Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Bimabet
Waaaaaaaa.... Nangis baca surat maya ... Gmna perasaan adam ya....
Ini maya bahkan ga nyangkal lho
 
Diary Seorang Istri
Part 69 - Elegi Untuk Adam



Sepeninggal Olivia, Anto berjalan mondar-mandir di apartemennya, hatinya sedikit resah dengan sikap Olive, kenapa tiba-tiba perempuan cantik itu menjadi sensitif sekali pagi ini, Anto teringat kalau pagi-pagi sekali Olive menerima telepon, dan Anto yakin kalau si penelpon adalah orang yang penting, kalau bukan orang penting tak mungkin panggilan telpon itu diterima Olive, apalagi sepagi itu, Anto sendiri tak tahu apa yang dibicarakan Olive dengan si Penelpon, tapi sejak menerima telpon Olive menjadi Bad Mood.

"Apa gara-gara orang yang nelpon tadi pagi, atau jangan-jangan Olive tahu soal Maya? Tapi rasanya gak mungkin dia tahu soal Maya, toh dia baru datang, dan rasanya kemarin dia tak membicarakan soal Maya sama sekali." Anto duduk di kursi sambil memijit keningnya.

"Ahh gak tahu lah..tapi gua penasaran siapa yang nelpon dia tadi pagi? Dan kenapa sepertinya Olive marah setelah menerima telpon, kenapa sih ini bikin puyeng aja...dah lah mending gua ke pangkalan aja." Anto bangkit dari duduknya dan mengambil jaket kulitnya.

Saat menutup pintu kamar apartemen, terngiang kembali ucapan Olivia agar menaruh kartu kunci kamar di resepsionis, Anto menyeringai sinis, dan melihat kartu kamar yang dipegangnya, kemudian dia berlalu menuju lift untuk menuju lobbi.

"Mbak, ini saya titip kunci kamar.." Ujar Anto sambil menyerahkan kunci kamar ke seorang perempuan petugas resepsionis.

"Oh ya Pak, kunci kamar bu Olivia ya, tadi beliau juga pesan, oh ya ini ada titipan dari bu Olivia tadi." Petugas itu menyerahkan sebuah amplop kecil pada Anto.

"Hari ini aku ingin sendirian, tolong jangan temui aku dulu." Anto merobek amplop serta kertas tulisan itu dan melemparnya ke tempat sampah, "Bodo amat dah.."

Anto berjalan menuju Lift kembali, dia ingin menuju lantai basement tempat motornya di parkir, pintu lift kemudian terbuka, tak ada seorangpun di lift, Anto masuk kedalam lift dan menekan angka B2 di tombol Lift, sesaat sebelum pintu lift menutup, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu Lift, Anto yang sedang sibuk bermain dengan hpnya tak melihat dua orang berperawakan besar masuk bergegas.

Anto kemudian melihat dengan heran kenapa Lift tak bergerak juga, ternyata dilihatnya tombol hold di tekan, "Mas itu kenapa tombol holdnya di tekan." Ujar Anto pada dua orang yang membelakanginya, dengan kesal Anto maju dan berusaha menekan kembali tombol hold, dua orang didepannya secepat kilat menangkap tangan Anto dan memitingnya, salah seorang kemudian berbalik dan memandang Anto, seketika wajah Anto pucat saat mengenali siapa orang didepannya ini, "Hai bangsat...dah lama kita gak ketemu." Ujar Murad menyeringai.

***

"Selamat pagi pak!" Sapa Satpam saat melihat ada 3 orang lelaki berjalan menuju kendaraan mereka di basement, Satpam itu sedikit curiga saat melihat salah seorang lelaki sedang dipapah dua orang lainnya.

"Ada apa pak? Apa bapak itu sakit?" Tanya Satpam.

"Ya, ini teman saya tadi pingsan pak, kami akan bawa ke rumah sakit." Ujar Rebon tenang, dia tak ingin melukai Satpam yang tak bersalah itu.

"Ohhh, apa perlu saya panggilkan ambulance pak?" Tanya Satpam sambil matanya terus menyelidik.

"Gak usah pak, dia emang begini, penyakitnya menular soalnya, dia punya penyakit TBC, saya aja kalau bukan teman, takut dekat-dekat dia." Ujar Rebon, Satpam tersebut melihat Rebon mengenakan masker, tiba-tiba dia teringat dengan keluarganya yang mengalami TBC juga, mengingat itu Satpam tersebut menjadi gentar takut tertular.

"Ini udah berdarah pak, nih lihat..." Ujar Rebon sambil memperlihatkan telapak tangannya yang berdarah, "maaf pak kita harus cepat-cepat bawa teman saya ke rumah sakit, kalau gak bisa fatal ini." Ujar Rebon lagi.

"Ya..ya pak...." Satpam tersebut bergegas menyingkir dan melihat dari jauh saat Anto yang terkulai tak sadarkan diri di papah oleh Murad dan rebon.

Dengan susah payah Murad dan Rebon memasukkan tubuh Anto ke Mobil, Rebon menjadi pengemudi, dan Murad duduk di belakang berjaga-jaga, Rebon membunyikan klakson sebagai sapaan saat melewati Satpam tadi, Satpam tersebut membalas dengan melambaikan tangannya.

"Jago juga akting lu Bon." Ujar Murad pada Rebon.

"Hue hueheh...ya kah mas? Gak sia-sia aku dulu suka nonton ludruk waktu cilik kang."

Murad hanya tersenyum melihat tingkah kawannya itu, kemudian tatapannya berpaling pada Anto yang meringkuk tak sadarkan diri, "Kali ini tamat riwayatlu bajingan kurap, ahh gua udah gatal pengen ratain mukalu rasanya." Nada suara Murad terdengar gemas dan kesal.

"Mas, tuh si curut got kira-kira nasibnya piye yo? Opo bakalan modar?" Tanya Rebon.

"Gak tau juga, kayaknya sih bakalan modar hari ini, kalo gua jadi bos, dah gua jadiin campuran semen nih bangsat." Jawab Murad gemas.

"Omong-omong tempat apa itu yang dibilang bos tadi malam mas?" Tanya Rebon lagi.

"Mbuh...Gue juga gak tau tempat apa itu, dah lah kita bawa aja kesono, ntar juga kita tahu tempat apa itu, gua rasa sih lebih parah daripada di neraka kayaknya hahahah.." Ujar Murad tergelak

Rebon memperhatikan kawannya yang terlihat begitu menyeramkan, tampak jelas kalau kawannya itu begitu membenci sosok yang tengah pingsan itu, tubuh Rebon sedikit begidik membayangkan apa yang terjadi nanti.

****

Di Sebuah Coffee Shop

Santoso melambaikan tangan saat melihat tamu yang ditunggunya telah tiba, seorang perempuan cantik melihat lambaian tangannya dan berjalan menuju ke arah Santoso.

"Silahkan duduk mbak Olive." Santoso berdiri menyambut perempuan tadi, Olive membuka kacamata hitamnya dan duduk di hadapan Santoso, tak lama seorang pelayan tiba membawakan daftar menu.

"Saya vanilla latte aja, mbak Olive mau apa?" Tanya Santoso.

"Black coffee without sugar.." Jawab Olive cepat.

"Rasanya saya gak mengenal anda, apa saya lupa? Wajah Anda sih gak asing, oh ya tau darimana nomor hp saya?" Tanya Olive.

"Satu persatu dulu mbak, bingung saya jawabnya." Ujar Santoso tersenyum.

Olive memandang Santoso dengan tatapan tajam, Olive yakin kalau pria di depannya ini bukan pria sembarangan, pakaian dan jam tangan yang dikenakannya bukan produk biasa, namun Olive tak yakin dengan tujuan orang ini ingin bertemu dengannya.

"Saya ada pertemuan dengan atasan saya 2 jam lagi, kenapa anda ingin bertemu saya, apa anda ingin menawarkan membership sesuatu atau proposal bisnis? Kalau ya, gak usah repot, saya gak tertarik, maaf saya gak suka buang-buang waktu." Ujar Olive.

"Santai mbak, atasan mbak juga kayaknya belum bangun jam segini, bagaimana kabar di New York Mbak? Sepertinya disana sekarang Spring ya?" Ucap Santoso.

"Apa kita akan ngobrol kayak teman atau langsung ke pokok pembicaraan? Saya gak punya waktu, lagi pula anda bukan teman saya." Olivia mulai kesal karena Santoso terlihat seolah sedang mempermainkannya.

"Waitt??? How do you know about New York? Who are you?" Tanya Olivia.

"HAhahahaha, ya benar, mbak Olivia bukan teman saya hahahaha...tapi pak Alex temannya teman saya.." Jawab Santoso terbahak-bahak.

Lelaki didepannya ini mulai menarik atensi Olivia, apalagi orang ini barusan menyebut nama Alex, "Pak Alex?" gumam Olivia.

"Alexander Saputra, konsulat Indonesia di New York..kalau gak salah itu atasan mbak Olivia kan?" Ujar Santoso sambil tersenyum melihat raut wajah Olivia berubah, teringat beberapa hari lalu dia meminta salah seorang kenalannya yang anggota DPR untuk menghubunginya dengan Alex yang dimaksud.

"What the hell is goin on here.." Olivia sedikit tegang.

"Oke saya akan to the point, beberapa tahun lalu di Surabaya, tepatnya di imperial restaurant, mbak Olivia meminta saya untuk tak menganggu seekor Tikus yang menganggu rumah tangga saya, ring a bell mbak?" Ucap Santoso dengan nada mulai tinggi.

"Tikus?" Olivia memperhatikan wajah Santoso dalam-dalam, sepertinya dia mulai mengenali siapa lelaki di depannya ini.

"Ohh ya....I remember you.." lanjut Olivia.

"Ya, sekarang saya yang meminta mbak Olivia datang, karena Tikus itu kini berbuat ulah lagi." Ujar Santoso dengan nada geram.

Olivia hanya diam menatap Santoso yang tengah membuka tasnya, tak lama sebuah amplop coklat dilemparkan Santoso di meja, "Coba mbak buka, saya yakin mbak Olivia akan tahu tikus yang saya maksud."

Olivia segera membuka amplop didepannya itu, didalam amplop terdapat foto-foto yang sengaja di cetak ukuran Folio, foto-foto itu adalah tangkapan kamera CCTV saat mobil Pajero yang ditumpangi Anto dan Maya baru saja meninggalkan Resort, di foto itu terlihat wajah Anto yang sedikit buram, namun yang membuat jelas itu Anto adalah foto tato di lengan kanan Anto yang tengah membayar parkir.

Olivia berulang kali melihat foto-foto yang ada di amplop, dia memicingkan mata saat melihat foto Maya yang tengah berjalan meninggalkan meja resepsionis, "sepertinya ini perempuan yang kemarin datang ke apartemen." Batinnya.

"Perempuan yang anda lihat itu kemarin datang ke apartemen, namun Tikus got malah mengusir dia, dan mbak pasti gak tahu kalau perempuan itu hamil karena si tikus got, dan setelah diusir dia mengalami masalah dengan kandungannya dan pingsan di lift, untung saja nyawanya masih tertolong.." Santoso berkata dengan nada berapi-api sampai napasnya tersengal karena begitu emosi.

"Sebentar biar saya lanjutkan." Ujar Santoso saat melihat Olivia hendak bicara, "tikus got itu berurusan dengan orang yang salah, perempuan ini adalah istri sahabat saya, jika mbak Olivia berencana melindunginya lagi, maka saya gak akan tinggal diam, saya punya banyak koneksi juga untuk membuat Mbak Olivia malu, gak percaya? Coba mbak Olivia pikir kenapa Mbak Olivia ditegur dengan keras oleh pihak departemen Luar Negeri dan diminta menghadap Menteri hari ini?" Santoso menatap Olivia Tajam.

Olivia hanya memejamkan mata sambil menghela napas, rupanya lelaki didepannya ini punya pengaruh dan koneksi yang luas di kalangan pemerintahan, Olivia memegang foto Tato tangan Anto, "Saya gak akan melindunginya lagi pak, terserah anda ingin melakukan apa, saya tak mendengar atau mengetahui apa-apa, oke." Ujar olivia dengan suara bergetar menahan emosinya yang ingin meledak, bisa-bisanya seorang gigolo seperti Anto menyeretnya ke masalah ini dan membuat karier yang dibangun puluhan Tahun terancam berantakan, Olivia memang sayang dengan Anto, namun jika seperti ini, maka Olivia tak bisa berbuat apa-apa, lagipula Anto telah melanggar janji yang dibuatnya.

"Oke Terima kasih atas tanggapan Anda,saya permisi dulu, oh ya..tolong bayarin minuman saya ini ya.." Santoso mengenakan kaca mata hitamnya dan pergi meninggalkan Olivia.

Olivia menggeretakkan giginya dengan geram, di remasnya foto yang ada ditangannya, "Kamu harus mambayar perbuatan kamu To, saya gak bisa membantu kamu lagi..semoga kamu gak dibuat mati oleh orang itu..." Olivia kemudian melambaikan tangan ke Pelayan, "Mass Billnya.."

***

Anto membuka matanya perlahan, cahaya lampu menyilaukannya, dia berusaha menggerakkan tangannya tapi dilihatnya tangan dan kakinya terikat, mulutnya juga disumbat dengan lakban, hanya suara Hu Hu yang terdengar dari mulutnya.

Murad menoleh dan tersenyum, didekatinya Anto yang tengah meringkuk di lantai, "Apa kabar bangsat, sekarang lu ketangkap, dan habis sekarang riwayat lu..hahahah.." ujar Murad sambil menjambak rambut Anto.

"Hmpphh..hmmphhh.." suara Anto tertahan oleh Lakban yang menyumbatnya, Murad menatap dan menarik paksa Lakban itu hingga Anto berteriak kesakitan.

"Mas...tolong..kenapa saya di ikat seperti ini, tolong lepasin saya mas..tolong, urusan kita kan sudah selesai mas...kenapa..masihh menginnncarr saya.." Suara Anto terdengar menghiba memohon ampun.

"Selesai gundulmu!" sebuah sepakan kaki Rebon mendarat di perut Anto, hingga Anto merintih kesakitan, napasnya terasa hilang akibat tendangan itu.

"Jangan Bon, lu gak dengar apa kata Bos, kita gak boleh ngapa-ngapain dia." Ujar Murad.

"Maaf Mas, saya gak sengaja tadi.." Ujar Rebon santai, Murad terkekeh mendengar kata-kata rebon yang terdengar lucu itu.

"Eh jing...lu bilang tadi urusan ama lu udah selesai? Ya lu benar, emang udah selesai yang dulu, cuman tololnya lu bikin masalah lagi ama kita..paham gak lu.." Ujar Murad, Anto hanya termangu sambil terengah-engah mengatur napasnya yang terasa sesak karena tendangan rebon tadi.

"Lu tuh main-main ama bini orang, perempuan yang lu tidurin itu istri dari sahabat bos gua, makanya sekarang lu kena batunya...tau gak lu, sejak di Surabaya dulu, gua udah siap ngubur lu hidup-hidup, eh baru kesampaian sekarang" Ujar Murad geram.

Tiba-tiba Hp Murad berdering, "Ya bos..ohh oke, gak dia masih aman bos, walau saya pengen banget nginjek kepalanya, tapi kata bos kan gak boleh diapa-apain...apa?...kita ke tempat praktek dokter?..." Murad mengernyitkan kening sambil menatap Anto.

"Dokter apaan bos?...hah?? serius bos?...waduhhhh....ya yaya..bos...oke...siap.." Murad menyimpan hpnya kembali, Murad menutup mulutnya sambil memandang Anto, tak lama suara tawanya meledak dan terdengar menyeramkan bagi Anto.

"Piye mas? Opo kata si Bos?" Tanya Rebon yang heran melihat temannya tertawa keras seperti itu.

"Kita disuruh bawa tikus got ini ke tempat praktek dokter Bon." Ujar Murad sambil menahan tawanya, tak lama tawanya kembali menggelegar, Rebon hanya ikut mesem tak mengerti apa yang membuat temannya itu begitu geli.

"Praktek dokter? Lah mau diapain, apa mau disuntik mati mas?" tanya Rebon polos.

Murad kembali terpingkal pingkal mendengar ucapan polos Rebon, "Lebih parah bon hahahah, masih mending kalau disuntik mati haahahahah...aduh perut gua sakit bon.."

"Guyu terus mas, aku ra ngerti.." Ucap Rebon melongo.

"Hahahah, tadi bos nyuruh kita ke tempat praktek dokter, lu tau dokter apa? Hahaha hahaha, itu hahahahah, tempat praktek dokter bedah kecantikan hahahaahha, biasanya biasanya hahahahah, tempat itu didatangi waria yang ingin ubah kelamin hahaahahahah.." Murad terpingkal-pingkal hebat sampai berurai air mata, tawanya semakin menjadi saat melihat temannya tak paham juga ucapannya.

"Aku ra paham mas.." Ucap rebon sambil menggaruk kepala botaknya.

"Si tikus got itu mau operasi kelamin hahahahaha, kontolnya bakalan dipotong dan diganti memek buatan hahahahahahah." Ucap Murad.

"Haaaaaaaaaa......gilani, serius mas?" Tanya Rebon sambil tercengang mendengar ucapan Murad, dia betul-betul tak menyangka kalau Bos Santoso begitu dendam terhadap Tikus got ini, Rebon memandang Anto yang melongo tak mengerti ucapan mereka berdua.

"Sek sek..ada telpon dari bos, Ya bos...oke bos...share lock alamatnya, kita akan menuju kesana.." Ujar Murad sambil menyeringai menatap Anto.

"Yuk kita bawa tikus got ini, besok kita panggil dia dengan nama Anti ya hahahaahaha.." Murad kembali terpingkal-pingkal.

***​

Sebulan Kemudian

"Yank..kamu gak usah kerja ya, temani aku lagi hari ini." Ujar Adam sambil mengenggam tangan halus Maya.

"Kamu kan udah lebih baik yank, aku juga udah lama gak masuk, kamu pasti bisa sendiri kok, sebentar lagi juga kamu udah boleh ngantor lagi." Ujar Maya membalas genggaman tangan suaminya.

Ya sudah dua minggu Adam kembali ke Rumah, pemulihannya juga cukup cepat berkat prosuder tepat yang digunakan oleh Profesor Harso dan Tim, Adam kini telah bugar dan kembali seperti Adam yang dulu, seolah tak ada sesuatu yang pernah terjadi padanya.

"hati-hati ya yank, kamu gak pakai mobil aja?" Ucap Adam saat melepas Maya pergi.

"Gak usah yank, aku males parkir-parkirnya." Ujar Maya, mereka kembali saling menggengam tangan di depan.

Maya menatap Adam dengan tatapan lembut, Adam juga membalas dengan senyum, Adam melihat ada sesuatu yang aneh di wajah Maya, seolah Maya ingin meminta maaf padanya, "Yank..aku pergi dulu ya..jaga diri kamu baik-baik.." Ujar Maya.

"Kok kamu kayak mau pergi jauh aja sih yank ngomongnya." Ucap Adam. Maya hanya tersenyum menanggapinya, dia lalu berlalu, sebelum masuk ke taksi yang menunggunya, Maya menoleh lagi ke suaminya, Maya tersenyum tanpa berkata apa-apa, hanya tangannya yang melambai.

Adam menatap Taksi yang ditumpangi Maya menghilang di tikungan, tiba-tiba hatinya berdegup tak menentu, sudah tiga hari sikap Maya terlihat aneh, dia memberitahu Adam dimana letak-letak semua peralatan di dapur, kapan membuang sampah, cara menyalakan mesin cuci dan membilas cucian dan lain-lain, saat itu Adam merasa kalau Maya tengah mengajarkannya untuk mandiri karena harus dirawat dirumah, namun kini semuanya terasa begitu aneh, "Kok aku jadi punya pikiran yang gak-gak." Adam berusaha menyingkirkan perasaan gelisahnya itu dan masuk ke rumah.

Adam membuka kulkas, isi kulkas terlihat penuh, ada susu, daging, serta sayuran, terlihat Maya mempersiapkan bahan makanan begitu rapih, Adam melihat di lemari makanan, masakan untuk makan siang juga telah disiapkan Maya, di dekat makanan itu ada secarik kertas tulisan tangan Maya, "Yank kalau mau makan di hangatkan dulu di microwave ya."

Adam kemudian pergi ke kamar, di meja kamar sudah disediakan obat-obatan yang harus diminum Adam, Maya membaginya menjadi 3 bagian, masing-masing ditulis jam makan obatnya, Adam tersenyum melihat perhatian Maya yang begitu besar, namun desiran-desiran di hatinya kini mulai menganggu, perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak. Adam yang selalu berpikir positif berusaha menyingkirkan semua perasaanya itu, diambilnya obat yang disediakan Maya, ada 3 obat, salah satunya adalah obat tidur, ya Adam memang diharuskan banyak beristirahat untuk benar-benar memantapkan kondisi tubuhnya. Adam menatap 3 bagian obatnya, ini adalah obat terakhir yang tersisa, setelah ini, Adam akan benar-benar pulih, dan mungkin bisa mulai beraktifitas seperti semula.

***

Adam terbangun saat Adzan Maghrib berkumandang, dikuceknya matanya, tubuhnya kini terasa sangat segar, ditatapnya kamarnya masih gelap, "Apa Maya belum pulang?"

Adam melipat sarungnya usai melaksanakan sholat Maghrib, dilihatnya jam dinding menunjukkan hampir setengah tujuh malam, "Kok Maya belum pulang ya?"

Adam mencari hpnya, di tekannya nomor Maya, namun yang terdengar hanyalah suara operator kalau handphone Maya tidak aktif, Adam kemudian membuka aplikasi whatsapp, dilihatnya Maya terakhir online pukul 10 pagi, hati Adam kembali berdetak tak karuan, kini perasaan tak enaknya semakin menjadi.

Adam kemudian menelpon Milla, "Lho emangnya Maya gak bilang kalau Maya udah ngundurin diri mas, Maya gak kekantor mas, apa Maya tadi bilang mau ke kantor, tapi sejak pagi Maya gak disini kok."

Adam terhenyak mendengar ucapan Milla itu, "Dia gak nelpon kamu Mil?"

"Gak mas, astaga mungkin maksudnya ini kali ya.." Ujar Milla.

"Maksudnya mil?" Tanya Adam lagi, hatinya semakin berdegup tak menentu.

"Kemaren dia chat ama aku, kalau hari ini mas Adam nelpon ke aku, bilang ama mas Adam buka lemari, di laci lemari ada sesuatu yang dia titipkan." Jawab Milla.

"Apa..!!" Ucap Adam pucat.

"Aku juga bingung, kemarin lagi sibuk jadi gak terlalu merhatiin, mas..mass..."

Adam menaruh hpnya di kasur dan bergegas membuka lemari, dengan cepat Adam membuka laci lemari, didapatinya sebuah surat berwarna ungu, dengan tangan gemetar Adam membuka surat tersebut, Adam terhenyak melihat sebuah cincin milik Maya berada di dalam amplop surat tersebut.

Adam membawa amplop tersebut dan duduk di tepi ranjang, tangannya gemetar membuka surat yang bertuliskan tangan Maya itu.

Yank...aku mohon maaf atas kelakuanku ini yank, saat kamu baca surat ini, aku sudah pergi yank, aku gak pantas menjadi istri orang sebaik kamu, aku adalah perempuan yang penuh dengan dosa, perbuatanku tak bisa dimaafkan, aku saja tak bisa memaafkaan diriku, mana aku pantas mendapat maaf darimu.

Yank...aku bukanlah istri dan perempuan yang baik untukmu, aku telah mengkhianati pernikahan kita, aku tak sanggup untuk mengutarakan apa kesalahanku, suatu saat kamu pasti akan mendengar dari orang lain, mungkin sahabatmu mas Santoso bisa menceritakan kebejatan yang telah aku lakukan, aku hanya pengecut yang tak bisa memberitahumu apa kenistaan yang aku lakukan. Semua keburukan yang kamu dengar nanti itu memang benar yank, aku memang seburuk itu.

Yank, aku sangat mencintaimu sehingga aku tak bisa memberikan diriku padamu, diriku yang kotor dan menjijikan ini, ijinkan aku pergi yank..biarkan aku menghilang darimu agar hidup kita terus berlanjut..

Yank kamu pasti bingung kenapa aku seperti ini, jika memang ini bisa membuatmu benci maka aku akan mengatakan hal yang menjijikan ini yank, aku telah hamil oleh pria lain dibelakangmu, ya benar yank, aku membuat kesalahan, aku hamil oleh lelaki lain, namun Tuhan rupanya tak menghendaki semua itu, ternyata kehamilan aku palsu, namun hamil atau tidak, tak bisa mengubah kenyataan kalau aku telah menjadi istri yang tak pantas untukmu, istri yang bermoral bejat dan tak bisa menjaga kesuciannya, malah sukarela ditiduri lelaki lain, yank..jangan maafkan aku yank...biarkan aku pergi, aku tak kuat dengan perasaan bersalahku ini, setiap hari melihatmu dan merasakan kasih sayangmu, aku semakin menderita karena kebodohanku.

Yank, biarkan aku pergi, anggap saja aku sudah tidak ada lagi, aku tak pantas untukmu yank, aku terlalu kotor dan menjijikkan untukmu, yank....ikhlaskan kepergianku ini ya...kamu berhak untuk bahagia yank....

Dari orang yang sangat mencintaimu

Maya


Adam termangu menatap surat ditangannya, air matanya tak terbendung lagi, menetes deras membasahi pipinya.

***

Bersambung
Terharuuuuu pakai bnget suhu
 
Diary Seorang Istri
Part 69 - Elegi Untuk Adam



Sepeninggal Olivia, Anto berjalan mondar-mandir di apartemennya, hatinya sedikit resah dengan sikap Olive, kenapa tiba-tiba perempuan cantik itu menjadi sensitif sekali pagi ini, Anto teringat kalau pagi-pagi sekali Olive menerima telepon, dan Anto yakin kalau si penelpon adalah orang yang penting, kalau bukan orang penting tak mungkin panggilan telpon itu diterima Olive, apalagi sepagi itu, Anto sendiri tak tahu apa yang dibicarakan Olive dengan si Penelpon, tapi sejak menerima telpon Olive menjadi Bad Mood.

"Apa gara-gara orang yang nelpon tadi pagi, atau jangan-jangan Olive tahu soal Maya? Tapi rasanya gak mungkin dia tahu soal Maya, toh dia baru datang, dan rasanya kemarin dia tak membicarakan soal Maya sama sekali." Anto duduk di kursi sambil memijit keningnya.

"Ahh gak tahu lah..tapi gua penasaran siapa yang nelpon dia tadi pagi? Dan kenapa sepertinya Olive marah setelah menerima telpon, kenapa sih ini bikin puyeng aja...dah lah mending gua ke pangkalan aja." Anto bangkit dari duduknya dan mengambil jaket kulitnya.

Saat menutup pintu kamar apartemen, terngiang kembali ucapan Olivia agar menaruh kartu kunci kamar di resepsionis, Anto menyeringai sinis, dan melihat kartu kamar yang dipegangnya, kemudian dia berlalu menuju lift untuk menuju lobbi.

"Mbak, ini saya titip kunci kamar.." Ujar Anto sambil menyerahkan kunci kamar ke seorang perempuan petugas resepsionis.

"Oh ya Pak, kunci kamar bu Olivia ya, tadi beliau juga pesan, oh ya ini ada titipan dari bu Olivia tadi." Petugas itu menyerahkan sebuah amplop kecil pada Anto.

"Hari ini aku ingin sendirian, tolong jangan temui aku dulu." Anto merobek amplop serta kertas tulisan itu dan melemparnya ke tempat sampah, "Bodo amat dah.."

Anto berjalan menuju Lift kembali, dia ingin menuju lantai basement tempat motornya di parkir, pintu lift kemudian terbuka, tak ada seorangpun di lift, Anto masuk kedalam lift dan menekan angka B2 di tombol Lift, sesaat sebelum pintu lift menutup, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu Lift, Anto yang sedang sibuk bermain dengan hpnya tak melihat dua orang berperawakan besar masuk bergegas.

Anto kemudian melihat dengan heran kenapa Lift tak bergerak juga, ternyata dilihatnya tombol hold di tekan, "Mas itu kenapa tombol holdnya di tekan." Ujar Anto pada dua orang yang membelakanginya, dengan kesal Anto maju dan berusaha menekan kembali tombol hold, dua orang didepannya secepat kilat menangkap tangan Anto dan memitingnya, salah seorang kemudian berbalik dan memandang Anto, seketika wajah Anto pucat saat mengenali siapa orang didepannya ini, "Hai bangsat...dah lama kita gak ketemu." Ujar Murad menyeringai.

***

"Selamat pagi pak!" Sapa Satpam saat melihat ada 3 orang lelaki berjalan menuju kendaraan mereka di basement, Satpam itu sedikit curiga saat melihat salah seorang lelaki sedang dipapah dua orang lainnya.

"Ada apa pak? Apa bapak itu sakit?" Tanya Satpam.

"Ya, ini teman saya tadi pingsan pak, kami akan bawa ke rumah sakit." Ujar Rebon tenang, dia tak ingin melukai Satpam yang tak bersalah itu.

"Ohhh, apa perlu saya panggilkan ambulance pak?" Tanya Satpam sambil matanya terus menyelidik.

"Gak usah pak, dia emang begini, penyakitnya menular soalnya, dia punya penyakit TBC, saya aja kalau bukan teman, takut dekat-dekat dia." Ujar Rebon, Satpam tersebut melihat Rebon mengenakan masker, tiba-tiba dia teringat dengan keluarganya yang mengalami TBC juga, mengingat itu Satpam tersebut menjadi gentar takut tertular.

"Ini udah berdarah pak, nih lihat..." Ujar Rebon sambil memperlihatkan telapak tangannya yang berdarah, "maaf pak kita harus cepat-cepat bawa teman saya ke rumah sakit, kalau gak bisa fatal ini." Ujar Rebon lagi.

"Ya..ya pak...." Satpam tersebut bergegas menyingkir dan melihat dari jauh saat Anto yang terkulai tak sadarkan diri di papah oleh Murad dan rebon.

Dengan susah payah Murad dan Rebon memasukkan tubuh Anto ke Mobil, Rebon menjadi pengemudi, dan Murad duduk di belakang berjaga-jaga, Rebon membunyikan klakson sebagai sapaan saat melewati Satpam tadi, Satpam tersebut membalas dengan melambaikan tangannya.

"Jago juga akting lu Bon." Ujar Murad pada Rebon.

"Hue hueheh...ya kah mas? Gak sia-sia aku dulu suka nonton ludruk waktu cilik kang."

Murad hanya tersenyum melihat tingkah kawannya itu, kemudian tatapannya berpaling pada Anto yang meringkuk tak sadarkan diri, "Kali ini tamat riwayatlu bajingan kurap, ahh gua udah gatal pengen ratain mukalu rasanya." Nada suara Murad terdengar gemas dan kesal.

"Mas, tuh si curut got kira-kira nasibnya piye yo? Opo bakalan modar?" Tanya Rebon.

"Gak tau juga, kayaknya sih bakalan modar hari ini, kalo gua jadi bos, dah gua jadiin campuran semen nih bangsat." Jawab Murad gemas.

"Omong-omong tempat apa itu yang dibilang bos tadi malam mas?" Tanya Rebon lagi.

"Mbuh...Gue juga gak tau tempat apa itu, dah lah kita bawa aja kesono, ntar juga kita tahu tempat apa itu, gua rasa sih lebih parah daripada di neraka kayaknya hahahah.." Ujar Murad tergelak

Rebon memperhatikan kawannya yang terlihat begitu menyeramkan, tampak jelas kalau kawannya itu begitu membenci sosok yang tengah pingsan itu, tubuh Rebon sedikit begidik membayangkan apa yang terjadi nanti.

****

Di Sebuah Coffee Shop

Santoso melambaikan tangan saat melihat tamu yang ditunggunya telah tiba, seorang perempuan cantik melihat lambaian tangannya dan berjalan menuju ke arah Santoso.

"Silahkan duduk mbak Olive." Santoso berdiri menyambut perempuan tadi, Olive membuka kacamata hitamnya dan duduk di hadapan Santoso, tak lama seorang pelayan tiba membawakan daftar menu.

"Saya vanilla latte aja, mbak Olive mau apa?" Tanya Santoso.

"Black coffee without sugar.." Jawab Olive cepat.

"Rasanya saya gak mengenal anda, apa saya lupa? Wajah Anda sih gak asing, oh ya tau darimana nomor hp saya?" Tanya Olive.

"Satu persatu dulu mbak, bingung saya jawabnya." Ujar Santoso tersenyum.

Olive memandang Santoso dengan tatapan tajam, Olive yakin kalau pria di depannya ini bukan pria sembarangan, pakaian dan jam tangan yang dikenakannya bukan produk biasa, namun Olive tak yakin dengan tujuan orang ini ingin bertemu dengannya.

"Saya ada pertemuan dengan atasan saya 2 jam lagi, kenapa anda ingin bertemu saya, apa anda ingin menawarkan membership sesuatu atau proposal bisnis? Kalau ya, gak usah repot, saya gak tertarik, maaf saya gak suka buang-buang waktu." Ujar Olive.

"Santai mbak, atasan mbak juga kayaknya belum bangun jam segini, bagaimana kabar di New York Mbak? Sepertinya disana sekarang Spring ya?" Ucap Santoso.

"Apa kita akan ngobrol kayak teman atau langsung ke pokok pembicaraan? Saya gak punya waktu, lagi pula anda bukan teman saya." Olivia mulai kesal karena Santoso terlihat seolah sedang mempermainkannya.

"Waitt??? How do you know about New York? Who are you?" Tanya Olivia.

"HAhahahaha, ya benar, mbak Olivia bukan teman saya hahahaha...tapi pak Alex temannya teman saya.." Jawab Santoso terbahak-bahak.

Lelaki didepannya ini mulai menarik atensi Olivia, apalagi orang ini barusan menyebut nama Alex, "Pak Alex?" gumam Olivia.

"Alexander Saputra, konsulat Indonesia di New York..kalau gak salah itu atasan mbak Olivia kan?" Ujar Santoso sambil tersenyum melihat raut wajah Olivia berubah, teringat beberapa hari lalu dia meminta salah seorang kenalannya yang anggota DPR untuk menghubunginya dengan Alex yang dimaksud.

"What the hell is goin on here.." Olivia sedikit tegang.

"Oke saya akan to the point, beberapa tahun lalu di Surabaya, tepatnya di imperial restaurant, mbak Olivia meminta saya untuk tak menganggu seekor Tikus yang menganggu rumah tangga saya, ring a bell mbak?" Ucap Santoso dengan nada mulai tinggi.

"Tikus?" Olivia memperhatikan wajah Santoso dalam-dalam, sepertinya dia mulai mengenali siapa lelaki di depannya ini.

"Ohh ya....I remember you.." lanjut Olivia.

"Ya, sekarang saya yang meminta mbak Olivia datang, karena Tikus itu kini berbuat ulah lagi." Ujar Santoso dengan nada geram.

Olivia hanya diam menatap Santoso yang tengah membuka tasnya, tak lama sebuah amplop coklat dilemparkan Santoso di meja, "Coba mbak buka, saya yakin mbak Olivia akan tahu tikus yang saya maksud."

Olivia segera membuka amplop didepannya itu, didalam amplop terdapat foto-foto yang sengaja di cetak ukuran Folio, foto-foto itu adalah tangkapan kamera CCTV saat mobil Pajero yang ditumpangi Anto dan Maya baru saja meninggalkan Resort, di foto itu terlihat wajah Anto yang sedikit buram, namun yang membuat jelas itu Anto adalah foto tato di lengan kanan Anto yang tengah membayar parkir.

Olivia berulang kali melihat foto-foto yang ada di amplop, dia memicingkan mata saat melihat foto Maya yang tengah berjalan meninggalkan meja resepsionis, "sepertinya ini perempuan yang kemarin datang ke apartemen." Batinnya.

"Perempuan yang anda lihat itu kemarin datang ke apartemen, namun Tikus got malah mengusir dia, dan mbak pasti gak tahu kalau perempuan itu hamil karena si tikus got, dan setelah diusir dia mengalami masalah dengan kandungannya dan pingsan di lift, untung saja nyawanya masih tertolong.." Santoso berkata dengan nada berapi-api sampai napasnya tersengal karena begitu emosi.

"Sebentar biar saya lanjutkan." Ujar Santoso saat melihat Olivia hendak bicara, "tikus got itu berurusan dengan orang yang salah, perempuan ini adalah istri sahabat saya, jika mbak Olivia berencana melindunginya lagi, maka saya gak akan tinggal diam, saya punya banyak koneksi juga untuk membuat Mbak Olivia malu, gak percaya? Coba mbak Olivia pikir kenapa Mbak Olivia ditegur dengan keras oleh pihak departemen Luar Negeri dan diminta menghadap Menteri hari ini?" Santoso menatap Olivia Tajam.

Olivia hanya memejamkan mata sambil menghela napas, rupanya lelaki didepannya ini punya pengaruh dan koneksi yang luas di kalangan pemerintahan, Olivia memegang foto Tato tangan Anto, "Saya gak akan melindunginya lagi pak, terserah anda ingin melakukan apa, saya tak mendengar atau mengetahui apa-apa, oke." Ujar olivia dengan suara bergetar menahan emosinya yang ingin meledak, bisa-bisanya seorang gigolo seperti Anto menyeretnya ke masalah ini dan membuat karier yang dibangun puluhan Tahun terancam berantakan, Olivia memang sayang dengan Anto, namun jika seperti ini, maka Olivia tak bisa berbuat apa-apa, lagipula Anto telah melanggar janji yang dibuatnya.

"Oke Terima kasih atas tanggapan Anda,saya permisi dulu, oh ya..tolong bayarin minuman saya ini ya.." Santoso mengenakan kaca mata hitamnya dan pergi meninggalkan Olivia.

Olivia menggeretakkan giginya dengan geram, di remasnya foto yang ada ditangannya, "Kamu harus mambayar perbuatan kamu To, saya gak bisa membantu kamu lagi..semoga kamu gak dibuat mati oleh orang itu..." Olivia kemudian melambaikan tangan ke Pelayan, "Mass Billnya.."

***

Anto membuka matanya perlahan, cahaya lampu menyilaukannya, dia berusaha menggerakkan tangannya tapi dilihatnya tangan dan kakinya terikat, mulutnya juga disumbat dengan lakban, hanya suara Hu Hu yang terdengar dari mulutnya.

Murad menoleh dan tersenyum, didekatinya Anto yang tengah meringkuk di lantai, "Apa kabar bangsat, sekarang lu ketangkap, dan habis sekarang riwayat lu..hahahah.." ujar Murad sambil menjambak rambut Anto.

"Hmpphh..hmmphhh.." suara Anto tertahan oleh Lakban yang menyumbatnya, Murad menatap dan menarik paksa Lakban itu hingga Anto berteriak kesakitan.

"Mas...tolong..kenapa saya di ikat seperti ini, tolong lepasin saya mas..tolong, urusan kita kan sudah selesai mas...kenapa..masihh menginnncarr saya.." Suara Anto terdengar menghiba memohon ampun.

"Selesai gundulmu!" sebuah sepakan kaki Rebon mendarat di perut Anto, hingga Anto merintih kesakitan, napasnya terasa hilang akibat tendangan itu.

"Jangan Bon, lu gak dengar apa kata Bos, kita gak boleh ngapa-ngapain dia." Ujar Murad.

"Maaf Mas, saya gak sengaja tadi.." Ujar Rebon santai, Murad terkekeh mendengar kata-kata rebon yang terdengar lucu itu.

"Eh jing...lu bilang tadi urusan ama lu udah selesai? Ya lu benar, emang udah selesai yang dulu, cuman tololnya lu bikin masalah lagi ama kita..paham gak lu.." Ujar Murad, Anto hanya termangu sambil terengah-engah mengatur napasnya yang terasa sesak karena tendangan rebon tadi.

"Lu tuh main-main ama bini orang, perempuan yang lu tidurin itu istri dari sahabat bos gua, makanya sekarang lu kena batunya...tau gak lu, sejak di Surabaya dulu, gua udah siap ngubur lu hidup-hidup, eh baru kesampaian sekarang" Ujar Murad geram.

Tiba-tiba Hp Murad berdering, "Ya bos..ohh oke, gak dia masih aman bos, walau saya pengen banget nginjek kepalanya, tapi kata bos kan gak boleh diapa-apain...apa?...kita ke tempat praktek dokter?..." Murad mengernyitkan kening sambil menatap Anto.

"Dokter apaan bos?...hah?? serius bos?...waduhhhh....ya yaya..bos...oke...siap.." Murad menyimpan hpnya kembali, Murad menutup mulutnya sambil memandang Anto, tak lama suara tawanya meledak dan terdengar menyeramkan bagi Anto.

"Piye mas? Opo kata si Bos?" Tanya Rebon yang heran melihat temannya tertawa keras seperti itu.

"Kita disuruh bawa tikus got ini ke tempat praktek dokter Bon." Ujar Murad sambil menahan tawanya, tak lama tawanya kembali menggelegar, Rebon hanya ikut mesem tak mengerti apa yang membuat temannya itu begitu geli.

"Praktek dokter? Lah mau diapain, apa mau disuntik mati mas?" tanya Rebon polos.

Murad kembali terpingkal pingkal mendengar ucapan polos Rebon, "Lebih parah bon hahahah, masih mending kalau disuntik mati haahahahah...aduh perut gua sakit bon.."

"Guyu terus mas, aku ra ngerti.." Ucap Rebon melongo.

"Hahahah, tadi bos nyuruh kita ke tempat praktek dokter, lu tau dokter apa? Hahaha hahaha, itu hahahahah, tempat praktek dokter bedah kecantikan hahahaahha, biasanya biasanya hahahahah, tempat itu didatangi waria yang ingin ubah kelamin hahaahahahah.." Murad terpingkal-pingkal hebat sampai berurai air mata, tawanya semakin menjadi saat melihat temannya tak paham juga ucapannya.

"Aku ra paham mas.." Ucap rebon sambil menggaruk kepala botaknya.

"Si tikus got itu mau operasi kelamin hahahahaha, kontolnya bakalan dipotong dan diganti memek buatan hahahahahahah." Ucap Murad.

"Haaaaaaaaaa......gilani, serius mas?" Tanya Rebon sambil tercengang mendengar ucapan Murad, dia betul-betul tak menyangka kalau Bos Santoso begitu dendam terhadap Tikus got ini, Rebon memandang Anto yang melongo tak mengerti ucapan mereka berdua.

"Sek sek..ada telpon dari bos, Ya bos...oke bos...share lock alamatnya, kita akan menuju kesana.." Ujar Murad sambil menyeringai menatap Anto.

"Yuk kita bawa tikus got ini, besok kita panggil dia dengan nama Anti ya hahahaahaha.." Murad kembali terpingkal-pingkal.

***​

Sebulan Kemudian

"Yank..kamu gak usah kerja ya, temani aku lagi hari ini." Ujar Adam sambil mengenggam tangan halus Maya.

"Kamu kan udah lebih baik yank, aku juga udah lama gak masuk, kamu pasti bisa sendiri kok, sebentar lagi juga kamu udah boleh ngantor lagi." Ujar Maya membalas genggaman tangan suaminya.

Ya sudah dua minggu Adam kembali ke Rumah, pemulihannya juga cukup cepat berkat prosuder tepat yang digunakan oleh Profesor Harso dan Tim, Adam kini telah bugar dan kembali seperti Adam yang dulu, seolah tak ada sesuatu yang pernah terjadi padanya.

"hati-hati ya yank, kamu gak pakai mobil aja?" Ucap Adam saat melepas Maya pergi.

"Gak usah yank, aku males parkir-parkirnya." Ujar Maya, mereka kembali saling menggengam tangan di depan.

Maya menatap Adam dengan tatapan lembut, Adam juga membalas dengan senyum, Adam melihat ada sesuatu yang aneh di wajah Maya, seolah Maya ingin meminta maaf padanya, "Yank..aku pergi dulu ya..jaga diri kamu baik-baik.." Ujar Maya.

"Kok kamu kayak mau pergi jauh aja sih yank ngomongnya." Ucap Adam. Maya hanya tersenyum menanggapinya, dia lalu berlalu, sebelum masuk ke taksi yang menunggunya, Maya menoleh lagi ke suaminya, Maya tersenyum tanpa berkata apa-apa, hanya tangannya yang melambai.

Adam menatap Taksi yang ditumpangi Maya menghilang di tikungan, tiba-tiba hatinya berdegup tak menentu, sudah tiga hari sikap Maya terlihat aneh, dia memberitahu Adam dimana letak-letak semua peralatan di dapur, kapan membuang sampah, cara menyalakan mesin cuci dan membilas cucian dan lain-lain, saat itu Adam merasa kalau Maya tengah mengajarkannya untuk mandiri karena harus dirawat dirumah, namun kini semuanya terasa begitu aneh, "Kok aku jadi punya pikiran yang gak-gak." Adam berusaha menyingkirkan perasaan gelisahnya itu dan masuk ke rumah.

Adam membuka kulkas, isi kulkas terlihat penuh, ada susu, daging, serta sayuran, terlihat Maya mempersiapkan bahan makanan begitu rapih, Adam melihat di lemari makanan, masakan untuk makan siang juga telah disiapkan Maya, di dekat makanan itu ada secarik kertas tulisan tangan Maya, "Yank kalau mau makan di hangatkan dulu di microwave ya."

Adam kemudian pergi ke kamar, di meja kamar sudah disediakan obat-obatan yang harus diminum Adam, Maya membaginya menjadi 3 bagian, masing-masing ditulis jam makan obatnya, Adam tersenyum melihat perhatian Maya yang begitu besar, namun desiran-desiran di hatinya kini mulai menganggu, perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak. Adam yang selalu berpikir positif berusaha menyingkirkan semua perasaanya itu, diambilnya obat yang disediakan Maya, ada 3 obat, salah satunya adalah obat tidur, ya Adam memang diharuskan banyak beristirahat untuk benar-benar memantapkan kondisi tubuhnya. Adam menatap 3 bagian obatnya, ini adalah obat terakhir yang tersisa, setelah ini, Adam akan benar-benar pulih, dan mungkin bisa mulai beraktifitas seperti semula.

***

Adam terbangun saat Adzan Maghrib berkumandang, dikuceknya matanya, tubuhnya kini terasa sangat segar, ditatapnya kamarnya masih gelap, "Apa Maya belum pulang?"

Adam melipat sarungnya usai melaksanakan sholat Maghrib, dilihatnya jam dinding menunjukkan hampir setengah tujuh malam, "Kok Maya belum pulang ya?"

Adam mencari hpnya, di tekannya nomor Maya, namun yang terdengar hanyalah suara operator kalau handphone Maya tidak aktif, Adam kemudian membuka aplikasi whatsapp, dilihatnya Maya terakhir online pukul 10 pagi, hati Adam kembali berdetak tak karuan, kini perasaan tak enaknya semakin menjadi.

Adam kemudian menelpon Milla, "Lho emangnya Maya gak bilang kalau Maya udah ngundurin diri mas, Maya gak kekantor mas, apa Maya tadi bilang mau ke kantor, tapi sejak pagi Maya gak disini kok."

Adam terhenyak mendengar ucapan Milla itu, "Dia gak nelpon kamu Mil?"

"Gak mas, astaga mungkin maksudnya ini kali ya.." Ujar Milla.

"Maksudnya mil?" Tanya Adam lagi, hatinya semakin berdegup tak menentu.

"Kemaren dia chat ama aku, kalau hari ini mas Adam nelpon ke aku, bilang ama mas Adam buka lemari, di laci lemari ada sesuatu yang dia titipkan." Jawab Milla.

"Apa..!!" Ucap Adam pucat.

"Aku juga bingung, kemarin lagi sibuk jadi gak terlalu merhatiin, mas..mass..."

Adam menaruh hpnya di kasur dan bergegas membuka lemari, dengan cepat Adam membuka laci lemari, didapatinya sebuah surat berwarna ungu, dengan tangan gemetar Adam membuka surat tersebut, Adam terhenyak melihat sebuah cincin milik Maya berada di dalam amplop surat tersebut.

Adam membawa amplop tersebut dan duduk di tepi ranjang, tangannya gemetar membuka surat yang bertuliskan tangan Maya itu.

Yank...aku mohon maaf atas kelakuanku ini yank, saat kamu baca surat ini, aku sudah pergi yank, aku gak pantas menjadi istri orang sebaik kamu, aku adalah perempuan yang penuh dengan dosa, perbuatanku tak bisa dimaafkan, aku saja tak bisa memaafkaan diriku, mana aku pantas mendapat maaf darimu.

Yank...aku bukanlah istri dan perempuan yang baik untukmu, aku telah mengkhianati pernikahan kita, aku tak sanggup untuk mengutarakan apa kesalahanku, suatu saat kamu pasti akan mendengar dari orang lain, mungkin sahabatmu mas Santoso bisa menceritakan kebejatan yang telah aku lakukan, aku hanya pengecut yang tak bisa memberitahumu apa kenistaan yang aku lakukan. Semua keburukan yang kamu dengar nanti itu memang benar yank, aku memang seburuk itu.

Yank, aku sangat mencintaimu sehingga aku tak bisa memberikan diriku padamu, diriku yang kotor dan menjijikan ini, ijinkan aku pergi yank..biarkan aku menghilang darimu agar hidup kita terus berlanjut..

Yank kamu pasti bingung kenapa aku seperti ini, jika memang ini bisa membuatmu benci maka aku akan mengatakan hal yang menjijikan ini yank, aku telah hamil oleh pria lain dibelakangmu, ya benar yank, aku membuat kesalahan, aku hamil oleh lelaki lain, namun Tuhan rupanya tak menghendaki semua itu, ternyata kehamilan aku palsu, namun hamil atau tidak, tak bisa mengubah kenyataan kalau aku telah menjadi istri yang tak pantas untukmu, istri yang bermoral bejat dan tak bisa menjaga kesuciannya, malah sukarela ditiduri lelaki lain, yank..jangan maafkan aku yank...biarkan aku pergi, aku tak kuat dengan perasaan bersalahku ini, setiap hari melihatmu dan merasakan kasih sayangmu, aku semakin menderita karena kebodohanku.

Yank, biarkan aku pergi, anggap saja aku sudah tidak ada lagi, aku tak pantas untukmu yank, aku terlalu kotor dan menjijikkan untukmu, yank....ikhlaskan kepergianku ini ya...kamu berhak untuk bahagia yank....

Dari orang yang sangat mencintaimu

Maya


Adam termangu menatap surat ditangannya, air matanya tak terbendung lagi, menetes deras membasahi pipinya.

***

Bersambung
end part 69
 
Ane kira ini akan jadi endingnya,hmmm kayaknya masih ada misteri tentang kehidupan Maya setelah ninggalin Adam

Thx hu updatenya
 
Pertama saya kasih big Applause sama respect dulu ke @pujangga2000 dah sering ikutin ceritanya mulai dari IML. Suami kedua istriku sampai titik DSI ini. Story teller dan gaya penulisan yang nyaman buat pembaca juga bisa ngajak reader ikut masuk ke cerita sebagai orang ketiga. Ga mudah lho. Tapi hu @pujangga2000 bisa buktiin kalo kisahnya bisa jadi HT berkali kali.


Ya sesuai yang saya mau secara pribadi kalau Maya emang harus menyingkir dari kehidupan Adam. Ya walopun sakit dan penuh air mata sedih, karena konsekuensi yang sangat besar dari kurangnya kepercayaan dalam satu hubungan.
Terbayang jelas kesedihan Adam setelah mengetahui semuanya, sakit hati adam bisa 2x lipat atau lebih, Rasa cinta yang kuat ke Maya karena cita cita adam untuk menjadi suami terbaik buat Maya sirna.

Tapi disamping itu adam juga kecewa karena wanita tercintanya mengkhinati pernikahan mereka hingga hamil, bahkan membaca langsung dari tulisan Maya. Dari kesedihan adam cinta yang begitu besar sangat sulit untuk percaya kalau Maya yang dikenal polos dan manja ternyata wanita yang selingkuh secara rela.

Part 69 sedih membaca pamitan maya dari surat, tapi ini juga jalan terbaik buat Adam Maya. Sekarang tinggal nunggu Adam meminta Santoso jujur dengan kisahnya lalu merelakan maya.

Tapi entahlah sikap Adam yang terlalu sayang ke Maya bisa nekat mencari sendiri atau dengan Bantuan Santoso, kalo "mau" Santosonya


Sekali lagi @pujangga2000 saya trimakasih atas kisah dsi ini.
 
Apa Anto mau di kebiri? Alur ceritanya udah 1 bulan kemudian aja lagi hmm penasaran sama Anto apakah dia sudah jadi anti seutuhnya? Wkwkwkwk ekstrim sekali pembalasan buat Anto kirain mau dijebloskan ke penjara atau di matiin sama santoso ternyata dibikin menderita seumur hidup. 🤭🤭
Perpisahan Adam Maya bikin menyayat hati 😩 apakah Adam bisa memaafkan Maya dan mencarinya? Harapan saya sih Adam Maya bisa dipertemukan kembali lagi. kalau mau pisah semoga pisahnya secara baik baik jangan di ambil secara sepihak seperti ini.
 
Diary Seorang Istri
Part 69 - Elegi Untuk Adam



Sepeninggal Olivia, Anto berjalan mondar-mandir di apartemennya, hatinya sedikit resah dengan sikap Olive, kenapa tiba-tiba perempuan cantik itu menjadi sensitif sekali pagi ini, Anto teringat kalau pagi-pagi sekali Olive menerima telepon, dan Anto yakin kalau si penelpon adalah orang yang penting, kalau bukan orang penting tak mungkin panggilan telpon itu diterima Olive, apalagi sepagi itu, Anto sendiri tak tahu apa yang dibicarakan Olive dengan si Penelpon, tapi sejak menerima telpon Olive menjadi Bad Mood.

"Apa gara-gara orang yang nelpon tadi pagi, atau jangan-jangan Olive tahu soal Maya? Tapi rasanya gak mungkin dia tahu soal Maya, toh dia baru datang, dan rasanya kemarin dia tak membicarakan soal Maya sama sekali." Anto duduk di kursi sambil memijit keningnya.

"Ahh gak tahu lah..tapi gua penasaran siapa yang nelpon dia tadi pagi? Dan kenapa sepertinya Olive marah setelah menerima telpon, kenapa sih ini bikin puyeng aja...dah lah mending gua ke pangkalan aja." Anto bangkit dari duduknya dan mengambil jaket kulitnya.

Saat menutup pintu kamar apartemen, terngiang kembali ucapan Olivia agar menaruh kartu kunci kamar di resepsionis, Anto menyeringai sinis, dan melihat kartu kamar yang dipegangnya, kemudian dia berlalu menuju lift untuk menuju lobbi.

"Mbak, ini saya titip kunci kamar.." Ujar Anto sambil menyerahkan kunci kamar ke seorang perempuan petugas resepsionis.

"Oh ya Pak, kunci kamar bu Olivia ya, tadi beliau juga pesan, oh ya ini ada titipan dari bu Olivia tadi." Petugas itu menyerahkan sebuah amplop kecil pada Anto.

"Hari ini aku ingin sendirian, tolong jangan temui aku dulu." Anto merobek amplop serta kertas tulisan itu dan melemparnya ke tempat sampah, "Bodo amat dah.."

Anto berjalan menuju Lift kembali, dia ingin menuju lantai basement tempat motornya di parkir, pintu lift kemudian terbuka, tak ada seorangpun di lift, Anto masuk kedalam lift dan menekan angka B2 di tombol Lift, sesaat sebelum pintu lift menutup, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu Lift, Anto yang sedang sibuk bermain dengan hpnya tak melihat dua orang berperawakan besar masuk bergegas.

Anto kemudian melihat dengan heran kenapa Lift tak bergerak juga, ternyata dilihatnya tombol hold di tekan, "Mas itu kenapa tombol holdnya di tekan." Ujar Anto pada dua orang yang membelakanginya, dengan kesal Anto maju dan berusaha menekan kembali tombol hold, dua orang didepannya secepat kilat menangkap tangan Anto dan memitingnya, salah seorang kemudian berbalik dan memandang Anto, seketika wajah Anto pucat saat mengenali siapa orang didepannya ini, "Hai bangsat...dah lama kita gak ketemu." Ujar Murad menyeringai.

***

"Selamat pagi pak!" Sapa Satpam saat melihat ada 3 orang lelaki berjalan menuju kendaraan mereka di basement, Satpam itu sedikit curiga saat melihat salah seorang lelaki sedang dipapah dua orang lainnya.

"Ada apa pak? Apa bapak itu sakit?" Tanya Satpam.

"Ya, ini teman saya tadi pingsan pak, kami akan bawa ke rumah sakit." Ujar Rebon tenang, dia tak ingin melukai Satpam yang tak bersalah itu.

"Ohhh, apa perlu saya panggilkan ambulance pak?" Tanya Satpam sambil matanya terus menyelidik.

"Gak usah pak, dia emang begini, penyakitnya menular soalnya, dia punya penyakit TBC, saya aja kalau bukan teman, takut dekat-dekat dia." Ujar Rebon, Satpam tersebut melihat Rebon mengenakan masker, tiba-tiba dia teringat dengan keluarganya yang mengalami TBC juga, mengingat itu Satpam tersebut menjadi gentar takut tertular.

"Ini udah berdarah pak, nih lihat..." Ujar Rebon sambil memperlihatkan telapak tangannya yang berdarah, "maaf pak kita harus cepat-cepat bawa teman saya ke rumah sakit, kalau gak bisa fatal ini." Ujar Rebon lagi.

"Ya..ya pak...." Satpam tersebut bergegas menyingkir dan melihat dari jauh saat Anto yang terkulai tak sadarkan diri di papah oleh Murad dan rebon.

Dengan susah payah Murad dan Rebon memasukkan tubuh Anto ke Mobil, Rebon menjadi pengemudi, dan Murad duduk di belakang berjaga-jaga, Rebon membunyikan klakson sebagai sapaan saat melewati Satpam tadi, Satpam tersebut membalas dengan melambaikan tangannya.

"Jago juga akting lu Bon." Ujar Murad pada Rebon.

"Hue hueheh...ya kah mas? Gak sia-sia aku dulu suka nonton ludruk waktu cilik kang."

Murad hanya tersenyum melihat tingkah kawannya itu, kemudian tatapannya berpaling pada Anto yang meringkuk tak sadarkan diri, "Kali ini tamat riwayatlu bajingan kurap, ahh gua udah gatal pengen ratain mukalu rasanya." Nada suara Murad terdengar gemas dan kesal.

"Mas, tuh si curut got kira-kira nasibnya piye yo? Opo bakalan modar?" Tanya Rebon.

"Gak tau juga, kayaknya sih bakalan modar hari ini, kalo gua jadi bos, dah gua jadiin campuran semen nih bangsat." Jawab Murad gemas.

"Omong-omong tempat apa itu yang dibilang bos tadi malam mas?" Tanya Rebon lagi.

"Mbuh...Gue juga gak tau tempat apa itu, dah lah kita bawa aja kesono, ntar juga kita tahu tempat apa itu, gua rasa sih lebih parah daripada di neraka kayaknya hahahah.." Ujar Murad tergelak

Rebon memperhatikan kawannya yang terlihat begitu menyeramkan, tampak jelas kalau kawannya itu begitu membenci sosok yang tengah pingsan itu, tubuh Rebon sedikit begidik membayangkan apa yang terjadi nanti.

****

Di Sebuah Coffee Shop

Santoso melambaikan tangan saat melihat tamu yang ditunggunya telah tiba, seorang perempuan cantik melihat lambaian tangannya dan berjalan menuju ke arah Santoso.

"Silahkan duduk mbak Olive." Santoso berdiri menyambut perempuan tadi, Olive membuka kacamata hitamnya dan duduk di hadapan Santoso, tak lama seorang pelayan tiba membawakan daftar menu.

"Saya vanilla latte aja, mbak Olive mau apa?" Tanya Santoso.

"Black coffee without sugar.." Jawab Olive cepat.

"Rasanya saya gak mengenal anda, apa saya lupa? Wajah Anda sih gak asing, oh ya tau darimana nomor hp saya?" Tanya Olive.

"Satu persatu dulu mbak, bingung saya jawabnya." Ujar Santoso tersenyum.

Olive memandang Santoso dengan tatapan tajam, Olive yakin kalau pria di depannya ini bukan pria sembarangan, pakaian dan jam tangan yang dikenakannya bukan produk biasa, namun Olive tak yakin dengan tujuan orang ini ingin bertemu dengannya.

"Saya ada pertemuan dengan atasan saya 2 jam lagi, kenapa anda ingin bertemu saya, apa anda ingin menawarkan membership sesuatu atau proposal bisnis? Kalau ya, gak usah repot, saya gak tertarik, maaf saya gak suka buang-buang waktu." Ujar Olive.

"Santai mbak, atasan mbak juga kayaknya belum bangun jam segini, bagaimana kabar di New York Mbak? Sepertinya disana sekarang Spring ya?" Ucap Santoso.

"Apa kita akan ngobrol kayak teman atau langsung ke pokok pembicaraan? Saya gak punya waktu, lagi pula anda bukan teman saya." Olivia mulai kesal karena Santoso terlihat seolah sedang mempermainkannya.

"Waitt??? How do you know about New York? Who are you?" Tanya Olivia.

"HAhahahaha, ya benar, mbak Olivia bukan teman saya hahahaha...tapi pak Alex temannya teman saya.." Jawab Santoso terbahak-bahak.

Lelaki didepannya ini mulai menarik atensi Olivia, apalagi orang ini barusan menyebut nama Alex, "Pak Alex?" gumam Olivia.

"Alexander Saputra, konsulat Indonesia di New York..kalau gak salah itu atasan mbak Olivia kan?" Ujar Santoso sambil tersenyum melihat raut wajah Olivia berubah, teringat beberapa hari lalu dia meminta salah seorang kenalannya yang anggota DPR untuk menghubunginya dengan Alex yang dimaksud.

"What the hell is goin on here.." Olivia sedikit tegang.

"Oke saya akan to the point, beberapa tahun lalu di Surabaya, tepatnya di imperial restaurant, mbak Olivia meminta saya untuk tak menganggu seekor Tikus yang menganggu rumah tangga saya, ring a bell mbak?" Ucap Santoso dengan nada mulai tinggi.

"Tikus?" Olivia memperhatikan wajah Santoso dalam-dalam, sepertinya dia mulai mengenali siapa lelaki di depannya ini.

"Ohh ya....I remember you.." lanjut Olivia.

"Ya, sekarang saya yang meminta mbak Olivia datang, karena Tikus itu kini berbuat ulah lagi." Ujar Santoso dengan nada geram.

Olivia hanya diam menatap Santoso yang tengah membuka tasnya, tak lama sebuah amplop coklat dilemparkan Santoso di meja, "Coba mbak buka, saya yakin mbak Olivia akan tahu tikus yang saya maksud."

Olivia segera membuka amplop didepannya itu, didalam amplop terdapat foto-foto yang sengaja di cetak ukuran Folio, foto-foto itu adalah tangkapan kamera CCTV saat mobil Pajero yang ditumpangi Anto dan Maya baru saja meninggalkan Resort, di foto itu terlihat wajah Anto yang sedikit buram, namun yang membuat jelas itu Anto adalah foto tato di lengan kanan Anto yang tengah membayar parkir.

Olivia berulang kali melihat foto-foto yang ada di amplop, dia memicingkan mata saat melihat foto Maya yang tengah berjalan meninggalkan meja resepsionis, "sepertinya ini perempuan yang kemarin datang ke apartemen." Batinnya.

"Perempuan yang anda lihat itu kemarin datang ke apartemen, namun Tikus got malah mengusir dia, dan mbak pasti gak tahu kalau perempuan itu hamil karena si tikus got, dan setelah diusir dia mengalami masalah dengan kandungannya dan pingsan di lift, untung saja nyawanya masih tertolong.." Santoso berkata dengan nada berapi-api sampai napasnya tersengal karena begitu emosi.

"Sebentar biar saya lanjutkan." Ujar Santoso saat melihat Olivia hendak bicara, "tikus got itu berurusan dengan orang yang salah, perempuan ini adalah istri sahabat saya, jika mbak Olivia berencana melindunginya lagi, maka saya gak akan tinggal diam, saya punya banyak koneksi juga untuk membuat Mbak Olivia malu, gak percaya? Coba mbak Olivia pikir kenapa Mbak Olivia ditegur dengan keras oleh pihak departemen Luar Negeri dan diminta menghadap Menteri hari ini?" Santoso menatap Olivia Tajam.

Olivia hanya memejamkan mata sambil menghela napas, rupanya lelaki didepannya ini punya pengaruh dan koneksi yang luas di kalangan pemerintahan, Olivia memegang foto Tato tangan Anto, "Saya gak akan melindunginya lagi pak, terserah anda ingin melakukan apa, saya tak mendengar atau mengetahui apa-apa, oke." Ujar olivia dengan suara bergetar menahan emosinya yang ingin meledak, bisa-bisanya seorang gigolo seperti Anto menyeretnya ke masalah ini dan membuat karier yang dibangun puluhan Tahun terancam berantakan, Olivia memang sayang dengan Anto, namun jika seperti ini, maka Olivia tak bisa berbuat apa-apa, lagipula Anto telah melanggar janji yang dibuatnya.

"Oke Terima kasih atas tanggapan Anda,saya permisi dulu, oh ya..tolong bayarin minuman saya ini ya.." Santoso mengenakan kaca mata hitamnya dan pergi meninggalkan Olivia.

Olivia menggeretakkan giginya dengan geram, di remasnya foto yang ada ditangannya, "Kamu harus mambayar perbuatan kamu To, saya gak bisa membantu kamu lagi..semoga kamu gak dibuat mati oleh orang itu..." Olivia kemudian melambaikan tangan ke Pelayan, "Mass Billnya.."

***

Anto membuka matanya perlahan, cahaya lampu menyilaukannya, dia berusaha menggerakkan tangannya tapi dilihatnya tangan dan kakinya terikat, mulutnya juga disumbat dengan lakban, hanya suara Hu Hu yang terdengar dari mulutnya.

Murad menoleh dan tersenyum, didekatinya Anto yang tengah meringkuk di lantai, "Apa kabar bangsat, sekarang lu ketangkap, dan habis sekarang riwayat lu..hahahah.." ujar Murad sambil menjambak rambut Anto.

"Hmpphh..hmmphhh.." suara Anto tertahan oleh Lakban yang menyumbatnya, Murad menatap dan menarik paksa Lakban itu hingga Anto berteriak kesakitan.

"Mas...tolong..kenapa saya di ikat seperti ini, tolong lepasin saya mas..tolong, urusan kita kan sudah selesai mas...kenapa..masihh menginnncarr saya.." Suara Anto terdengar menghiba memohon ampun.

"Selesai gundulmu!" sebuah sepakan kaki Rebon mendarat di perut Anto, hingga Anto merintih kesakitan, napasnya terasa hilang akibat tendangan itu.

"Jangan Bon, lu gak dengar apa kata Bos, kita gak boleh ngapa-ngapain dia." Ujar Murad.

"Maaf Mas, saya gak sengaja tadi.." Ujar Rebon santai, Murad terkekeh mendengar kata-kata rebon yang terdengar lucu itu.

"Eh jing...lu bilang tadi urusan ama lu udah selesai? Ya lu benar, emang udah selesai yang dulu, cuman tololnya lu bikin masalah lagi ama kita..paham gak lu.." Ujar Murad, Anto hanya termangu sambil terengah-engah mengatur napasnya yang terasa sesak karena tendangan rebon tadi.

"Lu tuh main-main ama bini orang, perempuan yang lu tidurin itu istri dari sahabat bos gua, makanya sekarang lu kena batunya...tau gak lu, sejak di Surabaya dulu, gua udah siap ngubur lu hidup-hidup, eh baru kesampaian sekarang" Ujar Murad geram.

Tiba-tiba Hp Murad berdering, "Ya bos..ohh oke, gak dia masih aman bos, walau saya pengen banget nginjek kepalanya, tapi kata bos kan gak boleh diapa-apain...apa?...kita ke tempat praktek dokter?..." Murad mengernyitkan kening sambil menatap Anto.

"Dokter apaan bos?...hah?? serius bos?...waduhhhh....ya yaya..bos...oke...siap.." Murad menyimpan hpnya kembali, Murad menutup mulutnya sambil memandang Anto, tak lama suara tawanya meledak dan terdengar menyeramkan bagi Anto.

"Piye mas? Opo kata si Bos?" Tanya Rebon yang heran melihat temannya tertawa keras seperti itu.

"Kita disuruh bawa tikus got ini ke tempat praktek dokter Bon." Ujar Murad sambil menahan tawanya, tak lama tawanya kembali menggelegar, Rebon hanya ikut mesem tak mengerti apa yang membuat temannya itu begitu geli.

"Praktek dokter? Lah mau diapain, apa mau disuntik mati mas?" tanya Rebon polos.

Murad kembali terpingkal pingkal mendengar ucapan polos Rebon, "Lebih parah bon hahahah, masih mending kalau disuntik mati haahahahah...aduh perut gua sakit bon.."

"Guyu terus mas, aku ra ngerti.." Ucap Rebon melongo.

"Hahahah, tadi bos nyuruh kita ke tempat praktek dokter, lu tau dokter apa? Hahaha hahaha, itu hahahahah, tempat praktek dokter bedah kecantikan hahahaahha, biasanya biasanya hahahahah, tempat itu didatangi waria yang ingin ubah kelamin hahaahahahah.." Murad terpingkal-pingkal hebat sampai berurai air mata, tawanya semakin menjadi saat melihat temannya tak paham juga ucapannya.

"Aku ra paham mas.." Ucap rebon sambil menggaruk kepala botaknya.

"Si tikus got itu mau operasi kelamin hahahahaha, kontolnya bakalan dipotong dan diganti memek buatan hahahahahahah." Ucap Murad.

"Haaaaaaaaaa......gilani, serius mas?" Tanya Rebon sambil tercengang mendengar ucapan Murad, dia betul-betul tak menyangka kalau Bos Santoso begitu dendam terhadap Tikus got ini, Rebon memandang Anto yang melongo tak mengerti ucapan mereka berdua.

"Sek sek..ada telpon dari bos, Ya bos...oke bos...share lock alamatnya, kita akan menuju kesana.." Ujar Murad sambil menyeringai menatap Anto.

"Yuk kita bawa tikus got ini, besok kita panggil dia dengan nama Anti ya hahahaahaha.." Murad kembali terpingkal-pingkal.

***​

Sebulan Kemudian

"Yank..kamu gak usah kerja ya, temani aku lagi hari ini." Ujar Adam sambil mengenggam tangan halus Maya.

"Kamu kan udah lebih baik yank, aku juga udah lama gak masuk, kamu pasti bisa sendiri kok, sebentar lagi juga kamu udah boleh ngantor lagi." Ujar Maya membalas genggaman tangan suaminya.

Ya sudah dua minggu Adam kembali ke Rumah, pemulihannya juga cukup cepat berkat prosuder tepat yang digunakan oleh Profesor Harso dan Tim, Adam kini telah bugar dan kembali seperti Adam yang dulu, seolah tak ada sesuatu yang pernah terjadi padanya.

"hati-hati ya yank, kamu gak pakai mobil aja?" Ucap Adam saat melepas Maya pergi.

"Gak usah yank, aku males parkir-parkirnya." Ujar Maya, mereka kembali saling menggengam tangan di depan.

Maya menatap Adam dengan tatapan lembut, Adam juga membalas dengan senyum, Adam melihat ada sesuatu yang aneh di wajah Maya, seolah Maya ingin meminta maaf padanya, "Yank..aku pergi dulu ya..jaga diri kamu baik-baik.." Ujar Maya.

"Kok kamu kayak mau pergi jauh aja sih yank ngomongnya." Ucap Adam. Maya hanya tersenyum menanggapinya, dia lalu berlalu, sebelum masuk ke taksi yang menunggunya, Maya menoleh lagi ke suaminya, Maya tersenyum tanpa berkata apa-apa, hanya tangannya yang melambai.

Adam menatap Taksi yang ditumpangi Maya menghilang di tikungan, tiba-tiba hatinya berdegup tak menentu, sudah tiga hari sikap Maya terlihat aneh, dia memberitahu Adam dimana letak-letak semua peralatan di dapur, kapan membuang sampah, cara menyalakan mesin cuci dan membilas cucian dan lain-lain, saat itu Adam merasa kalau Maya tengah mengajarkannya untuk mandiri karena harus dirawat dirumah, namun kini semuanya terasa begitu aneh, "Kok aku jadi punya pikiran yang gak-gak." Adam berusaha menyingkirkan perasaan gelisahnya itu dan masuk ke rumah.

Adam membuka kulkas, isi kulkas terlihat penuh, ada susu, daging, serta sayuran, terlihat Maya mempersiapkan bahan makanan begitu rapih, Adam melihat di lemari makanan, masakan untuk makan siang juga telah disiapkan Maya, di dekat makanan itu ada secarik kertas tulisan tangan Maya, "Yank kalau mau makan di hangatkan dulu di microwave ya."

Adam kemudian pergi ke kamar, di meja kamar sudah disediakan obat-obatan yang harus diminum Adam, Maya membaginya menjadi 3 bagian, masing-masing ditulis jam makan obatnya, Adam tersenyum melihat perhatian Maya yang begitu besar, namun desiran-desiran di hatinya kini mulai menganggu, perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak. Adam yang selalu berpikir positif berusaha menyingkirkan semua perasaanya itu, diambilnya obat yang disediakan Maya, ada 3 obat, salah satunya adalah obat tidur, ya Adam memang diharuskan banyak beristirahat untuk benar-benar memantapkan kondisi tubuhnya. Adam menatap 3 bagian obatnya, ini adalah obat terakhir yang tersisa, setelah ini, Adam akan benar-benar pulih, dan mungkin bisa mulai beraktifitas seperti semula.

***

Adam terbangun saat Adzan Maghrib berkumandang, dikuceknya matanya, tubuhnya kini terasa sangat segar, ditatapnya kamarnya masih gelap, "Apa Maya belum pulang?"

Adam melipat sarungnya usai melaksanakan sholat Maghrib, dilihatnya jam dinding menunjukkan hampir setengah tujuh malam, "Kok Maya belum pulang ya?"

Adam mencari hpnya, di tekannya nomor Maya, namun yang terdengar hanyalah suara operator kalau handphone Maya tidak aktif, Adam kemudian membuka aplikasi whatsapp, dilihatnya Maya terakhir online pukul 10 pagi, hati Adam kembali berdetak tak karuan, kini perasaan tak enaknya semakin menjadi.

Adam kemudian menelpon Milla, "Lho emangnya Maya gak bilang kalau Maya udah ngundurin diri mas, Maya gak kekantor mas, apa Maya tadi bilang mau ke kantor, tapi sejak pagi Maya gak disini kok."

Adam terhenyak mendengar ucapan Milla itu, "Dia gak nelpon kamu Mil?"

"Gak mas, astaga mungkin maksudnya ini kali ya.." Ujar Milla.

"Maksudnya mil?" Tanya Adam lagi, hatinya semakin berdegup tak menentu.

"Kemaren dia chat ama aku, kalau hari ini mas Adam nelpon ke aku, bilang ama mas Adam buka lemari, di laci lemari ada sesuatu yang dia titipkan." Jawab Milla.

"Apa..!!" Ucap Adam pucat.

"Aku juga bingung, kemarin lagi sibuk jadi gak terlalu merhatiin, mas..mass..."

Adam menaruh hpnya di kasur dan bergegas membuka lemari, dengan cepat Adam membuka laci lemari, didapatinya sebuah surat berwarna ungu, dengan tangan gemetar Adam membuka surat tersebut, Adam terhenyak melihat sebuah cincin milik Maya berada di dalam amplop surat tersebut.

Adam membawa amplop tersebut dan duduk di tepi ranjang, tangannya gemetar membuka surat yang bertuliskan tangan Maya itu.

Yank...aku mohon maaf atas kelakuanku ini yank, saat kamu baca surat ini, aku sudah pergi yank, aku gak pantas menjadi istri orang sebaik kamu, aku adalah perempuan yang penuh dengan dosa, perbuatanku tak bisa dimaafkan, aku saja tak bisa memaafkaan diriku, mana aku pantas mendapat maaf darimu.

Yank...aku bukanlah istri dan perempuan yang baik untukmu, aku telah mengkhianati pernikahan kita, aku tak sanggup untuk mengutarakan apa kesalahanku, suatu saat kamu pasti akan mendengar dari orang lain, mungkin sahabatmu mas Santoso bisa menceritakan kebejatan yang telah aku lakukan, aku hanya pengecut yang tak bisa memberitahumu apa kenistaan yang aku lakukan. Semua keburukan yang kamu dengar nanti itu memang benar yank, aku memang seburuk itu.

Yank, aku sangat mencintaimu sehingga aku tak bisa memberikan diriku padamu, diriku yang kotor dan menjijikan ini, ijinkan aku pergi yank..biarkan aku menghilang darimu agar hidup kita terus berlanjut..

Yank kamu pasti bingung kenapa aku seperti ini, jika memang ini bisa membuatmu benci maka aku akan mengatakan hal yang menjijikan ini yank, aku telah hamil oleh pria lain dibelakangmu, ya benar yank, aku membuat kesalahan, aku hamil oleh lelaki lain, namun Tuhan rupanya tak menghendaki semua itu, ternyata kehamilan aku palsu, namun hamil atau tidak, tak bisa mengubah kenyataan kalau aku telah menjadi istri yang tak pantas untukmu, istri yang bermoral bejat dan tak bisa menjaga kesuciannya, malah sukarela ditiduri lelaki lain, yank..jangan maafkan aku yank...biarkan aku pergi, aku tak kuat dengan perasaan bersalahku ini, setiap hari melihatmu dan merasakan kasih sayangmu, aku semakin menderita karena kebodohanku.

Yank, biarkan aku pergi, anggap saja aku sudah tidak ada lagi, aku tak pantas untukmu yank, aku terlalu kotor dan menjijikkan untukmu, yank....ikhlaskan kepergianku ini ya...kamu berhak untuk bahagia yank....

Dari orang yang sangat mencintaimu

Maya


Adam termangu menatap surat ditangannya, air matanya tak terbendung lagi, menetes deras membasahi pipinya.

***

Bersambung
maya sdh pergi dan akankah maya mau nemuin anto yg jelas2 sdh menipunya?dan bagaimana dg adam?...cerita konflik batin adam dan maya bikin seru bnget nich,,pingin tau gmn konflik batin adam dan maya...akankah adam mncari maya dan mnerima kmbali ataukah adam akan membiarkan maya hancur krn sakithati..disamping itu gmn dg maya apakah dia pergi mncari anto dan hidup dg anto,pdahal anto dikebiri sama santoso atau maya akan hidup sndiri krn rasa bersalah....semakin seru bnget
 
Bimabet
Kurang cukup kalau cuma di ubah jadi cewek. Taru di tempat kumpulnya orang2 penyuka waria
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd