Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Bimabet
Yang penting hu @pujangga2000 tetap konfirmasi is okay.. Jadinya sebagian reader di sini yakin kalo DSI masih berlanjut nantinya.


Temen temen reader juga harap memahami karena mungkin hu @pujangga2000 sibuk di RL.


Episode 65 ditunggu ya hu
 
Diary Seorang Istri
Part 65 - Penderitaan Maya



“Loh kok jadinya gini May, saya akan kasih kamu cuti kok, sebulan juga gak apa, sampai suami kamu kembali pulih.” Ujar pak Budi yang merasa terkejut menerima surat pengunduran diri anak buahnya yang paling diandalkan ini.

“Saya mohon maaf pak Budi, saya merasa sudah tak ada motivasi lagi untuk bekerja, bukan hanya soal suami saya, tapi banyak hal yang menjadi alasan saya mengundurkan diri, mohon maaf kalau saya tak bisa menceritakan semua yang saya rasakan. Saya sangat berterima kasih sama pak Budi sudah begitu baik pada saya selama ini, saya juga sangat berat mengambil keputusan ini, namun ini harus saya ambil pak, mohon pengertian bapak.” Ucap Maya dengan suara tercekat.

Pak Budi melihat raut wajah Maya yang terlihat bersungguh-sungguh dengan niatnya mengundurkan diri, namun pak Budi juga tak bisa menahan maya, “baiklah tapi ini saya akan simpan dulu, mungkin nanti kamu berubah pikiran, saya harap begitu.., saat pikiran kamu sudah lebih enak, siapa tau kamu gak jadi mengundurkan diri.”

Milla yang menguping di luar ruangan pak Budi tak bisa secara jelas mendengar percakapan mereka, teringat beberapa saat lalu Maya tiba-tiba muncul di kantor, namun Maya seperti terburu-buru, bahkan sapaan rekan-rekannya hanya di jawab dengan senyum manisnya, termasuk ketika Milla menyapanya, Maya hanya melambaikan tangan dan berlalu menuju ruangan pak Budi.

Milla merasa ada sesuatu yang serius yang akan dilakukan sahabatnya itu, sikapnya yang terburu-buru menuju ruangan pak Budi, membuat Milla penasaran, Milla mencoba menguping, namun pintu ruangan pak Budi ternyata cukup tebal, Milla tak bisa mendengar percakapan mereka.

Mila terkejut ketika tiba-tiba pintu dibuka, Milla tersenyum meringis menatap Maya yang juga terkejut, “bikin kaget aja Lo mil, ngapain sih disini, nguping ya...” ujar Maya tersenyum merasa lucu melihat wajah Milla.

“may Lo mau kemana?” Milla mengejar Maya yang berlalu dengan langkah cepat.

“may..dih kenapa sih.” Milla menarik tangan Maya, hingga perempuan cantik itu berhenti.


***


“Apa!! Ngundurin diri, ahh lu becanda kan say.” Ujar Milla yang terkejut dengan ucapan sahabatnya.

Milla dan Maya sedang berada di kantin, Maya hanya menggeleng menatap sahabatnya itu, “Gue gak becanda Mill, gua emang udah ngajuin pengunduran diri.”

“Kok jadi gini sih May, kan lu bisa minta cuti untuk ngurus mas Adam, gak harus ngundurin diri kan? Gue yakin pak Budi bakalan ngerti, apalagi Lo kan karyawan yang paling kompeten Maya.” Ujar Milla memegang tangan Maya, tangan sahabatnya itu terasa dingin.

“Maaf Mil, bukan hanya soal mas Adam, tapi banyak hal lain yang jadi pertimbangan gue, dan gue udah yakin 100 % ini jalan terbaik yang harus gue ambil.” Ucap Maya.

“Lo sakit say? Tangan lu dingin banget, wajahlu juga pucet banget.” Tanya Milla, raut khawatir tergambar jela di wajah perempuan itu, bagi Milla yang tak tahu apa-apa soal sahabatnya ini, mengira kalau tekanan emosional atas kondisi Adam dan kehamilannya yang membuat Maya seperti lelah dan tak punya semangat lagi.

“Gak apa-apa Mil, gue cuman kecapean aja, sorri ya Mil, gue harus ke rumah sakit, hari ini mas Adam dipindahkan ke ruang perawatan, minta doa aja Mil supaya Mas Adam bisa pulih seperti dulu lagi.” Jawab Maya, Milla hanya mengangguk sambil tersenyum.

“Selalu say, lo juga jangan terlalu capek ya, kasian nanti yang ada di perut lo, selalu positif thinking aja, gue yakin mas Adam bisa pulih, gue yakin itu say.” Ujar Milla sambil menepuk punggung tangan sahabatnya itu.

“Thanks ya Mill.” Maya memeluk sahabatnya itu, lalu kemudian pergi meninggalkan kantin, Milla memandang sahabatnya yang telah pergi, Milla sedikit heran kenapa tak ada raut kegembiraan di wajah Maya, “bukankah dia telah menunggu lama untuk hamil, tapi sekarang kok kelihatannya sangat sedih banget, apakah karena kondisi Mas Adam? Tapi sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan Maya, sesuatu yang tak ku ketahui, itu mungkin yang membuat dia mantap mengundurkan diri, rasanya mustahil Maya melakukan itu kalau tidak ada sesuatu yang besar, tapi apa?” Ujar Milla bertanya dalam hati.



***


“Eghhh, beb..ohhh enak banget beb…fuck ohhh fuck……..yeahh beb…harder… fuck me harder beb..” Rintihan dan erangan erotis dari mulut Olivia membahana memenuhi ruang kamar, posisinya yang telungkup ditindih oleh Anto terlihat sangat erotik, wajahnya terangkat dengan mata terpejam, bibirnya meringis saat kontol Sang pejantan begitu dalam menyodok memeknya.

Anto menjambak rambut Olivia dan terus menghujam kontolnya dengan kecepatan tinggi, beberapa saat memacu dan memompa memek olivia dengan kecepatan tinggi, Anto terengah-engah dan jatuh di punggung mulus olivia, kini bibirnya melata setiap jengkal leher perempuan cantik yang telah penuh peluh, tubuh keduanya terlihat mengkilap, Olivia melenguh merasa geli saat lidah Anto menjelajahi leher dan juga telinganya. Kontol Anto masih terbenam di dalam memek Olivia, kontol itu sama sekali tak surut, tetap tegak dan keras.

Anto lalu mencabut kontolnya dari memek Olivia, lelaki itu kemudian terlentang sambil mengusap wajahnya yang penuh keringat, Olivia menoleh dan segera bangkit, dengan sedikit berguling Olivia kemudian merangkak mendekati Anto yang terlentang, Anto memandang Olivia dengan tatapan tajam, jemari lentik olivia meraba dada Anto, kukunya yang panjang menggaruk pelan dada hingga perut sang pejantan.

Olivia mengangkangi Anto, lalu menciumi wajah sang pejantan dengan gemas, Olivia memburu bibir tebal Anto, lalu mereka saling melumat dengan penuh napsu, Anto memeluk leher olivia sambil terus membalas lumatan sang betina yang tengah dirasuki syahwat yang menggelora, Olivia menepis lengan Anto dan mengangkat lengan Anto keatas kepala lelaki itu, lidahnya kemudian menjilati leher Anto, tak sedikitpun dia merasa jijik dengan peluh Anto yang mengucur deras, putting susu Anto dilumatnya dengan penuh napsu, Anto meringis saat Olivia menggaruk putingnya dengan gigi, sambil tersenyum binal lidah Olivia terus menyusuri perut hingga kini tepat berada diatas kontol Anto yang mengacung tegak.

Di kucupnya ujung kontol Anto, lidah Olive menari-nari di lubang kencing pejantannya itu, terasa precum Anto, Olive mengelus kontol Anto, dan meremas biji Anto perlahan, Anto mengeraang mendapat perlakuan seperti itu, Anto harus mengakui bercinta dengan Olive memiliki sensasi sendiri, beda dengan Maya yang pasrah dan submissive, Olive terkadang bisa mendominasi permainan, dan Olive sangat paham titik sensitif lelaki.

Olive terlihat begitu menikmati bermain dengan kontol Anto, dihisapnya dengan dalam bagian kepala kontol Anto, sehingga membuat Anto meringis dan mendesis, sambil menghisap tak hentinya Olive meremas lembut biji pelir Anto, apa yang dirasakan Anto antara geli, nikmat dan ngilu bercampur menjadi satu, dan semua menimbulkan sensasi yang luar biasa, andai Anto bukan pria berpengalaman rasanya sudah sejak tadi dia croot.

Anto merasa waktunya untuk kembali mengambil alih permainan, ditariknya bahu Olive yang kemudian merangkak perlahan hingga kini batang kontol Anto tepat berada di bawah lubang memeknya, dengan tangan kirinya Olive meraih batang keras itu lalu dituntunnya ke arah lubang memeknya yang semakin basah.

“Oghhhhhhhhhhhhhh, ssssssssssssss.” Olive melenguh dan mendesis saat kontol besar itu masuk terbenam seluruhnya, kontol itu terasa begitu dalam menghujam lubang memeknya, olive kemudian mengangkat dan menurunkan pantatnya perlahan, sambil menikmati sensasi gesekan kontol itu di dinding memeknya, Olive memaju mundurkan pantatnya seolah kontol itu sebagai alat penggaruk memeknya yang gatal.

Anto kemudian mulai mengambil alih pimpinan, dipeluknya tubuh telanjang Olive, tubuh mulus itu kini menempel erat didada Anto, keduanya berciuman dengan penuh napsu, Anto mulai menggerakkan pantatnya perlahan menyodok lubang memek Olivia, perlahan gerakan Anto semakin cepat, kini Anto memompa kontolnya dengan cepat dan liar, Olive meringis menahan gempuran dan sodokan kontol Anto yang begitu intens, jeritannya tertahan oleh bibir Anto yang terus menerkam bibirnya, saat Anto melepaskan bibir Olive,m terlihat raungan Olive yang menyeramkan, “Fuck…yeah..fuckk aohhh shit fiuckkkk….ssss…..aahhh sssssss…….” Olive begitu kesetanan menikmati sodokan kontol Anto yang begitu cepat.

Anto mengendurkan serangannya, pompaannya kini terasa pelan dan lembut, terlihat batang kontolnya diselimuti krim putih dari cairan memek Olive, keduanya tenggelam kembali dalam ciuman yang penuh birahi.

Kini saatnya menuntaskan permainan yang telah berlangsung lebih dari 1 jam ini, Anto memeluk Olive kencang, dielusnya punggung mulus Olive, Tangan Anto mencengkram bongkahan pantat Olive, di tamparnya pantat putih mulus itu hingga memerah, tak lama kemudian kembali Anto mengerahkan sisa tenanganya untuk menggempur memek Olive, kontolnya keluar masuk dengan cepat, Anto terlihat beringas menyetubuhi sang betina, sedangkan sang betina meraung-raung antara perih dan nikmat, mulutnya ternganga merasakan nikmat yang luar biasa, Olive tahu ini saat terakhir dari permainan ini, gelombang orgasmenya mulai berdatangan, sodokan kontol Anto tak juga reda, napas keduanya terdengar memburu, Olive menggigit pundak Anto sambil meringis, orgasme hebat menyerangnya tanpa ampun, tubuhnya gemetar dalam pelukan Anto, sang pejantan tak memberi ampun, Anto terus memporak-porandakan lubang memek Olive dan hingga akhirnya Anto mengeram hebat, “Agghhhhhhhhhhhhhhhhhhhanjingggggggggg…..aghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.” Pantatnya menghentak kasar, Olive hanya bisa pasrah di dada Anto, tubuhnya telah letih dan hanya mampu memeluk leher pejantannya, Anto mengangkat pantat olive, kontolnya yang terlepas dari dalam memek Olive masih mengacung tegak, pemandangan luar biasa erotis terlihat saat sperma Anto menetes-netes dari memek Olive, sang betina kembali rebah didada sang pejantan, mereka kembali saling memagut mereguk kenikmatan yang masih tersisa.

***​

“Syukurlah bu, kondisi Pak Adam terpantau cukup stabil, dan perkembangannya cukup menggembirakan, kalau seperti ini terus, maka kemungkinan pemulihan beliau akan lebih cepat dari prediksi kita, tadi saya juga telah melaporkan perkembangan kondisi beliau kepada Prof Harso, dan menurut profesor jika dalam 2 minggu beliau menunjukkan perkembangan yang semakin baik, maka beliau akan dibangunkan, dan mudah-mudahan segera pulih.” ujar Dokter Irwan salah satu Tim dokter yang menangani Adam saat menjelaskan kepada Maya.

“Terima kasih dok, ya mudah-mudahan segera pulih amiinn…” Ucap Maya gembira, raut wajahnya terlihat lebih berseri saat mendengar kabar tersebut.

Adam telah dipindahkan dari ICU menuju ruang perawatan, sama seperti di Surabaya, ruang perawatan Adam juga ruangan VVIP, ruangan yang besar, mirip dengan kamar hotel, ada sofa tamu, ranjang buat Penunggu pasien, dan fasilitas lain yang cukup mewah.

Maya menatap suaminya yang tengah terbaring dengan berbagai peralatan medis disekitarnya, Adam seperti orang yang tengah tertidur pulas, betapa Maya hendak mengelus rambut dan pipi suaminya, namun Dokter melarangnya melakukan itu, dokter ingin meminimalisir stimulasi dari luar, termasuk sentuhan.

Maya melihat suaminya Adam kini sepenuhnya bergantung pada alat, irama napas Adam diatur oleh mesin, Maya melihat peralatan yang ada disekitar suaminya, andai semua itu dicopot, maka suaminya akan meninggal begitu saja, Maya Tiba-tiba teringat kembali dengan segala kenangan indah yang telah mereka lalui bersama, bayangan-bayangan itu bagai sebuah film yang tengah terputar di otaknya, Maya tersenyum-senyum sendiri saat mengingat momen lucu kenangan mereka, tiba-tiba bibir Maya bergetar, air matanya tumpah begitu saja tak mampu dibendung, punggungnya bergerak hebat seiring suara isak tangisnya yang tertahan.

“Maafkan aku yank, aku sungguh minta maaf ama kamu yank, aku tak pantas lagi mendampingimu yank, aku telah kotor dan nista, bahkan kini aku mengandung benih lelaki lain, rasanya aku tak pantas berada disini yank, aku mohon ijinkan aku untuk pergi yank, kamu terlalu sempurna buatku, maafkan aku yank, maafkan aku, yank cepet pulih…aku gak sanggup melihatmu seperti ini..aku akan mendampingimu sampai kamu pulih yank, lalu biarkan aku pergi…jangan mencariku ya…aku..aku gak punya hak lagi untuk menerima kasih sayangmu, maafkan aku sayank…kamu berhak mendapatkan wanita lain yang lebih baik dari aku..aku….mungkin kalau aku meninggalkanmu, kamu akan membenciku, ya aku berhak untuk dibenci.***k apa, asal kamu bisa melupakanku….hhhhghhh..” Maya berlari menuju kamar mandi, di kamar mandi Maya menangis sejadi-jadinya, dia ingin melepaskan semua kesedihan, semua rasa gundah, dan semua rasa bersalahnya.

Beberapa saat kemudian tangisnya mulai reda, Maya memandang wajahnya di cermin wastafel, tampak jelas wajahnya yang kusut tak bercahaya, matanya sembab karena banyak menangis, Maya menghela napasnya, dia tak pernah menduga kalau apa yang dimulainya akan membawanya pada hal serumit ini, cintanya pada suaminya semakin menguat seiring musibah yang menimpa Adam, namun baginya perpisahan adalah jalan yang tepat untuk diambilnya, walau terasa berat, namun intulah jalan terbaik bagi dirinya dan Adam, Maya tak sanggup melihat suaminya kecewa saat tahu apa yang sebenarnya terjadi, sungguh dia tak sanggup membayangkan semua itu, Maya mengenal benar karakter suaminya, Maya yakin seandainya Adam tahu perbuatan nistanya, pasti dia tak akan mampu mengamuk padanya, Maya tahu betapa lembut hati suaminya, itu sebabnya dia mengambil keputusan ini, “Ya saat mas Adam sudah pulih, aku akan pergi diam-diam, biarlah dia membenciku seumur hidupnya, mudah-mudahan dengan rasa bencinya, dia bisa melupakan aku, ya…” Ujar Maya dalam Hati.

Maya membetulkan riasan wajahnya, “aku harus menemui mas Anto, bagaimanapun juga dia harus tahu kehamilanku ini, karena aku yakin dia adalah pemilik benih yang ada di rahimku, aku yakin dia punya jalan keluar, jika memang mas Anto adalah takdirku, biarlah semua ini terjadi, apa yang aku mulai, harus kupertanggung jawabkan semua, ya andaipun dia tak ingin bertanggung jawab, biarlah aku akan mengurus anak ini, paling tidak dia harus tahu..”

Maya terkejut saat mendapati santoso telah berada di ruangan perawatan Adam, pria itu sedang duduk di sofa, lalu berdiri saat melihat Maya keluar dari kamar mandi. “Selamat siang mbak Maya.” Sapa Santoso.

Maya tersenyum kecil, “selamat siang pak Santo, dari tadi pak?” Tanya Maya basa-basi.

“Baru saja kok, oh ya kapan mas Adam dipindahkan?” Tanya Santoso.

“Belum lama kok pak, tadi kata dokter perkembangannya cukup baik..” lalu Maya menceritakan apa yang di sampaikan oleh dokter Irwan kepadanya tadi.

Santoso mengangguk-anguk, wajahnya terlihat gembira mendengar informasi tersebut, “Oh ya pak Santo, saya mau ke luar sebentar, tolong titip Mas Adam ya.” Ujar Maya.

“Ohh mbak Maya mau pergi?” Tanya Santoso.

“Ya mau kekantor sebentar, mau urus cuti.” Jawab Maya berbohong.

“Ohh ya baiklah.” Jawab Santoso yang menangkap gelagat mencurigakan dari perempuan tersebut.

Maya kemudian berpamitan dan segera pergi meninggalkan ruangan, setelah Maya menghilang di balik pintu, Santoso mengeluarkan hpnya, “Rad..mbak Maya barusan keluar, kalian coba buntuti kemana dia pergi, tapi jangan sampai ketahuan, dan ingat kalau ada apa-apa jangan ambil tindakan apapun tanpa seizin saya, kalian paham kan, oke..” Santoso menyimpan hp kembali ke sakunya, Santoso berjalan menuju jendela, disibakkan gorden jendela kamar perawatan Adam, dari lantai 14 Santoso melihat arus lalu lintas dibawah, “Mau kemana kamu mbak..” gumam Santoso.

Maya bergegas pergi menuju lift yang akan membawanya ke lobbi rumah sakit, berkali-kali maya menggerutu saat orang yang ditelponnya tak menjawab panggilannya, Maya melihat Lift semakin turun dan kini sudah sampai di lobbi, dengan tergesa-gesa Maya kemudian berjalan menuju keluar, Maya mengangguk tersenyum membalas sapaan satpam, maya berdiri sejenak di luar lobby, dilihatnya sebuah taksi biru sedang datang kearahnya, Maya menunggu sampai penumpang taksi itu turun, lalu dia melambai memanggil taksi dibantu Satpam rumah sakit, bersamaan dengan itu mobil yang ditumpangi Milla dan suaminya baru saja tiba, Milla melihat dengan heran saat Maya masuk ke dalam taksi, milla dan suaminya saling memandang, “Kita ikutin yah..” Ujar Milla pada suaminya yang dibalas dengan anggukkan suaminya.

Tanpa Milla dan suaminya menyadari, ada sebuah mobil lain yang juga mengikuti taksi yang ditumpangi Maya, mobil itu berisi dua orang yang tak lain adalah Murad dan Rebon, saat melihat Maya masuk kedalam taksi, Murad dan rebon yang sudah standby sejak tadi langsung tancap gas mengikuti taksi.

“Mau kemana si Maya itu Bund? Kok kaya terburu-buru ya.” Ujar Andi pada istrinya.

“Gak tahu juga yah, bunda juga merasa aneh, kenapa dia pergi dari rumah sakit, dan arah ini rasanya bukan ke rumahnya deh.” Jawab Milla, “Ehh tuh dia belok ke sana yah..” Milla menunjuk ke arah taksi.

Milla mendongak keluar kaca mobil, dilihatnya sebuah gedung tinggi bertuliskan Apartemen CityView, Mila dan suaminya saling memandang, “Mau kemana si Maya ya.” Tanya Milla heran.

Mobil yang ditumpangi Murad juga telah tiba di belakang mobil Milla, mereka berdua juga saling memandang heran, namun keduanya tak saling bicara, Murad kembali fokus mengikuti mobil taksi yang ditumpangi Maya.

Milla meminta suaminya untuk berjalan perlahan, keduanya menunggu taksi masuk ke dalam lingkungan apartemen, Milla melihat sebuah mobil lain juga masuk dibelakang taksi tersebut, Milla lalu meminta suaminya ikut masuk ke area apartemen, Milla terus mengikuti taksi yang kini masuk ke depan Lobbi, taksi tersebut kemudian berhenti, dan Milla melihat Maya turun membayar ongkos pada supir taksi, lalu Terlihat Maya bergegas masuk ke dalam lobbi apartemen.

“Yah..bunda turun disini aja, ayah parkir aja dulu, tunggu di bawah aja, nanti bunda telepon.” Milla kemudian turun dari mobil dan berlari kecil menuju lobbi apartemen. Saat didalam, Milla melihat Maya rupanya sudah masuk ke dalam lift, Milla mengejar Maya, namun lift sudah tertutup, Maya menunggu ke lantai berapa lift akan berhenti, beberapa saat kemudian Milla melihat angka lantai Lift yang dinaiki Maya berhenti.

Tiba-tiba seorang pria berwajah seram juga terlihat bergegas menunggu lift di samping lift yang tadi di naiki Maya, Milla sedikit insecure berada di dekat lelaki seram itu, namun melihat lelaki itu sama sekali tak mempedulikan keberadaannya, Milla agak sedikit tenang, Milla sedikit kesal karena Lift yang ditunggunya terlalu lama turun, beberapa kali lift itu berhenti agak lama di salah satu lantai.



***​



Maya berjalan perlahan keluar dari lift, diambilnya kotak bedak di dalam tas, di perbaikinya riasan wajahnya, Maya kemudian berjalan menuju kamar apartemen Anto, entah kenapa Maya merasa sedikit gugup saat langkahnya semakin dekat, dadanya berdebar kencang, hatinya berdesir-desir tak karuan.

Maya kemudian menghela napas saat berada didepan pintu kamar Anto, ditariknya napas dalam-dalam, Maya kemudian menekan tombol bel, terdengar suara bel di dalam kamar, tak lama pintu terbuka, dibalik pintu muncul sosok Anto bertelanjang dada hanya menggunakan handuk, badannya penuh peluh, Anto terkejut setengah mati saat melihat Maya berada di depan kamarnya, “Dek Maya..ada apa kesini.” Tanya Anto terbata-bata dengan suara pelan, sesekali kepalanya menoleh ke dalam kamarnya.

Maya terlihat heran dengan sikap Anto, “Mas, aku ingin bicara, ada sesuatu yang ingin aku kasih tahu mas.” Ujar Maya, Anto terlihat gugup dan kebingungan.

“Kok kamu diem aja, apa gak mau ajak aku masuk? Kamu abis ngapain sih mas, kok keringatan gitu.” Ujar Maya menyentuh dada telanjang Anto.

“Dek, eghhh…kamu…duhh..tunggu dibawah ya…nanti mas susul..” Ujar Anto gugup.

“Maksud kamu?” tanya Maya heran.

“Beb…kamu ngapain sih? Ada siapa?” Suara Olive terdengar jelas.

“Siapa itu mas, kamu ama siapa?” Baru saja Maya selesai bicara, sosok Olive muncul di belakang Anto, tubuhnya juga terbalut handuk putih, Olive sedikit keheranan dengan kehadiran Maya.

“Siapa dia beb?” Tanya Olivia.

“Bukan siapa-siapa kok beb..mbak kayaknya salah unit deh, saya gak kenal mbak.” Anto mendorong Maya menjauh, lalu menarik Olive masuk kembali ke dalam, Anto membanting pintu kamar, Maya hanya terdiam mematung, Maya yang lugu yang tak pernah berani berkonfrontir dengan orang lain, Maya yang penakut yang tak pernah bisa bertengkar dengan orang lain hanya diam mematung, air matanya kembali jatuh, orang yang selama ini dipujanya, orang yang selama ini dipercaya sebagai lelaki baik dan memanjakannya, kini terlihat aslinya…

Tubuh Maya tiba-tiba terasa ringan, perutnya tiba-tiba terasa sakit yang luar biasa, Maya berusaha berjalan menjauhi unit apartemen Anto, dia meraba-raba dinding, namun sepertinya Maya sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit di perutnya, dia jatuh terduduk bersimpuh sambil memegang perutnya, kepalanya berputar karena sakit yang begitu hebat di perutnya, Maya tak ingat apa-apa lagi dan tergeletak, di celananya terlihat genangan gelap.

Milla yang tiba bersama lelaki seram itu terkejut melihat Maya tergeletak, belum hilang rasa kagetnya, tiba-tiba lelaki seram yang tadi bersamanya di lift menghampiri Maya.

“May……lu kenapa….” Milla terlihat panik.

Lelaki seram yang bersamanya terlihat mencari cari sesuatu, dan melihat ke arah pintu-pintu kamar, namun perhatiannya kini terpusat pada sosok Maya yang tergeletak, dilihatnya seorang perempuan sedang mengguncang tubuh Maya dan berteriak, “May….darah..”

“Sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit mbak.” Lelaki itu dengan sigap menggendong Maya dan berlari menuju Lift, Milla mulai menangis karena panik, diikuti lelaki tersebut masuk ke dalam lift.

***​

Bersambung
 
Adam pemaaf. Pasti bakal baik balik lagi aman Maya. Atau nggak Maya mati sebagai balasan atas perbuatannya.
Walau kalau keinginan pribadi ane lebih suka Adam nggak sama Maya lagi.
 
Diary Seorang Istri
Part 65 - Penderitaan Maya



“Loh kok jadinya gini May, saya akan kasih kamu cuti kok, sebulan juga gak apa, sampai suami kamu kembali pulih.” Ujar pak Budi yang merasa terkejut menerima surat pengunduran diri anak buahnya yang paling diandalkan ini.

“Saya mohon maaf pak Budi, saya merasa sudah tak ada motivasi lagi untuk bekerja, bukan hanya soal suami saya, tapi banyak hal yang menjadi alasan saya mengundurkan diri, mohon maaf kalau saya tak bisa menceritakan semua yang saya rasakan. Saya sangat berterima kasih sama pak Budi sudah begitu baik pada saya selama ini, saya juga sangat berat mengambil keputusan ini, namun ini harus saya ambil pak, mohon pengertian bapak.” Ucap Maya dengan suara tercekat.

Pak Budi melihat raut wajah Maya yang terlihat bersungguh-sungguh dengan niatnya mengundurkan diri, namun pak Budi juga tak bisa menahan maya, “baiklah tapi ini saya akan simpan dulu, mungkin nanti kamu berubah pikiran, saya harap begitu.., saat pikiran kamu sudah lebih enak, siapa tau kamu gak jadi mengundurkan diri.”

Milla yang menguping di luar ruangan pak Budi tak bisa secara jelas mendengar percakapan mereka, teringat beberapa saat lalu Maya tiba-tiba muncul di kantor, namun Maya seperti terburu-buru, bahkan sapaan rekan-rekannya hanya di jawab dengan senyum manisnya, termasuk ketika Milla menyapanya, Maya hanya melambaikan tangan dan berlalu menuju ruangan pak Budi.

Milla merasa ada sesuatu yang serius yang akan dilakukan sahabatnya itu, sikapnya yang terburu-buru menuju ruangan pak Budi, membuat Milla penasaran, Milla mencoba menguping, namun pintu ruangan pak Budi ternyata cukup tebal, Milla tak bisa mendengar percakapan mereka.

Mila terkejut ketika tiba-tiba pintu dibuka, Milla tersenyum meringis menatap Maya yang juga terkejut, “bikin kaget aja Lo mil, ngapain sih disini, nguping ya...” ujar Maya tersenyum merasa lucu melihat wajah Milla.

“may Lo mau kemana?” Milla mengejar Maya yang berlalu dengan langkah cepat.

“may..dih kenapa sih.” Milla menarik tangan Maya, hingga perempuan cantik itu berhenti.


***


“Apa!! Ngundurin diri, ahh lu becanda kan say.” Ujar Milla yang terkejut dengan ucapan sahabatnya.

Milla dan Maya sedang berada di kantin, Maya hanya menggeleng menatap sahabatnya itu, “Gue gak becanda Mill, gua emang udah ngajuin pengunduran diri.”

“Kok jadi gini sih May, kan lu bisa minta cuti untuk ngurus mas Adam, gak harus ngundurin diri kan? Gue yakin pak Budi bakalan ngerti, apalagi Lo kan karyawan yang paling kompeten Maya.” Ujar Milla memegang tangan Maya, tangan sahabatnya itu terasa dingin.

“Maaf Mil, bukan hanya soal mas Adam, tapi banyak hal lain yang jadi pertimbangan gue, dan gue udah yakin 100 % ini jalan terbaik yang harus gue ambil.” Ucap Maya.

“Lo sakit say? Tangan lu dingin banget, wajahlu juga pucet banget.” Tanya Milla, raut khawatir tergambar jela di wajah perempuan itu, bagi Milla yang tak tahu apa-apa soal sahabatnya ini, mengira kalau tekanan emosional atas kondisi Adam dan kehamilannya yang membuat Maya seperti lelah dan tak punya semangat lagi.

“Gak apa-apa Mil, gue cuman kecapean aja, sorri ya Mil, gue harus ke rumah sakit, hari ini mas Adam dipindahkan ke ruang perawatan, minta doa aja Mil supaya Mas Adam bisa pulih seperti dulu lagi.” Jawab Maya, Milla hanya mengangguk sambil tersenyum.

“Selalu say, lo juga jangan terlalu capek ya, kasian nanti yang ada di perut lo, selalu positif thinking aja, gue yakin mas Adam bisa pulih, gue yakin itu say.” Ujar Milla sambil menepuk punggung tangan sahabatnya itu.

“Thanks ya Mill.” Maya memeluk sahabatnya itu, lalu kemudian pergi meninggalkan kantin, Milla memandang sahabatnya yang telah pergi, Milla sedikit heran kenapa tak ada raut kegembiraan di wajah Maya, “bukankah dia telah menunggu lama untuk hamil, tapi sekarang kok kelihatannya sangat sedih banget, apakah karena kondisi Mas Adam? Tapi sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan Maya, sesuatu yang tak ku ketahui, itu mungkin yang membuat dia mantap mengundurkan diri, rasanya mustahil Maya melakukan itu kalau tidak ada sesuatu yang besar, tapi apa?” Ujar Milla bertanya dalam hati.



***


“Eghhh, beb..ohhh enak banget beb…fuck ohhh fuck……..yeahh beb…harder… fuck me harder beb..” Rintihan dan erangan erotis dari mulut Olivia membahana memenuhi ruang kamar, posisinya yang telungkup ditindih oleh Anto terlihat sangat erotik, wajahnya terangkat dengan mata terpejam, bibirnya meringis saat kontol Sang pejantan begitu dalam menyodok memeknya.

Anto menjambak rambut Olivia dan terus menghujam kontolnya dengan kecepatan tinggi, beberapa saat memacu dan memompa memek olivia dengan kecepatan tinggi, Anto terengah-engah dan jatuh di punggung mulus olivia, kini bibirnya melata setiap jengkal leher perempuan cantik yang telah penuh peluh, tubuh keduanya terlihat mengkilap, Olivia melenguh merasa geli saat lidah Anto menjelajahi leher dan juga telinganya. Kontol Anto masih terbenam di dalam memek Olivia, kontol itu sama sekali tak surut, tetap tegak dan keras.

Anto lalu mencabut kontolnya dari memek Olivia, lelaki itu kemudian terlentang sambil mengusap wajahnya yang penuh keringat, Olivia menoleh dan segera bangkit, dengan sedikit berguling Olivia kemudian merangkak mendekati Anto yang terlentang, Anto memandang Olivia dengan tatapan tajam, jemari lentik olivia meraba dada Anto, kukunya yang panjang menggaruk pelan dada hingga perut sang pejantan.

Olivia mengangkangi Anto, lalu menciumi wajah sang pejantan dengan gemas, Olivia memburu bibir tebal Anto, lalu mereka saling melumat dengan penuh napsu, Anto memeluk leher olivia sambil terus membalas lumatan sang betina yang tengah dirasuki syahwat yang menggelora, Olivia menepis lengan Anto dan mengangkat lengan Anto keatas kepala lelaki itu, lidahnya kemudian menjilati leher Anto, tak sedikitpun dia merasa jijik dengan peluh Anto yang mengucur deras, putting susu Anto dilumatnya dengan penuh napsu, Anto meringis saat Olivia menggaruk putingnya dengan gigi, sambil tersenyum binal lidah Olivia terus menyusuri perut hingga kini tepat berada diatas kontol Anto yang mengacung tegak.

Di kucupnya ujung kontol Anto, lidah Olive menari-nari di lubang kencing pejantannya itu, terasa precum Anto, Olive mengelus kontol Anto, dan meremas biji Anto perlahan, Anto mengeraang mendapat perlakuan seperti itu, Anto harus mengakui bercinta dengan Olive memiliki sensasi sendiri, beda dengan Maya yang pasrah dan submissive, Olive terkadang bisa mendominasi permainan, dan Olive sangat paham titik sensitif lelaki.

Olive terlihat begitu menikmati bermain dengan kontol Anto, dihisapnya dengan dalam bagian kepala kontol Anto, sehingga membuat Anto meringis dan mendesis, sambil menghisap tak hentinya Olive meremas lembut biji pelir Anto, apa yang dirasakan Anto antara geli, nikmat dan ngilu bercampur menjadi satu, dan semua menimbulkan sensasi yang luar biasa, andai Anto bukan pria berpengalaman rasanya sudah sejak tadi dia croot.

Anto merasa waktunya untuk kembali mengambil alih permainan, ditariknya bahu Olive yang kemudian merangkak perlahan hingga kini batang kontol Anto tepat berada di bawah lubang memeknya, dengan tangan kirinya Olive meraih batang keras itu lalu dituntunnya ke arah lubang memeknya yang semakin basah.

“Oghhhhhhhhhhhhhh, ssssssssssssss.” Olive melenguh dan mendesis saat kontol besar itu masuk terbenam seluruhnya, kontol itu terasa begitu dalam menghujam lubang memeknya, olive kemudian mengangkat dan menurunkan pantatnya perlahan, sambil menikmati sensasi gesekan kontol itu di dinding memeknya, Olive memaju mundurkan pantatnya seolah kontol itu sebagai alat penggaruk memeknya yang gatal.

Anto kemudian mulai mengambil alih pimpinan, dipeluknya tubuh telanjang Olive, tubuh mulus itu kini menempel erat didada Anto, keduanya berciuman dengan penuh napsu, Anto mulai menggerakkan pantatnya perlahan menyodok lubang memek Olivia, perlahan gerakan Anto semakin cepat, kini Anto memompa kontolnya dengan cepat dan liar, Olive meringis menahan gempuran dan sodokan kontol Anto yang begitu intens, jeritannya tertahan oleh bibir Anto yang terus menerkam bibirnya, saat Anto melepaskan bibir Olive,m terlihat raungan Olive yang menyeramkan, “Fuck…yeah..fuckk aohhh shit fiuckkkk….ssss…..aahhh sssssss…….” Olive begitu kesetanan menikmati sodokan kontol Anto yang begitu cepat.

Anto mengendurkan serangannya, pompaannya kini terasa pelan dan lembut, terlihat batang kontolnya diselimuti krim putih dari cairan memek Olive, keduanya tenggelam kembali dalam ciuman yang penuh birahi.

Kini saatnya menuntaskan permainan yang telah berlangsung lebih dari 1 jam ini, Anto memeluk Olive kencang, dielusnya punggung mulus Olive, Tangan Anto mencengkram bongkahan pantat Olive, di tamparnya pantat putih mulus itu hingga memerah, tak lama kemudian kembali Anto mengerahkan sisa tenanganya untuk menggempur memek Olive, kontolnya keluar masuk dengan cepat, Anto terlihat beringas menyetubuhi sang betina, sedangkan sang betina meraung-raung antara perih dan nikmat, mulutnya ternganga merasakan nikmat yang luar biasa, Olive tahu ini saat terakhir dari permainan ini, gelombang orgasmenya mulai berdatangan, sodokan kontol Anto tak juga reda, napas keduanya terdengar memburu, Olive menggigit pundak Anto sambil meringis, orgasme hebat menyerangnya tanpa ampun, tubuhnya gemetar dalam pelukan Anto, sang pejantan tak memberi ampun, Anto terus memporak-porandakan lubang memek Olive dan hingga akhirnya Anto mengeram hebat, “Agghhhhhhhhhhhhhhhhhhhanjingggggggggg…..aghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.” Pantatnya menghentak kasar, Olive hanya bisa pasrah di dada Anto, tubuhnya telah letih dan hanya mampu memeluk leher pejantannya, Anto mengangkat pantat olive, kontolnya yang terlepas dari dalam memek Olive masih mengacung tegak, pemandangan luar biasa erotis terlihat saat sperma Anto menetes-netes dari memek Olive, sang betina kembali rebah didada sang pejantan, mereka kembali saling memagut mereguk kenikmatan yang masih tersisa.

***​

“Syukurlah bu, kondisi Pak Adam terpantau cukup stabil, dan perkembangannya cukup menggembirakan, kalau seperti ini terus, maka kemungkinan pemulihan beliau akan lebih cepat dari prediksi kita, tadi saya juga telah melaporkan perkembangan kondisi beliau kepada Prof Harso, dan menurut profesor jika dalam 2 minggu beliau menunjukkan perkembangan yang semakin baik, maka beliau akan dibangunkan, dan mudah-mudahan segera pulih.” ujar Dokter Irwan salah satu Tim dokter yang menangani Adam saat menjelaskan kepada Maya.

“Terima kasih dok, ya mudah-mudahan segera pulih amiinn…” Ucap Maya gembira, raut wajahnya terlihat lebih berseri saat mendengar kabar tersebut.

Adam telah dipindahkan dari ICU menuju ruang perawatan, sama seperti di Surabaya, ruang perawatan Adam juga ruangan VVIP, ruangan yang besar, mirip dengan kamar hotel, ada sofa tamu, ranjang buat Penunggu pasien, dan fasilitas lain yang cukup mewah.

Maya menatap suaminya yang tengah terbaring dengan berbagai peralatan medis disekitarnya, Adam seperti orang yang tengah tertidur pulas, betapa Maya hendak mengelus rambut dan pipi suaminya, namun Dokter melarangnya melakukan itu, dokter ingin meminimalisir stimulasi dari luar, termasuk sentuhan.

Maya melihat suaminya Adam kini sepenuhnya bergantung pada alat, irama napas Adam diatur oleh mesin, Maya melihat peralatan yang ada disekitar suaminya, andai semua itu dicopot, maka suaminya akan meninggal begitu saja, Maya Tiba-tiba teringat kembali dengan segala kenangan indah yang telah mereka lalui bersama, bayangan-bayangan itu bagai sebuah film yang tengah terputar di otaknya, Maya tersenyum-senyum sendiri saat mengingat momen lucu kenangan mereka, tiba-tiba bibir Maya bergetar, air matanya tumpah begitu saja tak mampu dibendung, punggungnya bergerak hebat seiring suara isak tangisnya yang tertahan.

“Maafkan aku yank, aku sungguh minta maaf ama kamu yank, aku tak pantas lagi mendampingimu yank, aku telah kotor dan nista, bahkan kini aku mengandung benih lelaki lain, rasanya aku tak pantas berada disini yank, aku mohon ijinkan aku untuk pergi yank, kamu terlalu sempurna buatku, maafkan aku yank, maafkan aku, yank cepet pulih…aku gak sanggup melihatmu seperti ini..aku akan mendampingimu sampai kamu pulih yank, lalu biarkan aku pergi…jangan mencariku ya…aku..aku gak punya hak lagi untuk menerima kasih sayangmu, maafkan aku sayank…kamu berhak mendapatkan wanita lain yang lebih baik dari aku..aku….mungkin kalau aku meninggalkanmu, kamu akan membenciku, ya aku berhak untuk dibenci.***k apa, asal kamu bisa melupakanku….hhhhghhh..” Maya berlari menuju kamar mandi, di kamar mandi Maya menangis sejadi-jadinya, dia ingin melepaskan semua kesedihan, semua rasa gundah, dan semua rasa bersalahnya.

Beberapa saat kemudian tangisnya mulai reda, Maya memandang wajahnya di cermin wastafel, tampak jelas wajahnya yang kusut tak bercahaya, matanya sembab karena banyak menangis, Maya menghela napasnya, dia tak pernah menduga kalau apa yang dimulainya akan membawanya pada hal serumit ini, cintanya pada suaminya semakin menguat seiring musibah yang menimpa Adam, namun baginya perpisahan adalah jalan yang tepat untuk diambilnya, walau terasa berat, namun intulah jalan terbaik bagi dirinya dan Adam, Maya tak sanggup melihat suaminya kecewa saat tahu apa yang sebenarnya terjadi, sungguh dia tak sanggup membayangkan semua itu, Maya mengenal benar karakter suaminya, Maya yakin seandainya Adam tahu perbuatan nistanya, pasti dia tak akan mampu mengamuk padanya, Maya tahu betapa lembut hati suaminya, itu sebabnya dia mengambil keputusan ini, “Ya saat mas Adam sudah pulih, aku akan pergi diam-diam, biarlah dia membenciku seumur hidupnya, mudah-mudahan dengan rasa bencinya, dia bisa melupakan aku, ya…” Ujar Maya dalam Hati.

Maya membetulkan riasan wajahnya, “aku harus menemui mas Anto, bagaimanapun juga dia harus tahu kehamilanku ini, karena aku yakin dia adalah pemilik benih yang ada di rahimku, aku yakin dia punya jalan keluar, jika memang mas Anto adalah takdirku, biarlah semua ini terjadi, apa yang aku mulai, harus kupertanggung jawabkan semua, ya andaipun dia tak ingin bertanggung jawab, biarlah aku akan mengurus anak ini, paling tidak dia harus tahu..”

Maya terkejut saat mendapati santoso telah berada di ruangan perawatan Adam, pria itu sedang duduk di sofa, lalu berdiri saat melihat Maya keluar dari kamar mandi. “Selamat siang mbak Maya.” Sapa Santoso.

Maya tersenyum kecil, “selamat siang pak Santo, dari tadi pak?” Tanya Maya basa-basi.

“Baru saja kok, oh ya kapan mas Adam dipindahkan?” Tanya Santoso.

“Belum lama kok pak, tadi kata dokter perkembangannya cukup baik..” lalu Maya menceritakan apa yang di sampaikan oleh dokter Irwan kepadanya tadi.

Santoso mengangguk-anguk, wajahnya terlihat gembira mendengar informasi tersebut, “Oh ya pak Santo, saya mau ke luar sebentar, tolong titip Mas Adam ya.” Ujar Maya.

“Ohh mbak Maya mau pergi?” Tanya Santoso.

“Ya mau kekantor sebentar, mau urus cuti.” Jawab Maya berbohong.

“Ohh ya baiklah.” Jawab Santoso yang menangkap gelagat mencurigakan dari perempuan tersebut.

Maya kemudian berpamitan dan segera pergi meninggalkan ruangan, setelah Maya menghilang di balik pintu, Santoso mengeluarkan hpnya, “Rad..mbak Maya barusan keluar, kalian coba buntuti kemana dia pergi, tapi jangan sampai ketahuan, dan ingat kalau ada apa-apa jangan ambil tindakan apapun tanpa seizin saya, kalian paham kan, oke..” Santoso menyimpan hp kembali ke sakunya, Santoso berjalan menuju jendela, disibakkan gorden jendela kamar perawatan Adam, dari lantai 14 Santoso melihat arus lalu lintas dibawah, “Mau kemana kamu mbak..” gumam Santoso.

Maya bergegas pergi menuju lift yang akan membawanya ke lobbi rumah sakit, berkali-kali maya menggerutu saat orang yang ditelponnya tak menjawab panggilannya, Maya melihat Lift semakin turun dan kini sudah sampai di lobbi, dengan tergesa-gesa Maya kemudian berjalan menuju keluar, Maya mengangguk tersenyum membalas sapaan satpam, maya berdiri sejenak di luar lobby, dilihatnya sebuah taksi biru sedang datang kearahnya, Maya menunggu sampai penumpang taksi itu turun, lalu dia melambai memanggil taksi dibantu Satpam rumah sakit, bersamaan dengan itu mobil yang ditumpangi Milla dan suaminya baru saja tiba, Milla melihat dengan heran saat Maya masuk ke dalam taksi, milla dan suaminya saling memandang, “Kita ikutin yah..” Ujar Milla pada suaminya yang dibalas dengan anggukkan suaminya.

Tanpa Milla dan suaminya menyadari, ada sebuah mobil lain yang juga mengikuti taksi yang ditumpangi Maya, mobil itu berisi dua orang yang tak lain adalah Murad dan Rebon, saat melihat Maya masuk kedalam taksi, Murad dan rebon yang sudah standby sejak tadi langsung tancap gas mengikuti taksi.

“Mau kemana si Maya itu Bund? Kok kaya terburu-buru ya.” Ujar Andi pada istrinya.

“Gak tahu juga yah, bunda juga merasa aneh, kenapa dia pergi dari rumah sakit, dan arah ini rasanya bukan ke rumahnya deh.” Jawab Milla, “Ehh tuh dia belok ke sana yah..” Milla menunjuk ke arah taksi.

Milla mendongak keluar kaca mobil, dilihatnya sebuah gedung tinggi bertuliskan Apartemen CityView, Mila dan suaminya saling memandang, “Mau kemana si Maya ya.” Tanya Milla heran.

Mobil yang ditumpangi Murad juga telah tiba di belakang mobil Milla, mereka berdua juga saling memandang heran, namun keduanya tak saling bicara, Murad kembali fokus mengikuti mobil taksi yang ditumpangi Maya.

Milla meminta suaminya untuk berjalan perlahan, keduanya menunggu taksi masuk ke dalam lingkungan apartemen, Milla melihat sebuah mobil lain juga masuk dibelakang taksi tersebut, Milla lalu meminta suaminya ikut masuk ke area apartemen, Milla terus mengikuti taksi yang kini masuk ke depan Lobbi, taksi tersebut kemudian berhenti, dan Milla melihat Maya turun membayar ongkos pada supir taksi, lalu Terlihat Maya bergegas masuk ke dalam lobbi apartemen.

“Yah..bunda turun disini aja, ayah parkir aja dulu, tunggu di bawah aja, nanti bunda telepon.” Milla kemudian turun dari mobil dan berlari kecil menuju lobbi apartemen. Saat didalam, Milla melihat Maya rupanya sudah masuk ke dalam lift, Milla mengejar Maya, namun lift sudah tertutup, Maya menunggu ke lantai berapa lift akan berhenti, beberapa saat kemudian Milla melihat angka lantai Lift yang dinaiki Maya berhenti.

Tiba-tiba seorang pria berwajah seram juga terlihat bergegas menunggu lift di samping lift yang tadi di naiki Maya, Milla sedikit insecure berada di dekat lelaki seram itu, namun melihat lelaki itu sama sekali tak mempedulikan keberadaannya, Milla agak sedikit tenang, Milla sedikit kesal karena Lift yang ditunggunya terlalu lama turun, beberapa kali lift itu berhenti agak lama di salah satu lantai.



***​



Maya berjalan perlahan keluar dari lift, diambilnya kotak bedak di dalam tas, di perbaikinya riasan wajahnya, Maya kemudian berjalan menuju kamar apartemen Anto, entah kenapa Maya merasa sedikit gugup saat langkahnya semakin dekat, dadanya berdebar kencang, hatinya berdesir-desir tak karuan.

Maya kemudian menghela napas saat berada didepan pintu kamar Anto, ditariknya napas dalam-dalam, Maya kemudian menekan tombol bel, terdengar suara bel di dalam kamar, tak lama pintu terbuka, dibalik pintu muncul sosok Anto bertelanjang dada hanya menggunakan handuk, badannya penuh peluh, Anto terkejut setengah mati saat melihat Maya berada di depan kamarnya, “Dek Maya..ada apa kesini.” Tanya Anto terbata-bata dengan suara pelan, sesekali kepalanya menoleh ke dalam kamarnya.

Maya terlihat heran dengan sikap Anto, “Mas, aku ingin bicara, ada sesuatu yang ingin aku kasih tahu mas.” Ujar Maya, Anto terlihat gugup dan kebingungan.

“Kok kamu diem aja, apa gak mau ajak aku masuk? Kamu abis ngapain sih mas, kok keringatan gitu.” Ujar Maya menyentuh dada telanjang Anto.

“Dek, eghhh…kamu…duhh..tunggu dibawah ya…nanti mas susul..” Ujar Anto gugup.

“Maksud kamu?” tanya Maya heran.

“Beb…kamu ngapain sih? Ada siapa?” Suara Olive terdengar jelas.

“Siapa itu mas, kamu ama siapa?” Baru saja Maya selesai bicara, sosok Olive muncul di belakang Anto, tubuhnya juga terbalut handuk putih, Olive sedikit keheranan dengan kehadiran Maya.

“Siapa dia beb?” Tanya Olivia.

“Bukan siapa-siapa kok beb..mbak kayaknya salah unit deh, saya gak kenal mbak.” Anto mendorong Maya menjauh, lalu menarik Olive masuk kembali ke dalam, Anto membanting pintu kamar, Maya hanya terdiam mematung, Maya yang lugu yang tak pernah berani berkonfrontir dengan orang lain, Maya yang penakut yang tak pernah bisa bertengkar dengan orang lain hanya diam mematung, air matanya kembali jatuh, orang yang selama ini dipujanya, orang yang selama ini dipercaya sebagai lelaki baik dan memanjakannya, kini terlihat aslinya…

Tubuh Maya tiba-tiba terasa ringan, perutnya tiba-tiba terasa sakit yang luar biasa, Maya berusaha berjalan menjauhi unit apartemen Anto, dia meraba-raba dinding, namun sepertinya Maya sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit di perutnya, dia jatuh terduduk bersimpuh sambil memegang perutnya, kepalanya berputar karena sakit yang begitu hebat di perutnya, Maya tak ingat apa-apa lagi dan tergeletak, di celananya terlihat genangan gelap.

Milla yang tiba bersama lelaki seram itu terkejut melihat Maya tergeletak, belum hilang rasa kagetnya, tiba-tiba lelaki seram yang tadi bersamanya di lift menghampiri Maya.

“May……lu kenapa….” Milla terlihat panik.

Lelaki seram yang bersamanya terlihat mencari cari sesuatu, dan melihat ke arah pintu-pintu kamar, namun perhatiannya kini terpusat pada sosok Maya yang tergeletak, dilihatnya seorang perempuan sedang mengguncang tubuh Maya dan berteriak, “May….darah..”

“Sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit mbak.” Lelaki itu dengan sigap menggendong Maya dan berlari menuju Lift, Milla mulai menangis karena panik, diikuti lelaki tersebut masuk ke dalam lift.

***​

Bersambung
Iyaaaassshhh. Akhirnya Kebusukan kecoa kampung terbuka di hadapan Maya. Akhirnya maya koleps juga. Horeeeee... Kena jutsu kan lu maya.. Kehancuran Maya dan Kecoa kampung makin mendekat.

Jelas sudah rahim Maya gangguan fatal. Tidak menutup kemungkinan Maya "Ga bisa" lagi punya.

Saksi baru si Milla. Pasti Rebon laporan juga ke santoso kejadian barusan. Dan ga ada alesan lagi buat Maya mengelak. Bakal ke gep nih cewe.

Part 65 di scene Apartemen buat saya tersenyum menang hu. Biar Maya tau kecoa kampung itu ga Layak buat di sayang. Lebih layak untuk dibakar hidup hidup.


Update 65 @pujangga2000 josss lhaa..
 
Diary Seorang Istri
Part 65 - Penderitaan Maya



“Loh kok jadinya gini May, saya akan kasih kamu cuti kok, sebulan juga gak apa, sampai suami kamu kembali pulih.” Ujar pak Budi yang merasa terkejut menerima surat pengunduran diri anak buahnya yang paling diandalkan ini.

“Saya mohon maaf pak Budi, saya merasa sudah tak ada motivasi lagi untuk bekerja, bukan hanya soal suami saya, tapi banyak hal yang menjadi alasan saya mengundurkan diri, mohon maaf kalau saya tak bisa menceritakan semua yang saya rasakan. Saya sangat berterima kasih sama pak Budi sudah begitu baik pada saya selama ini, saya juga sangat berat mengambil keputusan ini, namun ini harus saya ambil pak, mohon pengertian bapak.” Ucap Maya dengan suara tercekat.

Pak Budi melihat raut wajah Maya yang terlihat bersungguh-sungguh dengan niatnya mengundurkan diri, namun pak Budi juga tak bisa menahan maya, “baiklah tapi ini saya akan simpan dulu, mungkin nanti kamu berubah pikiran, saya harap begitu.., saat pikiran kamu sudah lebih enak, siapa tau kamu gak jadi mengundurkan diri.”

Milla yang menguping di luar ruangan pak Budi tak bisa secara jelas mendengar percakapan mereka, teringat beberapa saat lalu Maya tiba-tiba muncul di kantor, namun Maya seperti terburu-buru, bahkan sapaan rekan-rekannya hanya di jawab dengan senyum manisnya, termasuk ketika Milla menyapanya, Maya hanya melambaikan tangan dan berlalu menuju ruangan pak Budi.

Milla merasa ada sesuatu yang serius yang akan dilakukan sahabatnya itu, sikapnya yang terburu-buru menuju ruangan pak Budi, membuat Milla penasaran, Milla mencoba menguping, namun pintu ruangan pak Budi ternyata cukup tebal, Milla tak bisa mendengar percakapan mereka.

Mila terkejut ketika tiba-tiba pintu dibuka, Milla tersenyum meringis menatap Maya yang juga terkejut, “bikin kaget aja Lo mil, ngapain sih disini, nguping ya...” ujar Maya tersenyum merasa lucu melihat wajah Milla.

“may Lo mau kemana?” Milla mengejar Maya yang berlalu dengan langkah cepat.

“may..dih kenapa sih.” Milla menarik tangan Maya, hingga perempuan cantik itu berhenti.


***


“Apa!! Ngundurin diri, ahh lu becanda kan say.” Ujar Milla yang terkejut dengan ucapan sahabatnya.

Milla dan Maya sedang berada di kantin, Maya hanya menggeleng menatap sahabatnya itu, “Gue gak becanda Mill, gua emang udah ngajuin pengunduran diri.”

“Kok jadi gini sih May, kan lu bisa minta cuti untuk ngurus mas Adam, gak harus ngundurin diri kan? Gue yakin pak Budi bakalan ngerti, apalagi Lo kan karyawan yang paling kompeten Maya.” Ujar Milla memegang tangan Maya, tangan sahabatnya itu terasa dingin.

“Maaf Mil, bukan hanya soal mas Adam, tapi banyak hal lain yang jadi pertimbangan gue, dan gue udah yakin 100 % ini jalan terbaik yang harus gue ambil.” Ucap Maya.

“Lo sakit say? Tangan lu dingin banget, wajahlu juga pucet banget.” Tanya Milla, raut khawatir tergambar jela di wajah perempuan itu, bagi Milla yang tak tahu apa-apa soal sahabatnya ini, mengira kalau tekanan emosional atas kondisi Adam dan kehamilannya yang membuat Maya seperti lelah dan tak punya semangat lagi.

“Gak apa-apa Mil, gue cuman kecapean aja, sorri ya Mil, gue harus ke rumah sakit, hari ini mas Adam dipindahkan ke ruang perawatan, minta doa aja Mil supaya Mas Adam bisa pulih seperti dulu lagi.” Jawab Maya, Milla hanya mengangguk sambil tersenyum.

“Selalu say, lo juga jangan terlalu capek ya, kasian nanti yang ada di perut lo, selalu positif thinking aja, gue yakin mas Adam bisa pulih, gue yakin itu say.” Ujar Milla sambil menepuk punggung tangan sahabatnya itu.

“Thanks ya Mill.” Maya memeluk sahabatnya itu, lalu kemudian pergi meninggalkan kantin, Milla memandang sahabatnya yang telah pergi, Milla sedikit heran kenapa tak ada raut kegembiraan di wajah Maya, “bukankah dia telah menunggu lama untuk hamil, tapi sekarang kok kelihatannya sangat sedih banget, apakah karena kondisi Mas Adam? Tapi sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan Maya, sesuatu yang tak ku ketahui, itu mungkin yang membuat dia mantap mengundurkan diri, rasanya mustahil Maya melakukan itu kalau tidak ada sesuatu yang besar, tapi apa?” Ujar Milla bertanya dalam hati.



***


“Eghhh, beb..ohhh enak banget beb…fuck ohhh fuck……..yeahh beb…harder… fuck me harder beb..” Rintihan dan erangan erotis dari mulut Olivia membahana memenuhi ruang kamar, posisinya yang telungkup ditindih oleh Anto terlihat sangat erotik, wajahnya terangkat dengan mata terpejam, bibirnya meringis saat kontol Sang pejantan begitu dalam menyodok memeknya.

Anto menjambak rambut Olivia dan terus menghujam kontolnya dengan kecepatan tinggi, beberapa saat memacu dan memompa memek olivia dengan kecepatan tinggi, Anto terengah-engah dan jatuh di punggung mulus olivia, kini bibirnya melata setiap jengkal leher perempuan cantik yang telah penuh peluh, tubuh keduanya terlihat mengkilap, Olivia melenguh merasa geli saat lidah Anto menjelajahi leher dan juga telinganya. Kontol Anto masih terbenam di dalam memek Olivia, kontol itu sama sekali tak surut, tetap tegak dan keras.

Anto lalu mencabut kontolnya dari memek Olivia, lelaki itu kemudian terlentang sambil mengusap wajahnya yang penuh keringat, Olivia menoleh dan segera bangkit, dengan sedikit berguling Olivia kemudian merangkak mendekati Anto yang terlentang, Anto memandang Olivia dengan tatapan tajam, jemari lentik olivia meraba dada Anto, kukunya yang panjang menggaruk pelan dada hingga perut sang pejantan.

Olivia mengangkangi Anto, lalu menciumi wajah sang pejantan dengan gemas, Olivia memburu bibir tebal Anto, lalu mereka saling melumat dengan penuh napsu, Anto memeluk leher olivia sambil terus membalas lumatan sang betina yang tengah dirasuki syahwat yang menggelora, Olivia menepis lengan Anto dan mengangkat lengan Anto keatas kepala lelaki itu, lidahnya kemudian menjilati leher Anto, tak sedikitpun dia merasa jijik dengan peluh Anto yang mengucur deras, putting susu Anto dilumatnya dengan penuh napsu, Anto meringis saat Olivia menggaruk putingnya dengan gigi, sambil tersenyum binal lidah Olivia terus menyusuri perut hingga kini tepat berada diatas kontol Anto yang mengacung tegak.

Di kucupnya ujung kontol Anto, lidah Olive menari-nari di lubang kencing pejantannya itu, terasa precum Anto, Olive mengelus kontol Anto, dan meremas biji Anto perlahan, Anto mengeraang mendapat perlakuan seperti itu, Anto harus mengakui bercinta dengan Olive memiliki sensasi sendiri, beda dengan Maya yang pasrah dan submissive, Olive terkadang bisa mendominasi permainan, dan Olive sangat paham titik sensitif lelaki.

Olive terlihat begitu menikmati bermain dengan kontol Anto, dihisapnya dengan dalam bagian kepala kontol Anto, sehingga membuat Anto meringis dan mendesis, sambil menghisap tak hentinya Olive meremas lembut biji pelir Anto, apa yang dirasakan Anto antara geli, nikmat dan ngilu bercampur menjadi satu, dan semua menimbulkan sensasi yang luar biasa, andai Anto bukan pria berpengalaman rasanya sudah sejak tadi dia croot.

Anto merasa waktunya untuk kembali mengambil alih permainan, ditariknya bahu Olive yang kemudian merangkak perlahan hingga kini batang kontol Anto tepat berada di bawah lubang memeknya, dengan tangan kirinya Olive meraih batang keras itu lalu dituntunnya ke arah lubang memeknya yang semakin basah.

“Oghhhhhhhhhhhhhh, ssssssssssssss.” Olive melenguh dan mendesis saat kontol besar itu masuk terbenam seluruhnya, kontol itu terasa begitu dalam menghujam lubang memeknya, olive kemudian mengangkat dan menurunkan pantatnya perlahan, sambil menikmati sensasi gesekan kontol itu di dinding memeknya, Olive memaju mundurkan pantatnya seolah kontol itu sebagai alat penggaruk memeknya yang gatal.

Anto kemudian mulai mengambil alih pimpinan, dipeluknya tubuh telanjang Olive, tubuh mulus itu kini menempel erat didada Anto, keduanya berciuman dengan penuh napsu, Anto mulai menggerakkan pantatnya perlahan menyodok lubang memek Olivia, perlahan gerakan Anto semakin cepat, kini Anto memompa kontolnya dengan cepat dan liar, Olive meringis menahan gempuran dan sodokan kontol Anto yang begitu intens, jeritannya tertahan oleh bibir Anto yang terus menerkam bibirnya, saat Anto melepaskan bibir Olive,m terlihat raungan Olive yang menyeramkan, “Fuck…yeah..fuckk aohhh shit fiuckkkk….ssss…..aahhh sssssss…….” Olive begitu kesetanan menikmati sodokan kontol Anto yang begitu cepat.

Anto mengendurkan serangannya, pompaannya kini terasa pelan dan lembut, terlihat batang kontolnya diselimuti krim putih dari cairan memek Olive, keduanya tenggelam kembali dalam ciuman yang penuh birahi.

Kini saatnya menuntaskan permainan yang telah berlangsung lebih dari 1 jam ini, Anto memeluk Olive kencang, dielusnya punggung mulus Olive, Tangan Anto mencengkram bongkahan pantat Olive, di tamparnya pantat putih mulus itu hingga memerah, tak lama kemudian kembali Anto mengerahkan sisa tenanganya untuk menggempur memek Olive, kontolnya keluar masuk dengan cepat, Anto terlihat beringas menyetubuhi sang betina, sedangkan sang betina meraung-raung antara perih dan nikmat, mulutnya ternganga merasakan nikmat yang luar biasa, Olive tahu ini saat terakhir dari permainan ini, gelombang orgasmenya mulai berdatangan, sodokan kontol Anto tak juga reda, napas keduanya terdengar memburu, Olive menggigit pundak Anto sambil meringis, orgasme hebat menyerangnya tanpa ampun, tubuhnya gemetar dalam pelukan Anto, sang pejantan tak memberi ampun, Anto terus memporak-porandakan lubang memek Olive dan hingga akhirnya Anto mengeram hebat, “Agghhhhhhhhhhhhhhhhhhhanjingggggggggg…..aghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.” Pantatnya menghentak kasar, Olive hanya bisa pasrah di dada Anto, tubuhnya telah letih dan hanya mampu memeluk leher pejantannya, Anto mengangkat pantat olive, kontolnya yang terlepas dari dalam memek Olive masih mengacung tegak, pemandangan luar biasa erotis terlihat saat sperma Anto menetes-netes dari memek Olive, sang betina kembali rebah didada sang pejantan, mereka kembali saling memagut mereguk kenikmatan yang masih tersisa.

***​

“Syukurlah bu, kondisi Pak Adam terpantau cukup stabil, dan perkembangannya cukup menggembirakan, kalau seperti ini terus, maka kemungkinan pemulihan beliau akan lebih cepat dari prediksi kita, tadi saya juga telah melaporkan perkembangan kondisi beliau kepada Prof Harso, dan menurut profesor jika dalam 2 minggu beliau menunjukkan perkembangan yang semakin baik, maka beliau akan dibangunkan, dan mudah-mudahan segera pulih.” ujar Dokter Irwan salah satu Tim dokter yang menangani Adam saat menjelaskan kepada Maya.

“Terima kasih dok, ya mudah-mudahan segera pulih amiinn…” Ucap Maya gembira, raut wajahnya terlihat lebih berseri saat mendengar kabar tersebut.

Adam telah dipindahkan dari ICU menuju ruang perawatan, sama seperti di Surabaya, ruang perawatan Adam juga ruangan VVIP, ruangan yang besar, mirip dengan kamar hotel, ada sofa tamu, ranjang buat Penunggu pasien, dan fasilitas lain yang cukup mewah.

Maya menatap suaminya yang tengah terbaring dengan berbagai peralatan medis disekitarnya, Adam seperti orang yang tengah tertidur pulas, betapa Maya hendak mengelus rambut dan pipi suaminya, namun Dokter melarangnya melakukan itu, dokter ingin meminimalisir stimulasi dari luar, termasuk sentuhan.

Maya melihat suaminya Adam kini sepenuhnya bergantung pada alat, irama napas Adam diatur oleh mesin, Maya melihat peralatan yang ada disekitar suaminya, andai semua itu dicopot, maka suaminya akan meninggal begitu saja, Maya Tiba-tiba teringat kembali dengan segala kenangan indah yang telah mereka lalui bersama, bayangan-bayangan itu bagai sebuah film yang tengah terputar di otaknya, Maya tersenyum-senyum sendiri saat mengingat momen lucu kenangan mereka, tiba-tiba bibir Maya bergetar, air matanya tumpah begitu saja tak mampu dibendung, punggungnya bergerak hebat seiring suara isak tangisnya yang tertahan.

“Maafkan aku yank, aku sungguh minta maaf ama kamu yank, aku tak pantas lagi mendampingimu yank, aku telah kotor dan nista, bahkan kini aku mengandung benih lelaki lain, rasanya aku tak pantas berada disini yank, aku mohon ijinkan aku untuk pergi yank, kamu terlalu sempurna buatku, maafkan aku yank, maafkan aku, yank cepet pulih…aku gak sanggup melihatmu seperti ini..aku akan mendampingimu sampai kamu pulih yank, lalu biarkan aku pergi…jangan mencariku ya…aku..aku gak punya hak lagi untuk menerima kasih sayangmu, maafkan aku sayank…kamu berhak mendapatkan wanita lain yang lebih baik dari aku..aku….mungkin kalau aku meninggalkanmu, kamu akan membenciku, ya aku berhak untuk dibenci.***k apa, asal kamu bisa melupakanku….hhhhghhh..” Maya berlari menuju kamar mandi, di kamar mandi Maya menangis sejadi-jadinya, dia ingin melepaskan semua kesedihan, semua rasa gundah, dan semua rasa bersalahnya.

Beberapa saat kemudian tangisnya mulai reda, Maya memandang wajahnya di cermin wastafel, tampak jelas wajahnya yang kusut tak bercahaya, matanya sembab karena banyak menangis, Maya menghela napasnya, dia tak pernah menduga kalau apa yang dimulainya akan membawanya pada hal serumit ini, cintanya pada suaminya semakin menguat seiring musibah yang menimpa Adam, namun baginya perpisahan adalah jalan yang tepat untuk diambilnya, walau terasa berat, namun intulah jalan terbaik bagi dirinya dan Adam, Maya tak sanggup melihat suaminya kecewa saat tahu apa yang sebenarnya terjadi, sungguh dia tak sanggup membayangkan semua itu, Maya mengenal benar karakter suaminya, Maya yakin seandainya Adam tahu perbuatan nistanya, pasti dia tak akan mampu mengamuk padanya, Maya tahu betapa lembut hati suaminya, itu sebabnya dia mengambil keputusan ini, “Ya saat mas Adam sudah pulih, aku akan pergi diam-diam, biarlah dia membenciku seumur hidupnya, mudah-mudahan dengan rasa bencinya, dia bisa melupakan aku, ya…” Ujar Maya dalam Hati.

Maya membetulkan riasan wajahnya, “aku harus menemui mas Anto, bagaimanapun juga dia harus tahu kehamilanku ini, karena aku yakin dia adalah pemilik benih yang ada di rahimku, aku yakin dia punya jalan keluar, jika memang mas Anto adalah takdirku, biarlah semua ini terjadi, apa yang aku mulai, harus kupertanggung jawabkan semua, ya andaipun dia tak ingin bertanggung jawab, biarlah aku akan mengurus anak ini, paling tidak dia harus tahu..”

Maya terkejut saat mendapati santoso telah berada di ruangan perawatan Adam, pria itu sedang duduk di sofa, lalu berdiri saat melihat Maya keluar dari kamar mandi. “Selamat siang mbak Maya.” Sapa Santoso.

Maya tersenyum kecil, “selamat siang pak Santo, dari tadi pak?” Tanya Maya basa-basi.

“Baru saja kok, oh ya kapan mas Adam dipindahkan?” Tanya Santoso.

“Belum lama kok pak, tadi kata dokter perkembangannya cukup baik..” lalu Maya menceritakan apa yang di sampaikan oleh dokter Irwan kepadanya tadi.

Santoso mengangguk-anguk, wajahnya terlihat gembira mendengar informasi tersebut, “Oh ya pak Santo, saya mau ke luar sebentar, tolong titip Mas Adam ya.” Ujar Maya.

“Ohh mbak Maya mau pergi?” Tanya Santoso.

“Ya mau kekantor sebentar, mau urus cuti.” Jawab Maya berbohong.

“Ohh ya baiklah.” Jawab Santoso yang menangkap gelagat mencurigakan dari perempuan tersebut.

Maya kemudian berpamitan dan segera pergi meninggalkan ruangan, setelah Maya menghilang di balik pintu, Santoso mengeluarkan hpnya, “Rad..mbak Maya barusan keluar, kalian coba buntuti kemana dia pergi, tapi jangan sampai ketahuan, dan ingat kalau ada apa-apa jangan ambil tindakan apapun tanpa seizin saya, kalian paham kan, oke..” Santoso menyimpan hp kembali ke sakunya, Santoso berjalan menuju jendela, disibakkan gorden jendela kamar perawatan Adam, dari lantai 14 Santoso melihat arus lalu lintas dibawah, “Mau kemana kamu mbak..” gumam Santoso.

Maya bergegas pergi menuju lift yang akan membawanya ke lobbi rumah sakit, berkali-kali maya menggerutu saat orang yang ditelponnya tak menjawab panggilannya, Maya melihat Lift semakin turun dan kini sudah sampai di lobbi, dengan tergesa-gesa Maya kemudian berjalan menuju keluar, Maya mengangguk tersenyum membalas sapaan satpam, maya berdiri sejenak di luar lobby, dilihatnya sebuah taksi biru sedang datang kearahnya, Maya menunggu sampai penumpang taksi itu turun, lalu dia melambai memanggil taksi dibantu Satpam rumah sakit, bersamaan dengan itu mobil yang ditumpangi Milla dan suaminya baru saja tiba, Milla melihat dengan heran saat Maya masuk ke dalam taksi, milla dan suaminya saling memandang, “Kita ikutin yah..” Ujar Milla pada suaminya yang dibalas dengan anggukkan suaminya.

Tanpa Milla dan suaminya menyadari, ada sebuah mobil lain yang juga mengikuti taksi yang ditumpangi Maya, mobil itu berisi dua orang yang tak lain adalah Murad dan Rebon, saat melihat Maya masuk kedalam taksi, Murad dan rebon yang sudah standby sejak tadi langsung tancap gas mengikuti taksi.

“Mau kemana si Maya itu Bund? Kok kaya terburu-buru ya.” Ujar Andi pada istrinya.

“Gak tahu juga yah, bunda juga merasa aneh, kenapa dia pergi dari rumah sakit, dan arah ini rasanya bukan ke rumahnya deh.” Jawab Milla, “Ehh tuh dia belok ke sana yah..” Milla menunjuk ke arah taksi.

Milla mendongak keluar kaca mobil, dilihatnya sebuah gedung tinggi bertuliskan Apartemen CityView, Mila dan suaminya saling memandang, “Mau kemana si Maya ya.” Tanya Milla heran.

Mobil yang ditumpangi Murad juga telah tiba di belakang mobil Milla, mereka berdua juga saling memandang heran, namun keduanya tak saling bicara, Murad kembali fokus mengikuti mobil taksi yang ditumpangi Maya.

Milla meminta suaminya untuk berjalan perlahan, keduanya menunggu taksi masuk ke dalam lingkungan apartemen, Milla melihat sebuah mobil lain juga masuk dibelakang taksi tersebut, Milla lalu meminta suaminya ikut masuk ke area apartemen, Milla terus mengikuti taksi yang kini masuk ke depan Lobbi, taksi tersebut kemudian berhenti, dan Milla melihat Maya turun membayar ongkos pada supir taksi, lalu Terlihat Maya bergegas masuk ke dalam lobbi apartemen.

“Yah..bunda turun disini aja, ayah parkir aja dulu, tunggu di bawah aja, nanti bunda telepon.” Milla kemudian turun dari mobil dan berlari kecil menuju lobbi apartemen. Saat didalam, Milla melihat Maya rupanya sudah masuk ke dalam lift, Milla mengejar Maya, namun lift sudah tertutup, Maya menunggu ke lantai berapa lift akan berhenti, beberapa saat kemudian Milla melihat angka lantai Lift yang dinaiki Maya berhenti.

Tiba-tiba seorang pria berwajah seram juga terlihat bergegas menunggu lift di samping lift yang tadi di naiki Maya, Milla sedikit insecure berada di dekat lelaki seram itu, namun melihat lelaki itu sama sekali tak mempedulikan keberadaannya, Milla agak sedikit tenang, Milla sedikit kesal karena Lift yang ditunggunya terlalu lama turun, beberapa kali lift itu berhenti agak lama di salah satu lantai.



***​



Maya berjalan perlahan keluar dari lift, diambilnya kotak bedak di dalam tas, di perbaikinya riasan wajahnya, Maya kemudian berjalan menuju kamar apartemen Anto, entah kenapa Maya merasa sedikit gugup saat langkahnya semakin dekat, dadanya berdebar kencang, hatinya berdesir-desir tak karuan.

Maya kemudian menghela napas saat berada didepan pintu kamar Anto, ditariknya napas dalam-dalam, Maya kemudian menekan tombol bel, terdengar suara bel di dalam kamar, tak lama pintu terbuka, dibalik pintu muncul sosok Anto bertelanjang dada hanya menggunakan handuk, badannya penuh peluh, Anto terkejut setengah mati saat melihat Maya berada di depan kamarnya, “Dek Maya..ada apa kesini.” Tanya Anto terbata-bata dengan suara pelan, sesekali kepalanya menoleh ke dalam kamarnya.

Maya terlihat heran dengan sikap Anto, “Mas, aku ingin bicara, ada sesuatu yang ingin aku kasih tahu mas.” Ujar Maya, Anto terlihat gugup dan kebingungan.

“Kok kamu diem aja, apa gak mau ajak aku masuk? Kamu abis ngapain sih mas, kok keringatan gitu.” Ujar Maya menyentuh dada telanjang Anto.

“Dek, eghhh…kamu…duhh..tunggu dibawah ya…nanti mas susul..” Ujar Anto gugup.

“Maksud kamu?” tanya Maya heran.

“Beb…kamu ngapain sih? Ada siapa?” Suara Olive terdengar jelas.

“Siapa itu mas, kamu ama siapa?” Baru saja Maya selesai bicara, sosok Olive muncul di belakang Anto, tubuhnya juga terbalut handuk putih, Olive sedikit keheranan dengan kehadiran Maya.

“Siapa dia beb?” Tanya Olivia.

“Bukan siapa-siapa kok beb..mbak kayaknya salah unit deh, saya gak kenal mbak.” Anto mendorong Maya menjauh, lalu menarik Olive masuk kembali ke dalam, Anto membanting pintu kamar, Maya hanya terdiam mematung, Maya yang lugu yang tak pernah berani berkonfrontir dengan orang lain, Maya yang penakut yang tak pernah bisa bertengkar dengan orang lain hanya diam mematung, air matanya kembali jatuh, orang yang selama ini dipujanya, orang yang selama ini dipercaya sebagai lelaki baik dan memanjakannya, kini terlihat aslinya…

Tubuh Maya tiba-tiba terasa ringan, perutnya tiba-tiba terasa sakit yang luar biasa, Maya berusaha berjalan menjauhi unit apartemen Anto, dia meraba-raba dinding, namun sepertinya Maya sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit di perutnya, dia jatuh terduduk bersimpuh sambil memegang perutnya, kepalanya berputar karena sakit yang begitu hebat di perutnya, Maya tak ingat apa-apa lagi dan tergeletak, di celananya terlihat genangan gelap.

Milla yang tiba bersama lelaki seram itu terkejut melihat Maya tergeletak, belum hilang rasa kagetnya, tiba-tiba lelaki seram yang tadi bersamanya di lift menghampiri Maya.

“May……lu kenapa….” Milla terlihat panik.

Lelaki seram yang bersamanya terlihat mencari cari sesuatu, dan melihat ke arah pintu-pintu kamar, namun perhatiannya kini terpusat pada sosok Maya yang tergeletak, dilihatnya seorang perempuan sedang mengguncang tubuh Maya dan berteriak, “May….darah..”

“Sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit mbak.” Lelaki itu dengan sigap menggendong Maya dan berlari menuju Lift, Milla mulai menangis karena panik, diikuti lelaki tersebut masuk ke dalam lift.

***​

Bersambung
end part 65
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd