Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Fatimah Istri Alim Temanku yang Ternyata ....

Bab VI Rumahku Itu Memang ...

Slurp ... slurp ... begitulah bunyi hasil peraduan antara lidahku dan bibir bawah Fatimah. Awalnya aku hanya berencena mengantarkan Fatimah kerja dan pergi kuliah. Namun, melihat seragam coklat miliknya membuat napsuku naik. Awalnya aku hanya menciumi pantat Fatimah, tetapi ciuman itu berubah menjadi lebih intens hingga aku melepas rok panjang Fatimah. Aku yakin para guru pasti senang mencuri pandang ke arah Fatimah meski dia mengajar di sekolah SD. Jika Fatimah mengajar di kelas yang lebih tinggi, muridnya juga mungkin bekhayal bisa bersetubuh dengan Fatimah. Aku terus memainkan lidahku ke dalam lubang kenikmatan Fatimah dan membuat gadis itu mendesah hebat.

"Ah ... Mas Dio ... ih mas Dio nakal."

Suara sendu dari Fatimah membuat napsuku naik ke ubun-ubun. Aku berdiri dan melepas resleting celanaku.

"Fat ..."

Penisku yang sudah tegang kugesekkan di bibir vagina Fatimah. Saat aku akan mendorong pantantku, Fatimah mencegahnya dengan mendorong pinggulku.

"Mas jangan, kan emas sudah janji."

Aku akhirnya menggosok penisku di bokong Fatimah sembari meremas dada Fatimah yang masih berbalut baju dinas. Aku sedikit menyibak jilbab Fatimah dan menderetkan ciumanku di tengkuknya. Fatimah sendiri menaik-turunkan pantatnya sambil bepegang pada meja makan yang berbentuk bundah. Kurang lebih lima belas menit aku bisa merasakan kalau penisku akan memuntahkan lahar panas. Karena itu kuhentikan gerakanku dan kudorong tubuh Fatimah turun hingga kepalanya sejajar dengan penisku.

"Sebelum kita makan tolong ya Fat."

Fatimah mengerti dan mengulum penisku. Dia juga mengelus-elus biji pelerku hingga terasa nikmat.

"Sshhh ... fatimah ... arghhh ...."

Aku memuntahkan lahar panasku dan Fatimah menghisap kuat-kuat hingga aku merasa geli. Fatimah melepas penisku dari mulut dan menelan semua sprema yang aku keluarkan. Meski tidak dapat menikmati Vaginanya, paling tidak setiap hari aku tak perlu coli untuk menyalurkan hasrat seksualku. Setelah mengantar Fatimah aku ke kampus untuk mengikuti kelas. Pelajaran begitu membosankan, tetapi aku berusaha bertahan. Aku hanya ingin lulus dan mencari peruntunganku di dunia kerja. Aku tak mau terus-menerus bergantung pada fasilitas yang diberikan oleh orang lain. Ketika aku sedang larut dalam pikiranku, tiba-tiba Ara merangkulku.
"Di ... O ...."
"Ngapain loe begini. Udah gw bilang ga usah rangkul-rangkul begini."
Aku menepis tangan Ara agar dia berhenti merangkulku.
"Kita kan sudah best friends, kayak ade-kaka gitu kan."
"Iya ... iya gw emang ngomong kayak gitu sih. Tapi males banget tiap sama elo, gw harus berurusan sama Reyhan dan teman-temannya."
"Dih jadi laki cemen amat. Nih gw kasih tau ya, kalau loe sedikit lebih berani sama kaya aja pasti udah gw kasih ini."
Ara meraih tanganku dan menggosokkan di vagina yang masih ditutup celan jeans. Aku harusnya menikmati hal ini. Namun, aku bisa melihat Diya sedang berjalan ke arah kami bersama putri. Aku segera menarik Ara dan menyembunyikan di pilar lorong. Saking paniknya aku menutup mulut Ara kuat-kuat agar gadis itu tak bicara. Aku terus bersembunyi hingga sosok Diya dan Putri menghilang dari pandangan. Setelah memastikan kondisi aman aku melepas tanganku dari arah dan mendesah lega.
"Ahhh jadi gitu ...." Ara memicingkan mata.
"Apa?"
"Mana yang loe suka? yang jilboob atau yang culun."
"Diya tidak culun, dia adalah wanita yang menarik dan dewasa."
Aku menutup mulut dengan tangan megutuk kebodohanku karena mengatakan sesuatu yang tak semestinya.
"Hmm gitu rupanya."
Ara berjalan pelan mengitari tubuhku.
"E--emangnya salah kalau gw suka sama cewe?"
"Jahat banget loe Yo. Abis obok-obok memek--"
Aku menutup mulut Ara yang berteriak keras.
"Gila loe Ra. Kalau loe teriak-teriak orang bakal mikir kita apa?"
Ara terus berusaha berteriak sambil menepis tanganku yang menutup mulutnya. Kami bergumul hingga akhirnya jatuh. Aku menindih Ara yang kini sudah tenang. Aku menahan tubuhku dengan tangan. Mulut Ara terbuka memperlihatkan gigi kelincinya yang lucu. Daripada berdiri aku memutuskan membelai rambut Ara.
"Loe ini kenapa sih Ra. Padahal banyak cowok yang naksir sama elo. Kenapa loe lebih milih--"
"Pacaran itu ribet. Kalau kita menjalin hubungan ada rasa saling memiliki dan gw ga mau. Hubungan yang kayak gini yang gw suka. Elo ga bakal baper sama gw selamanya kan Yo?"
Benar-benar perempuan bodoh, dengan kecantikan seperti ini mana mungkin aku tidak baper. Rambut panjangnya yang lurus bak artis shampo pant*ne, bibirnya yang memiliki voluma yang sempurna juga bewarna merah jambu, meski tanpa lipstik, juga kulit putih sehalus porselen dari negeri china yang baru saja diamplas. Mana mungkin aku tak baper? Aku memanggut bibir Ara dan Ara menyambut ciumanku. Ketika kami berciuman wajah Diya langsung muncul di pikiranku. Aku akhirnya mendorong tubuhku dan bangun. Ara juga bangung dan membersihkan kotoran yang menempel di bajunya. Karena tinggi kami hanya terpaut tiga centi Ara dengan mudah menarik telingaku.
"Dasar pengecut."
Setelah membisikkan kata-kata mengerikan Ara berlari kembali memasuki gedung. Sungguh aku tak mengerti dengan pikiran Ara.

***

Hari ini adalah peringatan sepuluh tahun kematian ibuku. Aku kembali ke rumah setelah berdoa dan memberikan bunga ke makan ibuku. Sudah tiga bulan aku tidak pulang ke rumah ini. Setelah turun dari mobil aku disambut pelayan setia ibu yang bernama Tarno. Dia adalah bodyguard sekaligus pengawal yang mengabdi kepada ibuku.
"Tuan, saya sudah siapkan makanan untuk anda."
"Tidak, aku takkan lama di sini."
Muncul ibu dan adik tiriku dengan wajah Arogan dari dalam rumah. Ibuku bernama Shirley, wanita bermarga tionghoa memiliki umur empat puluh tahun. Dia adalah selingkuhan ayahku dahulu
"Hah, tiap tahun selalu begini. Ada anak pembawa sial menjijikkan. Mending kita keluar shoping bener nda Nat."
"Iya ma, sekalian kita nginep di hotel juga. Eh jangan lupa pak tarno bilangin bi Sri suruh semprot kamar dia sama disinfektan!"
"Kalian berdua, apa yang kalian lakukan?"
Seseorang laki-laki muncul meletakkan tangan pada pingganya. Matanya melotot, dan ekspresinya nampak kesal memandangi ibu dan saudara perempuan tiriku.
"Kakak, seharunya kakak berhenti membela dia."
"Nat, kita ini saudara. Saudara itu harus rukun dan saling jaga."
"Udah Nat, kita pergi aja. Lagian pecundang itu ga bakal ngewarisin Sastradigya grup."
Seorang laki-laki yang bernama Josua memang sangat baik. Dia adalah saudara tiriku, tetapi tak pernah berbuat kasar atau menghina diriku.
"Yuk kita masuk. Kita makan bareng."a
Aku dan kak Josua menuju meja makan. Kak Josua adalah definisi laki-laki sukses yang keren dan kalem. Tatapannya lembut, dia tak pernah mengumpat dan meski berkacamata, auranya sama sekali tidak culun dan malah sangat dewasa dan teduh.
"Gimana kuliahmu?"
"Ya, gitu lha kak banyak kejadian."
Kak Josua mengambilkan nasi dan lauk-pauk hingga menggunung.
"Kak ini kebanyakan. Aku ga bakal habis."
"Ah, sori-sori. Kakak terlalu excited soalnya bisa ketemu kamu. Kamu tahu sendiri udah tiga bulan kakak ke amerika ngurusin bisnis."
"Kakak memang luar biasa ya."
"Hais, apa yang kau katakan. Kakak mah biasa-biasa aja. Ngomong-ngomong gimana kuliah? asik?"
"Ya, lumayanlah kak. Tugas numpuk, nyiapin skripsi ah bisa berlubang ini kepala kak." AKu tersenyum.
"Itu bagian dari pengalaman hidup. Kuliah mah yang penting nyari relasi buat diajak bisnis."
Kami terus bicara ngalor-ngidul membahas berbagai hal. Rumah ini benar-benar besar tetapi tidak ada tempat untukku. Bahkan ayahku lebih memilih orang asing untuk meneruskan bisnisnya.
Note : maaf kalau bagian +++ dikit. BTw yang minta mulustrasi saya ga ada acuan gambar silahkan kasih sendiri. Yang menurut kalian pas sama tokohnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd