Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Fatimah Istri Alim Temanku yang Ternyata ....

Bab II Keberuntungan datang di saat ...

"Loe kemana aja bangsat ga pulang loe? ayo main pinning elepen."
Begitulah pesan yang masuk di WA dari Dodit. Sudah empat hari aku memutuskan untuk tak ke apartemen dan pulang ke rumah. Aku melampiaskan hasratku dan membuatku bermaturbasi sampai lima puluh kali. Anjing brengsek emang temanku yang satu ini. Kalau tidak karena balas budi, aku pasti sudah menendang dia keluar atau paling tidak menyetubuhi istrinya yang menggoda itu. Pada akhirnya mengingat hal itu membuatku mendesah.
"Ternyata kebaikan itu berat."
Sebuah benda keras dingin membuatku melompat dari kursi kanti yang aku duduki.
"Ara elo itu ya ... anjing banget emang."
"Lagian loe ngelamun kayak orang tolol gitu. Kenapa emang ada masalah."
"Ya gitu lha Ra. Kalau ga ada masalah namanya bukan hidup."
"Sok bijak loe!"
Ara mengusap rambutku. Entah kenapa gadis bernama Ara ini benar-benar sangat ramah padaku. Meski penampilannya tomboi selalu memakai jeans dan juga kemeja, Ara adalah gadis yang menarik. Memiliki tinggi 173 yang hanya beda delapan centi denganku, memiliki kulit putih halus yang terawat, postur tubuh kurus, tetapi payudara lumayan menonjol, Ara juga memiliki hidung mancung dan bibir gak berisi. Begitulah daya tarik Ara yang tomboi dan friendlu. Ya, tentu saja aku takkan tertipu dengan siasat gadis baik seperti itu. Di sekolah menengah mereka selalu menolakku karena kacamata dan penampilanku yang cupu. Namun, setelah mengetahui siapa aku yang sebenarnya mereka lancar mengirim pesan WA mengajakku untuk jalan-jalan. Dodit selalu mengatakan bahwa aku harus menjauhi gadis-gadis bertipe baik seperti Ara ini. Karena gadis baik dengan banyak teman cowok adalah belong to street. Sial, kadang sikat toilet itu bisa bersikap bijak juga. Saat pikiranku melayang lagi, Ara mendaratkan sentilan di dahi dan membuatku mengerang.
"Sakit bangsat."
"Lagian loe ngelamun aja."
"Udah dibilangin pikiran gw lagi kalut."
"Gimana kalau kita ngewe aja?"
Aku mendesah mendengar kata-kata kotor yang sering sekali Ara katakan.
"Yayaya ... terus gw harus bayar sepuluh juta gitu."
"Eh, asal loe tahu meki gw enak."
"Rasa ikan asin?"
Satu pukulan keras mendarat di belakang kepalaku. Saat itulah Rehan dan empat orang temannya mendatangi Ara.
"Ra, bikin konten tok-tok yuk!" Ajak Rehan.
"Ayuk, ada tempat seru ngga?"
"Ada grand opening cafe baru. Katanya tempatnya instagremable banget," ujar Wawan yang memiliki kepala plontos.
"Dio loe mau ngga?"
"Alah, ngapain ngajak dia segala sih. Dia ga bakalan mau bikin kayak gitu." celetuk Rehan.

"Dia itu temen gw juga tahu. Tolong ya hormati dia juga."
"Udah Ra, loe pergi ama Rehan aja. Gw mau ke perpus buat ngerjain tugas."
Aku segera menghindar dari kumpulan anak kekinian yang masih tidak bisa kuterima dengan nalar. Aku berjalan menuju perpustakaan yang terletak di gedung C lantai dua. Daripada aku pusing memikirkan kemolekan tubuh Dodit lebih baik aku menghabiskan waktu dengan mengerjakan tugas. Lagi pula di tempat ini ada Diya, satu-satunya gadis yang aku sukai sejak sekolah menengah. Tepat ketika aku membuka pintu lalu menengok ke kiri, sosok Diya sudah ada dan terlihat sibuk dengan dunianya sendiri. Kacamata tebal yang menyembunyikan kecantikan dari dunia, rambut bergelombang halus yang terawat, juga kumis tipis yang luar biasa menambah daya tarik dan membuat hatiku luluh. Sayangnya dunia kami benar-benar berbeda. Aku hanya bisa memandang dia dari jauh dan ketika aku mencoba mencari informasi ada seseorang yang tak bisa dia lupakan. Sial, aku adalah Dio Sastrodimulyo dan aku malah jadi pecundang dalam cinta. Aku terus menatap ke arah meja perpustakaan hingga tak sadar kalau sudah berdiri selama beberapa menit. Diya memberikan isyrat dengan tangan membuatku berjingkat lalu menutup pintu. Karena merasa malu aku segera menuju bagian ujung perpustakaan dan memukul tembok keras-keras. Betapa bodohnya kau Dio. Setelah menghilangkan rasa malu aku mengambil buku dan mulai mengerjakan tugasku. Aku mendapatkan tugas tentang bagaimana gambar mempengaruhi kehidupan sejak era renaissance. Aku membuka buka dan mulai melakukan riset. Beberapa kata kutulis dan mataku ini kembali fokus dengan Diya. Aku melihat buku dengan judul Animal Farm sedang berada di tangan Diya. Itu benar-benar bacaan yang cukup berat. Diya nampak serius dan sesekali menyelipkan rambutnya ke telinga. Hal itu benar-benar membuatku tak dapat berkonsentrasi. Akhirnya karena terlalu menyebalkan aku kembali ke apartement. Aku membuka pintu depan dengan kartu gesek dan masuk ke dalam kamar. Saat itulah kejadian tak terduga terjadi. Fatimah keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk. Aku menelan ludah memperhatikan tiap siluet yang ada di dalam tubuhnya. Sudah kuduga dadanya luar biasa, bokongnya juga tercetak kencang pada handuk yang dililit. Menyadari keberadaanku Fatimah nampak panik. Dia menoleh ke kanan dan kiri seolah mencari sesuatu. Dia tiba-tiba membuat ekspresi ingat dan memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Saat itulah handuk yang berada di tubuh Fatimah lolos. Sungguh pemandangan yang indah. Tubuhnya benar-benar terlihat sangat empuk. Dari mulai tangan betis, hingga dada besar yang mencuat sedikit turun, tapi masih kencang. Aku tak mau rugi dan menatap hutan rimbun yang berada diantara dua paha Fatimah.
"Fatimah ... oh ... Fatimah!" Begitulah teriakan yang muncul dalam batinku.
Kepalaku terasa sangat panas dan aku bisa merasakan darah turun dari hidungku saat itulah pandangaku menjadi gelap.
***​
Aku merasakan sensasi dingin di kepala dan terbangun. Ternyata sensasi itu datang dari sebuh kompres. Aku beranjak dari kamar dan mendapati Fatimah sedang memasak. Saat ini Fatimah memakai kaos berlengan panjang dan juga leging ketan yang menampilkan bongkahan pantatnya. Aku meremas penisku. Ingin sekali aku sodok lalu mengesek penisku ke pantat Fatimah hingga aku orgasme. Aku menarik napas berusaha untuk mengendalikan semua pikiran liarku. Ingat Dio dia adalah istri dari temanmu. Aku kembali teringat kejadian ketika pingsan dan secara reflek menggoyang kepala untuk menghilangkan pikiran mesum.
"Mba Fatimah--"
Fatimah menjatuhkan centong besi yang dia pegang.
"Ah ... uhm iya ... Mas Dio."
"Tadi itu--"
"Maafkan saya Mas. Seharusnya saya ganti di kamar mandi. Karena kemarin-kemarin mas nda dateng jadi saya kebiasa ganti di kamar."
Aku berjalan mendekati Fatimah hingga jarak kita hanya beberapa centi.
"Ga papa mba anggep rumah sendiri aja. Dulu saya juga sering dibantu kok sama Dodit."
Fatimah tiba-tiba menitihkan air mata.
"Kenapa Mba?"
"Seandainya mas Dodit itu kayak emas. Pasti kita ga sampe kayak gini. Uang semua ludes dibuat judi. Kerjaanya cuma judi sama luntang-lantung ga jelas sama temen premannya."
Aku merasa kasian sekali dengan nasib Fatimah. Tanpa sadar tanganku bergerak dan mengusap air mata Fatimah yang jatuh di pipi. Kami saling bertukar pandang hingga tak sadar aku memeluk Fatimah. Kuciumi aroma segar dari jilbab putihnya dan dapat kurasakan sesuat yang kenya menyentuh dadaku. Fatimah hanya memiliki tinggi 155 cm sehingga aku harus menunduk untuk memeluknya. Aku benar-benar kehilangan kendali. Aku mulai menciumi jibab putihya.
"Mas ...."
Sial, kata-kata sendu dari Fatimah benar-benar membuatku tak tahan. Ciumanku turun ke pipi dan ketika tanganku mulai meremas dada Fatimah, gadis itu sadar dan mendorongku. Aku jatuh dan sepertinya Fatimah terkejut melihat tonjolan penis delapan belas centi milikku.
"M--maafkan saya mas."
Fatimah mematikan kompor dan pergi dari ruangan apartement. Aku yang tak tahan segera menuju kamar mandi lalu mengocok penisku.
"Fatimah ... ah ... Fatimah."
Berulangkali aku memangil nama istrii dari temanku ketika orgasme. Aku melakukan masturbasi hingga lima kali dengan semua bahan yang aku dapatkan dari Fatimah. Setelah keluar dari kamar mandi kudapati Fatimah sedang meletakkan makanan untuk Dodit di meja makan yang terletak tak jauh dari dapur.
"Eh, elo kemana aja loe anjing-anjing gw cariin. Ayo main pes, kita taruhan kayak biasanya."
"Males cok, palingan juga ntar gw yang diporotin,"
Aku menatap Fatimah dengan canggung. Namun, Fatimah tersenyum biasa kepadaku.
"Mas Dio nda makan juga. Saya ambilin ya,"
"Uhm ... iya mba makasih."
Setelah itu aku bermain Pes hinga malam dengan Dodit. Aku berpura-pura lelah dan mengambil guling lalu tidur. Setelah beberapa menit, akhirnya momen yang kutunggu datang.
"Mas ayo ..."
"Ayo nangdi dek?"
"Wes pengen!"
Aku bisa merasakan tubuh jatuh di sampingku. Kasur springbed kami memang berdekatan dan aku sengaja tidur di bagian pojok untuk memberi ruang. Benar-benar beruntung karena mungkin aku akan melihat pertunjukkan secara langsung. Benyi kecipak dapat kudengar dari peraduan mulut Fatimah dan Dodit.
"Dek ojo ngawur onok Dio."
Fatimah mengerang manja.
"Jare Dio lek turu koyok kebo. Ayo mas ga usah bukak klambi ben adek seng goyang."
Fatimah sepertinya turun dan menciumi penis Dodit. Aku bisa mendengar bunyi seperti orang menyedot sangat keras membuat penisku semakin tegang.
"Slurp ... slurp ...."
Bunyi itu terus terulang. Dodit meleguh keras dan kurasakan ranjang bergetar kencang setelah itu. Dodit sudah pasti orgasme.
"Kok mari seh mas."
"Wes mas kape turu. Meneh golek kerjo."
Dodit beranjak menuju ranjang atas meninggalkan Fatimah sendirian. Aku mengira bahwa pertujukan ini sudah selesai. Namun, aku bisa mendengar suara desahan Fatimah.
"Sssshhhh ... Hmmm ....."
Aku yang penasaran membalik tubuh ke arah Fatimah dan membuat Fatimah diam sesaat. Fatimah mencoba mencari tahu apakah aku sedang terbangung. Dia melambaikan tangan pada wajahku berkali-kali. Mengetahui aku masih tidur dia kembali mendesah. Aku membuka mata pelan dan dapat melihat memek Fatimah yang basah. Memek Fatimah terlihat masih sempit dan belum memiliki bibir vagina yang terlipat. Fatimah mengorek, mengusap, dan membuat suara desahan indah berkali-kali. Burungku rasanya ingin meledak, tetapi aku tak bisa bergerak saat ini.
"Hmmm .., Ssshhhh ... Arghhh"
Fatimah semakin binal dan liar. Dia menaikkan tubuh dan sebuah cairan membasahi wajahku. Aku menganti posisiku lagi membelakangi Farimah dan menjilati air cinta dari kemaluan Fatimah. Hari ini adalah keberuntunganku, mungkin kesialan karena penisku yang meledak ini kembali terkena kentang.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd