Diary Seorang Istri
Part 56 - Firasat Maya
“Ada apa dek, kok kayaknya kamu gelisah terus aku perhatikan sejak pulang dari pantai..” Tanya Anto yang melihat Maya sedang termenung di balkon bungalow.
Maya yang diajak bicara sepertinya tak mendengar ucapan Anto, dia memandang lautan yang mulai tak terlihat karena gelap, deburan ombak terdengar menderu, sesekali Maya terlihat menggigit jemarinya, tampak jelas kegelisahan dari bahasa tubuhnya.
“Dek..” Anto menyentuh pundak Maya, dan membuat Maya tersadar kalau Anto tengah berada bersamanya.
“Ehh mas…” Maya berusaha tersenyum walau terlihat cukup hambar.
Anto mencengkram kedua bahu Maya dan membalikkan tubuh perempuan cantik itu hingga menghadapnya, “Kamu kenapa dek? Kamu kelihatan gelisah…ada apa?” Anto menatap mata Maya, Wanita cantik itu berusaha menghindari tatapan pria didepannya ini.
“Dek..ada apa? Jangan membuat mas khawatir dek?” Ujar Anto memegang dagu Maya.
Maya menatap wajah pria didepannya ini, namun tak lama kemudian dia menunduk, “Gak tau mas, perasaanku sejak tadi gak enak, hatiku berdesir terus sejak tadi, sepertinya…..ahh aku gak tahu..” Maya kemudian berjalan masuk kembali ke bungalow. Maya kemudioan duduk sambil bertopang dagu, hatinya terus berdesir dan semakin hebat membuatnya tak nyaman.
Anto mengikuti Maya dan duduk berllutut didepannya, sambil mengelus lengan Maya Anto kembali bertanya, dia sungguh tak mengerti kenapa tiba-tiba Maya berubah sikap seperti ini, “Mas..kita pulang aja ya..aku..aku..perasaanku benar-benar gak enak, aku….” Maya kemudian menutup wajahnya, Maya juga bingung kenapa hatinya berdesir tak karuan seperti ini, pikirannya dipenuhi kekhawatiran terhadap Adam suaminya.
Dalam kondisi normal, ucapan Maya itu sudah pasti akan ditentang Anto, dia akan melakukan berbagai cara untuk membuat Maya berada didekatnya, namun setelah sore tadi mendengar kabar rencana kepulangan Olivia, Anto sendiri menjadi pusing setengah mati, tadinya dia bingung bagaimana caranya untuk bisa mengajak Maya pulang sebelum besok, karena jika pulang besok sesuai rencana, maka Anto tak punya waktu banyak untuk membersihkan apartemen, dan memastikan Olivia tak mencium keberadaan Maya di apartemen, dan sekarang semuanya sepertinya berpihak pada Anto, tiba-tiba saja wanita cantik ini mengajaknya pulang, dalam hati Anto bersorak, walau sebenarnya dalam hati dia masih ingin menikmati tubuh mulus wanita cantik ini paling tidak sampai malam ini.
Anto melihat Maya sepertinya benar-benar bertambah gelisah, dengan gaya sok gentlement, Anto melepaskan kedua tangan Maya yang menutupi wajahnya, “Dek Maya yakin mau pulang?” Tanya Anto.
Maya mengangguk sambil menatap kosong wajah kekasih gelapnya ini, Anto memegang jemari lentiknya dengan erat, Maya membalas dengan hangat, “Maafkan adek mas, adek benar-benar gelisah dan rasanya ingin cepat-cepat pulang, gak apa kan mas, kamu gak marah kan mas?” Tanya Maya, Anto melihat butiran bening mulai menggelayut di mata indah itu.
Maya juga bingung, hatinya mendua dengan dilema, satu sisi hatinya sangat kuat menginginkan pulang karena kegelisahannya itu, satu sisi lainnya Maya merasa tak enak dengan Anto, dia gak ingin kekasih gelapnya itu marah karena tiba-tiba dirinya mengajak pria itu pulang.
“Gak apa-apa dek, mas gak marah..yang penting bagi mas, dek maya bahagia, kalau dek Maya gelisah seperti ini, Mas merasa serba salah, dan mas juga merasa sedih melihat dek Maya tak nyaman berada disini. Mas sayang ama dek Maya, selama bisa membuat dek Maya bahagia apapun akan mas lakukan.” Ujar Anto dengan bualan gombalnya.
Maya benar-benar wanita polos yang tak mengerti apa-apa, mendengar ucapan Anto tersebut Maya segera menghambur kepelukan pria itu, “Terima kasih ya mas, sudah mengerti keadaanku..” bisik maya lirih dipelukan Anto.
Aroma Maya sungguh membuat syahwat Anto bergejolak, kulit lembut wanita cantik itu terasa hangat dan halus, namun Anto mati-matian berusaha menahan birahinya, dia teringat akan kepulangan Olivia, Anto mengelus punggung Maya yang masih terbenam dalam pelukannya.
“Ya sudah dek kalau dek Maya ingin pulang, kita siap-siap dulu, mas beresin dulu baju kita ya, dek Maya disini aja, biar Mas yang beresin semua.” Anto melepaskan pelukan Maya dan mulai membereskan bawaan mereka.
“Makasih ya mas..” Maya melihat Anto yang tengah sibuk melipat pakaian dam memasukkan dalam kantung plastik, Maya merasa bersalah pada pria gagah yang telah mengenalkannya pada kehidupan yang baru, Pria yang membuatnya menajdi wanita seutuhnya, Maya tersenyum menatap Anto yang masih sibuk berberes.
***
“Pak Adam…pak Adam…” Waluyo mengguncang tubuh Adam yang diam kaku, hujan mulai sedikit reda dan menyisakan rintik-rintik kecil, tiba-tiba Waluyo melihat lampu sebuah sepeda motor mendekat, dengan sikap waspada Waluyo mengamati pengendara motor tersebut, semakin dekat Waluyo bisa melihat pengendara itu adalah seorang pria dengan menggunakan jas hujan dari plastik, Waluyo menarik napas lega, dia tadinya khawatir kalau gerombolan orang tadi balik lagi.
Waluyo meletakkan tubuh Adam perlahan dia kemudian berdiri dan melambaikan tangan sambil berteriak mencoba menarik perhatian pengendara tersebut. Rupanya usaha Waluyo membuahkan hasil pengendara tersebut melihat Waluyo dan kemudian menghampirinya. Namun melihat ada sosok yang tergeletak didekat Waluyo membuat pengendara motor itu berhenti, dia sepertinya ragu mendekati Waluyo.
“Pak…tolong kami pak…tolong…” Teriak Waluyo, entah karena takut atau apa, pengendara motor tersebut malah berbalik dan mempercepat laju motor meninggalkan Waluyo.
“Pak…pak….” Waluyo berteriak bagai orang kesetanan, namun rupanya pengendara motor tersebut telah menghilang di balik kegelapan malam, Waluyo terduduk dan merasa kesal, dengan kesal dia meninju tanah yang basah, Waluyo menatap Adam yang terlentang kaku, Waluyo merangkak mendekati Adam, di periksanya napas pria itu, sisi wajah Waluyo menempel didada Adam, Waluyo berusaha memastikan kalau Adam masih hidup, “Syukurlah pak Adam masih hidup, tapi aku harus cepat membawa Pak Adam ke rumah sakit, aku takut kalau terlambat tertolong, nyawa Pak Adam bisa tak selamat.” Waluyo kemudian berusaha membopong tubuh Adam, tanah basah yang dijaknya terasa licin dan membuatnya kesulitan untuk mengangkat tubuh Adam yang terbujur kaku.
“Maaf pak Adam, saya terpaksa menyeret tubuh pak Adam, mohon maafkan kelancangan saya..” Waluyo memegang kedua tangan Adam dan berusaha menyeretnya ke mobil, kembali beberapa kali Waluyo terpeleset karena tanah licin, dengan susah payah Waluyo berusaha tak menyerah, dia harus menyelamatkan nyawa pria baik ini sekuat tenaganya.
Waluyo terus berusaha menyeret tubuh Adam sekuat tenaganya, tubuhnya yang kecil dan usianya yang tak muda lagi membuat Waluyo cukup kepayahan menyeret tubuh Adam, apalagi kondisi tanah yang menjadi pijakannya sangat licin akibat hujan, berkali-kali Waluyo terjatuh saat menyeret tubuh Adam.
Tiba-tiba telinganya menangkap suara motor mendekat, kali ini bukan satu tapi dua, oh bukan tiga sepertinya, Hati Waluyo berdesir dan waspada, dia berdoa kalau yang datang itu bukanlah gerombolan yang mengeroyok mereka tadi, konvoi motor itu terdengar semakin dekat, lampu-lampu motor itu mulai terlihat dan semakin menyilaukan mata. Suara seorang gadis terdengar berteriak histeris memanggil nama Adam, Waluyo menarik napas lega, suara gadis itu sangat dikenalinya, suara Anissa!!!, Waluyo terduduk karenaa merasa lega, Anissa berhambur dan terdengar menangis mengguncang tubuh Adam.
“Pak Adam…Pak Adam….Bangun pak…bapak kenapa……….” Anissa mengguncang tubuh Adam dengan histeris, Matanya melotot dan melihat tangannya, darah segar menodai tangan halusnya, seketika tangisnya meledak, “Pak Adam…Pak Adam…kenapa dengan pak Adam pak…” Anissa bertanya pada Waluyo yang mulai lelah.
Beberapa pria kemudian terlihat mendekat, salah satu pria itu adalah bapak Anissa, beberapa lelaki yang ada disana mengangkat tubuh Adam naik ke mobil, Waluyo tertatih bangkit dan bergegas menuju mobil.
“Tenang Nduk..pak Adam harus segera dibawa ke rumah sakit, kelihatannya beliau terluka parah.” Bapak Anissa berusaha sekuat tenaga menenangkan putrinya.
“Pak Adam kenapa pak…” Anissa terisak di pelukan ayahnya, salah seorang pria yang membantu tadi bergegas menghampiri bapak Anissa, “Pak, sepertinya calon menantu bapak itu terluka parah, kepalanya terus mengeluarkan darah, tadi saya lihat telinganya juga mengeluarkan darah.., sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit pak.” Bapak Anissa hanya mengangguk, tiba-tiba Anissa terkulai lemah di pelukan bapaknya.
“Ndukk.ndukkk…” Bapak Anissa menepuk pipi Anissa dengan lembut, rupanya Anissa pingsan saat mendengar ucapan pria tadi.
***
Seorang pria berjalan tergesa-gesa memasuki koridor rumah sakit, dari penampilannya sepertinya pria itu bukan pria sembarangan, apalagi beberapa orang mengikuti juga dibelakangnya dengan tergesa-gesa, satpam setempat juga ikut mengantar pria itu menuju tempat yang ditujunya.
Waluyo yang melihat bos besarnya datang segera bangun dari duduk, dengan badan setengah membungkuk Waluyo menyambut bosnya itu, “Bagaimana semua ini bisa terjadi pak, lantas bagaimana kondisi Pak Adam?” Tanya Edwin
“Mohon maaf atas ketidak mampuan saya menjaga Pak Adam pak, kejadiannya begitu…:” Ucapan Waluyo terhenti saat pintu ruang operasi terbuka, tiga orang dokter terlihat keluar dari ruangan operasi. Edwin Segera menghampiri dokter.
“Bagaimana kondisi pasien pak?”
“Kondisi pasien saat ini stabil pak, kami telah berhasil mengeluarkan cairan darah yang menggumpal di otak beliau, saat ini kami hendak bicara dengan wali pasien, apa sudah hadir? Ada sesuatu yang perlu dibicarakan pak.” Ucap Dokter.
“Staff saya berusaha mencari keberadaan istri beliau pak, apa ada yang mengkhawatirkan pak?” tanya Edwin
Dokter sepertinya enggan untuk mengutarakan keadaan Adam pasca operasi, namun melihat orang yang didepannya bukan orang sembarangan, dokter juga segan untuk bicara yang mungkin terkesan tak sopan pada pria ini.
“Pak Adam terkena gegar otak pak, dan kami berkesimpulan tindakan yang tepat untuk memulihkan kondisi beliau adalah membuat beliau tidur selama 1 bulan minimal.”
“Maksud dokter?” Tanya Edwin tak paham
“Kami akan membuat Pak Adam seperti pasien dalam kondisi koma pak, kami berencana melakukan itu semata-semata demi memulihkan kondisi beliau, kalau prosedur itu tak dilakukan, kami khawatir Pak Adam akan terkena amnesia permanen, kondisi beliau sangat rentan jadi sama sekali gak boleh diganggu bahkan untuk hal sekecil apapun, dan kami merasa itu adalah tindakan yang paling tepat untuk saat ini.”
“Dan untuk prosedur ini, kami membutuhkan persetujuan dari wali beliau, mungkin bapak bisa mengupayakan agar bisa menghubungi wali beliau paling lambat 24 jam ke depan pak.” Lanjut dokter tersebut
***
Anissa dan bapaknya datang di rumah sakit dengan bergegas, mereka tak tahu kalau Adam ternyata langsung di pindahkan ke rumah sakit terbesar dan tercanggih di kota ini, Anissa berusaha menahan perasaannya yang benar-benar kalut setengah mati, namun bapaknya menyadari kalau putrinya saat ini telah beranjak dewasa, melihat reaksi Anissa saat mendapati kondisi Adam yang memprihatinkan, Bapak Anissa tahu, sesuatu telah terjadi pada putrinya.
Anissa membungkuk memberi hormat kepada Edwin yang menyambutnya, “Mbak ini..sekretaris Pak Adam kan?” tanya Edwin yang mengenali Anissa.
Anissa mengangguk, “Ini bapak saya pak.” Anissa memperkenalkan bapaknya.
Edwin mengangguk sambil tersenyum, “Kondisi Pak Adam stabil, beliau baru selesai dioperasi untuk mengeluarkan cairan darah yang menggumpal di kepalanya, oh ya mbak tahu nomor hp istri Pak Adam?” Tanya Edwin.
Anissa menggeleng, “Saya tidak tahu pak, pak Adam tak pernah cerita hal-hal pribadi pada saya, tapi ini saya menemukan hp pak Adam di lokasi, barangkali bisa dilihat disini, saya gak bisa membukanya karena pak Adam menggunakan face ID, mungkin bisa minta bantuan dokter pak.” Anissa menyerahkan Hp Adam kepada Edwin.
“Saya juga sudah menghubungi pak Roberts, beliau saat ini sedang menghubungi bagian personalia untuk membuka data Pak Adam, karena sepertinya tak ada yang tahu bagaimana menghubungi istri pak Adam, terima kasih ya mbak, nanti saya akan minta bantuan dokter untuk membuka hp ini.” Ujar Edwin lagi.
Anissa sungguh bingung dengan keadaan pria pujaan hatinya itu, untuk bertanya pada Edwin dia sungguh sungkan, Nissa duduk di depan kamar operasi sambil memainkan jemari lentiknya, terlihat sekali kalau gadis manis ini sungguh gelisah.
Edwin memegang iphone milik Adam, tiba-tiba hp Adam berdering, Anissa dan Edwin terkejut mendengarnya, keduanya saling berpandangan, Edwin melihat Nama Santo di layar, “Santo..” ujar Edwin setengah berbisik.
Edwin menjawab panggilan itu, Nissa melihat dan mencoba mengetahui siapa yang menelpon, Nissa mengernyitkan kening kesal saat Edwin beranjak dan menjawab panggilan itu sambil berjalan menjauhinya, di kejauhan Nissa meihat dua orang polisi telah tiba di rumah sakit, kedua polisi itu berjalan menghampiri dirinya.
***
Bersambung.