Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Maaf ya buat Prem terpaksa ketunda, soalnya istri mendadak dapat jadwal operasi gigi, jadi udah hampir 3 bulan sejak januari nunggu jadwal operasi, gak taunya tiba2 aja Kamis di suruh Dateng ke rumah sakit untuk siap2 operasi, jadinya ane musti handel semuanya, bocah sekolah sampe bolak balik ke Rumkit. Ya syukurlah udah selesai operasinya, mudah2an besok segera rilis bab 62 dan 63
 
Maaf ya buat Prem terpaksa ketunda, soalnya istri mendadak dapat jadwal operasi gigi, jadi udah hampir 3 bulan sejak januari nunggu jadwal operasi, gak taunya tiba2 aja Kamis di suruh Dateng ke rumah sakit untuk siap2 operasi, jadinya ane musti handel semuanya, bocah sekolah sampe bolak balik ke Rumkit. Ya syukurlah udah selesai operasinya, mudah2an besok segera rilis bab 62 dan 63
Lancar RL sehat selalu Hu,
 
Maaf ya buat Prem terpaksa ketunda, soalnya istri mendadak dapat jadwal operasi gigi, jadi udah hampir 3 bulan sejak januari nunggu jadwal operasi, gak taunya tiba2 aja Kamis di suruh Dateng ke rumah sakit untuk siap2 operasi, jadinya ane musti handel semuanya, bocah sekolah sampe bolak balik ke Rumkit. Ya syukurlah udah selesai operasinya, mudah2an besok segera rilis bab 62 dan 63
Semoga keluarga suhu baik2 selalu dan sehat kembali
 
Maaf ya buat Prem terpaksa ketunda, soalnya istri mendadak dapat jadwal operasi gigi, jadi udah hampir 3 bulan sejak januari nunggu jadwal operasi, gak taunya tiba2 aja Kamis di suruh Dateng ke rumah sakit untuk siap2 operasi, jadinya ane musti handel semuanya, bocah sekolah sampe bolak balik ke Rumkit. Ya syukurlah udah selesai operasinya, mudah2an besok segera rilis bab 62 dan 63
Sehat sehat untuk kluarga suhu,ttep semangat
 
Maaf ya buat Prem terpaksa ketunda, soalnya istri mendadak dapat jadwal operasi gigi, jadi udah hampir 3 bulan sejak januari nunggu jadwal operasi, gak taunya tiba2 aja Kamis di suruh Dateng ke rumah sakit untuk siap2 operasi, jadinya ane musti handel semuanya, bocah sekolah sampe bolak balik ke Rumkit. Ya syukurlah udah selesai operasinya, mudah2an besok segera rilis bab 62 dan 63
Cepet sembuh dan pulih kembali buat istri om @pujangga2000..
Tetep semangat dan keep healty
 
Maaf ya buat Prem terpaksa ketunda, soalnya istri mendadak dapat jadwal operasi gigi, jadi udah hampir 3 bulan sejak januari nunggu jadwal operasi, gak taunya tiba2 aja Kamis di suruh Dateng ke rumah sakit untuk siap2 operasi, jadinya ane musti handel semuanya, bocah sekolah sampe bolak balik ke Rumkit. Ya syukurlah udah selesai operasinya, mudah2an besok segera rilis bab 62 dan 63
Semoga istrinya kembali sehat hu...
Aammiin
 
Diary Seorang Istri
Part 58 - Wajah Familiar



Beberapa Saat Sebelum Insiden

Sepeninggal Adam, Anissa membereskan piring-piring bekas makan, gadis itu membawa piring-piring itu ke dapur untuk dicuci, ibunya membereskan makanan yang masih ada untuk disimpan, makanan yang kering dikumpulkan menjadi satu, Ibu Anissa membawa peralatan makan yang kotor ke dapur, di pintu dapur, ibu Anissa melihat putrinya sedang mencuci piring sambil bernyanyi kecil, kebahagiaan terlihat dari wajah cantiknya, sebagai orang tua yang melahirkan, sang ibu tahu benar apa yang sedang dirasakan anak gadisnya itu, perlahan wanita paruh baya itu mendekati Anissa.

“Udah bu, istirahat saja, biar Nissa yang beresin semua, ibu pasti lelah kan..” Anissa melirik ibunya yang sedang membantu mengeringkan piring yang baru saja dicuci oleh Nissa.

“Ndak apa nduk, ibu juga belum ngantuk..” perempuan setengah baya itu tersenyum dan melanjutkan mengeringkan piring-piring yang masih basah itu.

Anissa hanya tersenyum dan membiarkan ibunya melakukan apa yang di sukainya, “Nduk…ibu ingin kamu berhati-hati..” ucap Ibu Anissa, suaranya terdengar pelan bagai bisikan, Anissa menoleh pada ibunya itu.

“Ibu bicara sesuatu?” Tanya Anissa.

“Hmmm, ibu Cuma bilang agar kamu berhati-hati nduk.” Ucap ibunya.

“Berhati-hati? Emangnya aku lagi nyebrang jalan bu, hihihi…ibu ini ada-ada aja.” Ujar Anissa sambil tertawa.

Ibu Anissa melihat ke arah putri cantiknya itu, lalu memegang kedua tangan anak gadisnya itu, “Nduk, ibu tahu apa yang kamu rasakan, ibu juga tahu apa yang membuat hati kamu sangat senang hari ini, makanya ibu minta kamu hati-hati.. ibu gak ingin kamu terluka sayang..”

“Maksud ibu apa sih, kok ibu tiba-tiba minta aku berhati hati terus..” Nisa memonyongkan bibirnya yang indah.

“Hmmm, siapapun yang kamu pikirkan saat ini, ibu hanya berharap bahwa itu tetap kamu simpan di dalam hatimu saja ya, jangan sampai lebih dari itu, hmmm ibu ke dalam dulu ya nduk,” Ibunya kemudian masuk kembali kedalam rumah.

Anissa hanya diam, pandangan matanya mengikuti langkah ibunya, kata-kata ibunya tadi terngiang-ngiang di kepalanya, begitu dalam makna kata-kata itu baginya, “Ya ibu benar, aku harus tetap menyimpan semua ini di hati, gak boleh lebih dari itu..” Nisa mencuci tangannya dan kemudian menuju kamar mandi untuk berwudlu.

***​

“Ya Allah, ampuni aku yang memiliki perasaan ini, harusnya aku tak membiarkan perasaanku tumbuh membesar, namun aku juga tak kuasa menghentikan ini semua ya Allah, ampuni aku ya Allah…” tiba-tiba NIssa mendengar suara orang mengetuk pintu rumahnya dengan terburu-buru, Nissa membuka mukenahnya dan melipatnya dengan rapih, terdengar suara bapaknya membuka pintu, Nissa tiba-tiba terkejut ketika mendengar suara bapaknya seperti panik, perlahan Nissa membuka pintu kamarnya untuk melihat apa yang terjadi, di ruang tamu Nissa melihat seorang Pria yang rupanya tetangganya sedang berbincang dengan bapak, pria itu adalah pak Parmin, tubuhnya terlihat basah kuyup karena kehujanan, Nissa mencoba mendengarkan percakapan kedua pria itu.

“Ada pak..kenapa pak Parmin seperti panik gini, ada apa pak.” Tanya Bapak Nissa.

“Niku pak..nyuwun pangapunten..tadi saya baru saja hendak pergi beli rokok, di jalan saya ketemu dengan calon menantu bapak, tapi…sepertinya ada sesuatu pak, supir calon menantu bapak sedang memegang kepala calone dek Nissa, sepertinya bojone dek Nissa sedang tergeletak di jalan pak..saya takut dan buru-buru kesini..sepertinya kondisinya gawat pak..” Pak Parmin terengah-engah memberikan penjelasan, sepertinya pria itu dalam kondisi shock.

“Calon mantu saya? Sinten pak? Oalahhh…” Bapak Anissa mulai paham siapa yang dimaksud Parmin.

“Nggih pak…sebaiknya kita segera kesana pak, saya kuatir dengan keadaan beliau.” Uajr Parmin dengan wajah gugup. Bapak Nissa segera masuk kembali ke kemar untuk mengambil senter dan jaket. NIssa yang mendengar ucapan Parmin seketika mulai ikut panik, hatinya berdegup tak karuan, seketika Nissa keluar dari kamar dengan wajah terkejut.

“Ada apa pak, siapa yang tergeletak?” Tanya Nissa dengan suara bergetar.

“Itu mbak, tamu njenengan yang pakai mobil tadi..” Jawab Parmin.

“Apa…lalu kondisinya bagaimana pak.” NIssa mulai panik.

“Saya kurang tahu mbak, saya langsung saja kesini untuk memberitahu pak Darman.” Ucap Parmin.

Baru saja Nissa hendak bertanya, bapaknya telah keluar dari kamar dengan tergesa-gesa, “Kamu tunggu di rumah Nis, biar bapak yang lihat ke sana,” Ujar Pak Darman, ayah Anissa.

“Ndak pak..saya harus ikut..tunggu sebentar.” Nissa segera masuk kekamarnya untuk memakai jaket.

Beberapa orang tetangga pak Darman yang lain telah tiba di rumah, mereka sepertinya mendengar keributan kecil yang terjadi, Niisa keluar dari rumah, “Sudah nduk kamu dirumah saja, apalagi sekarang hujan..” Pak Darman mencoba melarang putrinya ikut, namun Nissa tetap memaksa ikut, salah seorang tetangga pak Darman juga ikut dengan mereka menuju tempat Adam tergeletak.

Jarak antara rumah Pak Darman dengan lokasi insiden hanya sekitar 5 menit, hujan juga sudah reda sepenuhnya, motor pak Parmin yang berada didepan berhenti, sorot lampu motor menerangi lokasi insiden, terlihat Waluyo sedang memeluk kepala Adam yang tergeletak, wajah Waluyo terlihat pucat pasi, sepertinya sejak tadi dia tak beranjak dari posisinya karena khawatir dengan kondisi Adam.

Melihat pria yang dicintainya tergeletak tak berdaya, pupil mata Anissa mendelik, rasa panik dan jantungnya mulai berdegup kencang, Nisa menutup mulutnya karena begitu terkejut, tanpa disadarinya air mata mulai deras menetes dari matanya yang cantik, tanpa sadar Nisa berlari sekencangnya ke arah Adam yang tergeletak, tangisnya pecah melihat kondisi Adam yang memprihatinkan, Pak darman dan parmin segera menghampiri Adam, begitu juga salah seorang tetangganya, Pak Darman menyuruh tetangganya tadi untuk melapor ke babinsa yang rumahnya tak terlalu jauh dari rumah pak Darman.

NIsa yang begitu panik mulai terisak-isak, di usapnya wajah Adam yang terlihat seperti tidur lelap, Nisa bertanya melalui matanya tanpa bersuara, Waluyo hanya menggeleng pelan, NIsa melihat kearah bapaknya, “Pak..gimana ini pak..” Tanya NIssa disela isaknya. Pak Darman hanya mengucap kata sabar, mencoba menenangkan putrinya.

Nisa mengusap kepala Adam yang berada di paha Waluyo, Nisa mendelik saat merasa tangannya menyentuh sesuatu, Nissa melihat tangannya kini bernoda merah, “darah…” Tiba-tiba Nissa lunglai dan lemas, Pak Darman yang memperhatikan putrinya dengan sigap memeluk putrinya yang pingsan, “Duh nduk….” Ucap Pak Darman setengah berbisik.

***​

“Baik koh, saya paham, ya..ya saya akan segera kesana dengan istrinya, saya akan berusaha secepatnya mencari istrinya itu, tolong jaga Mas Adam ya koh..” Santoso kemudian menghubungi dua orang bodyguardnya yang sedang dalam perjalanan mengantar Donna ke bandara, “Murad, kon nang endi, cepet balik ada sesuatu terjadi.***k usah ke bandara langsung putar balik saja, iya langsung ke resort, nda usah banyak tanya, laksanakan aja.” Santoso menghentikan pembicaraannya.

Santoso kemudian menghubungi salah seorang kenalannya, “Iya mas, aku butuh bantuan mas. begini….” Santoso kemudian menceritakan kejadian tentang Adam, hampir sepuluh menit Santoso berbicara dengan kawannya itu, “Oke thanks mas, jam 2 pagi ya, baik gak apa, terima kasih banyak loh mas, saya hutang budi ama jenengan..”

Untuk pengusaha sekelas Santoso yang memiliki banyak koneksi, tak sulit baginya untuk meminta bantuan transportasi dadakan seperti ini, rupanya Santoso baru saja menelpon salah seorang rekannya untuk meminjam pesawat pribadi, dan menurut temannya paling tidak perlu waktu sekitar 4 jam untuk persiapan teknis, hingga akhirnya dijadwalkan Santoso akan berangkat jam 2 pagi nanti.

Santoso kemudiaan mempersiapkan segala sesuatunya untuk berangkat ke Surabaya, Santoso terus memantau perkembangan kondisi Adam di Surabaya, sekaligus menunggu informasi alamat Rumah Adam, Santoso berencana menjemput Maya untuk diajak bareng ke Surabaya, karena pada dasarnya Maya yang diperlukan keberadaannya di sana.

Santoso juga teringat dengan rekaman CCTV yang dilihatnya tadi, dia juga sedikit cemas dengan kenyataan yang dilihatnya, Santoso berusaha menyangkal di pikirannya, namun betapapun usahanya untuk menyangkal, dia juga tak bisa membohongi kecurigaannya kalau Maya tengah berselingkuh dengan sosok pria yang pernah terlibat masalah dengannya.

“Kok aku gak bisa percaya ya, tapi Tato itu rasanya aku gak keliru, ahh..ada apa ini, bangsat itu lagi? Jika memang orang yang bersama Maya itu adalah si Bangsat itu, maka aku tak akan melepaskannya, tak peduli siapapun yang melindunginya, aku akan bantai bangsat itu..” Wajah Santoso memerah menahan marah.

***

“Yank…yank..kamu kok seperti mau pergi jauh..” Maya mendekati Adam yang tengah berdiri termangu membelakanginya.

“Kok diajak ngomong diem aja sih…kamu kenapa sih yank…” Maya menarik bahu Adam hingga mereka kini saling berhadapan, Maya tertegun menatap wajah Adam, wajah itu terlihat bersih dan tampan, namun pucat, matanya terlihat kosong tanpa jiwa, Maya memandang suaminya dari atas hingga bawah, pakaian yang dikenakan suaminya serba putih, sebenarnya terlihat serasi di tubuh atletis Adam, namun entah kenapa terlihat ada sesuatu yang aneh yang sulit digambarkan oleh Maya.

Adam hanya tersenyum dipaksakan, tanpa bicara sepatah-katapun Adam berbalik kembali membelakangi Maya, lalu berjalan perlahan menjauhi Maya, melihat itu Maya mulai merasa ada sesuatu yang aneh, lokasi tempatnya beradapun sulit dijelaskan, seolah tempat ini seperti tak bertepi, semuanya terlihat luas dan penuh kabut, Maya melihat sekelilingnya dan mulai merasa asing dengan semua itu.

Adam terus berjalan perlahan menjauhi Maya, perempuan cantik itu tertegun sesaat lalu bergegas mengejar, digapainya tangan suaminya, Adam berhenti tanpa menoleh, “Yank..kenapa sih..dimana kita…kamu mau kemana, kenapa aku ditinggalin sih…” Ujar Maya.

Adam menoleh dan tersenyum, namun senyum Adam malah terlihat aneh dan menakutkan, Maya sesaat merasa bulu kuduknya meremang melihat senyum suaminya, dan Maya terkejut saat Adam menghentakkan tangannya dari genggaman Maya, lalu berjalan kembali menjauhi Maya.

Maya mulai gelisah dengan sikap Adam, kembali Maya mengejar suaminya, walau terlihat Adam berjalan perlahan, namun entah kenapa Maya tak bisa mendekatinya, Maya terengah-engah dan mulai kesal, air mata mulai menggenangi kelopak matanya, Maya memanggil suaminya yang semakin menjauh, “Yankkk…yankkkk….jangan tinggalin aku yank…..”

Maya tiba-tiba bangun dari tidurnya dan duduk di atas ranjang, napasnya terengah-engah, Maya menyentuh saklar lampu yang ada di sebelah ranjang, kamar Maya yang temaram kini terang benderang, Maya melihat jam dinding kamarnya menunjukkan pukul setengah satu pagi, Maya melihat sekelilingnya tak ada siapapun disana, Maya teringat kalau suaminya sedang berada di Surabaya, dan baru besok pulang.

“Rupanya aku hanya mimpi..” ujar Maya lirih, diambilnya gelas yang berada di atas nakas, diteguknya isi gelas itu hingga habis, Baru saja Maya hendak berbaring, terdengar suara mobil berhenti didepan rumahnya, sepertinya ada dua mobil berhenti, tak lama terdengar suara orang bercakap-cakap, salah satu suara dikenal Maya, suara Pak Arif tetangga sebelah rumahnya, “Tamu pak Arif kayaknya.” Gumam Maya.

Maya mencoba merebahkan tubuhnya kembali, bersamaan itu terdengar suara pak Arif memanggil namanya, Maya terduduk kembali dan memasang telinga, apa pendengarannya gak salah, ya rupanya pak Arif memanggil namanya, dan kini terdengar ketukan dipintu depan.

Maya segera melompat dari tempat tidur, diambilnya cardigan untuk menutupi bagian atas tubuhnya, untuk bawahan, Maya mengenakan celana training hitam, Maya bergegas menuju ke depan, hati Maya berdegup kencang, dia yakin ada sesuatu yang penting hingga Pak Arif memanggilnya tengah malam seperti ini.

Maya membuka pintu, wajah bu Arif terlihat, “Bu Arif, ada apa bu?” tanya Maya di balik pintu, Maya melihat keluar, ada beberapa orang berada di depan, “Mereka katanya tamu mbak Maya, ada sesuatu yang penting kata mereka.” Ujar Bu Arif.

“Mbak Maya saya Santoso sahabat Adam yang tinggal di Surabaya.” Ujar Santoso, Maya tertegun sesaat, lalu kemudian teringat dengan Santoso, suaminya sering sekali bercerita tentang sahabatnya itu.

“Boleh saya masuk mbak, saya perlu bicara, ada sesuatu yang penting.” Ujar Santoso lagi, Maya melihat ke arah bu Arif yang mengangguk, “Oh ya mari pak, silahkan masuk.” Ujar Maya.

“Kalian berdua tunggu disini.” Ujar Santoso pada dua orang anak buahnya.

“Mari pak Arif temani saya masuk.” Pak Arif mengangguk, Santoso dan dona bergegas menuju kedalam rumah diikuti oleh pak Arif.

Murad mencoba melihat sosok wanita yang tengah didatangi oleh Bosnya ini, namun cahaya rumah yang temaram membuatnya tak begitu jelas melihat sosok Maya. Murad kemudian menyalakan rokok dan menawarkan pada kawannya Rebon yang ikut juga merokok sambil menunggu bosnya.

“Ada apa pak Santoso datang malam-malam, Mas Adam kan lagi Di Surabaya.” Ujar Maya, hatinya mulai gelisah menerima kedatangan tamunya di tengah malam begini.

“Ya Mbak, saya tahu, ini…mohon maaf jika cara saya menyampaikan kurang tepat.” Ujar Santoso sambil memperhatikan wajah Maya, “Ya benar, perempuan ini yang kemarin menabrak Donna.” Batin Santoso.

“Hmm aduh kok saya jadi gelisah..sebenarnya ada apa pak..” Tanya Maya dengan nada cemas. “Oh ya sebentar saya ambilkan minum.” Baru saja Maya hendak beranjak, Santoso menyelanya.

“Gak usah repot mbak, saya menyampaikan kabar kurang baik, mas Adam mengalami kecelakaan mbak, dan kondisi beliau..saya juga tak tahu benar kondisi beliau bagaimana, namun sepertinya gak bagus..” Ujar Santoso blak-blakan.

Maya yang mendengar berita tersebut sesaat tertegun, wajahnya terlihat berubah pucat, “Tadi pihak di Surabaya mencoba menghubungi mbak Maya namun sepertinya hpnya gak aktif.” Lanjut Santoso.

Maya memandang kosong Santoso seperti orang linglung, “Ya..hp saya tadi saya matikan, soalnya lagi di charge, sebentar..” saat Maya hendak bangkit, tiba-tiba terasa lututnya lemas, dan hampir terjatuh, dengan refleks Donna yang berada didekatnya segera memegang Maya agar tak terjatuh, Bu Arif juga membantu memapah Maya, walau tak ada respon melalui ucapan, namun terlihat sekali Maya begitu shock mendengar kabar yang disampaikan oleh Santoso.

Saat berjalan mengambil hp, air mata Maya mulai deras mengalir dari mata cantiknya, Maya mengambil hpnya dan mulai menyalakan, isaknya mulai terdengar perlahan, Bu Arif mengelus pundak Maya berusaha menenangkan perempuan cantik itu, “sabar ya mbak..” Maya hanya diam menunggu hpnya menyala sempurna.

Maya dengan tangan gemetar memencet nomor kontak suaminya, terdengar nada dering, lalu suara orang menjawab, Maya tahu itu bukan suara suaminya. “Mas Adam…” Ujar Maya lirih.

“Ini dengan bu Maya ya, ya bu mohon maaf mas Adam sedang berada di ruang operasi, saya Edwin, bU Maya bisa segera ke Surabaya kan, kalau bisa secepatnya bu, dokter sedang menunggu kedatangan ibu untuk mengambil langkah selanjutnya.”

Maya berlutut sambil terisak, “Kenapa dengan suami saya pak, gimana dia sekarang..” sambungan telepon ternyata terhenti, sepertinya hp Adam kehabisan baterei.

Maya memegang hpnya sambil tertunduk, isak tangisnya mulai terdengar, Bu Arif ikut berjongkok merangkul Maya, dipelukan Bu Arif tangis Maya pecah. Santoso dan yang ada disana ikut tertunduk dan membiarkan Maya melepaskan kesedihannya.

Beberapa saat kemudian setelah Maya mulai agak tenang, bu Arif memapah Maya menuju ruang tamu, disana Santoso menjelaskan kedatangannya menjemput Maya untuk bersama-sama berangkat ke Surabaya, Bu Arif dengan sigap segera membantu menyiapkan pakaian untuk dibawa Maya, sekitar setengah jam kemudian Maya telah siap untuk berangkat ke Surabaya bersama Santoso.

“Bu Arif saya titip rumah ya, tolong doakan agar suami saya baik-baik saja ya bu.” Ujar Maya memegang tangan Bu Arif.

“Ya mbak, mbak Maya sabar ya, saya yakin semuanya akan baik-baik saja, kami pasti akan doakan agar pak Adam baik-baik aja.” Ujar Bu Arif.

Donna memapah Maya menuju ke Mobil, Santoso berpamitan pada pak Arif, Dua orang body guard dengan sigap membukakan pintu untuk Maya, saat melihat dari dekat wajah Maya, Murad terkejut bukan kepalang, begitu juga Rebon, mereka saling berpandangan, wanita yang matanya sembab ini adalah wanita yang dijumpainya tadi siang bersama Anto, wanita ini adalah wanita yang sama, yang tadi siang begitu mesra bergandengan dengan orang yang mereka panggil dengan curut got, Murad dan Rebon saling berpandangan, mereka tak menyangka wanita yang merupakan istri sahabat bosnya terlibat dengan sosok yang mereka benci. Baik Murad dan Rebon yakin, jika bosnya tahu, maka ini adalah akhir dari petualangan si curut got itu, mungkin juga akhir dari hidupnya, Gigi Murad menggeretak geram membayangkan semua itu.

***

Bersambung
 
Diary Seorang Istri
Part 59 - Kegusaran Santoso


Didalam pesawat jet pribadi yang mereka tumpangi, terasa sekali suasana begitu tegang dan diliputi kemurungan , tak ada satupun yang saling berbicara, mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, Maya yang duduk berseberangan dengan Santoso menyenderkan kepalanya di jendela pesawat, pikirannya kosong memandang kearah luar yang gelap gulita, air matanya terasa telah kering, Suasana hatinya sedikit lebih tenang, perasaan dan pikirannya dipenuhi kecemasan tentang nasib Adam, dia merasa bersalah pada Adam, suami yang begitu baik padanya.

“Apa yang dilakukan suami kamu hingga kamu memperlakukannya seperti itu Maya! Dia hanya bercinta dengan pelacur beberapa kali dan itu berdasarkan transaksi jual beli, Adam melakukan itu karena uang, tapi kamu..melakukan itu karena begitu menikmatinya dan bahkan kamu memberikan uang sebanyak itu untuk orang yang belum lama kamu kenal?” Suara hatinya terasa gencar memarahinya.

“Suami kamu kecelakaan, kamu malah asik bercinta dengan orang lain, dimana moral kamu, untuk apa jilbab yang kamu kenakan jika kamu obral kemaluanmu pada orang yang gak berhak.” Maya memejamkan matanya, hati kecilnya terus menghujat perilakunya.

Maya teringat semua yang dilakukannya beberapa hari lalu, saat bertemu kembali dengan Anto, ada perasaan untuk meninggalkan suaminya, Maya merasa hidup bersama suaminya hanya akan membuatnya terus membohongi dirinya, Maya saat itu sudah bulat untuk meminta cerai dari suaminya dan hidup bersama dengan pria yang membuat gairahnya terpuaskan, namun kini semua terasa lain, tiba-tiba Maya merasa sangat bersalah dengan Adam suaminya, Maya merasa dirinya telah kotor, sungguh saat ini Maya merasa takut kehilangan Adam, masa-masa indah mereka bagai video yang terputar terus dibenaknya.

Maya teringat betapa Adam sangat baik padanya, betapa Adam begitu menyayanginya, kini Maya merasa dirinya tak pantas untuk menemani suaminya lagi, Maya merasa dirinya begitu kotor dan hina, Maya seolah tersadar atas semua perbuatannya, “Baru sadar kamu! Sudah terlambat non..mungkin saja suami yang menyayangimu itu tak akan hidup lagi? Mungkin aja sekarang dia hanya sedang menunggu kamu datang, lalu mati..puas kamu! Itu kan yang kamu inginkan, suamimu mati dan kamu bisa ngentot sepuasnya sama kekasih gelapmu itu dasar perempuan binal!”

“Gak.***k..” Maya menundukkan wajahnya, kedua tangannya menutupi wajahnya, kembali isak tangis terdengar, Santoso hanya menatap Maya tanpa berkata apapun, hanya helaan napasnya yang terdengar.

Murad yang duduk dibelakang memandang Maya dengan mata tajam, wajahnya terlihat sinis, “perempuan busuk, aktingnya udah kayak artis papan atas, kemarin ketawa-ketawa di pelukan curut got, sekarang nangis kaya gitu, andai lu jadi bini gua, bakalan gua bakar hidup-hidup lo berdua ama si curut got.” Batin Murad, tiba-tiba Rebon yang duduk disebelahnya menjatuhkan kepalanya di pundaknya, Murad melihat temannya itu tertidur dengan mulut mengangga, didorongnya kepala botak rebon dengan kasar, “Sue lo..iler lo kemana-mana botak.”

***​

“Ya pak…baik, ya saya paham pak, terima kasih, ya selamat malam juga.” Anissa meletakkan kembali hpnya.

“Telepon dari siapa nduk?” Tanya Bapaknya.

“Dari bos Nissa pak, beliau bilang, Nissa tetap di Surabaya untuk sementara waktu untuk memantau perkembangan pak Adam.” Jawab Anissa sambil tersenyum, namun senyumnya seolah dipaksakan, terasa begitu hambar di wajahnya yang terlihat lelah.

“Hmm ya harusnya memang gitu, ohh ya istri pak Adam, apa dia sudah tahu?” Tanya Pak Darman, sekilas pak Darman melihat perubahan di wajah putrinya saat mendengar istri Pak adam di sebut.

“Hmm, enghhhh, sudah pak…dia sedang dalam perjalanan kesini.” Jawab Anissa tersenyum, Pak Darman melihat senyum getir putrinya dan segera menyadari apa yang sedang terjadi.

Anissa merasa jengah melihat bapaknya terus memandangnya dengan tajam, “Bapak kok liatin Nissa kaya gitu sih..”

“Kamu menyukai pak Adam nduk?” Tanya Pak Darman singkat.

Sejak tadi Nissa sudah berusaha menahan perasaannya untuk menangis, dia sudah mencoba menguatkan hatinya untuk tegar melihat orang yang dicintainya terbaring tak berdaya, namun kata-kata bapaknya seolah menghantam dan menghancurkan dinding ketegarannya, Air matanya menetes tak terbendung, Nissa memalingkan wajahnya sambil menggigit bibirnya, Nisa tahu dia tak bisa berbohong dengan bapaknya ini, namun Nissa juga tak bisa jujur mengatakan perasaannya, Nissa tahu bapak akan kecewa, kalau tahu putrinya ternyata menyukai pria yang sudah beristri. Nissa hanya bisa menyembunyikan wajahnya, sungguh dia tak berdaya menjawab pertanyaan bapaknya itu.

“Pak de..sudah larut malam, saya dan Kadir pulang dulu njih..” Ujar Pak Parmin yang ikut ke rumah sakit.

“Ohh ya…nyuwun sewu loh Min, jadi merepotkan kamu, maaf ya Dir..” Ucap Pak Darman.

“Ohh mboten nopo-nopo toh Pakde..” Balas Parmin, Kadir ikut mengangguk sambil tersenyum.

“Bapak sebaiknya ikut pulang saja, istirahat dulu, nanti bapak sakit.” Ujar Nissa.

Pak Darman terlihat Ragu, “Gak apa pak, nanti kalau ada apa-apa, saya hubungi bapak, Pak Parmin dan Pak Kadir, terima kasih banyak atas bantuannya ya, Nissa minta tolong antar bapak sekalian ya.” Ujar Nissa.

“Njih mbak.” Sahut Parmin dan Kadir.

“Kamu juga istirahat nduk..” Ujar Pak Darman pada Nissa.

“Njih pak, saya tunggu kedatangan istri Pak Adam dulu, kalau beliau sudah datang, saya pulang.” Jawab NIssa.

“Ya Sudah, bapak pulang dulu ya, hubungi bapak kalau terjadi sesuatu..” Ujar Pak Darman, kemudian bangkit dari tempat duduknya, “Hati-hati yo nduk..” Pak Darman berpamitan pulang, Nissa mencium tangan bapaknya, “Hati-hati ya pak.” Ujar Nissa.

Niken mengantar bapaknya hingga lift, setelah bapak dan rombongan tak terlihat lagi, Nissa kembali ke ruangan ICU, ruangan yang ditempati Adam termasuk ruangan ICU khusus VVIP, namun kecuali dokter dan perawat, tak ada yang diizinkan masuk, Anissa sendiri tak melihat secara langsung kondisi terakhir dari bosnya itu, Anissa diruangan tunggu bersama beberapa staf Edwin yang ditugaskan untuk memantau kondisi Adam, namun Nissa duduk menyendiri, dia merasa nyaman duduk sendiri, walaupun Pak Robert tak memberi perintah, Nissa sendiri tak ingin meninggalkan rumah sakit ini, Nissa merasa di rumahpun percuma karena pikirannya berada disini, Nissa melihat jam tangan yang dipakainya, waktu hampir pukul setengah tiga pagi, Nissa merasa tempat yang tepat untuk mengobati kegundahan hatinya adalah berdialog dengan sang Maha Kuasa, Nisa beranjak dan menuju Musholla untuk menunaikan sholat hajat, semua usaha medis telah dilakukan, kini saatnya meminta pertolongan pada Sang Maha Pencipta agar Bos dan juga sekaligus pria yang dicintainya bisa melalui semua ini dengan baik.

***

Pesawat yang ditumpangi Maya dan Santoso tiba lebih cepat dari jadwal, setibanya di bandara, mereka langsung menuju ke Rumah sakit, jarak bandara dengan rumah sakit berjarak 30 menit perjalanan, Supir yang menjemput melarikan mobil dengan kecepatan tinggi, dalam perjalanan hati Maya terus berdegup kencang, desiran desiran semakin kuat mengusik kalbunya, terlihat sekali wajah Maya diliputi kecemasan, kedua tangannya saling meremas satu sama lain.

Hanya butuh waktu 20 menit, kendaraan yang mereka tumpangi telah tiba di lobbi rumah sakit, rombongan Santoso segera bergegas naik ke lantai 12 tempat Adam di rawat, tak ada pembicaraan diantara mereka selama perjalanan itu, mereka begitu cemas dengan kondisi Adam, Santoso meminta supir untuk mengantar Donna pulang, sedangkan kedua bodyguard Santoso mengikuti bosnya ke ruangan tempat Adam di rawat.

Sesampaianya di lantai 12, Staf Edwin segera menyambut kedatangan mereka, beberapa perawat terlihat sibuk menerima kedatangan rombongan tersebut, Santoso mengantar Maya menuju ke kantor perawat. Anissa yang baru saja selesai menunaikan sholat Hajat melihat kedatangan rombongan Maya, namun Anissa hanya melihat sesaat sebelum Maya masuk ke ruangan perawat.

Didalam Ruangan perawat Maya duduk didampingi Santoso, ruangan itu terlihat lengang karena masih dinihari, hanya beberapa perawat dan dokter jaga yang standby di ruangan tersebut, tak lama terlihat seorang dokter didampingi perawat menghampiri Maya dan Santoso.

“Perkenalkan Saya Dokter Irwan, ini Istri pak Adam ya.” Tanya Dokter, Maya hanya mengangguk, Dokter melihat ke arah Santoso, sebelum ditanya Santoso memperkenalkan diri sebagai saudara Adam.

Dokter kemudian menjelaskan prosedur Medis yang telah mereka lakukan, dokter tersebut juga menjelaskan kalau Adam masih dalam pengaruh obat bius, secara keseluruhan kondisi Adam dalam kondisi stabil, hanya saja Adam mengalami trauma di kepala yang menyebabkan gegar otak, mengenai prosedur berikutnya yang harus dilakukan, Akan menunggu kepala Tim bedah yang akan menjelaskan secara langsung pada Maya.

Maya di izinkan masuk untuk melihat kondisi suaminya, sedangkan Santoso harus menunggu di luar, karena hanya keluarga inti yang diizinkan masuk. Santoso mengerti dan memahami peraturan Rumah sakit, sedikitpun dia tak protes saat tak diizinkan masuk mendampingi Maya, Santoso keluar menuju ruang tunggu, Murad dan Rebon yang sedang berdiri menghampiri bosnya.

“Ini sekretaris mas Adam yang ikut ke Surabaya ya.” Santoso menyapa Anissa yang berdiri sambil tersenyum.

“Ya pak, saya diperintahkan pak Robert untuk menunggu informasi tentang Pak Adam.” Ujar Anissa.

Santoso tersenyum dan mengangguk, Santoso melihat gadis manis ini terlihat begitu pucat, matanya memancarkan kegelisahan dan kecemasan, Santoso segera menyadari kalau kegelisahan gadis itu bukanlah kegelisahan biasa, Santoso melihat kegelisahan Anissa adalah kegelisahan seorang wanita terhadap pria yang dicintainya, “Jangan cemas mbak, saya yakin Mas Adam kuat dan segera pulih, saya adalah sahabat beliau, dan sudah mengenal Mas Adam puluhan tahun, saya tahu dia akan baik-baik saja, kita sama-sama berdoa ya mbak.” Ujar Santoso.

Anissa hanya mengangguk dan mengaminkan ucapan Santoso dalam hati, Anissa kembali mengangguk saat Santoso berpamitan dan berjalan bersama anak buahnya menuju Lift. Anissa kembali duduk, walau sudah hampir pagi, namun tak ada kantuk sedikitpun yang dirasakan Nissa, kecemasan dan kegundahan hatinya membuat pikirannya hanya terfokus pada Adam, tak henti Nissa berdoa dalam hatinya untuk keselamatan pria yang dicintainya itu. Kehadiran Maya membuatnya merasa sedikit kesal, namun Nissa tak bisa berbuat apa-apa, NIssa yang mengetahui perselingkuhan Maya sungguh tak rela melihat Maya datang melihat Adam, Andai boleh, ingin rasanya dia menjambak rambut wanita itu dan mengusirnya dari rumah sakit ini, Anissa menghela napas dan memejamkan mata berusaha meredakan gejolak kekesalan di hatinya.

***

“Silahkan bu, tapi maaf ya bu, tolong jangan sentuh apapun, dan hanya 10 menit ya, demi pasien juga.” Ujar perawat yang mengantar Maya ke dalam ruangan tempat Adam berbaring.

“Terima kasih Sus.” Ujar Maya yang telah mengenakan stelan baju dan sarung tangan steril, Perawat tersebut tersenyum dan menutup pintu, Maya melihat keadaan Adam yang tengah berbaring kaku, kepala suaminya di selimuti perban, sebuah selang masuk ke dalam tenggorokan Adam, dihidungnya terdapat selang oksigen, tiba-tiba tubuh Maya seolah tak bertenaga, hatinya hancur melihat keadaan suaminya saat itu, Maya memegang tembok agar tak terjatuh, wajahnya mulai terlihat bagai anak kecil yang hendak menangis, air mata Maya jatuh deras, maya sesenggukan hebat, “Yank…aku datang yank…plisss bangun yankkkk….yankkkkk….” Maya berjongkok didepan ranjang Adam, tangisnya benar-benar pecah, dia berusaha untuk tak mengeluarkan suara, punggungnya bergerak seiring dengan isak tangisnya.

Tiba-tiba Maya tersadar, Maya merasa bersalah dan kotor didepan suaminya ini, Maya mengutuk dirinya sendiri yang bertingkah bagai pelacur murahan, hatinya begitu takut sekarang, Maya sadar betapa dia sangat mencintai suaminya, dan sungguh dia sangat takut kehilangan suaminya ini, apalagi kemudian dia teringat dengan hasil test packnya, Maya tambah mengutuk dirinya sendiri, bisa-bisanya dia hamil dari lelaki lain, “Ya Tuhan Ampunilah aku…jangan ambil Suamiku ini Tuhan…aku takut kehilangan dia, jika Engkau ingin menghukumku, jangan ambil dia Tuhan…aku tak kuat dengan hukuman itu…ambil saja nyawaku…aku rela bertukar tempat dengan suamiku ini….”

Air mata semakin membanjiri pipi Maya, wajah cantiknya terlihat pucat, hatinya begitu terpukul dengan keadaan suaminya, baru Maya sadar kalau dia sangat mencintai suaminya, “yank maafin aku….maafin aku…gak..rasanya perbuatanku udah keterlaluan, aku gak pantas dimaafkan…aku gak pantas yank…tapi tolong sembuhlah yank….bangun yank…tampar aku, hajar aku, aku ikhlas yank…aku ikhlas jika kau meludahiku dan membenciku, aku ikhlas yank………tapi pliss bangun yank…jangan diam aja..bangun yank…yank……….” Sesengukan Maya semakin menjadi.

“Maaf bu, sudah 10 menit, mohon pengertiannya ya.” Suara perawat mengejutkan Maya, tatapan Maya seperti meminta waktu sebentar lagi menemani suaminya, namun suster mengatakan kalau Ruangan Adam harus steril dan meminta pengertian Maya demi kelancaran pengobatan suaminya, akhirnya Maya menuruti perintah perawat tersebut, Maya berjalan gontai keluar dari ruangan tersebut, Maya mengelap wajahnya dengan Tisue, di luar dia melihat seorang gadis yang segera dikenalinya, Maya duduk di dekat Anissa sambil tersenyum, Anissa membalas senyum Anissa dengan terpaksa, hatinya bergemuruh kesal.

“Mbak ini yang ikut dengan mas Adam kan ya.” Tanya Maya dengan suara terbata-bata.

“Eghh ya bu…” Jawab Anissa singkat.

“Gimana kronologinya mbak, kok sampai mas Adam seperti ini?” Tanya Maya.

“Hmmm…saya juga kurang tahu bu..” Anissa tak ingin memberitahu kejadian sebenarnya, dia juga bingung bagaimana menjelaskan kejadian sebenarnya pada Maya.

“Ohhh..toliet dimana ya mbak.” Tanya Maya.

“Disana bu.” Anissa menunjuk ke suatu arah.

“Ohh makasih ya..” Ucap Maya tersenyum lalu berusaha berdiri, Anissa melihat wajah Maya terlihat begitu pucat, “Bu..” Anissa berteriak karena terkejut saat melihat tubuh Maya limbung dan jatuh ke lantai, Anissa segera menghampiri Maya, “Bu..Bu Maya..”

Staf Edwin yang ada disana juga terkejut dan segera menghampiri Maya, kebetulan Santoso tiba kembali di ruangan itu, Murad dan Rebon tak terlihat mendampinginya, Santoso bergegas menuju tempat Maya pingsan, dengan cepat Santoso mengangkat tubuh Maya dan membawanya ke ruang perawat.

***​

“Bagaimana dokter keadaan ibu Maya?” Tanya santoso saat melihat dokter telah selesai memeriksa kondisi Maya.

“Bu maya ini istri pak Adam tadi kan ya.” Tanya dokter, Santoso mengangguk membenarkan.

“Beliau tidak apa-apa. Hanya lelah, apalagi kondisi beliau sedang hamil, faktor terkejut melihat suami serta kelelahan membuatnya pingsan, namun secara umum kondisi beliau baik-baik saja, saya beri infus vitamin, nanti kalau sudah habis sebaiknya dibawa pulang dulu untuk istirahat.” Dokter memberi penjelasan panjang lebar.

Anissa yang ada diruangan itu terkejut mendengar kalau Maya tengah hamil, begitu juga Santoso, “Bu Maya hamil Dok?” tanya Santoso.

“Ya dari hasil tes seperti itu pak…sebaiknya jika keadaan bu Maya sudah lebih baik, segera diperiksa ke dokter spesialis kandungan, biasanya faktor terkejut ibu hamil bisa mempengaruhi bayi yang dikandungnya, baik pak saya permisi dulu.” Ujar Dokter.

“Mohon maaf bapak dan ibu, sebaiknya menunggu diluar, Bu Maya gak apa disini saja sambil menghabiskan infus yang diberikan dokter tadi.” Ujar Perawat.

Santoso dan Anissa kemudian keluar dari ruangan, pikiran mereka dipenuhi berbagai dugaan, mereka sama-sama curiga kalau kehamilan Maya adalah hasil perselingkuhannya, namun keduanya hanya diam tak bersuara.

Murad dan Rebon menghampiri Bosnya sambil membawa bungkusan besar, “Bos Cuma ada ini yang udah buka,” ujar Rebon.

“Ya udah bagiin buat mbak Nissa dan stafnya pak Edwin, kasihan mereka pasti lapar.” Ujar Santoso.

Rebon segera menjalankan perintah bosnya itu, dia membagikan masing-masing satu kotak makanan cepat saji merek terkenal kepada orang-orang yang ada disana. Nissa dan staf Edwin yang berada disana menerima pemberian Rebon.

Murad menghampiri bosnya, “Bos, ada yang perlu saya kasih tahu sama bos.”

Santoso melihat ke arah Murad, terlihat wajah Murad begitu tegang, “Ada apa?” Tanya Santoso.

Murad berbisik pada Santoso, mendengar bisikan Murad itu wajah Santoso terlihat berubah merah, “Lo yakin? Kenapa gak kasih tau dari kemarin, ****** lu.” Hardikan Santoso membuat orang-orang disana terkejut, termasuk Nissa.

“Maaf bos, saya juga gak tau kalau yang di gandeng si Anto itu mbak Maya, pas jemput Mbak Maya tadi, saya kaget kok ternyata yang digandeng si curut got itu adalah istri temen bos. Kalau tahu itu istri temen bos, udah saya karungin tuh si curut got.” Ujar Murad.

Santoso merasa Murad ada benarnya juga, darimana dia mengenal Maya, “Sori Rad, gua lupa kalau lu gak gak kenal Maya sebelumnya.”

“Berarti benar dugaanku, Cuma si bangsat itu yang punya Tato kayak gitu, apa jangan-jangan anak yang di kandung Maya anak dia, duh bangsat itu emang gada kapoknya, gua bersumpah bakalan buat perhitungan ama lo setan! Jangan Oliv, presiden sekalipun jadi backing lo, gak bakalan buat gua mundur untuk ngabisin lo, liat aja nanti, apalagi kalau sampai kenapa-kenapa sama Adam…” Wajah Santoso semakin merah padam menahan marah, tangannya mengepal kencang menggambarkan kekesalan hatinya saat ini.

****

Bersambung
 
Part 63 dan 64 sudah selesai tinggal masukin ilustrasi, mudah-mudahan bisa rilis besok di prem..thank you atas atensinya, sellu dukung kami agar selalu semangat update, kita ketemu lagi senin pekan depan dengan episode yang semakin seru
 
Diary Seorang Istri
Part 59 - Kegusaran Santoso


Didalam pesawat jet pribadi yang mereka tumpangi, terasa sekali suasana begitu tegang dan diliputi kemurungan , tak ada satupun yang saling berbicara, mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, Maya yang duduk berseberangan dengan Santoso menyenderkan kepalanya di jendela pesawat, pikirannya kosong memandang kearah luar yang gelap gulita, air matanya terasa telah kering, Suasana hatinya sedikit lebih tenang, perasaan dan pikirannya dipenuhi kecemasan tentang nasib Adam, dia merasa bersalah pada Adam, suami yang begitu baik padanya.

“Apa yang dilakukan suami kamu hingga kamu memperlakukannya seperti itu Maya! Dia hanya bercinta dengan pelacur beberapa kali dan itu berdasarkan transaksi jual beli, Adam melakukan itu karena uang, tapi kamu..melakukan itu karena begitu menikmatinya dan bahkan kamu memberikan uang sebanyak itu untuk orang yang belum lama kamu kenal?” Suara hatinya terasa gencar memarahinya.

“Suami kamu kecelakaan, kamu malah asik bercinta dengan orang lain, dimana moral kamu, untuk apa jilbab yang kamu kenakan jika kamu obral kemaluanmu pada orang yang gak berhak.” Maya memejamkan matanya, hati kecilnya terus menghujat perilakunya.

Maya teringat semua yang dilakukannya beberapa hari lalu, saat bertemu kembali dengan Anto, ada perasaan untuk meninggalkan suaminya, Maya merasa hidup bersama suaminya hanya akan membuatnya terus membohongi dirinya, Maya saat itu sudah bulat untuk meminta cerai dari suaminya dan hidup bersama dengan pria yang membuat gairahnya terpuaskan, namun kini semua terasa lain, tiba-tiba Maya merasa sangat bersalah dengan Adam suaminya, Maya merasa dirinya telah kotor, sungguh saat ini Maya merasa takut kehilangan Adam, masa-masa indah mereka bagai video yang terputar terus dibenaknya.

Maya teringat betapa Adam sangat baik padanya, betapa Adam begitu menyayanginya, kini Maya merasa dirinya tak pantas untuk menemani suaminya lagi, Maya merasa dirinya begitu kotor dan hina, Maya seolah tersadar atas semua perbuatannya, “Baru sadar kamu! Sudah terlambat non..mungkin saja suami yang menyayangimu itu tak akan hidup lagi? Mungkin aja sekarang dia hanya sedang menunggu kamu datang, lalu mati..puas kamu! Itu kan yang kamu inginkan, suamimu mati dan kamu bisa ngentot sepuasnya sama kekasih gelapmu itu dasar perempuan binal!”

“Gak.***k..” Maya menundukkan wajahnya, kedua tangannya menutupi wajahnya, kembali isak tangis terdengar, Santoso hanya menatap Maya tanpa berkata apapun, hanya helaan napasnya yang terdengar.

Murad yang duduk dibelakang memandang Maya dengan mata tajam, wajahnya terlihat sinis, “perempuan busuk, aktingnya udah kayak artis papan atas, kemarin ketawa-ketawa di pelukan curut got, sekarang nangis kaya gitu, andai lu jadi bini gua, bakalan gua bakar hidup-hidup lo berdua ama si curut got.” Batin Murad, tiba-tiba Rebon yang duduk disebelahnya menjatuhkan kepalanya di pundaknya, Murad melihat temannya itu tertidur dengan mulut mengangga, didorongnya kepala botak rebon dengan kasar, “Sue lo..iler lo kemana-mana botak.”

***​

“Ya pak…baik, ya saya paham pak, terima kasih, ya selamat malam juga.” Anissa meletakkan kembali hpnya.

“Telepon dari siapa nduk?” Tanya Bapaknya.

“Dari bos Nissa pak, beliau bilang, Nissa tetap di Surabaya untuk sementara waktu untuk memantau perkembangan pak Adam.” Jawab Anissa sambil tersenyum, namun senyumnya seolah dipaksakan, terasa begitu hambar di wajahnya yang terlihat lelah.

“Hmm ya harusnya memang gitu, ohh ya istri pak Adam, apa dia sudah tahu?” Tanya Pak Darman, sekilas pak Darman melihat perubahan di wajah putrinya saat mendengar istri Pak adam di sebut.

“Hmm, enghhhh, sudah pak…dia sedang dalam perjalanan kesini.” Jawab Anissa tersenyum, Pak Darman melihat senyum getir putrinya dan segera menyadari apa yang sedang terjadi.

Anissa merasa jengah melihat bapaknya terus memandangnya dengan tajam, “Bapak kok liatin Nissa kaya gitu sih..”

“Kamu menyukai pak Adam nduk?” Tanya Pak Darman singkat.

Sejak tadi Nissa sudah berusaha menahan perasaannya untuk menangis, dia sudah mencoba menguatkan hatinya untuk tegar melihat orang yang dicintainya terbaring tak berdaya, namun kata-kata bapaknya seolah menghantam dan menghancurkan dinding ketegarannya, Air matanya menetes tak terbendung, Nissa memalingkan wajahnya sambil menggigit bibirnya, Nisa tahu dia tak bisa berbohong dengan bapaknya ini, namun Nissa juga tak bisa jujur mengatakan perasaannya, Nissa tahu bapak akan kecewa, kalau tahu putrinya ternyata menyukai pria yang sudah beristri. Nissa hanya bisa menyembunyikan wajahnya, sungguh dia tak berdaya menjawab pertanyaan bapaknya itu.

“Pak de..sudah larut malam, saya dan Kadir pulang dulu njih..” Ujar Pak Parmin yang ikut ke rumah sakit.

“Ohh ya…nyuwun sewu loh Min, jadi merepotkan kamu, maaf ya Dir..” Ucap Pak Darman.

“Ohh mboten nopo-nopo toh Pakde..” Balas Parmin, Kadir ikut mengangguk sambil tersenyum.

“Bapak sebaiknya ikut pulang saja, istirahat dulu, nanti bapak sakit.” Ujar Nissa.

Pak Darman terlihat Ragu, “Gak apa pak, nanti kalau ada apa-apa, saya hubungi bapak, Pak Parmin dan Pak Kadir, terima kasih banyak atas bantuannya ya, Nissa minta tolong antar bapak sekalian ya.” Ujar Nissa.

“Njih mbak.” Sahut Parmin dan Kadir.

“Kamu juga istirahat nduk..” Ujar Pak Darman pada Nissa.

“Njih pak, saya tunggu kedatangan istri Pak Adam dulu, kalau beliau sudah datang, saya pulang.” Jawab NIssa.

“Ya Sudah, bapak pulang dulu ya, hubungi bapak kalau terjadi sesuatu..” Ujar Pak Darman, kemudian bangkit dari tempat duduknya, “Hati-hati yo nduk..” Pak Darman berpamitan pulang, Nissa mencium tangan bapaknya, “Hati-hati ya pak.” Ujar Nissa.

Niken mengantar bapaknya hingga lift, setelah bapak dan rombongan tak terlihat lagi, Nissa kembali ke ruangan ICU, ruangan yang ditempati Adam termasuk ruangan ICU khusus VVIP, namun kecuali dokter dan perawat, tak ada yang diizinkan masuk, Anissa sendiri tak melihat secara langsung kondisi terakhir dari bosnya itu, Anissa diruangan tunggu bersama beberapa staf Edwin yang ditugaskan untuk memantau kondisi Adam, namun Nissa duduk menyendiri, dia merasa nyaman duduk sendiri, walaupun Pak Robert tak memberi perintah, Nissa sendiri tak ingin meninggalkan rumah sakit ini, Nissa merasa di rumahpun percuma karena pikirannya berada disini, Nissa melihat jam tangan yang dipakainya, waktu hampir pukul setengah tiga pagi, Nissa merasa tempat yang tepat untuk mengobati kegundahan hatinya adalah berdialog dengan sang Maha Kuasa, Nisa beranjak dan menuju Musholla untuk menunaikan sholat hajat, semua usaha medis telah dilakukan, kini saatnya meminta pertolongan pada Sang Maha Pencipta agar Bos dan juga sekaligus pria yang dicintainya bisa melalui semua ini dengan baik.

***

Pesawat yang ditumpangi Maya dan Santoso tiba lebih cepat dari jadwal, setibanya di bandara, mereka langsung menuju ke Rumah sakit, jarak bandara dengan rumah sakit berjarak 30 menit perjalanan, Supir yang menjemput melarikan mobil dengan kecepatan tinggi, dalam perjalanan hati Maya terus berdegup kencang, desiran desiran semakin kuat mengusik kalbunya, terlihat sekali wajah Maya diliputi kecemasan, kedua tangannya saling meremas satu sama lain.

Hanya butuh waktu 20 menit, kendaraan yang mereka tumpangi telah tiba di lobbi rumah sakit, rombongan Santoso segera bergegas naik ke lantai 12 tempat Adam di rawat, tak ada pembicaraan diantara mereka selama perjalanan itu, mereka begitu cemas dengan kondisi Adam, Santoso meminta supir untuk mengantar Donna pulang, sedangkan kedua bodyguard Santoso mengikuti bosnya ke ruangan tempat Adam di rawat.

Sesampaianya di lantai 12, Staf Edwin segera menyambut kedatangan mereka, beberapa perawat terlihat sibuk menerima kedatangan rombongan tersebut, Santoso mengantar Maya menuju ke kantor perawat. Anissa yang baru saja selesai menunaikan sholat Hajat melihat kedatangan rombongan Maya, namun Anissa hanya melihat sesaat sebelum Maya masuk ke ruangan perawat.

Didalam Ruangan perawat Maya duduk didampingi Santoso, ruangan itu terlihat lengang karena masih dinihari, hanya beberapa perawat dan dokter jaga yang standby di ruangan tersebut, tak lama terlihat seorang dokter didampingi perawat menghampiri Maya dan Santoso.

“Perkenalkan Saya Dokter Irwan, ini Istri pak Adam ya.” Tanya Dokter, Maya hanya mengangguk, Dokter melihat ke arah Santoso, sebelum ditanya Santoso memperkenalkan diri sebagai saudara Adam.

Dokter kemudian menjelaskan prosedur Medis yang telah mereka lakukan, dokter tersebut juga menjelaskan kalau Adam masih dalam pengaruh obat bius, secara keseluruhan kondisi Adam dalam kondisi stabil, hanya saja Adam mengalami trauma di kepala yang menyebabkan gegar otak, mengenai prosedur berikutnya yang harus dilakukan, Akan menunggu kepala Tim bedah yang akan menjelaskan secara langsung pada Maya.

Maya di izinkan masuk untuk melihat kondisi suaminya, sedangkan Santoso harus menunggu di luar, karena hanya keluarga inti yang diizinkan masuk. Santoso mengerti dan memahami peraturan Rumah sakit, sedikitpun dia tak protes saat tak diizinkan masuk mendampingi Maya, Santoso keluar menuju ruang tunggu, Murad dan Rebon yang sedang berdiri menghampiri bosnya.

“Ini sekretaris mas Adam yang ikut ke Surabaya ya.” Santoso menyapa Anissa yang berdiri sambil tersenyum.

“Ya pak, saya diperintahkan pak Robert untuk menunggu informasi tentang Pak Adam.” Ujar Anissa.

Santoso tersenyum dan mengangguk, Santoso melihat gadis manis ini terlihat begitu pucat, matanya memancarkan kegelisahan dan kecemasan, Santoso segera menyadari kalau kegelisahan gadis itu bukanlah kegelisahan biasa, Santoso melihat kegelisahan Anissa adalah kegelisahan seorang wanita terhadap pria yang dicintainya, “Jangan cemas mbak, saya yakin Mas Adam kuat dan segera pulih, saya adalah sahabat beliau, dan sudah mengenal Mas Adam puluhan tahun, saya tahu dia akan baik-baik saja, kita sama-sama berdoa ya mbak.” Ujar Santoso.

Anissa hanya mengangguk dan mengaminkan ucapan Santoso dalam hati, Anissa kembali mengangguk saat Santoso berpamitan dan berjalan bersama anak buahnya menuju Lift. Anissa kembali duduk, walau sudah hampir pagi, namun tak ada kantuk sedikitpun yang dirasakan Nissa, kecemasan dan kegundahan hatinya membuat pikirannya hanya terfokus pada Adam, tak henti Nissa berdoa dalam hatinya untuk keselamatan pria yang dicintainya itu. Kehadiran Maya membuatnya merasa sedikit kesal, namun Nissa tak bisa berbuat apa-apa, NIssa yang mengetahui perselingkuhan Maya sungguh tak rela melihat Maya datang melihat Adam, Andai boleh, ingin rasanya dia menjambak rambut wanita itu dan mengusirnya dari rumah sakit ini, Anissa menghela napas dan memejamkan mata berusaha meredakan gejolak kekesalan di hatinya.

***

“Silahkan bu, tapi maaf ya bu, tolong jangan sentuh apapun, dan hanya 10 menit ya, demi pasien juga.” Ujar perawat yang mengantar Maya ke dalam ruangan tempat Adam berbaring.

“Terima kasih Sus.” Ujar Maya yang telah mengenakan stelan baju dan sarung tangan steril, Perawat tersebut tersenyum dan menutup pintu, Maya melihat keadaan Adam yang tengah berbaring kaku, kepala suaminya di selimuti perban, sebuah selang masuk ke dalam tenggorokan Adam, dihidungnya terdapat selang oksigen, tiba-tiba tubuh Maya seolah tak bertenaga, hatinya hancur melihat keadaan suaminya saat itu, Maya memegang tembok agar tak terjatuh, wajahnya mulai terlihat bagai anak kecil yang hendak menangis, air mata Maya jatuh deras, maya sesenggukan hebat, “Yank…aku datang yank…plisss bangun yankkkk….yankkkkk….” Maya berjongkok didepan ranjang Adam, tangisnya benar-benar pecah, dia berusaha untuk tak mengeluarkan suara, punggungnya bergerak seiring dengan isak tangisnya.

Tiba-tiba Maya tersadar, Maya merasa bersalah dan kotor didepan suaminya ini, Maya mengutuk dirinya sendiri yang bertingkah bagai pelacur murahan, hatinya begitu takut sekarang, Maya sadar betapa dia sangat mencintai suaminya, dan sungguh dia sangat takut kehilangan suaminya ini, apalagi kemudian dia teringat dengan hasil test packnya, Maya tambah mengutuk dirinya sendiri, bisa-bisanya dia hamil dari lelaki lain, “Ya Tuhan Ampunilah aku…jangan ambil Suamiku ini Tuhan…aku takut kehilangan dia, jika Engkau ingin menghukumku, jangan ambil dia Tuhan…aku tak kuat dengan hukuman itu…ambil saja nyawaku…aku rela bertukar tempat dengan suamiku ini….”

Air mata semakin membanjiri pipi Maya, wajah cantiknya terlihat pucat, hatinya begitu terpukul dengan keadaan suaminya, baru Maya sadar kalau dia sangat mencintai suaminya, “yank maafin aku….maafin aku…gak..rasanya perbuatanku udah keterlaluan, aku gak pantas dimaafkan…aku gak pantas yank…tapi tolong sembuhlah yank….bangun yank…tampar aku, hajar aku, aku ikhlas yank…aku ikhlas jika kau meludahiku dan membenciku, aku ikhlas yank………tapi pliss bangun yank…jangan diam aja..bangun yank…yank……….” Sesengukan Maya semakin menjadi.

“Maaf bu, sudah 10 menit, mohon pengertiannya ya.” Suara perawat mengejutkan Maya, tatapan Maya seperti meminta waktu sebentar lagi menemani suaminya, namun suster mengatakan kalau Ruangan Adam harus steril dan meminta pengertian Maya demi kelancaran pengobatan suaminya, akhirnya Maya menuruti perintah perawat tersebut, Maya berjalan gontai keluar dari ruangan tersebut, Maya mengelap wajahnya dengan Tisue, di luar dia melihat seorang gadis yang segera dikenalinya, Maya duduk di dekat Anissa sambil tersenyum, Anissa membalas senyum Anissa dengan terpaksa, hatinya bergemuruh kesal.

“Mbak ini yang ikut dengan mas Adam kan ya.” Tanya Maya dengan suara terbata-bata.

“Eghh ya bu…” Jawab Anissa singkat.

“Gimana kronologinya mbak, kok sampai mas Adam seperti ini?” Tanya Maya.

“Hmmm…saya juga kurang tahu bu..” Anissa tak ingin memberitahu kejadian sebenarnya, dia juga bingung bagaimana menjelaskan kejadian sebenarnya pada Maya.

“Ohhh..toliet dimana ya mbak.” Tanya Maya.

“Disana bu.” Anissa menunjuk ke suatu arah.

“Ohh makasih ya..” Ucap Maya tersenyum lalu berusaha berdiri, Anissa melihat wajah Maya terlihat begitu pucat, “Bu..” Anissa berteriak karena terkejut saat melihat tubuh Maya limbung dan jatuh ke lantai, Anissa segera menghampiri Maya, “Bu..Bu Maya..”

Staf Edwin yang ada disana juga terkejut dan segera menghampiri Maya, kebetulan Santoso tiba kembali di ruangan itu, Murad dan Rebon tak terlihat mendampinginya, Santoso bergegas menuju tempat Maya pingsan, dengan cepat Santoso mengangkat tubuh Maya dan membawanya ke ruang perawat.

***​

“Bagaimana dokter keadaan ibu Maya?” Tanya santoso saat melihat dokter telah selesai memeriksa kondisi Maya.

“Bu maya ini istri pak Adam tadi kan ya.” Tanya dokter, Santoso mengangguk membenarkan.

“Beliau tidak apa-apa. Hanya lelah, apalagi kondisi beliau sedang hamil, faktor terkejut melihat suami serta kelelahan membuatnya pingsan, namun secara umum kondisi beliau baik-baik saja, saya beri infus vitamin, nanti kalau sudah habis sebaiknya dibawa pulang dulu untuk istirahat.” Dokter memberi penjelasan panjang lebar.

Anissa yang ada diruangan itu terkejut mendengar kalau Maya tengah hamil, begitu juga Santoso, “Bu Maya hamil Dok?” tanya Santoso.

“Ya dari hasil tes seperti itu pak…sebaiknya jika keadaan bu Maya sudah lebih baik, segera diperiksa ke dokter spesialis kandungan, biasanya faktor terkejut ibu hamil bisa mempengaruhi bayi yang dikandungnya, baik pak saya permisi dulu.” Ujar Dokter.

“Mohon maaf bapak dan ibu, sebaiknya menunggu diluar, Bu Maya gak apa disini saja sambil menghabiskan infus yang diberikan dokter tadi.” Ujar Perawat.

Santoso dan Anissa kemudian keluar dari ruangan, pikiran mereka dipenuhi berbagai dugaan, mereka sama-sama curiga kalau kehamilan Maya adalah hasil perselingkuhannya, namun keduanya hanya diam tak bersuara.

Murad dan Rebon menghampiri Bosnya sambil membawa bungkusan besar, “Bos Cuma ada ini yang udah buka,” ujar Rebon.

“Ya udah bagiin buat mbak Nissa dan stafnya pak Edwin, kasihan mereka pasti lapar.” Ujar Santoso.

Rebon segera menjalankan perintah bosnya itu, dia membagikan masing-masing satu kotak makanan cepat saji merek terkenal kepada orang-orang yang ada disana. Nissa dan staf Edwin yang berada disana menerima pemberian Rebon.

Murad menghampiri bosnya, “Bos, ada yang perlu saya kasih tahu sama bos.”

Santoso melihat ke arah Murad, terlihat wajah Murad begitu tegang, “Ada apa?” Tanya Santoso.

Murad berbisik pada Santoso, mendengar bisikan Murad itu wajah Santoso terlihat berubah merah, “Lo yakin? Kenapa gak kasih tau dari kemarin, ****** lu.” Hardikan Santoso membuat orang-orang disana terkejut, termasuk Nissa.

“Maaf bos, saya juga gak tau kalau yang di gandeng si Anto itu mbak Maya, pas jemput Mbak Maya tadi, saya kaget kok ternyata yang digandeng si curut got itu adalah istri temen bos. Kalau tahu itu istri temen bos, udah saya karungin tuh si curut got.” Ujar Murad.

Santoso merasa Murad ada benarnya juga, darimana dia mengenal Maya, “Sori Rad, gua lupa kalau lu gak gak kenal Maya sebelumnya.”

“Berarti benar dugaanku, Cuma si bangsat itu yang punya Tato kayak gitu, apa jangan-jangan anak yang di kandung Maya anak dia, duh bangsat itu emang gada kapoknya, gua bersumpah bakalan buat perhitungan ama lo setan! Jangan Oliv, presiden sekalipun jadi backing lo, gak bakalan buat gua mundur untuk ngabisin lo, liat aja nanti, apalagi kalau sampai kenapa-kenapa sama Adam…” Wajah Santoso semakin merah padam menahan marah, tangannya mengepal kencang menggambarkan kekesalan hatinya saat ini.

****

Bersambung
wah maya ma anto hrs dpt hukuman setimpal tuh...palagi maya sampai hamil bukan ma suaminya..*** rela adam di gituin ma maya...maya hrs dijadiin open bo...makasih suhu updatenya...part yg bikin hati emosi 😀🤦‍♂🤦‍♂
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd