Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Dilema Seorang Istri (Berdasarkan Kisah Nyata)

EPISODE 3 : Menyesal... atau Tidak?



Seminggu sejak kejadian itu rasa sesal masih menderaku. Akan tetapi, menginjak minggu kedua, muncul rasa rindu pada Indra. Dadaku sering berdebar-debar kalau mengingat kenikmatan luar biasa yang telah diberikan Indra. Aku selalu terbayang keperkasaan Indra diatas ranjang, yang itu semua tidak dimiliki oleh suamiku. Sementara aku yang rajin merawat tubuh malah makin ingin merasakan kenikmatan yang lebih. Bukan hanya kenikmatan saja, tapi bagaimana cara dia memeluk tubuhku dan mencium bibirku dengan lembut betul-betul membuatku dimabuk dalam perasaan cinta. Aku seperti merasa kembali ke masa pubertas, dimana aku mulai mencintai seorang laki-laki.


Sudah dalam beberapa hari ini, aku betul-betul berdebar-debar ketika sedang merenung sendirian di meja kerjaku. Aku membuka chat-chatku dengan Indra di smartphone milikku. Aku ingin sekali mengiriminya pesan, menanyakan kabarnya. Aku betul-betul rindu sekali dengannya. Aku akui bahwa Indra sangat hebat dalam meluluhkan hatiku ini. Bukan hanya tubuhku yang berhasil dia dapatkan, tetapi juga hatiku. Ah, sedang apa ya dia sekarang?



TRIINGG. Aku mendengar ada chat masuk.



“Halo, ci. Apa kabar?” Ternyata dari Indra.



Wah, bukan main aku kagetnya. Saat itu juga, aku seperti panik hendak melakukan apa. Aku betul-betul seperti kembali ke zaman ABG dimana aku mulai malu-malu kucing suka terhadap laki-laki. Jantungku betul-betul berdebar dengan keras. Bagaimana ini? Haruskah kubalas? Atau haruskah kubiarkan saja? Ah, balas saja deh.



“Eh, kamu Ndra. Baik. Kamu sendiri apa kabar? Usaha kamu gimana?” Balasku.



“Baru mulai ngerintis, ci. Ya jatuh bangunnya nih disini.” Balas Indra.



“Hehehe. Semangat ya ndra!” Balasku singkat.



“Oh iya, ci. Cici hari ini ke Four Season ga?” Balas Indra.



“Iya, fitnes. Kenapa Ndra?” Balasku.



“Ci, boleh minta tolong ambilin surat keterangan kerja aku nggak sama Mas Wandy? Nanti aku juga mao ke four season, mao ketemu sama manager hotel.” Balas Indra.



“Oh, boleh-boleh. Nanti aku ambilin dari Wandy. Kamu jam berapa mao ke Four Season?” Tanyaku.



“Aku udah di Four Season lagi mao meeting. Mungkin nanti aja ya abis cici fitnes, aku ambil suratnya dari cici.” Balas Indra.



“Oke. See you.” Balasku.



Setelah itu, Indra memberikan emoticon cium. Jujur, aku sangat berdebar-debar mendapatkan emoticon itu. Aku langsung teringat ketika tubuh telanjang Indra menindih tubuh telanjangku dan mencium bibirku dengan mesra. Oohh, teringat akan hal itu betul-betul membuat nafsuku bangkit seketika. Tanpa ragu, aku pun memberikan dua emoticon cium.



Setelah selesai kerja, aku mengambil surat keterangan kerja Indra dari Wandy, kemudian mengemudikan kendaraanku menuju Four Season. Ah, hari ini aku akan bertemu dengan Indra. Aku senyum-senyum sendiri sepanjang perjalanan. Aku betul-betul sudah jatuh dalam perselingkuhan yang gawat. Tapi, aku tidak peduli! Tubuh dan pikiranku betul-betul sudah diisi oleh Indra. Saat fitnes pun, aku sangat tidak berkonsentrasi. Pada akhirnya, aku segera menyudahinya cepat-cepat, dan langsung berganti pakaian, kemudian keluar dari tempat fitnes dan menunggu di lobby.



“Ndra, aku sudah selesai fitnes nih. Kamu dimana?” Chat-ku.



“Di depan cici.” Chat Indra.



Hah? Apa maksudnya? Saat aku melihat kedepan, aku kaget bukan main karena Indra betul-betul sudah berdiri dihadapanku. Aku pun kaget sampai hampir melompat.



“Hehehe. Kaget ya?” Tanya Indra.



Waah, sudah lama sekali rasanya aku tidak bertemu dengan Indra, padahal baru dua minggu. Ia pun tetap tampan seperti dulu, dan tubuhnya seolah-olah makin atletis.



“Yeee, kamu. Dasar! Nih!” Kataku sambil menyerahkan surat keterangan kerjanya.



Kemudian, aku pun berjalan bersamanya menuju pintu keluar.



“Meeting apa nih, Ndra?” Tanyaku.



“Meeting masalah kerjasama bisnis, ci. Ribet deh.” Kata Indra.



“Ya, namanya juga bisnis. Begitulah.” Kataku.



“Iya nih. Yaudah deh, ci. Aku mao naik dulu ya. Malem ini, aku tinggal disini.” Kata Indra.



Lho? Rupanya aku berjalan menuju lift. Saking mabuknya aku, aku tidak sadar kalau aku berjalan menuju lift. Pintu lift pun terbuka. Kemudian, Indra menoleh kearahku. Aku pun melambaikan tangan kepadanya. Indra pun hanya tersenyum, hingga pintu lift itu tertutup. Akan tetapi, tepat sebelum pintu lift itu tertutup, Indra menahan pintu lift nya sehingga pintu lift nya terbuka lagi. Kemudian, tangan Indra yang begitu kekar menarik pergelangan tanganku, sehingga tubuhku pun ikut tertarik masuk ke dalam lift. Di dalam lift, Indra pun langsung mencium bibirku dengan lembut. Ooohh, aku ingat sensasi ini. Bibir Indra yang begitu hangat, kenyal. Ciumannya yang begitu lembut, tapi pasti dan kokoh. Aku pun langsung terbuai dengan seketika. Maka, aku pun ikut membalas ciumannya dengan lembut.



“Aku kangen.” Kata Indra.



“Heeh, aku juga kangen, Ndra.” Kataku.



Kemudian, kami melanjutkan ciuman kami. Kali ini, ciuman kami semakin panas, dengan lidah kami saling menjulur dan saling beradu. Oohh, ya... aku ingat rangsangan ini. Dalam sekejap, tubuhku langsung merefresh seluruh memori tentang dua minggu lalu, hari minggu, dimana aku dan Indra saling bercinta dan bersetubuh.



“I love you, ci.” Kata Indra.



“I love you too, Ndra.” Kataku sambil tetap berciuman.



TRIINGG. Suara yang menandakan bahwa kami sudah sampai di lantai kamar Indra pun berbunyi. Kami dengan refleks langsung menghentikan ciuman kami, dan kami saling melepaskan diri dari pelukan kami masing-masing. Tidak lama kemudian, pintu lift pun terbuka, dan ternyata tidak ada siapa-siapa di lorong ini. Huh, tahu begitu, aku tidak perlu menghentikan kegiatan mesra kami berdua. Tiba-tiba, Indra mengangkat tubuhku ke rangkulannya. Ah... baru kali ini aku diperlakukan seperti ini. Suamiku sendiri pun tidak pernah melakukan hal ini kepadaku. Aku sih maklum saja, karena suamiku cenderung kurus, sehingga ia tidak kuat mengangkat tubuhku seperti yang Indra lakukan. Akan tetapi, diangkat seperti ini oleh seorang pria betul-betul membuat hatiku berdebar-debar. Oohh, Indra... sampai sejauh mana kamu akan terus mengisi hatiku? Aku mohon, berhentilah sejenak. Akan tetapi, hatiku sudah terlanjur terlalu berbunga-bunga sebelum mulutku mampu memberitahu Indra untuk berhenti.



“Ci, aku pengen ngebuktiin, bahwa aku bener-bener sayang sama cici. Boleh?” Tanya Indra.



Suaranya yang begitu jantan, wajahnya yang begitu tampan, dan caranya memperlakukanku betul-betul membuatku dimabuk oleh cinta.



“Iya, Ndra. Buktikanlah kalo kamu betul-betul sayang sama aku.” Kataku.



Indra pun langsung berjalan sambil mengangkat tubuhku di atas tangannya. Sementara, aku hanya pasrah. Aku betul-betul pasrah tanpa perlawanan. Aku pasrah kemanapun Indra membawaku.



Indra pun berhenti didepan suatu pintu yang ada. Kemudian, sambil tetap menangkat tubuhku, ia mengeluarkan kunci kartu kamar dari saku celananya, dan kemudian membuka kamarnya. Ternyata, kamarnya adalah kamar suite yang paling mewah di hotel ini. Waw, semalamnya berapa ya?



Indra pun langsung membaringkan tubuhku di kasur dengan lembut. Kemudian, Indra pun juga berbaring disampingku. Tanpa membuang waktu, ia langsung memeluk tubuhku, mengelus-elus rambutku, dan kembali mencium bibirku dengan lembut. Luar biasa, dari belaian tangannya, caranya memeluk tubuhku, dan ciumannya yang lembut dibibirku, aku merasakan seolah-olah perasaan sayang Indra kepadaku mengalir kedalam tubuhku, dan menyatu dengan perasaanku. Aku pun tak kuasa untuk tidak membalas ciumannya. Maka, aku pun juga balas mencium bibirnya dengan lembut. Cuup... Cuupp... Cupp... Begitulah suara yang terdengar ditelingaku akibat bibir kami yang saling berciuman. Bukan hanya ciumannya, tapi belaian tangannya di rambutku dan pelukannya yang erat pun juga mengambil bagian dalam meluapkan emosiku. Tidak butuh waktu lama bagi emosiku untuk naik melonjak. Aku tidak mengerti, apakah ini perasaan cinta atau birahi. Atau bahkan campuran dari keduanya. Sekali lagi, aku tidak peduli. Aku hanya ingin menikmati momen yang indah ini bersama Indra.



Sesekali, mata kami pun saling bertemu. Ketika hal itu terjadi, dia mengatakan sesuatu yang singkat, namun sangat bermakna.



“I love you, ci.” Katanya sambil tetap mencium bibirku.



Aku tidak menjawabnya. Sebetulnya, aku pun mempunyai perasaan yang sama. Akan tetapi, aku memilih untuk tidak menjawabnya, dan tetap menikmati ciuman kami.



“Cici cantik banget malem ini.” Kata Indra dengan lembut.



Kata-kata pujian Indra kepadaku itu betul-betul memiliki momen yang pas. Tubuhku langsung serasa terbang karena dimabuk oleh pujian itu.



Indra pun melepaskan ciumannya daripadaku. Kemudian, ia mendudukkan tubuhku diatas ranjang, dan mulai melipat bagian bawah kaos putihku, dan menaikkannya keatas. Aku pun mengangkat kedua tanganku, agar mempermudah Indra untuk melepas kaosku. Setelah berhasil melepas kaos putihku, ia pun langsung menuju pengait BH-ku, dan melepaskannya dengan mudah, hingga akhirnya BH-ku langsung terlepas dari dadaku.



Kini, bagian atas tubuhku betul-betul tidak terlindung oleh sehelai benang pun. Indra kembali membaringkan tubuhku di ranjang dengan lembut. Setelah itu, ia pun mulai menciumi sekujur tubuhku, sambil memijat-mijat kedua buah dadaku dengan lembut. Ooohh... Aku merasakan tangan Indra yang kekar dan kasar sedang memutar-mutar buah dadaku. Berputar... searah jarum jam... kemudian berlawanan arah jarum jam. Selain itu, aku juga merasakan bibir dan kumis Indra bergesekan dengan sekujur tubuhku, mulai dari leher, bahu, dada, sampai ke perut.



“Cici betul-betul wanita paling seksi yang pernah aku temuin...” Kata Indra dengan napas yang mulai terengah-engah.



Ooohhhh... Lagi-lagi pujian yang masuk ke telingaku itu seolah-olah menggelitiku tubuhku dari dalam. Berusaha menahan kegelian akibat kombinasi seluruh rangsangan yang Indra berikan, aku pun mendesah pelan, kemudian mengelus-elus rambut dan kepalanya dengan kasar.



“Cici cinta sama aku?” Tanya Indra sambil tetap memijat kedua buah dadaku dan menciumi sekujur tubuhku.



“Ooohhh... Iya, Ndraa... Aku sayaang sama kamuuhh...” Desahku karena tidak kuat menahan kegelian yang melanda tubuhku.



“Aku juga sayang sama cici.” Katanya.



Setelah selesai mengatakan itu, Indra pun menghentikan semua kegiatannya. Ia pun meletakkan kepalanya diatas buah dadaku yang di sebelah kanan. Kemudian, bibirnya mulai menciumi buah dada kananku dengan lembut, sementara tangan kanannya juga mengelus-elus buah dada kiriku dengan lembut. Luar biasa, kali ini Indra betul-betul memperlakukanku dengan begitu lembut, layaknya seperti istrinya sendiri. Indra pun mulai mengulum puting susuku dengan lembut. Akan tetapi, aku bisa merasakan napasnya begitu terengah-engah.



“Jangan ditahan-tahaan, Ndraa...” Desahku sambil menahan kenikmatan ini.



Mendengar perkataanku, Indra pun mulai mengulum puting susuku dengan intens. Sepertinya, ia begitu menikmati mengulum puting susuku. Tak ayal lagi, nafsu birahiku pun naik dengan drastis. Aku pun mulai menciumi kening Indra sambil menjambak rambutnya.



Setelah itu, Indra pun melepaskanku, kemudian ia segera berdiri dan melepaskan seluruh pakaiannya hingga ia telanjang bulat. Ooohh... Pemandangan yang sebetulnya sangat kurindukan dan membuatku berdebar-debar. Aku merasa otot-otot ditubuhnya semakin kekar sejak dua minggu lalu, dan batang kemaluannya yang sudah tegak berdiri pun terasa lebih menggairahkan. Entah itu hanya perasaanku saja, atau memang kondisinya seperti itu.



Setelah telanjang bulat, Indra pun menyodorkan batang penisnya kehadapanku. Aku mengerti kemauan kamu, Ndra. Aku pun langsung duduk di ranjang, dan mulai menggenggam batang penis yang besar itu. Uuhh, aku ingat betul batang penis yang besar dan keras ini pernah singgah di lubang vaginaku, dan membuatku merasa begitu nikmat. Aku pun mulai mengocok-ngocok batang penis jumbo itu. Indra pun mulai memejamkan matanya, dan menunjukkan ekspresi yang begitu menikmati kocokan tanganku di penisnya itu. Indra tampak begitu tidak berdaya dengan kenikmatan yang kuberikan.



Tiba-tiba, muncul di benakku untuk memberikan Indra kenikmatan yang lebih. Maka, aku pun meminta Indra untuk berbaring.



“Ndra, tiduran Ndra...” Kataku dengan lembut.



Indra pun membuka matanya, dan tanpa membuang waktu, ia pun menuruti perkataanku untuk berbaring di tempat tidur. Aku yang berada diatas tubuhnya, menggenggam bagian pangkal batang penisnya dengan tangan kananku, dan kemudian mulai mencium dan menjilati kepala batang penis Indra.



“Ssshhh.... Ooohhh...” Desahan Indra keluar dari mulutnya untuk menahan kenikmatan yang kuberikan itu.



“Kenapa, Ndraa?...” Kataku dengan nada yang menggoda.



“Gelii ciii... Manteeppp...” Desah Indra dengan begitu tidak berdaya.



Melihat Indra yang begitu tidak berdaya, aku pun langsung melanjutkan ke tahapan yang selanjutnya. Aku mulai membenamkan kepala batang penis Indra ke dalam mulutku. Luar biasa, batang penis Indra begitu besar, sehingga aku hanya dapat menampung sepertiga dari keseluruhan batang penisnya. Aku pun juga memainkan lidahku untuk memberi kenikmatan pada batang penis Indra yang ada dalam mulutku. Aku mendengar napas Indra semakin berat, dan erangan pun keluar dari mulutnya.



Tiba-tiba, Indra pun menggapai kakiku, dan memutar tubuhku, sehingga kini kepalaku menghadap selangkangannya, dan kepala Indra juga menghadap selangkanganku. Indra pun langsung melepaskan celana dan celana dalamku dengan cepat. Kemudian, ia mulai mengulum dan menjilati lubang vaginaku. Uurrgghh... begitu geli dan nikmat sekali rasanya. Didorong oleh kenikmatan itu, aku pun melanjutkan aktivitas mengulum penis Indra dengan semakin intens, dan Indra pun juga melakukan hal yang sama kepadaku. Aahh, kuluman dan permainan lidah Indra di vaginaku membuatku semakin lama semakin kehilangan kesadaran.



Akhirnya, Indra melepaskan vaginaku, dan ia pun juga bangkit dan mengangkat tubuhku. Ia pun membaringkan tubuhku di ranjang, dan langsung menindih tubuhku. Kemudian, ia mencium bibirku dengan begitu intens, dan aku pun melakukan hal yang sama.



“Ciii... I lovee youuu...” Desah Indra.



“I lovee youu too, Ndraa....” Desahku.



Kemudian, Indra pun membuka kedua pahaku dengan perlahan, dan ia pun memposisikan batang penis miliknya dihadapan lubang vaginaku. Kini, ujung batang penisnya sudah bersentuhan dengan bibir lubang vaginaku. Kemudian, ia menciumku dengan lembut.



“Cii... aku masukk yaa...” Kata Indra dengan lembut.



Aku hanya mengangguk untuk mempersilakan Indra. Saat itu juga, batang penis Indra yang besar itu langsung masuk menerobos lubang vaginaku. Ooohh... Rasa nikmat yang kurasakan ini sungguh tidak ada duanya dibandingkan dengan rasa nikmat yang sebelumnya. Indra pun mulai memaju-mundurkan batang penisnya dalam lubang vaginaku. Betul-betul terasa sekali bagaimana batang penis Indra yang keras itu menggesek-gesek dinding lubang vaginaku.



Semakin lama, genjotan penis Indra di vaginaku semakin cepat. Aku pun juga mulai menyeimbangi genjotan Indra dengan menggoyang-goyang pantatku. Cleep... Cleep... Cleep... Cleep... Cleep... Cleepp... Itulah suara yang daritadi berkumandang terus ditelingaku.



Terus mendapat kenikmatan yang betul-betul hebat seperti ini, aku pun merasa bahwa puncak kenikmatanku akan segera tiba. Maka, aku pun mulai memeluk tubuh Indra dengan kencang. Ciumanku di bibir Indra pun juga semakin liar.



“Ndraa... Aku hampiirr klimaakkss...” Erangku.



Mendengar hal itu, Indra langsung menghentikan genjotannya. Ia mendorong penisnya sekuat tenaga kedalam rahimku. Ia pun mencium bibirku, meremas-remas buah dadaku, dan juga menggesek-gesekkan penisnya dengan perlahan dalam rahimku. Bukan main, perlakuan Indra itu betul-betul meningkatkan nafsu birahiku sampai ke titik maksimal, dan akhirnya...



“Uoooohhhhh.... Auuuhhhh... Aku klimaakss, Ndraaa...” Erangku dengan begitu kencang di telinga Indra.



“Ayoohh... jangan ditahan-tahaan... keluariin semuaanyaahh...” Bisik Indra dengan perlahan di telingaku.



Bisikan Indra itu seolah menghipnotis tubuhku untuk mengeluarkan kenikmatan yang sudah tertimbun dalam tubuhku. Aku merasa seluruh tubuhku dikuasai oleh rasa nikmat yang begitu hebat. Pandanganku betul-betul tidak menentu, seolah-olah seperti melihat banyak spektrum warna yang bergerak dengan cepat.



Setelah tidak tahu berapa lamanya, akhirnya kenikmatan puncak itu mulai mereda. Aku pun masih berusaha mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan yang masih ada dalam birahiku. Aku pun juga mengatur napasku, sambil mengeluarkan erangan-erangan kecil. Aku juga memeluk tubuh Indra dengan sekuat tenaga.



Akhirnya, seluruh kenikmatan itu sudah lepas semua dari tubuhku. Aku masih berusaha mengatur napas akibat kenikmatan puncak yang kudapatkan itu. Cup! Aku merasakan ada ciuman lembut yang mendarat di bibirku. Aku pun membuka mataku, dan melihat wajah Indra yang begitu tampan itu.



“Aku sayang banget sama cici.” Kata Indra dengan lembut.



“Iyaah... Aku juga sayaang kamu, Ndra...” Kataku.



Indra pun membiarkanku istirahat sejenak. Ia mengelus-elus kepalaku, sambil sesekali mencium bibir dan keningku. Tangannya juga sekali-sekali membelai leher sampai ke buah dadaku. Luar biasa, setelah kenikmatan puncak ini, aku dihujani oleh belaian dan ciuman yang begitu lembut. Aku betul-betul merasa sangat nyaman dan begitu disayang.



Setelah tenagaku sedikit pulih, aku pun mulai mencium bibir Indra.



“Ndra, ayo lanjut aja.” Kataku.



“Oke, ci.” Kata Indra sambil kembali mengambil posisi.



Sebelum melanjutkan genjotannya, Indra pun mencium keningku sekali. Kemudian, ia kembali memaju-mundurkan pantatnya untuk menggesek-gesek rongga dalam vaginaku dengan batang penisnya. Ia melakukannya dengan begitu lembut, sehingga aku tidak merasakan ngilu di lubang vaginaku. Sambil menggenjot lubang vaginaku, ia pun juga menciumi seluruh wajahku, leherku, buah dada dan puting susuku. Tangan kanannya pun juga sibuk memegangi pipiku, dan kemudian ia mencium pipiku. Mendapat rangsangan yang seperti ini terus menerus, aku merasa seolah-olah rangsangan yang Indra berikan itu bertransformasi menjadi kekuatan yang menguatkan tubuhku. Maka, aku pun kembali mencium bibir Indra, dan memutar-mutar pantatku.



Tahu bahwa tenagaku sudah pulih, Indra langsung mencabut batang penisnya dari lubang vaginaku.



“Cii... cici mao ngerangkak ga?” Tanya Indra.



Aahh... Doggy style? Meskipun aku belum pernah melakukannya dengan suamiku, tapi aku tahu posisi bercinta itu. Maka, aku pun bangun, dan pasang posisi tubuh merangkak. Indra memegangi pantatku dengan kedua tangannya sebagai tumpuan, kemudian ia langsung mendorong batang penisnya masuk ke lubang vaginaku dari belakang dan menggesek-gesekannya. Ooohh... sensasi kenikmatan yang begitu berbeda yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya. Jadi seperti ini ya rasanya doggy style? Pantas saja banyak wanita yang menyukainya, tidak heran aku.



Aku pun mengimbangi genjotan Indra dengan mengendur dan mengedutkan lubang vaginaku. Selain itu, aku juga mendorong pantatku saat Indra maju. Semakin lama, genjotan Indra semakin kencang, tanda bahwa nafsunya sudah semakin naik lagi. Aku pun merasakan kedua tangan Indra menggapai buah dadaku dan meremas-remasnya. Aku pun merasa klimaks keduaku hampir sampai.



Indra pun menumpukan tubuhnya diatas tubuhku, sehingga kepalanya bisa mencapai kepalaku. Indra pun mulai mencium bibirku. Semua itu dilakukan sambil menggenjot batang penisnya dan meremas-remas kedua buah dadaku. Akan tetapi, mungkin nasibnya kurang bagus, kedua tangan dan kakiku tidak kuat menahan tubuh Indra, sehingga aku pun terjatuh dalam posisi tengkurap di ranjang. Akan tetapi, Indra pun tidak kecewa dan tidak membuang waktu. Ia langsung membalikan tubuhku, dan mengangkat kedua kakiku. Kemudian, ia langsung melanjutkan genjotan batang penisnya ke lubang vaginaku. Nafsu birahiku yang seharusnya sempat turun akibat aku terjatuh tadi, langsung naik dengan seketika.



“Ndraa... akuu mao klimaakkss lagiii...” Erangku.



Mendengar hal itu, Indra pun langsung menurunkan kakiku. Kini, ia kembali menindihku, dan memompa selangkanganku dengan cepat. Aku yang mendapat rangsangan tanpa henti pun langsung orgasme untuk yang kedua kalinya.



“Ouuhhhh... Aku orgaasmee lagiii Ndraaaa...” Erangku.



Kenikmatan klimaks pun langsung menghantam tubuhku dan membuyarkan pandanganku. Di sela-sela kenikmatan klimaks itu, aku merasakan genjotan Indra yang semakin cepat di lubang vaginaku.



“Ciii... Akuu mao keluaarr... Di daleem yaahh...” Erang Indra.



Mendengar hal itu, untungnya akal sehatku masih bekerja. Aku pun langsung tersentak dan membuka mataku.



“Ndraa... jangan keluaar di daleem... pleaasee...” Erangku.



Indra pun langsung mencabut batang penisnya dari lubang vaginaku. Belum sempat ia mengocok batang penisnya, sperma Indra langsung mengucur deras ke perut dan buah dadaku.



“Ouuhh... hangaat Ndraa... keluariin semuaanyyaah...” Kataku.



Batang penis Indra pun memuntahkan semua sperma yang ditampung oleh Indra, dan membasahi tubuh bagian atasku. Setelah kenikmatan itu, kami berdua pun berusaha mengatur napas. Setelah napas kami lumayan normal, aku pun meminta Indra untuk memeluk tubuhku. Akan tetapi, tidak kuduga, Indra langsung beranjak dan duduk di tepi tempat tidur. Wajahnya menandakan ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Eh? Mengapa sehabis klimaks yang membara tiba-tiba dia seolah memikirkan sesuatu yang serius? Ada apa ya?



BERSAMBUNG KE EPISODE-4
Hebat......TS nya luar biasa
 
Ceritanya bagus membuat sayasaya ingat sama bos saya dulu,tapi skrg sdh beda perusahaan hehehe
 
Asik dibacanya, mengalir dan menghanyutkan.

Semoga bisa dilanjut terus
 
Mantap.. Pertahankan suhu. Kalo bisa jangan ada orang lain yg ikutan ngeseks..
Cukup indra dan ci lisa aja
 
EPISODE 4 : Keputusan



Masih di ranjang yang sama, kini aku pun terbaring dengan lemas. Adapun, Indra masih duduk di tepi tempat tidur sambil memikirkan suatu hal yang sepertinya serius. Aku pun masih berusaha mengatur napasku diakibatkan kenikmatan yang berkali-kali Indra genjotkan di selangkanganku. Luar biasa, kenikmatan yang kali ini kudapat jauh lebih hebat daripada kenikmatan yang Indra berikan dua minggu lalu. Mungkin hal ini disebabkan karena saat sekarang ini, aku lebih pasrah dan menerima perlakuan Indra kepadaku.



Setelah mendapatkan tenaga yang cukup akibat proses pemulihanku, aku pun segera bangun, dan kemudian duduk disebelah Indra.



“Lagi mikirin apa, Ndra?” Tanyaku sambil merangkul pundaknya.



Mendapatiku disebelahnya, Indra langsung mencium bibirku dengan lembut, kemudian membaringkan kepalaku di pundaknya. Ia pun juga membelai-belai rambutku dengan lembut. Ah, aku merasa sangat nyaman.



“Ci... Percaya deh sama aku, kalo aku tuh bener-bener cinta sama cici.” Kata Indra.



“He-eh, Ndra. Aku percaya kok.” Kataku sambil tetap menyandarkan kepalaku di pundak Indra yang kekar.



“Cici percaya gimana? Bisa aja aku bohong, lho.” Kata Indra sambil memainkan rambutku.



“Iiihh... kamu jahat ah!” Kataku sambil mencubit dadanya.



“Hehehe... becanda doang ci.” Kata Indra.



“Aku tahu kok, Ndra. Dari perlakuan kamu ke aku. Entah kenapa, aku tahu kalo kamu bener-bener serius.” Kataku.



“Iya, ci. Percaya sama aku, aku selama ini berusaha memuaskan cici, karena aku cuma berusaha ngasih cici kebutuhan batin yang suami cici nggak bisa kasih. Aku pengen ngeliat cici bahagia karena banyak kebutuhan yang terpenuhi.” Kata Indra.



“Heh, mungkin kamu bener, Ndra. Tapi, coba aku tanya sama kamu. Emang kamu rela, misalkan yang menuhin kebutuhan itu orang lain? Bukan suamiku, bukan kamu.” Tanyaku.



“Waduh... Yaa...” Kata Indra dengan terbata-bata.



“Yaa, mungkin kamu ada ngga relanya. Bener kan?” Tanyaku.



“Bener banget, ci. Hehehe.” Kata Indra.



“Makanyaa... Cinta dan nafsu itu emang dua hal yang kadang nggak bisa dipisahin, Ndra.” Kataku.



“Hehehe, lebih pengalaman cici rupanya.” Kata Indra.



“Ya iyalah, secara aku empat tahun lebih tua dari kamu lho, Ndra. Terus, yang kamu pikirin tuh apa?” Tanyaku.



Mendengar pertanyaanku, Indra langsung terdiam. Eh, ada apa ya? Sambil tetap menyandarkan kepalaku di pundaknya, aku pun mulai memeluk lehernya.



“Kenapa, Ndra? Kayanya serius. Cerita aja.” Kataku.



“Emang serius sih, ci. Ini tentang kita.” Kata Indra.



“Tentang kita? Kenapa nih, Ndra?” Tanyaku.



“Aku udah bilang nih ke cici, bahwa aku betul-betul cinta sama cici, dan cici pun juga udah percaya sama aku. Tapi, gimana dengan cici? Cici beberapa kali bilang kalo cici cinta sama aku. Apa itu betul-betul dari hati cici?” Tanya Indra.



“Betul kok, Ndra.” Kataku.



“Kalo gitu, aku boleh dong ci, tanya satu hal?” Kata Indra.



“Tanya aja, Ndra. Nggak usah sungkan.” Kataku sambil membelai lehernya.



“Ci, kenapa cici ga ngasih aku ngeluarin sperma di dalem?” Tanya Indra.



“Oh, itu Ndra? Ya karena aku nggak KB, Ndra.” Kataku.



“Iya. Lalu?” Tanya Indra.



“Lho, kok lalu? Ya kalo kamu keluarin sperma kamu di dalem, nanti aku hamil.” Kataku.



“Memang kenapa kalo cici hamil? Toh anakku juga kan?” Kata Indra.



“Ndra, oke. Aku akan jujur ke kamu. Aku emang cinta sama kamu, dan percayalah kalo aku tuh nggak bohong. Tapi kalo untuk masalah ini, aku nggak bisa, Ndra. Aku udah punya suami.” Kataku.



“Berarti, cici juga masih cinta sama suami cici?” Tanya Indra.



Aku pun terdiam sebentar. Kemudian setelah beberapa detik, aku mengangguk dengan yakin.



“Oke. Aku ngerti, ci. Sekarang gini, suami cici sama aku, siapa yang cici lebih cinta?” Tanya Indra.



Astaga, itu pertanyaan yang sangat sulit bagiku. Ah, mengapa begitu sulit? Seharusnya aku bisa menjawab dengan mudah bahwa aku lebih mencintai suamiku. Akan tetapi, begitulah kenyataannya, bahwa pertanyaan itu sangat sulit kujawab. Kuakui, Indra sangat pintar memperlakukan perasaanku, hingga rasa cintaku padanya bisa berkembang begitu jauh, mengimbangi perasaan cinta pada suamiku.



“Jujur, Ndra. Aku bingung mau jawab apa.” Kataku.



“Oke. Aku nggak apa-apa kalo cici bilang bingung. Tapi, aku minta kepastian aja. Satu jawaban aja. Kalo cici bilang suami cici, aku akan ngerti dan aku akan nyerah dapetin hati cici. Dan tentu saja, aku ga bakal dendam sama cici ataupun suami cici.” Kata Indra.



Luar biasa. Begitu mudahkah seorang laki-laki berlapang dada demi wanita yang ia cintai? Sifat Indra betul-betul membuatku sangat terenyuh.



“Tapi kalo ternyata jawabannya adalah aku, berarti aku memutuskan kalo ga boleh ada yang menghalangi kita, termasuk suami cici.” Kata Indra.



“Jujur, Ndra. Aku nggak tahu siapa yang lebih aku cintain diantara kalian berdua.” Kataku.



“Oke, gini aja. Cici sama suami ikut program punya anak?” Tanya Indra.



“Nggak sih. Kita nggak spesial ikut program. Tapi, kita memang pengen punya anak.” Kataku.



“Oke. Gimana kalo gini aja? Cici izinin aku nabur benih dalam tubuh cici. Ketika cici hamil, anak siapa itu sesuai dengan yang dikatakan oleh tes DNA, berarti dialah yang berhak dapet cinta cici.” Kata Indra.



“Aku nggak setuju, Ndra.” Kataku sambil melepaskan sandaran kepala dan pelukanku kepada Indra.



“Kenapa, ci?” Tanya Indra.



“Kalo kaya gitu, terlalu nggak adil Ndra buat suamiku. Dia itu adalah suami aku yang sah. Nggak mungkin kalo dia harus dilibatkan dengan kompetisi yang dia bahkan nggak tahu. Masa nanti tahu-tahu aku hamil? Mending kalo ternyata itu anak dia. Kalo ternyata anak kamu, gimana? Terlalu berat Ndra buat dia.” Kataku.



“Oke, gini aja. Aku akan nemuin suami cici, dan menceritakan semuanya.” Kata Indra.



“Haah?? Jangan, Ndra!” Kataku.



“Kenapa?” Tanya Indra dengan tenang.



“Kalo suamiku sampe tahu, semuanya bisa gawat, Ndra.” Kataku dengan panik.



“Kalo suami cici sampe tahu, kenapa? Cici takut ditinggal sama suami cici?” Tanya Indra.



“Ya, itu pastinya.” Kataku.



“Nggak usah takut, ci. Ada aku. Kalo suami cici ninggalin aku, aku akan ada buat nemenin cici.” Kata Indra.



“Bukan cuma itu, Ndra. Gimana dengan perasaan suamiku, kalo sampe suamiku tahu tentang kita?” Tanyaku.



“Kalau cici sebegitu mentingin perasaan cici ke suami cici, cici harus tegas kalo cici milih suami cici dibanding aku. Tapi aku mohon banget, ci. Jangan ada keterpaksaan sedikitpun dalam keputusan cici. Disini, aku ga berniat memaksakan sesuatu ke cici. Cuma, aku lihat cici bingung dalam mengambil keputusan, makanya aku mao kasih jalan keluar. Itu aja.” Kata Indra.



Ya, betul sekali apa yang dikatakan oleh Indra. Aku memang seharusnya tegas bahwa aku lebih memilih suamiku jika aku memang betul memikirkan perasaannya. Akan tetapi, harus kuakui bahwa jika aku memutuskan sekarang, berarti aku memutuskan bukan dengan dasar pertimbangan yang kuat. Kalau kata Indra, berarti ada keterpaksaan dalam pilihanku. Akan tetapi, berarti aku harus memberitahu semua perselingkuhanku dengan Indra pada suamiku?



“Ci, kalo cici lebih milih suami cici, katakanlah dengan tegas, dan biarkan hubungan kita berakhir sampai disini. Tapi, kalo cici bener-bener bingung, ya solusiku sih seperti yang aku ngomong tadi. Ini demi cici, suami cici, dan juga aku.” Kata Indra.



Demi aku, suamiku, dan Indra ya? Perkataan Indra memang betul sekali.



“Ndra, menurut kamu sebagai laki-laki, gimana reaksi suami cici kalo tahu hal ini dari mulutku langsung?” Tanyaku.



“Waduh, aku kan bukan suami cici ya, jadi ga tahu persisnya. Tapi aku posisikan diriku aja ya sebagai suami cici. Begitu tahu, aku pasti marah. Pasti marah kok. Tapi, ada yang aku hargai, yaitu kejujuran cici. Berikutnya, mungkin aku akan tanya ke cici, apakah hubungan kita mau dilanjut ato ga.” Kata Indra.



“He eh. Terus?” Tanyaku.



“Ya terus tergantung ama jawaban cici. Kalo cici bilang masih mao lanjut, ya aku akan coba lanjut. Tapi kalo cici bilang nggak mao lanjut, ya udah cerai aja.” Kata Indra.



“Mungkin nggak Ndra kalo suami cici itu bakalan mukul cici?” Tanyaku.



“Mungkin aja.” Kata Indra.



“Waduh. Gawat juga ya.” Kataku.



“Ya namanya emosi marah, apa aja mungkin dilakuin. Jujur, aku sih juga gitu. Itu karena saking cintanya dia sama cici, terus merasa dikhianatin. Ya akibatnya emosi marah yang timbul juga lebih besar.” Kata Indra.



“Waah... Kamu ternyata bijaksana juga ya.” Kataku sambil mencubit pipinya.



“Iya doongg. Aku gitu hehehe.” Kata Indra sambil mencium pipiku.



Ah, aku makin tersipu-sipu karena pipiku dicium oleh Indra. Ia menciumnya begitu lembut dan penuh kasih sayang. Baiklah, aku akan memutuskan pilihanku sekarang.



“Ndra.” Kataku.



“Kenapa, ci?” Tanya Indra.



“Lagi yuk, Ndra. Kali ini, keluarin sperma kamu di dalem. Cici ngasih izin.” Kataku.



Mendengar hal itu, Indra pun terkejut.



“Se... serius nih ci?” Tanya Indra.



“He eh.” Kataku sambil mengangguk.



Indra tampak begitu berseri-seri mendengar perkataanku.



“Makasih, ci. Tapi, aku juga baru tersadar dari pembicaraan panjang kita. Rasanya nggak adil buat suami cici kalo aku ngelakuin sekarang. Gimana pun juga, dia itu suami sah cici lho. Paling tidak, kalo emang akan berkompetisi buat dapetin cici, dia yang lebih berhak dapet start duluan.” Kata Indra.



“Yakiin?” Tanyaku sambil menggoda.



“Udah yakin, ci. Udah please, jangan goda aku. Nanti aku ga tahan, malah beneran kejadian lagi.” Kata Indra sambil tersenyum.



Ah, baiklah. Berkat ini, aku mendapat keyakinan tentang apa yang harus aku ambil.



“Oke deh, Ndra. Cici bakal pulang, dan nyari waktu buat ngasihtau suami cici.” Kataku.



“Lho, cici ngetes aku doang ya?” Tanya Indra.



“Hehehe. Iya, Ndra.” Kataku sambil tersenyum.



“Waduh, apa yang terjadi nih kalo tadi aku ga lulus ujian?” Tanya Indra.



“Ya kalo itu sih jelas. Pilihan cici bakal jatuh sama suami cici.” Kataku.



“Huff... untung aku lulus.” Kata Indra dengan lega.



Harus kuakui, bahwa cinta Indra kepadaku itu betul-betul unik dan tulus. Unik, karena bisa-bisanya dia memperebutkan seorang wanita yang sudah bersuami. Dan perebutan itu hendak dilakukan dengan suami si wanita itu. Tidak hanya itu, dia juga menghormati dan menghargai suamiku, yang statusnya adalah suami sahku ini. Tulus, karena aku percaya bahwa dia betul-betul tulus menyayangiku, dan bahkan sudah siap kalah jika memang akhirnya dia kalah. Aku sendiri tidak tahu, apakah aku melenceng dari jalan yang sudah ditetapkan untukku? Atau memang ini adalah jalan yang seharusnya kutempuh?



“Ci, kalo cici udah kasihtau sama suami cici, tolong kasihtau suami cici, kalo aku mao ketemu ya.” Kata Indra.



“Iya, Ndra.” Kataku.



“Oh iya, Ndra. Sebelum pulang, aku numpang mandi ya disini.” Kataku.



“Silakan.” Kata Indra.



Aku pun mengambil seluruh pakaianku, dan membawanya ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, aku langsung membasahi tubuhku, dan juga menyabuninya, dan langsung berbilas. Setelah selesai, aku pun mengenakan seluruh pakaianku. Saat keluar dari kamar mandi, aku hanya menoleh ke Indra untuk melambaikan tanganku. Indra pun juga melambaikan tangan kepadaku. Aku pun membuka pintu kamar, dan kembali menutupnya dengan cepat.



Entah, kapan aku akan memberitahu suamiku masalah ini. Sepertinya, akan menjadi hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Akan tetapi, aku memang harus melakukannya. Aku masih mencintai suamiku, karena itu dia pun harus tahu masalah ini. Aku tidak tega untuk membiarkannya hidup dalam kebohongan. Aku tidak akan mengharapkan maaf dari suamiku, karena perbuatanku sungguh terkutuk dan tercela. Jika suamiku menuntut cerai, baiklah, itu keputusannya dan aku harus menghormatinya.



Di satu sisi, aku pun juga begitu mencintai Indra, sama seperti suamiku sendiri. Indra pun juga memiliki perasaan yang sama padaku. Karena itu, aku juga memutuskan untuk memberinya kesempatan, walaupun tidak seharusnya aku melakukan hal itu.



BERSAMBUNG KE EPISODE-5
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd