor Harso yakin kalau pasiennya ini bukan orang sembarangan.

“Mungkin ibu sebagai istri akan menyampaikan sesuatu, sebelum kami mulai proses hibernasi.” Ujar Prof Harso pada Maya.

Maya hanya diam termenung, sebenarnya banyak yang ingin dikatakan oleh Maya, banyak yang ingin Maya sampaikan pada suaminya itu, namun Maya ragu, dia takut apabila semua yang akan di ceritakannya bakal mempengaruhi kondisi suaminya.

“Bagaimana setelah proses hibernasi itu Prof, apa suami saya akan kembali pulih? Apa akan kembali seperti sebelumnya?” Tanya Maya.

“Saya tidak ingin mendahului kehendak Tuhan, tapi setiap proses penanganan medis, pasti akan ada resiko, dari semua alternatif, kami menyimpulkan proses hibernasi adalah proses yang paling Minim resiko, namun semua juga tergantung pada kondisi pasien, tapi dari pemeriksaan sebelumnya, kondisi pasien sangat baik, fungsi hati, jantung, dan lain-lain semua normal, tinggal psikis yang berhubungan dengan keinginan pasien untuk sembuh. Apalagi ibu sedang hamil, pasti akan menjadi penyemangat beliau untuk berjuang sembuh, dari pengalaman saya, anak adalah faktor terbesar bagi setiap manusia untuk berjuang..” profesor Harso berkata panjang lebar.

Maya tercekat mendengar saran dari profesor, memang masuk akal apa yang disampaikan profesor tersebut, namun Maya sangat yakin kalau kehamilannya ini karena perbuatan Anto, bagaimana mungkin dia menceritakan ini pada suaminya, Maya menunduk sambil menghela.napas.

Santoso yang sejak tadi memperhatikan Maya sedikit terkejut melihat reaksi Maya saat profesor mengungkit kehamilan, hatinya bergemuruh seiring dengan kegusarannya, Santoso mulai yakin kalau kehamilan istri sahabatnya karena perbuatan Anto, air muka Santoso mulai berubah, gerahamnya menangkup kencang.

“Baiklah Prof, saya akan mengupayakan sekuat tenaga saya agar suami saya bisa pulih sedia kala, tolong selamatkan suami saya Prof, saya mohon…” Ucap Maya lirih.

“Sebagai Tenaga Medis pasti kami akan berbuat yang terbaik untuk kesembuhan pak Adam, kalau begitu kami permisi dulu, nanti setelah siap segala sesuatunya, kami akan panggil bu Maya, Mari semua..” Profesor Harso dan Tim meninggalkan ruangan Maya.

“Nah semua sudah ditangani oleh Dokter, apalagi reputasi Profesor Harso sangat baik di negara ini, kita sama-sama doakan agar semua berjalan lancar sesuai harapan, oh ya Bu Maya, tadi saya sudah minta sekretaris saya mencarikan hotel untuk Bu Maya istirahat, dan barusan sekretaris saya bilang ada hotel disekitar rumah sakit, jadi Bu maya bisa istirahat sejenak di hotel sambil memantau perkembangan Adam. Mbak Nissa tetap disini dulu ya untuk ikut bantu-bantu, kalau Mbak Nissa mau, bisa tinggal di hotel juga.” Ujar Paumah k Roberts.

“Hmm, maaf pak, rumah saya dekat kok disini, saya bisa pulang balik ke rumah sakit, biar Bu Maya bisa istirahat dengan tenang.” Respon Nissa, dia sungguh tak ingin sekamar dengan perempuan tak setia ini, sangat canggung rasanya.

“Oh ya saya lupa kalau Mbak Nissa asli sini ya, ya sudah atur aja yang terbaik, nanti setelah proses Adam selesai, saya langsung balik ke Jakarta, soalnya besok ada pertemuan penting, tolong titip Adam ya bro.” Ujar Pak Roberts pada koleganya Edwin.

“Tenang aja Mas, Adam itu sekarang adalah aset penting saya, jadi saya akan memastikan kalau mas Adam akan pulih seperti sedia kala, apalagi ini ada sahabatnya, Koh Santo, ya kan Bro..” Ucap Edwin pada santoso.

Santoso hanya mengangguk sambil tersenyum, Maya sedikit bingung dengan ucapan Edwin barusan, “Oke deh, ini ada sekedar buat keperluan bu Maya, pasti Bu maya akan kerepotan kalau harus bolak balik Atm, gak usah menolak, ini sesuai kebijaksanan Perusahaa.” Roberts memberikan sebuah amplop berisi uang tunai kepada Maya.

Walaupun Maya berupaya menolak karena sungkan, namun pada akhirnya dia menerima pemberian dari atasan Suaminya itu.

***

Didepan ruang hibernasi, Anissa duduk terpekur, wajahnya menunduk, bibirnya melapalkan doa untuk kesembuhan atasannya sekaligus pria yang sangat dicintainya itu, betapa hatinya ingin menjerit melepaskan kesedihannya, namun Anissa terus berupaya menahan perasaannya, dia tak ingin orang lain tahu apa yang dirasakannya. Sedangkan Maya sedang berada didalam untuk menjalankan saran dari Tim Dokter

“Ini, supaya lebih tenang.” Suara Santoso mengejutkannya, Santoso menyodorkan sebuah kaleng nescafe pada Anissa.

“Sedikit kafein untuk meredakan ketegangan.” Ujar Santoso saat melihat Anissa memandangnya, Anissa menerima minuman kaleng yang sudah terbuka itu.

“Sebenarnya apa yang terjadi mbak.” Pertanyaan Santoso membuat Anissa tersedak, dipandanginya Santoso dengan pandangan bertanya.

“Maksud saya bukan soal kecelakaan yang dialami Adam, tapi apa yang terjadi dengan rumah tangga Adam? “ Ucap Santoso lagi.

“Saya gak paham pertanyaannya pak, saya Cuma sekretaris Pak Adam, saya gak tahu soal urusan pribadi beliau.” Jawab Anissa.

“Saya bertemu dengan istri Adam di jakarta, dan saya memergokinya dengan pria lain, kamu pasti tahu ada sesuatu sedang terjadi dalam hubungan mereka kan.” Tanya Santoso lagi.

“Karena saya bisa merasakan kalau kamu tidak menyukai Maya, benar?” Lanjut Santoso.

Anissa hanya tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca, sekian lama dia berusaha membangun tembok penahan air matanya, namun kini perlahan tembok itu terkikis.

“Apa mbak Anissa menyukai Adam?” Tanya Santoso lagi, Anissa mulai terisak, tembok penahan telah jebol, pertanyaan dari Santoso sungguh tajam tanpa basa-basi, pertanyaan-pertanyaan itu sungguh mewakili apa yang dirasakan oleh Anissa saat ini.

“Saya sudah mendapat jawaban yang saya inginkan.” Ujar Santoso, Anissa memandang pria disampingnya, pria itu tersenyum menyodorkan sapu tangan, ‘Keringkan air matanya mbak, nanti orang salah paham.”

NIssa menyeka matanya. Namun air matanya terus menetes jatuh, “Maaf ya pak.” Ujar Nissa.

“Gak apa-apa, menangislah untuk sedikit melegakan beban hatimu, saya tahu kalau Mbak menyayangi Adam, bukan sebagai bos, tapi Adam sebagai lelaki, saya akan dukung jenengan mbak, saya sudah muak dengan kelakuan istri Adam itu, lihatlah seolah tak terjadi apa-apa.” Santoso mengintip suasana di dalam melalui jendela kecil di pintu.

Anissa hanya memandangi Santoso tanpa bicara sepatah katapun, lidahnya kelu, saat ini dia merasa malu sekali, tak pernah sekalipun terpikir dalam hidupnya, dia akan mencintai seorang lelaki yang sudah memiliki istri, bahkan saat ada berita tentang pelakor, dia sangat mengutuk sang pelakor, namun sekarang Nissa merasa dia adalah species yang sama dengan para pelakor itu. dan kini hanyalah menunggu waktu untuk orang lain tahu dia sangat mencintai Adam,

***​

BERSAMBUNG
Terima kash suhu update mantapnya
 
Makasih updatenya hu @pujangga2000

Hahayy. Ga nyangka banyak yang sayang sama Adam, karena menjadi orang yang Jujur dan Totalitas dalam bekerja. Belum lagi Kebaikan Adam ke sahabat dan bawahannya. Ga heran Adam disayangi sama lingkungannya.


Ane yakin Edwin sama Santoso bakal turun tangan buat Hancurin kecoa kampung. Udah lagaknya songong begitu, nipu cewe pula. Wah udah deh Kecoa kampung kudu finish hu. Dimusnahkan. Secara ga langsung Adam masuk RS gegara kecoa Anto.

Tentang ketulusan Nissa semoga bisa membuat Maya berpikir ulang untuk kasih Restu ADIS.

Kalau dibaca dari awal Nissa ketemu Adam perdana di Airport udah mulai suka sosok Adam. Sampe titik di cerita ini Cinta dan Ketulusan Nissa tidak bisa disampingkan. Udah berapa puluh kali Nissa kecewa dengan perilaku Adam yang dibohongi Maya. Dari Awal masuk Nisa udah jadi support system buat Adam, jadi ga heran rasanya kalo hu @pujangga2000 saya berharap bisa mempersatukan Adis. Cukup Niken iml aja yang bertepuk sebelah tangan
 
Setelah ini giliran Maya yang di interogasi Santoso Sambil membeberkan bukti cctv sama kesaksian dari Rebon dan Nissa. Nunggu Santoso bercerita tentang kecoa kampung darimana dia kenal, cerita dengan kedekatan Adam dan dirinya seperti apa.

Maya pasti shock jika Santoso bicara jujur masa lalunya. Masa lalu yang pahit tentang Biduk perkawinannya dulu, Maya pasti lebih merasa kotor kalo tau Kecoa kampung cuma jadiin dia sebatas boneka seks aja. Duh Maya kepolosan kamu berbuah pahit terhadap kehidupan kamu kedepannya.


Matur nuwun sanget update @pujangga2000
 
Buang aja Maya yang menjadi benalu dan parasit dalam rumah tangga mereka karena telah menodai rumah tangga mereka akibat perselingkuhan dan kehamilan maya
 
Perasaan yang di pendam tuh sakit banget nis,,tidak banyak yang bisa seperti kamu..kamu yang sabar ya nanti akan ada keindahan di balik semua ini.. mudah-mudahan Adam Nissa bisa bersatu..btw makasih update nya hu..
 
Bimabet
Kenapa Santoso gak menanyakan kejadian tren ke supir pak Adam. Yg jelas saksi kunci nya.. biar yg mencelakakan Adam bisa di eksekusi sama anak buah pak santoao suhuu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd