Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Fallen Angel: Dewi Ratna Azzahra

Bimabet
ceritanya mantap hu....kelanjutannya gimana nih....masih satu judul atau ada squelnya
 
akan seperti apa kelanjutan nya suhu... di tunggu update nya suhu
 


Dewi & Bayu​

"Hangat.." Gumam Dewi tanpa sadar. Tanpa kuduga-duga. Dewi ikut mengalami orgasme bersamaan dengan tumpahnya spermaku membanjiri rahimnya. Wanita itu menjepit kontolku penuh kelembutan. Seolah menyedot habis cadangan spermaku. Inikah efek obat perangsang itu? Diperkosa pun dia bisa mengalami orgasme.

Testisku sudah tidak menyediakan sperma lagi. Itu membuat tenagaku terasa terkuras habis. Tubuhku seketika ambruk menindih tubuh Dewi. Dewi pun sama lemasnya. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Hidungnya yang kembang kempis menjadi satu-satunya tanda bahwa ia masih hidup.

"Nah kan bagus!" Umpat Fajar menanggapi hasil rekamannya. Dasar sinting kubilang. Ia benar-benar sedang dalam pengaruh guna-guna wanita bernama Echa itu. Aku turut prihatin terhadap kondisi mentalnya.

"Heh lu jagain Dewi ya. Terserah lu mau tidur atau ngapain disini. Yang penting gue mau pergi dulu keluar sebentar." Ia langsung melancong pergi meninggalkan kami berdua tanpa ada rasa takut sedikitpun. Gila.

Aku kembali memusatkan perhatianku pada Dewi.. Segaris air mata tampak membasahi pipi wanita itu. Dewi kembali terisak sedih. Saat itu tanganku bergerak cekatan menyeka seluruh air matanya.

"Kenapa kalian setega ini sih sama aku? Hiks.. emang aku pernah berbuat salah apa sama kalian?" Lirih Dewi pilu.

Aku hanya menggeleng pelan, "Nyonya gak pernah berbuat salah apa-apa sama kita."

"Terus kenapa kamu ngelakuin itu?!" Dewi menatapku nyalang. Kemarahan tampak jelas dari sorot matanya itu.

"Karena saya mencintai nyonya." Jawabku enteng. Entah darimana aku dianugrahi kekuatan menghadapi amarah Dewi yang meletup-letup. Seakan tak ada lagi hal yang perlu kutakuti darinya.

"Tahu apa kamu soal cinta." Dewi membuang mukanya sengit. Menolak menatapku yang tengah bersemayam diantara kedua buah dada berukuran 36c-nya. Badan Dewi memanas karena emosinya.

Hal itu justru membuatku semakin ingin menempelkan tubuhku dengan nyaman di tubuhnya. Aku melingkarkan tanganku. Mengangkat bongkahan pantat Dewi keatas agar kemaluannya menyentuh kontolku. Sambil meremasnya penuh gairah. Aku menyesapi hangatnya tubuh Dewi diselangkanganku.

"Kamu mau apalagi? Masih belum puas kamu?" Dewi berucap sinis. Tapi aku tak menggubrisnya. Aku masih ingin mempermainkan tubuh Dewi. Aku takut jika aku tak lagi memiliki kesempatan seperti ini dikemudian hari.

Mulutku kembali mencupangi pentil Dewi. Menjilati sekitaran aleoranya. Lalu memberinya pijatan lembut di kedua payudara Dewi. Aku terus melakukan itu berulang-ulang, seperti bayi yang merindukan susu ibunya. Aku tak ingin malam berlalu begitu cepat. Setidaknya izinkan aku membuat memori terindah untuk kukenang suatu saat nanti.

Bosan dengan kehadiran Lingerie di tubuh Dewi. Aku menarik paksa pakaian itu agar terlepas dari tubuhnya. Dewi menjerit kaget, matanya memandang shock lingerienya yang sobek. Sementara aku hanya menyeringai angkuh melihatnya begitu.

"A-Apa yang ingin kau lakukan sekarang, Bay?!" Tanyanya getir.

"Malam ini, nyonya gak boleh pakai baju!" Tegasku memerintah. Aku sendiri kaget bagaimana bisa aku memberi perintah pada majikanku sendiri. Belum sempat Dewi protes, aku sudah mengunci mulutnya dengan lumatan bibirku. Kepalanya berusaha menghindar tapi kutahan. Beberapa kali ia bahkan nyaris mengigit bibirku. Yang untungnya berhasil kuhindari. Puas melumat bibir Dewi, aku melepas ciumanku.

"Sekarang nyonya tidur. Tunggu sampai stamina saya pulih. Nanti saya entot lagi hehehe." Kataku cengengesan. Merebahkan tubuhku disamping wanita itu, aku merengkuh erat tubuh Dewi. Mencoba untuk tidur dan membiarkan wanita itu menangis sendiri semalaman ini.

'

'

'

Rintikan air hujan jatuh membasahi bumi. Awan hitam datang menutupi cerahnya cahaya matahari. Pagi tampak kelam. Sekelam hati Dewi yang kini sudah sebulan lamanya sejak aku memperkosa dirinya. Ternyata malam itu adalah 'sebuah permulaan', kini hampir setiap hari aku diperintahkan Fajar mengauli Dewi. Selama itu pula Dewi diwajibkan meminum obat pencegah kehamilan.

Kedok Fajar menikahi Dewi sudah terbongkar seluruhnya. Lelaki itu memilih berkata sejujurnya pada Dewi. Dewi tertohok mendengar pengakuan itu. Dimana sang suami lebih memilih mencintai wanita lain ketimbang dirinya. Dewi dibutuhkan, karena Fajar ingin mengambil alih perusahaannya.

Pastinya Dewi merasa tertekan, ia ingin berontak dan melawan. Tapi dirinya tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Sementara aku diiming-imingi jatah mengentoti Dewi sepuas hatiku agar mau bersekongkol dengan Fajar. Ia menghadiahi video-video percintaan kami kepada kekasihnya sebagai jaminan hubungan mereka. Ia pun menjamin video itu takkan tersebar apabila Dewi tak melawan.

Dewi berasal dari keluarga terpandang. Tentu ia tidak mau menodai nama baik keluarganya. Ia tidak mau video itu tersebar. Sekarang ia hanya bisa pasrah menerima kondisi itu.

Seperti burung yang terjebak dalam sangkar. Dewi tidak pernah diizinkan keluar rumah ataupun mengenggam alat komunikasi, antisipasi supaya wanita itu tidak melaporkan tindakan-tindakan pelecehan yang ia terima dirumahnya sendiri.

Pagi ini Dewi datang dengan langkah tertatih-tatih. Raut mukanya terlihat lelah dan bekas-bekas sperma tampak terlihat di paha wanita itu. Ia diam saja, tidak bergerak setibanya di ruang makan. Tatapan matanya kosong memandang banyaknya makanan yang tersaji diatas meja makan.

Aku berinisiatif menarik satu kursi untuknya. Tak lupa memberinya seulas senyum hangat, memperlakukannya bak ia adalah istri sahku. Dewi tidak merespon senyumanku. Ia hanya duduk dikursi yang telah kusediakan dan mulai mengambil dua porsi sarapan pagi.

Eh, tunggu. Dua porsi?!

"Duduk." Ucapnya datar.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Tidak biasanya Dewi menyuruhkan makan bersama di atas satu meja. Apalagi setelah aku memperkosanya selama berulang-ulang sebulan ini. Sorot mata Dewi yang menuntutku duduk disampingnya membuatku tak punya pilihan lain lagi.

"Coba kamu makan."

Aku menyuapi sesendok makanan ke dalam mulutku tanpa protes.

"Gimana rasanya?"

"Enak." Kubilang.

Kini giliran Dewi mengambil sesendok makanannya dan mengarahkannya ke mulutku. Aku menggerenyitkan dahiku. Semakin tidak mengerti akan maksud tindakannya.

"Nyonya?" Tanyaku mencoba menyadarkan apa yang tengah ia lakukan.

"Buka mulutmu. Aaa."

Gugup, kuikuti apa maunya itu. Aku membuka mulutku dengan perasaan canggung dan mengunyah makanan pemberiannya. Ada sesuatu yang menjalar dihati kala ia menyuapiku.

"Gimana? Enak juga?"

Anggukan kikuk menjadi jawabanku.

Dewi kemudian menaruh kembali peralatan makannya diatas piring. Tangannya terulur. Mengusap pipiku dengan ibu jarinya. Ia menatapku sendu. Seolah-olah ia sedang terluka.

"Sejak kapan kamu mulai suka sama aku Bay?" Tanyanya lirih.

"S-Sejak Nyonya masih SMA." Kataku terbata-bata. Aku memang mulai menyukainya sejak pertama kali aku diperkerjakan dirumah mewah ini. Dewi adalah seorang anak gadis yang polos waktu itu. Kepolosannya itu menjadi daya tarik tersendiri bagiku. Aku ingin mengotori kepolosannya. Membuatnya mengenali nikmatnya kontolku saat menyodok memeknya.

Tapi terlambat, Fajar malah lebih dulu merebut keperawanan gadis pujaanku itu.

"Harusnya aku menikahi orang sepertimu dulu.." Sesalnya kemudian.

"... sebenarnya orang tuaku juga tidak menyetujui pernikahanku ini. Mereka mengerti watak Fajar. Tapi aku malah tidak memperdulikan nasehat mereka dan berpikiran menikahi laki-laki bad boy itu menyenangkan. Aku tidak tahu semua akan berakhir seperti ini." Tambahnya menjelaskan. Ia menundukkan kepalanya. Menyembunyikan kesedihan yang bersemayam di wajah ayunya.

Tanganku terulur mengusap-usap punggung Dewi. Jujur saja, aku jadi tidak tega. Aku tak tahan melihatnya menderita sampai seperti ini. Ini sudah satu bulan dan belum ada tanda-tanda bahwa Fajar akan mengakhiri penyiksaannya.

"Nyonya.." Sebutku prihatin.

"Ah udah ceritaku tadi gak usah didenger. Oh iya, pagi ini aku lagi ga nafsu makan. Kamu makan aja gih, terus nanti semuanya taruhin di kulkas lagi aja ya." Cetusnya pelan. Tubuh tirusnya mulai beranjak pergi meninggalkan ruang dapur.

Aku terdiam mematung diposisiku. Merenungkan apa keputusanku ikut bermain andil menyiksa Dewi itu sudah tepat? Kupikir bukan begini cara mencintai seseorang itu. Aku seharusnya melindungi Dewi, bukan justru melukainya. Kalau begini apa bedanya diriku ini dengan Fajar?

Segera setelah menuntaskan acara sarapan pagiku dan membereskan seluruh peralatan makan. Aku pergi menghampiri Dewi di kamar tidur utama. Suara pintu berderit menjadi tanda kedatanganku. Dewi langsung menoleh. Tubuhnya terbungkus selimut tebal.

"Kenapa Bay?" Tanya Dewi serak. Kulit hidungnya yang memerah menjadi pertanda bahwa ia habis menangis lagi.

"Enggak. Cuma.." Aku hanya ingin melihat kondisinya. Kalimat itu tertahan di pangkal tenggorokanku. Untuk seseorang yang sudah memperkosanya berulang kali, rasanya aku tidak pantas memberinya sikap perhatian.

"Cuma apa? Kamu mau gituin aku lagi? Tunggu Fajar pulang dong Bay. Aku capek..." Dewi mengeratkan selimutnya sebagai penegasan penolakannya.

Mendapati itu aku hanya bisa mendesah pasrah dan pergi meninggalkan Dewi. Kami tidak terlibat banyak pembicaraan seharian itu. Hingga malam tiba, waktu dimana Fajar biasanya pulang untuk satu tujuan, yaitu merekam persetubuhan kami.

Hatiku berdebar tak karuan saat mengetuk pintu kamar utama. Ini terjadi setiap kali aku diperintahkan Fajar mengentoti istri cantiknya itu. Pikiranku menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya saat memutar knop pintu.

Tampaklah siluet Dewi dari pantulan kaca rias. Ia tengah merias dirinya disana. Makeup mahal dan lipgloss berwarna merah darah ia gunakan. Rambutnya ia sanggul kebelakang. Sementara tubuhnya sudah tidak mengenakan busana apapun lagi. Dengan wujudnya yang sekarang, Dewi menjadi beberapa kali lebih cantik dari sebelum-sebelumnya.

"Ah akhirnya lu dateng juga Bay." Sambut Fajar yang sedang duduk dipojokan ruangan.

"Iya Tuan.."

"Sini lo duduk dulu. Dewinya masih sibuk mempercantik diri." Fajar mempersilahkanku duduk disebelahnya.

Aku menurutinya. Sambil mengamati Dewi yang sedang merias aku diperintahkan untuk menanggalkan seluruh pakaianku. Setelahnya Fajar kembali berbicara,

"Nah Bay, lu ngelakuin apa yang gue perintahin kemarin kan?" Tanya Fajar ambigu. Aku yang sudah mengerti maksud perkataannya hanya mengangguk.

"Bagus! Sayang, sekedar info aja nih ya. Bayu aku suruh ga mandi seharian ini. Dia itu udah ngelakuin segala aktifitas olahraga yang rutin dia lakuin tiap sore tanpa ngebilas badannya sesudahnya." Ujar Fajar dengan riang,

"Kamu inget kan sayang tugas kamu apa?" Tanya Fajar menusuk.

"Tugas saya adalah membersihkan seluruh badan Bayu dengan lidah saya." Aku yakin aku melihat bahu Dewi bergetar saat mengucapkannya.

"Bagian mana aja yang perlu kamu bersihin?"

"Saya sudah selesai merias, Tuan."

"Ya sudah tinggal kamu praktekan saja kalau begitu. Oh iya buat Bayu. Inget ya, kali ini lu harus buang peju lo dimuka Dewi. Lo kotorin makeup yang sudah susah payah Dewi buat di mukanya selama satu jam ini. Hahahaha!"

Dewi memutar tubuhnya menghadap diriku. Dengan langkah tegar ia kemudian menghampiriku. Berlutut dihadapan kontolku yang sudah teracung sempurna. Sempat aku kaget. Wajah cantik Dewi dan kontolku berada di jarak setipis itu. Wanita manapun pasti merasa mual dengan bau busuk selangkanganku. Aku nyaris tak pernah membersihkan bagian itu seumur hidupku seandaipun hari ini aku mandi.

Tapi Dewi tanpa ragu lagi menempelkan hidungnya di batang penisku. Ia menghirup aroma busuk itu sedalam-dalamnya. Dimana bau sperma mendominasi akibat dulu aku sering bermasturbasi sambil ditutupi celana dalamku.

"Teken hidung kamu Dew!" Tegas Fajar dibalik kamera handphonenya.

Dewi yang sudah berada dibawah ancaman Fajar hanya bisa menurut pasrah. Ia menekan hidungnya di batangan penisku. Aroma sperma pasti semakin menusuk hidungnya. Barulah sekitar duapuluhan detik kemudian ia menarik kepalanya. Napasnya tersengal-sengal mencari udara segar.

"Ayo, teruskan. Tunjukkan hasil belajarmu dari persetubuhan kita ke Bayu." Tegur Fajar tak mengizinkannya berhenti.

Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat. Jadi sebelumnya Dewi sudah lebih dulu dientot Fajar? Api cemburu mulai tersulut dihatiku. Aku tidak bisa menerimanya. Tidak! Dewi hanya boleh disentuh oleh aku seorang!

'Fajar ya. Awas saja kau..'

Dewi menatap mataku penuh luka. Keterpaksaan tampak jelas dari pancaran matanya. Tapi ia tidak disodorkan pilihan lain jika dia ingin tetap selamat dan menjaga kehormatan keluarganya.

Dewi lantas memajukan kembali kepalanya. Bibirnya mengecup-ngecup lembut kepala penisku. Lidahnya terjulur. Membelai bawah kontolku dengan lembut. Ia seperti menyapu bersih permukaan kulit kontolku yang hitam. Aku benar-benar takjub, ia sanggup mengabaikan aroma peju yang menempel disekitaran kontolku. Ini juga kali pertama bagiku, aku dioral oleh Dewi.

Aku yang tak kuasa menahan nikmat hanya bisa memejamkan mataku. Kenyalnya lidah Dewi yang bermain diseluruh bagian batang kontolku membuat kontolku seperti dimanjakan. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang lain. Aku kembali membuka kelopak mataku dan melihat apa yang terjadi.

Oh astaga! Dewi membenamkan wajahnya di testis milikku. Ia menggoyang-goyangkan kepalanya, menampar-nampar testisku dengan wajah ayunya. Setelahnya ia kembali menjilati penisku. Tepat dibagian antara batang kontol dan testis. Aku yakin disanalah tempat aroma busukku berasal.

"Lu liat sendiri kan Bay? Cewe didepan lu ini udah lu takhlukan. Dia udah bersedia berlutut buat kontol lu itu."

Aku yakin karena perkataan cabul Fajar barusan. Panjang kontolku mulai bertambah.

"Nah Dew sekarang waktunya." Kata Fajar memberi aba-aba.

"Tuan tolong bersihkan lidah saya." Ia memintaku. Lidahnya sudah terjulur panjang kedepan.

Aku yang sudah mengerti maksudnya segera berdiri. Tapi apa benar tidak apa-apa melakukan hal gila macam ini? Kulirik Fajar disebelahnya, dan Fajar segera mengangguk memberi izin. Aku mengarahkan batang kontolku menyentuh lidahnya. Kuusap-usap pelan lidahnya itu dengan batang kontolku. Lidah tempat tutur kata lembutnya berasal telah kuhinakan. Aku tidak bisa mempercayai ini.

Dewi secara sukarela membiarkan lidahnya dibelai-belai oleh sebuah kontol hitam. Bahkan ia yang memintanya sendiri!

Aku melakukannya selama 5 menit tanpa henti, Fajar tidak mengizin kami berhenti sampai ia menemukan berbagai angle yang pas untuk ia rekam. Aku membersihkan lidah dan bibir mungilnya dengan kontolku.

"Oke, lanjut Dew."

"Tuan boleh saya emutin kontol tuan yang perkasa? Boleh ya?" Pinta Dewi sopan. Tidak bisa kupungkiri, aku senang melihat kebinalan Dewi yang seperti ini.

"Boleh kok."

"Terima kasih tuan." Dewi meraih batang kontolku dalam genggamannya. Ia mulai membimbing kontolku memasuki mulut sucinya. Bibir seksinya mengapit kontolku rapat setibanya kepala kontolku didalam.

"Uh.. emh." Akhirnya desahan lolos dari celah di mulutku, aku tidak bisa menahan rangsangan dari hangatnya rongga mulut Dewi. Dewi mengemuti kepala kontolku dengan penuh kelembutan, sering kali lidahnya bahkan menyentuh lubang kencingku. Aku yang tak dapat menahan diri malah ikut menggerakan pinggulku mengikuti irama kuluman Dewi. Membombardir mulut Dewi secara pelan dan teratur. Beberapa kali kesempatan kontolku secara tidak sengaja menusuk-nusuk pipinya.

Lima menit aktifitas itu kami lakukan, akhirnya penisku mulai berkedut-kedut. Dewi yang menyadarinya sontak melepas penisku. Mengingatkanku akan tugasku mengotori makeup di wajahnya. Dan...

Crot..crot..crot. Ah!

Peju membasahi hampir seluruh bagian wajah Dewi. Rambut pirang Dewi bahkan tidak luput dari muntahan spermaku. Dewi mengatupkan matanya rapat-rapat hingga alis gadis itu saling bertautan.

Tubuhku terjatuh lunglai kebelakang. Mendarat kasar diatas bantalan kursi. Setelah mengatur napasku. Aku melihat kondisi Dewi yang masih setia berlutut dihadapanku. Jemari lentik wanita itu tidak tinggal diam, ia memoles seluruh wajahnya dengan cairan pejuku. Menutupi seluruh makeupnya dengan cairan kotor itu.

"Tutup matamu." Katanya.

"Hah?"

"Tutup aja. Sekarang waktunya saya ngebersihin tubuh Tuan." Dewi berdiri, ia mendekati wajahnya dengan wajahku. Ia menjilati seluruh wajahku tanpa ampun baik mata, hidung, bibir, bahkan hingga mampir ke ketiakku! Ia juga menggosok-gosokan dadanya yang kenyal ke seluruh bagian tubuhku.
Bagai seorang betina yang mengucapkan terima kasih pada penjantannya seusai memberkati wajahnya dengan peju.

Bersambung..
Mantaabbb bgt suhuuu....
The best Dewi Sex role play ever...
:konak: :panlok2:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd