Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Entah

Status
Please reply by conversation.
Kamu nggak sendiri


“le kapan pengumumannya?” Tanya ibuku sambil menyerahkan sepiring nasi putih padaku.

“Besok buk” ucapku menerima sepiring nasi putih dari ibuku. Lalu kuraih bakwan jagung dan tempe goreng sebagai lauk siang ini. Tak lupa sambal terasi sebagai pelengkapnya. “Hmmmm maknyus nih” batinku.

“Kamu ini kebiasaan le” ucap ibuku seraya menuangkan sayur bayam kedalam piringku.

“Udah buk jangan banyak-banyak” ucapku menggerutu. Memang sedari kecil aku sangat malas jika disuruh makan sayur meskipun banyak yang bilang kalau makan sayur bisa membuat tubuh sehat dan kuat, tapi buatku itu semua tidak masuk akal karena aku tau bahwa kambing suka makan sayur, dan akhirnya setelah dia sehat dan gemuk pasti ujung-ujungnya bakal disembelih. Iya kan? Hehehe.

Hari ini adalah hari ke enam setelah aku mengikuti tes di kota sebelah, dan besok adalah waktu pengumuman hasil tes tersebut. Sejujurnya aku malas untuk sekedar melihat hasil tes tersebut karena kampus tersebut bukan kampus yang menjadi targetku.

Untuk tragedi tentang hilangnya keperjakaanku diliang hangat budhe Laras sejujurnya teramat sangat berkesan dan sampai hari ini aku ingin mengulanginya lagi. Bagaimana tidak ingin mengulanginya lagi, karena budhe Laras adalah sosok yang menjadi fantasi disetiap mimpi basahku. Entah kenapa hal ini bisa terjadi, mungkin karena sedari kecil ibuku selalu membiasakan ku untuk mandiri dan jarang memanjakan ku namun hal itu tidak membuat ku mengurangi rasa sayang dan hormatku pada ibuku.

“Kamu tadi main kepasar lagi le?” tanya ibuku sambil mengusap keningku yang dibanjiri keringat dengan telapak tangannya karena sambal bikinan ibuku. Aku yang sedang asik mengunyah makan siangku hanya menganggukkan kepala sambil memandang ibuku sebentar. Bukan tidak sopan, tapi sedari kecil ibu selalu memarahiku jika berbicara ketika sedang makan.

“Jangan lupa pamitan sama temen-temen dipasar, karena feeling ibu kamu bakal keterima kuliah dikampus XXX le” ucap ibu sambil menuangkan air kedalam gelas lalu menaruh didekat piringku.

“Gluuk.. gluuk.. gluuk.. ahhh mantap” ucapku sambil mengusap lelehan air yang merembet dibibirku. Memang sedari dulu ibu sangat pandai memasak, meskipun masakan ibu terlihat sederhana tapi rasanya tak kalah dengan masakan depot makan terkenal.

“Kebiasaan” ucap ibuku lalu menyentil pelan keningku. Hal ini selalu dilakukan ibu kepadaku kalau aku lupa bersyukur ketika selesai makan.

“Maaf buk, lupa. Hehehe” ucapku sambil mengusap keningku lalu tertawa.

“Habis makan tuh ucap Alhamdulillah, bukan mantap” ucapnya sambil meraih piring dan gelas yang ada di hadapanku

“Lupa buk, habisnya masakan ibuk enak sih” kataku sambil merogoh saku celana untuk mengambil rokok lalu kemudian menyalakannya. “enak nih abis makan lalu ngudud” pikirku.

“Aduuuuhhh.. awww.. sakit buukk.. awwwww..” ucapku kesakitan karena jeweran ibuku yang tiba-tiba mendarat ditelingaku.

“Udah berani ya sekarang merokok didalam rumah, didepan ibuk lagi” ucapnya sambil menaik turunkan tarikan tangannya ditelingaku. Sedari dulu memang aku dilarang untuk merokok didalam rumah oleh ibu. Bahkan bapakku sendiri juga tidak berani karena sudah dilarang oleh ibu.

“Iya buk, ampun buk. Gak lagi deh, awww....” ucapku mengaduh karena jeweran ibuku yang menjadi-jadi dan seketika itu langsung kuremas sebatang rokok yang baru saja kubakar dengan tangan kananku. Nampak percikan kecil bara api yang membakar tembakau keluar dari genggaman tanganku, ibu yang melihat hal itu lalu melepaskan tangannya dari telingaku dan segera meraih tanganku. Segera ia membuka genggaman tanganku lalu membersihkan sisa bara api yang sedikit membekas ditanganku dan segera mengecup telapak tanganku tepat dibagian luka karena bara api rokok.

“Sudah buk, Seno nggak pa-pa kok” ucapku yang terkejut karena perlakuan ibuku.

“Maafin ibuk ya le, ibuk Cuma nggak mau kamu kebanyakan merokok” ucapnya sambil memelukku. Terasa tubuhnya sedikit bergetar kala memelukku.

Aku yang terkejut dan mengetahui kalau ibuku sedang menangis hanya bisa memeluknya lebih erat. “Sudah buk, Seno nggak pa-pa kok. Ibuk jangan nangis lagi ya” ucapku sambil tetap memeluknya.

“Yasudah ibuk mau bersihkan ini dulu” ucapnya melepaskan pelukan sambil menunjuk bekas remahan tambakau. Terlihat matanya berkaca-kaca dan air mata yang menetes di pipinya.

“Iya buk” ucapku sambil memegang kedua pipinya dan menghapus air matanya dengan jempolku.

“Seno kedepan dulu ya buk” ucapku setelah menghapus air matanya. Hanya anggukan kepala yang menjadi jawaban dari ibuku.

...

Malam itu seusai makan malam bersama, bapak mengajakku duduk-duduk ngobrol diteras depan rumah sambil ditemani kopi hitam dan sepiring singkong goreng yang masih panas.

“Gimana le?” tanya bapakku sambil mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya.

“Gimana apanya?” tanyaku sambil meraih singkong yang masih mengepul asapnya.

“Jeweran ibukmu” ucap bapak sambil membakar rokoknya

“Hehe, yowes ngunu iku pak” (ya gitu itu pak) jawabku sambil tersenyum kecut.

“Yowes ojok di baleni” (yasudah jangan diulangi) ucap bapak sambil menghembuskan asap rokoknya.

“Kapan pengumumane le?” sambung bapaku.

“Besok pak” jawabku sambil melihatnya memainkan batang rokok yang ada ditangannya.

“Bakar saja rokokmu, palingan ibuk masih nyuci piring” ucap bapakku sambil memainkan kedua alisnya.

“Hmmmmmm.....” jawab ibuku yang sudah berdiri didepan pintu.

Aku dan bapak yang terkejut akan suara malaikat yang selalu menyayangi kami langsung menoleh kebelakang berbarengan. Bapak yang sedang tertangkap basah sedang merokok hanya bisa tersenyum kecut lalu membuang rokok yang baru dua kali dihisapnya.

“Eh ibuk, sudah lama disitu buk?” ucapku kebingungan.

“Apa haaah?” ucap ibuk sambil melotot memandangku. Aku yang masih terkejut hanya bisa tersenyum kecut. Bukan karena ketahuan merokok, tapi setelah ini pasti ibu langsung ceramah karena kelakuan bapak.

“Apa tadi yang mau dibakar?” ucap ibuk sambil melihat kearah bapak.

“Mampoooos” ucapku spontan karena melihat bapak yang tertunduk karena akan di omeli ibuk. “Ehhh” ucapku spontan menutup mulutku karena sadar akan tindakan konyolku dan bapak hanya bisa melotot kearahku.

“Apanya yang mampus?” tanya ibuku yang sudah melotot kearahku dan terlihat tangannya yang sudah berancang-ancang mau menjewerku. Aku yang terkejut spontan berdiri pada tumpuan lutut lalu memeluk ibukku dan membenamkan mukaku pada perut ibuku. “Ampun buk” ucapku sambil menggesek-gesekkan mukaku pada perut ibu.

“Hmmm, kebiasaan” ucap ibuku sambil mengelus-elus belakang kepalaku.

“Pinter banget, giliran mau dijewer aja langsung meluk” ucap bapakku dengan nada mengejek. Lalu aku melepaskan pelukanku dan menjulurkan lidah kearah bapakku.

“Tadi apa yang mau dibakar le?” ucap ibuku namun sambil melirik kearah bapak.

“Nggak tau buk, tanya aja sama bapak” ucapku sambil memberi kode menolehkan sedikit kepalaku kearah bapak.

“Paaak” ucap ibuku.

“Hmmmm” jawab bapak sambil menyeruput kopi.

“Paaaaak” ucap ibuk lagi.

“A..an..nu buuuuk, itu loh, mmm apasih namanya, mmm o..obat nyamuk. Ya obat nyamuk” ucap bapakku yang terlihat sedang berpikir keras lalu menepuk kaki kanannya.

“Emang nyamuknya sakit apa pak sampe harus diobatin” ucap ibuk sambil tetap melotot kearah bapak.

“Emmmmm.. sakiiiit.. sakit.. sakit apa ya buk?” ucap bapak yang sudah mulai mendekat kearah ibu kemudian merangkul pundak ibu.

“Kebiasaan. Bapak dan anak sama saja” ucap ibu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu kami semua tertawa bersama-sama. Selepas berbincang dengan bapak dan ibuk, aku memutuskan untuk tidur karena sedang tidak mood untuk ngopi dipasar malam ini.

...

“Le bangun le, siap-siap gih. Kamu ketrima di kampus XXX lho” sayup-sayup terdengar suara lembut ibu dan terasa badanku sedang digoyang-goyangkan.

“Hmmm...” jawabku sambil mengucek-ngucek kedua mataku yang terasa masih sangat berat. “Jam berapa ini buk? Tumben ibuk nggak mbangunin buat solat” tanyaku sambil mencoba melihat jam dilayar ponsel yang ada dibawah bantal ku.

“Jam setengah tiga le” ucap ibuku.

“Hmmm... Ibuk udah kayak dukun aja. Pengumumannya nanti baru jam 9 pagi” jawabku sambil mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidurku.

“Hmmm.. yaudah” jawab ibuku lalu berjalan keluar dari kamarku.

Tepat pukul lima pagi setelah sholat subuh, aku berpamitan pada orangtuaku dan berjalan menuju pasar yang tidak jauh dari rumah seperti kebiasaan ku dulu. Sedikit berlari kecil dan melemaskan otot-otot tubuhku adalah menu pembuka dari kebiasaan ku selama menuju pasar.

Sesampainya dipasar aku langsung disambut oleh bang Karta yang ternyata sudah dari tadi berada disana dan tengah beristirahat di pos yang menjadi tempat berkumpul para kuli panggul. Sambil menyeruput kopi dengan tangan kanannya ia melambai kearahku dengan tangan kirinya agar aku menghampirinya.

“Enak Iki isuk-isuk wes ngopi” (enak nih pagi-pagi udah ngopi) ucapku sambil meraih bungkus rokok yang ada didepannya.

“Enak maneh teko-teko nyaut rokok” (enak lagi datang-datang ngambil rokok) ucapnya sambil menyodorkan gelas kopinya. Lalu kamipun tertawa bersama-sama. Kemudian bang Karta memberiku kode dengan menatap kearah seseorang diseberang jalan dengan menaikkan kedua alisnya. Terlihat seorang wanita setengah baya yang baru saja turun dari becak sambil menenteng tas belanjaannya.

“Temani dia le” ucap bang Karta sambil tetap memandang wanita tersebut.

“Yo bang” ucap ku dengan ragu. Segera ku hampiri wanita tersebut.

“Ma” ucapku dengan ragu ketika sudah berada didekatnya. Sejujurnya aku ragu untuk memanggilnya.

Kemudian dia menoleh kearahku dan berkata “Le.. se..no” ucapnya dengan terbata dan terlihat matanya mulai berkaca-kaca. secepat kilat dia memelukku dan terasa tubuhnya bergetar. “Kampret, kenapa harus bertemu dengannya disini” batinku ketika mengetahui dia mulai terisak.

“Mama kangen kamu le.. hiks.. hiks..” ucapnya sambil mempererat pelukannya.

“Seno juga kangen ma, sudah ya ma.. jangan nangis lagi..” ucapku sambil mencoba melepaskan pelukannya. Kemudian diapun melepas pelukannya dan menyeka air matanya. Diapun tersenyum kepadaku ketika memandangku.

“Kamu sudah besar ya sekarang le..” ucapnya sambil tersenyum memandangku. Tapi hanya kubalas dengan senyuman. Sejujurnya mataku sudah sangat ingin menumpahkan air mata sejak ia memelukku, tapi aku mencoba tegar didepannya.

“Gimana sekolah mu le?” ucapnya sambil membelai pipiku. Seketika itu air mataku jatuh tanpa seizinku. Dia langsung memelukku lagi dan membelai kepalaku.

“S..seno suu..dah lulus SMA ma” ucapku sambil terisak. Kemudian ia melepaskan pelukannya dan memegang pipiku dengan kedua tangannya.

“Sudah, jangan nangis le. Malu itu diliatin orang-orang” ucapnya sambil menghapus air mata yang mengalir di pipiku. Hanya anggukan kepala sebagai jawabku.

“Sudah yuk, temani mama belanja” ucapnya sambil meraih tangan kananku lalu menariknya. Aku yang masih bersedih hanya bisa mengikutinya sambil satu tanganku menyeka air mataku.

Lama kita berjalan mengelilingi pasar, sesekali dia menghentikan langkah untuk sekedar melihat-lihat sayur dan ikan yang akan dia beli. Sampai akhirnya tas belanjaanya pun penuh terisi. “Mampir Kesana dulu ya le” ucapnya sambil menunjuk kios penjual es dawet.

Aku hanya terdiam ketika ia menunjuk kios tersebut. Jujur kios tersebut adalah tempat yang sering ku hindari saat sedang dipasar karena memiliki cerita yang berhubungan dengan masa laluku membuatku sedih ketika mengingatnya.

“Sudah jangan kebanyakan melamun, temani mama jajan es dawet disana” ucap mama sambil menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya sambil sesekali menatap kearah bangku yang berada disudut pojok kios ini. “Dulu kita sering duduk disitu Diajeng” batinku ketika melihat searah bangku tersebut.

“Esnya dua ya mas” ucap mama yang telah duduk di hadapanku. Kemudian ia tersenyum ketika memandangku. Aku hanya bisa menundukkan kepala ketika memandang wajah mama, wajah yang sangat mirip sekali dengan mendiang pacarku dulu.

“Ngelanjutin kuliah kemana le?” tanya mama sambil meraih daguku lalu kemudian mengangkatnya. Kutarik nafas perlahan untuk menyegarkan hatiku agar air mataku tak menetes lagi.

“Minggu lalu baru tes ke kampus XXX ma... Makasih mas... tapi pengennya kuliah dikampus ZZZ” ucapku sambil menerima semangkuk es dawet lalu meletakkan didepan mama.

“Hmmm... Kampus dikota sebelah ya” ucap mama mulai mengaduk es yang ada dihadapannya lalu menyuap kemulutnya. Jujur aku sangat bingung harus membahas apa agar perbincangan ini tidak terkesan kaku. Kuraih rokok yang ada disaku celanaku agar mengurangi kebingunganku.

“Kamu merokok sekarang le?” tanya mama ketika melihatku mengeluarkan bungkus rokok dari saku celanaku.

“Iya ma” ucapku tertunduk.

“Jangan banyak-banyak ya le, jaga kesehatanmu” ucap mama sambil tersenyum.

“Boleh kan merokok sekarang ma?” tanyaku. Kemudian mama menganggukkan kepalanya. Lalu kukeluarkan sebatang rokok dan membakarnya, kuhisap dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan. Nikmat, tapi entah mengapa kali ini rasa rokok yang biasa menemaniku ini tak senikmat biasanya.

Sejenak kualihkan pandanganku pada banku pojok, sehingga posisiku kepalaku menjadi menoleh kebelakang. Pikiranku menerawang kembali kemasa lalu ketika aku sering duduk disana bersama Diajeng dulu.

“Sudahlah le, jangan selalu mengenang masa lalu. Karena kita hidup dimasa kini untuk menuju ke masa depan” ucap mama sambil mengelus pipi kananku. Aku yang terkejut langsung menoleh kedepan dan terlihat senyum mama terasa dipaksakan. Aku pun mengangguk dan menghisap lagi rokokku.

Puja kerang ajaib, ulululululu

Terdengar suara dering ponselku. Lalu kuraih ponselku dan terlihat nama Rahma dilayarnya.

“Angkat saja le, mungkin penting” ucap mama sambil tersenyum. Lalu kuanggukkan kepalaku.

“Halo” ucapku.
Ihhh senoooo, dari tadi di wa kok dibalas. Huh, kemana aja
“Maaf mbak, ini lagi main dipasar” ucapku mengernyit karena kebawelan Rahma.
huh, main terus
“Maaf mbak.. maaf” ucapku
maaf maaf.. iya aku maafin
“Iya mbak.. oh iya mbak, ada apa ya kok tumben telpon?” tanyaku
Nomor tesmu berapa? Sini aku liatin mumpung lagi ada dikampus nih
“Nggak usah deh mbak, aku gak minat kuliah disitu kok” ucapku sambil menghembuskan asap rokok
Oh gitu... Ta..tapi kan setidaknya kamu harus tau hasilnya” ucap Rahma dengan nada sedikit kecewa.
“Hmmm.. iya deh mbak, bentar lagi tak kirim lewat wa ya.. aku udah lupa nomornya.. hehehe” ucapku sedikit menghiburnya
Iya cepetan, keburu rame ini yang mau ngeliat
“Iya mbak..” ucapku lalu menutup telpon dari Rahma.

“Pacarmu le?” tanya mama sambil tersenyum. Tapi kali ini raut mukanya terlihat senang.

“Bukan ma, adik dari temannya mas Oka. Kebetulan kemarin juga tes ditempat yang sama” ucapku memandangnya. Lalu kubuka ponselku untuk melihat nomor tesku dan mengirimkan pada Rahma.

“Sepertinya dia cantik ya le?” tanya mama ketika aku sudah meletakkan ponselku diatas meja. Aku tidak menjawab pertanyaan mama tapi hanya mengangkat kedua bahuku yang menjadi jawabku.

“Sudah waktunya kamu mencari pengganti Diajeng le” ucap mama sambil menepuk bahuku lalu berdiri dan berjalan kearah penjual es dan membayarnya. Aku hanya bisa termenung ketika mendengar ucapan mama yang mengejutkanku. “sulit ma” batinku. Karena hingga saat ini hanya Diajeng yang memenuhi ruang dihatiku.

“Diajeng mungkin akan sedih jika kamu terus seperti ini le” ucap mama yang sudah duduk didepanku kembali. Nampak sedikit gurat kesedihan diwajahnya.

“Entahlah ma” jawabku sambil memainkan sendok dan mengaduk-aduk es yang ada didepanku.

Puja kerang ajaib, ulululululu

Terdengar lagi dering dari ponselku dan kali ini terlihat nama mbak Nata dilayarnya. Segera ku terima panggilan dari mbak Nata.

“Halo mbak” ucapku
Halo dek
Eh tumben mbak Nata manggil 'dek' biasanya juga 'sen'” batinku
“Ada apa mbak? Kok tumben telpon, biasanya kan Cuma missed call, hehehe” jawabku menggodanya
Enak aja, kamu tuh yang gak pernah hubungin mbak
“Maaf mbak.. maaf..”
huuuuh
“Ada apa mbak cantik kok sampai telpon Seno.. kangen?” candaku
Kalau iya emang kamu mau main kesini buat ngobati rasa kangenku?”
“Ehh.. mungkin Minggu depan mbak” jawabku
Kenapa harus Minggu depan kalau kangennya sekarang?”
“Kan Minggu depan aku tes di kampus ZZZ mbak” jawabku
Ngapain harus tes lagi.. kamu udah ketrima di fakultas psikologi kampus XXX senoooo....
“ooooo” jawabku datar. Karena aku bingung harus menjawab apa
Ihhhhh Cuma 'oooo' doang.. kamu lama-lama nyebelin..”

Tuut.. tuut.. tuut..


“Halo mbak.. haloooo...” ucapku kebingungan karena perubahan nada suara mbak Nata.

“Yah dimatiin” ucapku sambil melihat layar ponselku lalu menaruhnya lagi dimeja.

“Pasti yang barusan ini pacarmu ya le?” ucap mama sambil tersenyum kepadaku.

“Bukan ma, dia kakak dari almarhum teman mas Oka dan kebetulan kemarin dia yang jaga waktu aku tes dikampus XXX” ucapku lalu meminum es dawet.

“Tapi sepertinya dia suka sama kamu le” ucap mama sambil memainkan alisnya. Dan kujawab hanya dengan mengangkat kedua bahuku.

“Mama juga wanita lho le, feeling mama dia suka sama kamu”

“Aku hanya mirip seperti adiknya yang sudah meninggal saja ma” ucapku sambil meraih rokokku lalu membakarnya.

“Benarkah..”

Puja kerang ajaib, ulululululu

Belum sempat aku membalas ucapan mama, tapi terdengar lagi dering ponselku dan terlihat nama Rahma dilayarnya dan segera ku terima panggilan dari rahma.

“Halo mbak”
Halo sen, ihh.. kamu ini ditelpon kok sibuk jaringanmu
“Maaf mbak, barusan ditelpon temen” ucapku sembarangan
Hmmm...oh iya selamat ya sen kamu ketrima di fakultas psikologi
“Ooo iya, aku sudah tau mbak” ucapku datar
Lhoh kok sudah tau
“Iya, barusan juga diberitahu temenku” ucapku datar
Ihhh... Kamu seperti biasa aja sih dapat kabar baik
“Hehehe terus aku harus gimana mbak? Apa aku harus lari-lari ngelilingin pasar sambil teriak 'aku keterima kuliah..' gitu?” ucapku bercanda.
Ihhh... Dasar

Tuut.. tuut.. tuut..

“Huuuuuh, kenapa sih wanita-wanita ini, belum juga aku selesai ngomong udah dimatiin aja telponnya” dengusku sebal.

“Hihihi.. peka dikitlah le. Mereka berdua suka sama kamu” ucap mama sambil cekikikan.

“Mana mungkin mereka suka sama Seno ma, mereka berdua ibarat pizza dan ote-ote (gorengan) jika dibandingkan dengan Seno” jawabku sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Isshhhh... Terserah kamu wes le” ucap mama sambil melanjutkan minumnya.

Akhirnya setelah menghabiskan es dawetnya, mama memintaku untuk mengantarkannya pulang. Meskipun aku menolak karena aku tidak membawa kendaraan tapi mama tetap memaksaku menemaninya. Akhirnya ku turuti permintaan mama dan kamipun pulang dengan menaiki becak langganan mama.

...

“Selamat ya le” ucap ibuku sambil menyerahkan sepiring nasi putih. Setelah itu beliau menyodorkan sepiring ikan cumi kesukaanku.

“Eh... Tumben buk” ucapku yang terkejut karena ibukku memasak cumi pedas kesukaanku.

“Ya itung-itung sebagi reward buatmu karena ketrima dikampus XXX” ucap ibu sambil tersenyum.

“Makasih ya buk” ucapku kemudian mulai melahap makanan yang ada diatas meja.

“Pelan-pelan aja makannya le, jangan buru-buru” ucap ibu sambil meletakkan segelas air putih disamping piringku. Hanya anggukan kepalaku sebagai jawaban atas nasihat ibu.

Setelah selesai makan siang, aku langsung menuju teras depan rumah dengan maksud untuk merokok. Setelah duduk, belum sempat merogoh kantong untuk mengambil bungkus rokok tiba-tiba ibu sudah duduk disampingku.

“Mau ngapain le?” tanya ibuku sambil memandang tanganku yang akan merogoh kantong.

“Ehh.. anu buk” ucapku bingung lalu menarik keluar tanganku lagi.

“Mau ngapain?” tanya ibu lagi.

“Ehh.. mmmm... Mau ngisis (cari angin) buk” ucapku sambil tersenyum kecut.

“Kan didalam ada kipas angin.. takut dijewer ya?” tanya ibuk lagi.

“Iyalah...” jawabku keceplosan lalu segera kubungkam mulutku dengan kedua tanganku.

“Ampun buk, jangan dijewer” ucapku lalu secepat kilat kupeluk perut ibuku.

“Hmmm... Yaudah ngerokok aja gak papa” ucap ibuku sambil membelai rambutku. Aku yang terkejut lalu melepaskan pelukan ibuk dan memandang wajah ibuk.

“Kamu udah gede le, gak seharusnya ibu terus melarangmu merokok. Tapi kamu harus bisa membatasinya, karena jika kebanyakan bisa berakibat buruk” ucap ibuku sambil tetap membelai rambutku. Aku hanya bisa menganggukkan kepala ketika mendengar nasihat ibu.

Segera kukeluarkan bungkus rokok yang ada disaku celana pendekku lalu kuletakkan disampingku. Tapi aku masih ragu untuk merokok meskipun ibu sudah mengijinkanku.

“Bakar saja, kan udah dapat ijin dari ibu. Tapi ingat jangan terlalu banyak merokok dan kamu gak boleh merokok didalam rumah” ucap ibuku sambil memencet hidungku. Segera anggukkan kepalaku lalu meraih rokok yang ada disampingku dan membakarnya. “Ahhh... Nikmatnya abis makan lalu ngerokok” batinku.

“Jadi kamu mau kapan berangkat ke kampus XXX buat registrasi?” tanya ibuku

“Belum tau buk, kan aku ga ada niat kuliah disana. Aku pinginnya kuliah di kampus ZZZ” ucapku sambil memainkan batang rokok ditanganku.

“Kenapa mau kuliah dikampus ZZZ le? kamu kan udah ketrima dikampus XXX.. lagian sudah ada dua cewek yang naksir kamu kan” ucap ibuku sambile memainkan alisnya.

Uhuuukkk...

Aku yang tengah menghisap rokok langsung tersedak ketika mendengar ucapan ibuk. Segera ku berlari kedalam rumah untuk mengambil segelas air putih lalu membawanya keteras depan.

“Ibuk ini ngomong apa sih?” ucapku sambil meletakkan gelas air putih disamping bungkus rokokku. Lalu aku duduk kembali disamping ibu.

“Tapi bener kan ada dua cewek yang naksir kamu” ucap ibu sambil memandangku.

“Mana ada yang mau sama Seno buk” ucapku sambil melanjutkan menghisap rokokku.

“Lagian darimana ibuk tau kalau Seno ketrima dikampus XXX?” tanyaku.

“Semalem seperti ada yang mbisikin ditelinga ibuk ketika ibuk sholat tahajjud” ucap ibuku sambil meraih gelas yang tadi kubawa lalu meminumnya sedikit.

“Lagian mas Oka mu tadi menelpon ibuk mengabarkan kalau kamu ketrima dikampus XXX, dia juga cerita kalau kamu sedang dekat dengan dua cewek” ucap ibuku sambil tersenyum.

“Ibuk percaya kalau ada cewek yang naksir Seno?” tanyaku pada ibuku sambil memandang lekat matanya.

“Percaya” jawab ibuku singkat. Lalu aku pun segera membuang muka kearah jalan depan rumah “Darimana ibuk bisa percaya, lha wong dari dulu Seno gak pernah ngajakin cewek kerumah”

“Kenapa kamu jadi sensitif kalau mbahas tentang cewek le?” tanya ibuku sambil mengusap belakang kepalaku, lalu aku pun hanya bisa menundukkan kepala.

“Kamu sampai kapan mau menutup hatimu, ikhlaskan diajengmu biar dia bahagia disana.. apa kamu mau diajengmu gak bahagia karena kamu terus menerus memikirkannya?” ucap ibuku yang kini mulai membelai pipiku. Segera ku pegang telapak tangan ibuku lalu kucium punggung tangannya.

“Seno mau ngopi dulu buk” ucapku seraya berdiri lalu berjalan kearah jalan dan bergegas pergi kepasar. Dari kejauhan nampak ibu hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuanku yang langsung kabur jika sudah membahas tentang wanita. Sejujurnya sampai saat ini aku tidak bisa melupakan sosok Diajeng Resti Wijayanti.

Belum sampai setengah perjalanan menuju pasar, dari arah depan terlihat bapak yang sepertinya baru pulang dari lapak mie ayamnya.

Tiiin.. tiiin..

Suara klakson motor bapak ketika sudah dekat didepanku dan tangannya memberiku kode agar aku naik motornya. Langsung saja aku meloncat naik kebagian jok belakang motor astrea bapak sebelum bapak sempat berhenti.

“Kebiasaan.. kalau jatuh nanti gimana? Ini juminten kesayangan bapak tau nggak..” ucap bapak menggerutu.

“Santai aja boss.. buktinya kan gak jatuh ini.. hehe” jawabku sambil cengengesan.

“Tumben dah pulang pak?” tanyaku pada bapak supaya bapak berhenti menggerutu.

“Iyo.. kan sekarang udah ada yang bantu bapak jualan” jawabnya sambil menoleh kebelakang dan menarik turunkan alisnya.

“Semok gak pak?” tanyaku iseng.

“Poollll.... Ehh...” jawab bapak lalu menutupi mulutnya.

“Hahahaha... Buuuukk... Bapak kumat...” ucapku agak keras dengan maksud menggoda bapak.

“Hush.. hush.. ojok rame.. rokokmu entek ta?” (hush.. hush.. jangan rame.. rokokmu habis kah?) Tanya bapak sambil menempelkan telunjuknya pada bibirnya dengan maksud menyogokku.

“Hahahaha” aku pun tertawa karena sukses menggoda bapakku. Hingga akhirnya kami berdua sudah sampai dirumah dan bapak memarkirkan juminten dipekarangan rumah tepatnya dibawah pohon jambu. Lalu kami berdua masuk kedalam rumah dan disambut oleh ibu yang ternyata sedang asik menonton televisi.

“Asik e rek” ucap bapakku yang kemudian duduk disebelah ibuku.

“Hmmm... Mau makan sekarang ta?” tanya ibuku sambil meraih tangan bapakku lalu mencium punggung tangannya. Lalu berdiri dan berjalan kearah meja makan.

“Iya dong... Udah lapar ini” jawab bapak lalu mengikuti dibelakang ibu.

Kemudian aku bergegas menuju dapur untuk membuat segelas kopi karena rencanaku untuk ngopi dipasar gagal karena bapak mengajakku pulang.

“Bapak pisan le, agak pahit ya” (bapak juga le, agak pahit ya) ucap bapak yang mengetahui bahwa aku akan membuat kopi.

“Ya” jawabku singkat.

“Dideleh Endi pak?” (ditaruh mana pak?) Tanyaku ketika dua gelas kopi sudah jadi.

“manut” (ngikut) jawab bapak dari arah meja makan. Akhirnya kuputuskan untuk menuju teras depan agar bisa merokok karena aku sudah dapat ijin dari ibu untuk merokok.

Tak lama akhirnya bapak menghampiriku diikuti dengan ibu dibelakangnya. Kemudian bapak duduk disampingku dan mengeluarkan sebungkus rokok dan diberikan padaku.

“Buk anakmu ini kok enak sekali kalau ngerokok” ucap bapakku. Aku tau bapak bermaksud menggodaku. Tapi tak ku hiraukan malah balik menggodanya dengan membuat asap berbentuk bulat.

Sruuuup... ahhhh... “Mantap bener” ucapku saat menyeruput kopi. Kubuat selebay mungkin untuk menggoda bapak lalu kuhisap rokokku dalam-dalam dan kuhembuskan asapnya keatas. “Emang nikmat Tuhan mana lagi yang menandingi nikmatnya ngopi sambil ngudud” ucapku tanpa melihat kearah bapak.

“Kampret.. kampret..” ucap bapakku sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lalu meraih rokokku yang berada disamping gelas kopi.

“Join ya le..” ucap bapak sambil membakar sebatang rokokku.

“Hmmm... Enak e abis makan terus ngudud ya” ucap ibu yang sedari tadi hanya diam sambil memperhatikan kami berdua lalu duduk disampingnya bapak.

“Pye le.. kamu ketrima dikampus XXX kan?” tanya bapak padaku lalu menyeruput kopi yang ada dihadapannya.

“Heem pak” jawabku sambil menganggukkan kepala.

“Terus katanya kamu gak mau masukin tapi malah mau tes lagi dikampus ZZZ ya?” sambungnya dan aku pun hanya menganggukkan kepala.

“Kenapa le?” tanya bapak sambil memandang kearahku.

“Peluang kerja lulusan psikologi sulit dapat kerja pak kalau belum punya pengalaman” jawabku lalu menghisap rokokku.

“Kok bisa gitu?” ucapnya sambil mengerutkan keningnya.

“Tempo hari aku sempat baca-baca tentang lowongan pekerjaan pak, dan untuk sarjana psikologi itu rata-rata harus memiliki pengalaman bekerja di bidangnya minimal dua tahun pak” jawabku sambil menghembuskan asap rokok perlahan. “Jika ingin jadi psikolog, minimal harus memiliki gelar magister pak atau S2”.

“Berarti sedikit ya peluang kerjanya le?” sela ibuku dan aku hanya menganggukkan kepala.

“Sedikit bukan berarti nggak ada sama sekali le” ucap bapak sambil menepuk bahuku. “Apa kamu sudah lupa dengan sang pencipta le?”.

“Maksud bapak?” tanyaku bingung.

“Sang pencipta selalu memberi jalan pada hambanya yang mau dan sudah berusaha le. Lihat aja bapakmu ini, gini-gini ini sarjana pendidikan le meskipun sekarang hanya menjadi pedagang mie ayam yang baru memiliki tiga lapak.. dan yang lebih penting bapak mampu menyekolahkan kamu dan mbakmu yang sebentar lagi akan Wisuda le” ucap bapak sambil memainkan rokok disela-sela jemarinya.

“Jadi maksud bapak?” tanyaku yang masih bingung dengan maksud ucapan bapak.

“Jadi jangan sia-siakan kesempatanmu untuk kuliah dikampus XXX ini le, ibu yakin itu yang terbaik buatmu” ucap ibu sambil mengelus kepalaku. Lalu aku hanya bisa menundukkan kepala karena ucapan bapak dan ibu.

“Bapak tau kamu sangat ingin kuliah dikampus ZZZ le, tapi jika kamu menyia-nyiakan kesempatan di kampus XXX dan memilih tes lagi dikampus ZZZ apa kamu yakin bakal ketrima disana? Jika kamu tidak ketrima dikampus ZZZ nantinya bagaimana? Apa kamu mau main-main terus dipasar dan nggak mikirin masa depanmu?” ucap bapak sambil memandangku.

Seketika keyakinan ku mulai runtuh ketika mendengar ucapan bapak. “Mungkin kali ini aku harus menuruti ucapan kedua orang tuaku” batinku.

“Jika kamu belum yakin, kamu datang aja ke kota sebelah dan bertanya-tanya padanya” ucap bapak.

“Padanya?” tanyaku sambil mengerutkan kening.

“Teman wanitamu yang empuk” ucap bapak sambil memainkan alisnya.

“Maksud bapak?” tanya ibu menyela.

“Anakmu ini ada yang naksir buk” ucap bapak.

“Terus maksudnya empuk?” tanya ibu lagi.

“Tanya aja langsung pada yang bersangkutan” ucap bapak.

“Lee....” ucap ibuk.

“Jangan percaya bapak buk” ucapku sambil membuang muka karena malu. Ibuk kemudian tersenyum sementara bapak tertawa terbahak-bahak. “Aku mau main ke kota sebelah ya buk” sambungku.

“Gimana pak?” tanya ibuk ke bapak.

“Terserah kamu le, carilah alasan agar hatimu mantap kuliah di kampus XXX ya” ucap bapak sambil menepuk bahuku lalu kuanggukkan kepalaku.

Segera ku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu memakai celana pendek drill dan kaos raglan warna abu-abu dan tak lupa 3 setel celana dan baju kumasukkan pada messenger bag yang biasa ku pakai. Setelah itu bapak memaksa untuk mengantarkanku ke terminal yang lumayan jauh dari rumah dan kuterima dengan senang hati karena agar lebih hemat.

Sesampainya di terminal bapak berpesan padaku agar tidak terlalu manja pada budhe Laras. Mungkin bapak sudah tau tentang hubunganku dengan budhe Laras tempo hari. Setelah menaiki bus tujuan kota sebelah, aku langsung mengabari mas Oka dan memintanya agar menjemputku diterminal kota sebelah.

...

“Tumben dadakan tell?” tanya mas Oka ketika aku sudah sampai diterminal.

“Iyo mas, bingung aku” jawabku sambil menyandarkan punggungku pada sandaran kursi tunggu diterminal.

“Ojok bingung disek, mariki tak kenalno arek ayu” (jangan bingung dulu, bentar lagi tak kenalkan anak cantik) ucapnya sambil memainkan alisnya.

“Perasaanku kok gak enak ya” ucapku sambil meraih botol air mineral yang berada disampingku.

“Ayo wes cabut, Selak sore” (ayo deh cabu, keburu sore) jawab mas Oka.

“Gas” ucapku singkat kemudian berdiri dan mengikuti mas Oka. Kemudian kamipun berjalan menuju parkiran dan bergegas menuju rumah mas Oka. Tapi belum lama mas Oka menjalankan motornya, kemudian dia berhenti diwarung yang tidak asing bagiku.

“Tuku rokok sek” ucap mas Oka singkat lalu masuk kedalam warung. Aku hanya bisa diam mematung didepan warung tersebut dan tak tau harus berbuat apa.

“Eh mas ganteng.. sini masuk” ucap seseorang dari dalam dan suara tersebut cukup membuat nyaliku menciut. Keringat dingin pun perlahan mulai keluar, kakiku bergetar hebat, pandanganku mulai berkunang-kunang, dan nafasku terasa mulai sesak. Dan seketika aku tersadar dari lamunanku ketika terasa sebuah jari yang mencolek daguku.

“Ouchh...” sontak lenguhan manja keluar dari mulutku. Sesaat aku tersadar kenapa aku malah melenguh ketika dicolek daguku oleh Tante Qthi. Lalu aku pun menutup mulutku dengan kedua tanganku. Terlihat Tante Qthi tertawa cekikikan dihadapan ku.

“Hahaha modyar koe tell” ucap mas Oka disela tawanya. Lalu diapun menghampiriku dan menarik ku menuju dalam warung.

“Lungguh kene sek tell” (duduk sini dulu tell) ucap mas Oka. “Dhe kopi item dua ya” ucap mas Oka pada Tante Qthi. Kemudian dia menjawab hanya dengan anggukan kepala.

“Dhe???” ucapku bingung ketika mas Oka memanggilnya Dhe.

“Iyo Dhe, bukan panggilan sayang seperti sandi pada ayu ya, tapi Dhe ke dia itu bermakna pakdhe” ucap mas Oka lirih.

“Hahahaha” seketika tawaku pecah ketika mendengar jawaban mas Oka dan mas Oka juga tertawa.

“Ih lagi ngomongin aku ya?” ucap Tante Qthi yang sudah berada disamping mas Oka dan meletakkan dua gelas kopi hitam dimeja.

“Apasih.. kepo banget sih Dhe” ucap mas Oka lalu meraih dan membakar rokoknya.

“Hmmm... Gitu ya. Eh mas ganteng.. gimana.. ketrima gak dikampus XXX?” tanya Tante Qthi sambil memandangku.

“Nggeh” (iya) jawabku singkat sambil menuangkan kopi ke lepek atau lapik.

“Selamat ya mas ganteng” ucap Tante Qthi sambil merentangkan kedua tangannya dan mau memelukku. Kemudian mas Oka menampel tangan Tante Qthi karena posisi mas Oka yang berada ditengah-tengah antara aku dan Tante Qthi.

“Kebiasaan” ucap mas Oka sambil menampel tangan Tante Qthi.

“Ih apasih kamu beb, gak suka banget sih liat aku senang” ucap Tante Qthi sambil mengelus-elus tangannya yang ditampilkan oleh mas Oka.

“Bab beb bab beb, namaku Oka. Kebiasaan gathell siji Iki gak ilang-ilang” ucap mas Oka sambil melihat kearah Tante Qthi.

“Wah KDRT pemirsa” ucapku spontan lalu menutup mulutku.

“Iki pisan gathell siji Iki, huuuh” dengus mas Oka.

Setelah kopi kami habis lalu mas Oka mengajakku pulang. “Berapa Dhe?” tanya mas Oka.

“Biasa beb.. eh mas Oka.. sepuluh ribu” ucap Tante Qthi.

“Ini dhe” ucap mas Oka sambil menyerahkan selembar uang sepuluh ribu. Lalu dia berjalan keluar.

“Eh mas Oka...” ucap Tante Qthi ketika mas Oka sudah ada didepan pintu warungnya.

“Hmm...” jawab mas Oka sambil menolehkan wajahnya.

“Panggilan 'dhe' ke aku itu apa sih. Kok sejak dulu selalu manggil aku Dhe?” tanya Tante Qthi sambil melek merem dibuat seimut mungkin.

“Gathell a panggilan sayang, 'dhe' itu pakdhe” ucap mas Oka lalu berlari dan segera menstater motornya kemudian segera aku duduk dibelakangnya. Secepat kilat mas Oka menarik gas dan bergegas pergi. Sayup-sayup terdengar suara Tante Qthi memaki-maki kami berdua.

...

“Lho kok kesini mas?” tanyaku heran karena motor mas Oka melaju kearah warkop milik Dalbo.

“Iyo, onok seng kangen awakmu” (iya ada yang kangen kamu) jawab mas Oka lalu berhenti karena sudah sampai di warkop milik Dalbo. Lalu segera ia memarkirkan motornya dan bergegas masuk ke dalam. Suasana didalam terlihat cukup sepi, mungkin karena masih sore. Dan terlihat sosok cantik yang sedang berada dimeja kasir yang nampak fokus pada ponselnya.

“Eheeemm...” ucap mas Oka pada gadis cantik tersebut. Lalu ia pun menoleh kearah mas Oka dan hanya melirik kearahku tanpa menoleh.

Eh, kenapa dia ini?” batinku.

“Hallo Jess.. wah ada bro Seno” ucap Dalbo yang baru saja keluar dari kamar mandi”

“Apa kabar bro?” ucap Dalbo lalu menyalamiku.

“Alhamdulillah mas” ucapku sambil menyambut salamnya.

“Mau pesen apa?” ucap Dalbo.

“Yang kayak kemaren aja mas” jawabku. Lalu Dalbo mengacungkan jempolnya.

“Mas aku tak lungguh Nang ngarep” (mas aku mau mojok didepan) ucapku pada mas Oka lalu iapun mengacungkan jempolnya.

Tring......

Suara notif dari ponselku ketika aku baru saja mendaratkan pantatku diatas bangku kayu. Segera kubuka ponselku dan melihatnya.

From: Rahma
Hmmm...
Gitu ya.. datang-datang gak nyapa malah langsung keluar

Lalu kubalas pesan dari Rahma

To: Rahma
Maaf mbak,
Aku takut mbuat mbak marah karena keliatannya lagi sebel gitu​
Sini kedepan, ngopi bareng​

Beberapa saat kemudian

From: Rahma
Wait

Sesaat kemudian Rahma sudah berada disampingku dengan membawa segelas es teh, tapi dia hanya diam dan tak memandangku. “Kenapa dengannya” batinku. Beberapa saat kemudian kami masih saling diam karena aku bingung harus membuka pembicaraan dari mana.

“Meneng-menengan ae rek” (kok saling diam aja) ucap Dalbo sudah disamping Rahma dan meletakkan kopi susu didepanku.

“Nek onok masalah iku diomongno, Ndak meneng-menengan ngene” (kalau ada masalah itu diomongin, bukan saling diam gini) imbuhnya lalu berjalan kedalam.

“Haaaah.. kamu yakin gak jadi ngambil di kampus XXX?” ucap Rahma memulai pembicaraan.

“Entahlah mbak, aku juga masih bingung” jawabku sambil memainkan sebatang rokok yang belum ku bakar disela-sela jariku.

“Memangnya kenapa?” tanyanya lagi.

Akhirnya aku menceritakan pembicaraanku dengan bapak dan ibu sedari tadi siang karena aku berharap mungkin Rahma bisa memberiku alasan yang tepat agar aku bisa yakin untuk kuliah dikampus XXX.

“Jadi gitu mbak” ucapku setelah menceritakan tentang percakapanku dengan bapak dan ibuk.

“Hmm... Jadi begitu” ucapnya sambil mengaduk es teh yang ada didepannya.

“Masalah keinginan memang sulit, terlebih keinginanmu dilandasi dengan fakta yang ada” ucapnya lalu meminum es teh yang ada didepannya. Terlihat beberapa tetes air es teh mengalir di bibirnya, spontan aku langsung mengusapnya menggunakan jempolku. Kemudian ia menghentikan minumnya dan melotot kearahku.

Aku yang tersadar akhirnya menarik tanganku. “maaf mbak, bukan maksud kurang ajar” ucapku lalu menundukkan mukaku.

“Hihihi.. kamu lucu juga ya” ucapnya sambil tertawa. Kemudian aku menoleh kearahnya karena bingung dengan ucapannya karena tadi dia terlihat marah, namun yang terlihat sekarang adalah rona merah di pipinya.

“Udah gak usah takut, aku gak nggigit kok” ucapnya sambil tersenyum. Aku hanya bisa terpaku memandang wajah manisnya hingga beberapa saat.

“Alhamdulillah wes rujuk bo” ucap mas Oka yang sudah ada disamping Rahma dan membuat kami berdua kaget. Kemudian dia meletakkan sepiring sosis goreng dimeja kami.

“Tak traktir, karena Seno berhasil ketrima dikampus XXX” ucap mas Oka lalu masuk kembali kedalam. Aku bisa tersenyum kecut mendengar ucapan mas Oka.

“Sebenarnya apa ada hal lain yang membuatmu ragu untuk kuliah di kampus XXX?” tanya Rahma sambil meraih sosis yang ada didepannya.

“Aku.. aku.. takut kesepian karena nggak punya teman mbak” jawabku sambil menunduk.

“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” tanyanya sambil mengerutkan keningnya.

“Aku takut nggak bisa beradaptasi dengan pergaulan anak kota mbak, karena sedari kecil aku hidup didesa” ucapku lagi.

“Hahaha.. jangan minder gitu dong Seno ganteng” ucapnya sambil memegang daguku lalu mengangkatnya sehingga kami saling berpandangan. Seketika aku menjadi sangat gugup kala dia melakukan hal itu.

“Nggak semua yang ketrima dikampus itu adalah anak kota” ucapnya sambil melepaskan tangannya dari daguku lalu mentowel hidungku. “Banyak juga kok anak dari pelosok daerah luar Jawa yang ketrima dikampus XXX” imbuhnya.

“T..ta..pi mbak...”

“Lagian kamu gak sendiri kok” ucapnya menyela perkataan ku.

“M..mak...sudnya?” ucapku terbata karena gugup.

“Karena aku juga ketrima di fakultas psikologi” jawabnya sambil tersenyum manis dan aku hanya bisa melongo mendengar ucapannya.

“Manisnya” dan lagi aku keceplosan ngucapkan kata itu untuk kedua kalinya.

“Emang aku manis kok” jawabnya sambil membuang muka. Tapi nampak semburat merah diwajahnya.

“Ehh...” ucapku sambil menutupi mulutku. “kampreeet... Lagi-lagi keceplosan. Nih mulut emang bikin malu aja” batinku lalu menoleh kearah jalan raya.

“Eheeemmmm....” ucap seorang wanita yang tiba-tiba sudah berada didepanku sambil berkacak pinggang.





Bersambung sodara-sodara
 
Mantaappp.... makin penasaran.

Makasih updatenya suhu, tetap semangat dan sehat selalu:beer:
 
Wuih akhirnya seno ketrima..
Lanjutkan petualanganmu sen..
Sudah ada wanita yang menunggumu..

Makasih updatenya suhu..
:ampun:
 
Mbak nata kui yo dosene psoklogi ya?

Hmmm budhe akan kalah muda dari 2 orang
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd