Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Fatimah Istri Alim Temanku yang Ternyata ....

Bab IV Belanja yang menjadi ...

Akhirnya setelah beberapa minggu aku tak berolahraga, kini aku bisa bangun subuh dan berolahraga lagi. Komplek apartement yang aku tempati terbilang cukup kondusif dengan beberapa lahan hijau yang ada di sekitar. Terdapat pula taman, dan kolam renang yang berada di atas bangunan apartement. Aku berkeliling sepuluh putaran dan sudah merasakan lelah pada tubuh. Mungkin ini efek tidak berolahraga atau karena keseringan mengeluarkan sperma. Aku memutuskan duduk di taman sambil mengamati lalu-lalang orang yang sedang berolahraga. Mataku menatap langit dan teringat kembali kejadian bersama dengan Ara.
"Peju loe banyak banget. Kontol loe, gede dan panjang lagi. Jadi pengen nyobain."
Ara mengatakan hal itu dengan mengusap memeknya yang terlihat sudah basah. Waktu itu kita hampir melakukan hal itu. Namun, ayah Ara keluar dari rumah dan membuat Ara buru-buru turun dari mobil."
"Ah, dia pasti colmek berkali-kali untuk memuaskan hasratnya."
Sebuah tepukan kurasakan di pundak hingga membuatku berjingkat.
"Ah mang Asep."
Mang Asep adalah satpam tertua di apartemen ini. Dia sudah mengabdikan hidupnya selama tiga puluh tahun bahkan ketika ibuku masih muda. Dia sudah kuanggap seperti keluarga sendiri karena sering memberikan saran ketika aku curhat.
"Ada apa nak Dio? Mamang lihat Nak Dio melamun lama sekali. Ada yang dipikirkan?"
"Nda ada mang cuma masalah kampus aja kok. Pelajarannya bikin pusing."
"Kalau Nak Dio ada apa-apa nak Dio bisa cerita sama saya."
Aku mengucapkan salam dan bergegas kembali ke kamar. Ketika aku masuk, Fatiman dan Dodit tidak ada di ranjang. Aku menelisik ke sekitar kamar dan mencurigai kalau mereka sedang bersenggama di dalam toilet. Aku membuka pintu toilet dan berjalan pelan pelan. Denah dari kamarku adalah ranjang di dekat beranda dan ada ruang untuk membuka pintu kaca agar bisa menuju beranda. Sementara itu di bagian bawah ranjang ada ruangan yang berisi mesin cuci dan satu ruangan untuk mandi. Aku meletakkan telingaku pada pintu. Tak terdengar suara apa-pun. Mungkin karena bahan pintu yang tebal, membuat suara mereka tak terdengar. Aku melihat lubang bagian atas toilet yang pintu kacanya terbuka. Aku menelan ludah karena diliputi rasa takut dan tertarik. Jika aku ketahuan Dodit yang berbadan besar itu akan membunuhku. Namun, aku penasaran dengan tubuh moleh Fatimah ketika telanjang. Persetan dengan Dodit. AKu akhirnya mengambil kursi, memanjat lalu menggeser sedikit kepalaku. Aku bisa melihat Dodit sedang duduk di toilet sedang menikmati goyangan dari Fatimah. Fatimah yang tanpa jilbab ternyata memiliki rambut sebahu. Kulit punggungnya juga begitu bersih meski agak gelap. Jika saja Fatimah terawat mungkin dia akan menjadi gadis dengan tier-A. Lihat saja buah dada yang menggantung kecang itu. Dodit bahkan terus mengemut buah dada dan membiarkan Fatimah bergoyang dengan liar. Dada itu begitu besar, kenyal dan menggairahkan. Aku meremas penisku dan mulai megocok ke atas dan bawah.
"Hmm ...."
Aku mempercepat kocokanku ketika melihat Fatimah menengadah dengan mulut terbuka. Jika saja pintu kamar mandi ini tipis aku pasti bisa orgasme dengan lebih cepat karena desahan Fatimah. Tiba-tiba Dodit mengangkat pinggul Fatimah dan mengganti posisi fatimah di bawah. Dodit merentangkan paha Fatimah dan terlihatlah memek Fatimah yang dipenuhi jembut lebat. Aku memperhatikan penis Dodit yang ternyata kecil. Dibanding ukuranku mungkin dia lima atau enam centi lebih kecil. Tak kusangka bahwa tubuh besarnya itu memiliki penis yang biasa saja. Dodit kemudian memasukkan penisnya yang sudah diludahi pada meki fatimah. Meki fatimah sangat penuh dan terlihat begitu empuk. Lubangnya juga tak begitu besar dan tak nampak bibir vagina yang terlipat. Ketika Dodit memasukkan penis tubuh Fatimah sedikit bergetar. Dodit juga menengadah sembari menutup mata, mungkin menikmati remasan vagina milik Fatmah. Setelah beberapa saat Dodit menggenjot dengan kuat dan tanpa sadar tanganku mengikuti irama dari genjotan Dodit. Mereka terus beradu kelamin hingga tiba-tiba tubuh Dodit bergetar dan dia amburk di lantai toilet. Melihat itu aku segera memasukkan penisku kembali dan cepat-cepat keluar dari kamar mandi. Aku segera menyalakan televisi dan bermain ps untuk menghilangkan rasa sangeku. Beberapa menit kemudian Fatimah dan Dodit keluar dari toilet. Wajah Dodit nampak lega, sementara Fatimah sepertinya masih belum puas.
"Terus aja gituan terus, biar gw yang jomlo mampus sange." Sindirku pada mereka.
"Makanya nikah Yo. Biar bisa enak-enak kayak gw."
"Pengennya juga gitu anjing tapi kuliah gw belom selesai."
"Kalau gitu kenapa ga nyoba bini gw aja?"
Kata-kata dari Dodit membuatku dan Fatimah tertegun. Fatimah melotot ke arah Dodit, sementara aku membuang muka karena malu.
"Kan gapapa sayang itung-itung balas budi. Berkat Dodit aku bisa ngelola tambak lagi. Bentar lagi kita bisa beli rumah. Ya, anggep aja balas budi kita buat Dio. Dia kan juga ngaterin kamu terus kan. Sesekali gitu kamu service dia."
Fatimah yang merasa risih keluar dari kamar dan menuju dapur.
"Loe gila Dit! Omongan loe ga pantes banget tadi anjing."
"Ga pantes gimana. Gw kan pengen ngebantuin masalah jomblo elo. Emang loe ga napsu apa ama bini gw. Tokednya yahud banget. Temen gw aja suka cerita pengen ngentotin bini gw."
"Loe samain gw ama pengangguran sama preman pasar temen loe itu."
"Udah ga usah munak. Paling elo juga curi-curi pandang dada bini gw. Pakek aja gapapa. Lagian utang budi gw ga bakal cukup meski dibayar memek istri gw."
"Gw anjing yang utang budi sama elo. Kalau ga ada elo gw bakal jadi geprek pas masih SMA dulu."
Kami akhirnya ke depan setelah puas melakukan obrolan kotor. Fatimah nampak selesai menghiasai meja makan dengan beberapa hidangan. Namun, hidangan kali ini lebih sedikit dari biasanya.
"Kok cuma masak segini?" tanyaku canggung.
"Iya mas, bahan makanan di kulkas sudah habis."
"Ah, kenapa kamu ga bilang."
Setelah makan kami berencana untuk belanja. Namun, Dodit memilih keluar dan memberikan kedipan mencurigakan padaku sebelumnya. Aku dan Fatimah akhirnya pergi ke pusat perbelanjaan bersama. Ini adalah kali pertama aku berbelanja dengan Fatimah. Biasanya kami berbelanja bertiga dan aku selalu menghabiskan uang diatas dua juta karena permintaan tak masuk akal dari Dodit. Sementara Fatimah sendiri selalu menolak jika kuajak membeli sesuatu. Kami langsung menuju supermarket untuk membeli ayam dan juga persedian yang lain. Seusai berbelanja, tiba-tiba kami berpapasan dengan Diya dan Putri.
"Eh Dio lagi belanja ya sama pacarnya?" tanya putri.
Aku menelan ludah dan berusaha menyembunyikan rasa panik. Aku menatap Diya yang tersenyum kepadaku.
"Iya gw lagi belanja. Kenalin ini Fatimah, sepupu gw dari surabaya."
Mereka saling bersalaman.
"Kalian sedang apa di sini?" tanyaku.
"Gw lagi nemenin si Diya buat beli buku. Mau ikut?"
Diya menyikut Putri karena omongannya yang kurasa juga tidak masuk akan. Namun, sejujurnya aku ingin lebih dekat dengan Diya.
"Kalau boleh gw temenin. Sekalian mau nunjukin mall di sini sama sepupu Gw."
"Beneran?" Putri nampak tertarik.
"Gimana Fat?" tanyaku
Kami menatap Fatimah menunggu keputusan yang akan dia buat. Fatimah mengangguk sebagai tanda persetujuan. Kami berempat menuju ke toko buku. Karena ingin memperpanjang waktu, aku mengajak mereka bertiga untuk makan. Kami membahas tentang manga, pekerjaan fatimah, hingga tanpa sadar kami sudah menghabiskan waktu selama satu jam. Aku dan Fatimah berniat mengambil barang belanjaan, tetapi aku memegang tangan Fatimah ketika kita berada di depan toko skincare.
"Mas ...."
"Kita mampir dulu yuk."
"Ga usah repot-repot."
Aku menarik lengan Fatimah secara paksa dan berhasil membuat gadis itu masuk ke dalam toko.
"Aku ga merasa direpotin kok mba. Mba tadi juga bantuin saya jadi anggep aja ini buat balas budi."
"Tapi kan mas."
Karena merasa jengkel aku meminta dipilihkan produk terbaik di toko itu. Fatimah yang tidak mau merepotkanku akhirnya menyerah dan memilih beberapa pelembab wajah dan juga lipstik. Ketika membayar aku tambahkan krim siang malam dan juga sabun wajah rekomendasi toko di dalam daftar belanjaan. Fatimah akhirnya menyarah dan begitulah hari minggu belanja kami berakhir. Kami akhirnya kembali ke apartement. Fatimah memasakkan beberapa makanan kesukaanku yaitu cumi dan juga kepiting. Kadang aku mengingat menghabiskan uang puluhan juta ketika memesan makanan dari resto. Kini hidupku sedikit lebih murah semenjak kedatangan Fatimah. Akhirnya malam tiba dan aku menonton film romansa dengan Fatimah. Fatimah nampak khawatir dan tak fokus dengan filmnya.
"Ada apa mba, kamu kok ga fokus begitu?"
"Ini, mas Dodit belum balas pesan sejak tadi. Ini udah jam sepuluh dan dia masih belum pulang."
Aku mengirim pesan pada Dodit
"Woi, dicariin bini loe nie." pesanku.
Beberapa detik kemudian Dodit membalas pesanku.
"Gw lagi minum nih. Biasa pesta. Bilangin aja gw ga pulang."
"Woi, paling ngga bales wa dari bini loe blog"
"Gw kan udah baik ngasih kesempatan. Loe masih nyimpen obat tidur yang gw kasih kan?"
"Wah, anjing bini sendiri malah diempanin."
"Udah garap aja bangsat gitu aja susah."
Aku mendesah merasa malas sekali membalas pesan dari Dodit. Aku menatap Fatimah yang tidur di ranjang atas. Paha, tangan, juga dada Fatimah benar-benar terlihat empuk. Darahku berdesir dan kurasakan penisku mulai bereaksi. Sial, aku harus fokus kepada filmnya. Aku berusaha menghilangkan pikiran nakalku dengan fokus pada film.
"Mba, kata mas Dodit dia ga pulang hari ini."
"Gitu ya."
Kami saling bertukar pandangan dan membuang muka bersamaan. Mungkinkah bukan hanya aku yang merasa canggung. Aku menelan ludah dan berusaha fokus pada film. Adegan dalam film tiba-tiba masuk ke dalam scene ciuman dan dilanjutkan dengan adegan ranjang. Aku merubah posisi menjadi duduk agar tonjolan di celanaku tak terlihat. Saat itulah lagi-lagi kami bertukar pandang. Aku sudah tak dapat lagi menolak gejolak yang ada di dalam dada. Kucegah Fatimah yang akan memalingkan wajah, lalu kulumat bibirnya.
Ehmmm
Aku menutup mata dan merasakan kalau Fatimah juga memanggut bibirku. Ini terasa sangat basah dan nyaman. Aku tak pernah sekali pun dekat dengan gadis. Mungkin karena penampilanku yang kurang menarik. Ciumanku dengan Fatimah benar-benar nyaman dan membuat aku tak tahan. Tanganku tak ingin diam. Aku ingin menyentuh dadanya. Karena Fatimah tidak menolak dengan ciuman ini, aku nekat meletakkan tanganku di dadanya. Namun, Fatimah menepis tangan lalu mendorong tubuhku.
"Jangan Mas."
Matanya yang sayu, bibirnya yang terbuka itu membuatku tak percaya kalau Fatimah ingin semua dihentikan. Aku yang sudah dikuasi napsu mendindih tubuh Fatuimah dan meletakkan wajahku di dadanya.
"Maafkan aku Fat. Aku benar-benar tak tahan. Dadamu ini benar-benar menganggu pikiranku. Aku benar-benar ingin meremas, mengusap dan mengecupnya. Maafkan aku."
Aku memasukkan wajahku dalam-dalam sambil meremas sisi kanan dada Fatimah. Bau Fatimah benar-benar menggairahkan membuatku semakin menggila. Kumasukkan tanganku ke dalam kaus coklat yang dipakai Fatimah.
"Mass jangan mas Tolong ... ehm ...."
Akhirnya kulit tanganku akan bertemu dengan kelembutan dada Fatimah. Saat itulah aku mendengar isak tangis dari Fatimah dan menyudahi perbuatanku.
"Hiks ... Hiks ... kumohon mas saya masih bersuami. Hiks ... ini dosa."
Aku menatap Fatimah dalam-dalam yang sedang megusap air mata. Fatimah menatap balik diriku dengan mata yang masih berair. Perasaan macam apa ini, apakah ini cinta, tidak ini adalah napsu. Tapi kenapa aku begitu kasihan kepada gadis ini. Aku merasa ingin melindunginya dan memberikan hidup yang pantas. Aku menghentikan semua pikiran tololku dan pergi ke ruang depan. Karena tidak merokok yang bisa kulakukan hanya menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Saat itulah pintu terbuka dan Fatimah muncul. Dia mendekatiku dengan pelan lalu menggeser meja tamu yang ada di depanku.
"Fat--"
Fatimah meletakkan telunjuknya padaku.
"Anggap saja ini adalah balas budi karena Mas Dio sudah sangat baik sama saya,"
Fatimah menarik resletingku dan mulai mengurut penisku yang menyembul. Aku menutup mata dan merasakan tangan lembutnya naik-turun nikmat di pangkal penisku. Fatimah menghentikan kocokannya dan mengangkat bajunya, mungkinkah kali ini kami akan bersetubuh. Ternyata Fatimah menjepit penisku dengan dada, tanpa melpas bajunya.
"Ehmmm ... shhh .,.. Ahhhh enak ... enak banget Fatimah ... oh Fatimah."
Aku merancau tak jelas tatkala Fatimah menaik turunkan dadanya. Sensasi lembut dan hanya mengaliri penis dan membuat tubuhku bergetar. Fatimah menggigit bibir bawah sambil menutup mata,
"Besar banget punyamu mas."
Samar bisa kudengar Fatimah mengatakan hal itu. Aku tak tahan dan memaju mundurkan bokongku.
Plop ... Plop ... plop ...
Begitulah bunyi dari gesekan dada Fatimah dan juga penisku. Aku mengusap kepala Fatimah. Aku tak mau kehilangan gadis ini. Aku ingin menyetubuhi gadis polos yang ternyata binal ini.
"Argghhhh .... Fatimah!"
Penisku menyemburkan sperma hinga delapan kali. Fatimah membuka mata dan ekspresinya benar-benar menggairahkan. Aku menarik Fatimah hingga dia duduk di kursi. Kulepaskan celanaku dan kuperlihatkan penisku yang masih tegak.
"Mas ...."
"Biarkan aku juga memuaskanmu."
Kutarik celana jeans fatimah dan kubuang jauh-jauh. Kutempelkan penisku ke celana dalam Fatimah dan kudorong dalam-dalam. Aku memanggut bibir Fatimah dan dia membalas ciumanku serta merangkul leherku, Aku menggosok penisku dengan terus-menerus hingga Fatimah mendorong tubuhku. Dia sepertinya sudah tidak tahan dan memasukkan jari telunjuk dan tengah di vaginanya. Aku sendiri mengocok penisku melihat Fatimah yang meliuk-liuk seperti penari ular.
"Mas Dio ... Mas Dio .... Ahhhhh"
"Fatimah!"
Crut tiga kali pejuku kusemprotkan dan mebasahi pakaian Fatimah. Fatimah sendiri sudah mengenjan puas menikmati orgasmenya. Aku terjatuh dan sebenarnya masih ingin melanjutkan permainan ini. Namun, aku mengurungkan niatku dan membopong tubuh Fatimah ke ranjang. Aku juga tidur di sebelah Fatimah dan memeluk gadis bertubuh mungil, tetapi memiliki dada yang luar biasa. Fatimah oh Fatimah.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd