Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Part 59: Key Performer


"Ini beneran kakak mau sama kakak aku?" gadis itu masih saja bertanya sedari tadi. "Yang diliat apanya sih??"

"Heh.., maksudnya apa tuh?!!" gadis yang satu lagi merasa tak terima.

"Ya bukan apa-apa, kak. Tapi kakak harus waspada lho. Siapa tau....," gadis itu menatap tajam ke arahku sebelum akhirnya mengeluarkan pertanyaannya lagi. "Kakak ga ngincer harta papa aku kan..? Emang sih, kak Tepi ini anak pertama.. Tapi--"

"KATHRIN!!!"

Aku langsung tertawa dengan cukup keras menanggapi kecurigaan 'adik bontot'ku ini.

"Tenang aja, aku beneran tulus kok sayang sama kakak kamu" ucapku dengan menatap mata Kathrin, adik dari Stefi.

"Emm..., a-aku ijin ke toilet ya" si bungsu terlihat salah tingkah dan mencari alasan untuk menghindar.

Sepeninggal Kathrin yang kuiringi dengan terus tersenyum ke arahnya, tiba-tiba bahuku dipukul oleh seseorang.

"Jangan genit ke adek aku!!" siapa lagi pelakunya kalau bukan Stefi.

"Apa sih? Aku cuma berusaha akrab sama adek bungsu aku kok" jika Stefi adalah 'adikku', artinya hal itu juga berlaku pada Kathrin yang merupakan adik Stefi. Aku tidak salah kan..

"T-Tapi kan..,"

"Udahlah, sekarang kita balik ke rumah kamu aja yuk" potongku. "Aku kan nemuin kamu buat ngambil kunci, bukan buat nganterin adek-adek kamu"

"Iiihh, ga sabaran banget sih. Kita baru juga nyampe sini.. Mau ngapain sih? Yakin cuma mau ngambil kunci" Stefi malah menggoda diriku. "Ya udah, ayok"

Maka aku dan Stefi segera beranjak dari tempat duduk kami dan hendak ingin pergi. Tapi sebelumnya...,

"Andrew~ kakak duluan ya.. Kamu jagain Kathrin!! Awasin! Jangan sampe dia ilang.." yang dipanggil hanya menengok sebentar sebelum mengangguk sekali. Dia juga mengangguk ke arahku dengan sebuah senyuman yang terlihat masih dipaksakan.

Ya, setidaknya dia sudah sedikit lebih sopan dibanding beberapa jam lalu saat kami pertama kali bertemu.

Kenapa? Kalian masih bingung dengan apa yang sedang terjadi?
Baiklah akan aku jelaskan dengan sesingkat mungkin..

Jadi begini, ingat saat beberapa hari yang lalu Stefi memberi kode kepadaku untuk datang ke rumahnya? Nah, tadi aku datang ke komplek rumahnya, tapi saat masih di jalan, belum benar-benar sampai di rumahnya, aku diminta olehnya untuk datang ke lapangan basket yang ada di dekat rumahnya terlebih dahulu.
Disana ada Stefi bersama dengan adik-adiknya sedang bermain basket bersama. Meskipun yang terlihat adalah Stefi dan Kathrin yang hanya sedang bermain-main, berbeda dengan Andrew -adik Stefi yang satu lagi- yang nampak lebih serius bermain.

Awalnya Andrew terlihat tak suka dengan kehadiranku. Sangat. Sangat terlihat.
Tapi setelah aku memberi dia sedikit pelajaran sopan santun, sekarang dia sudah jadi lebih sopan kepadaku.
Itu wajar sih, maksudku mungkin selama ini dia merasa kalau dirinya sudah cukup tampan karena biasanya selalu dikelilingi oleh saudari-saudarinya. Jadi saat dia melihatku, dia mungkin merasa tersaingi, ketampanannya terancam atau apalah itu. Entahlah. Tapi itu tadi hanya presepsiku saja, bisa saja aku salah.

Tenang, pelajaran yang kuberikan padanya tidak terlalu berlebihan kok. Aku hanya mengalahkannya pada sebuah game yang dia tawarkan. Sebuah game sederhana, karena kami saat itu sedang berada di sebuah lapangan basket, jadi dia menantangku untuk berduel basket melawannya satu lawan satu. Aturannya juga sederhana, kami bergantian menyerang dan bertahan. Kami memiliki tiga kesempatan masing-masing dan siapa yang lebih banyak berhasil memasukkan bola ke dalam keranjang, dia yang menang.

Awalnya aku tidak mau menerima, Stefi juga menentangnya. Tapi berhubung Andrew terus memaksa dan Kathrin yang malah ikut memanas-manasi, maka pada akhirnya kami pun melakukannya.
Dan seperti yang kukatakan tadi, aku mengalahkannya dengan cara yang tidak berlebihan. Dari tiga kali kesempatan menyerang, aku berhasil tiga kali dan dari tiga kesempatan Andrew menyerang, aku berhasil menggagalkannya tiga kali juga.
Tidak berlebihan bukan. Karena aku hanya mempermalukannya mengalahkannya di hadapan saudari-saudarinya, bukan orang lain. Meskipun pada akhirnya Stefi mengoceh soal hal itu sih.
Kembali lagi, aku hanya berusaha memberikan pelajaran sopan santun pada adik kecilku -yang tidak berbadan kecil- itu.

Lagipula yang tidak diketahui adalah, sebenarnya aku memang cukup jago bermain basket. Dulu saat bersekolah memang ekskul yang kuikuti adalah bola voli, tapi jika ekskul basket mengikuti sebuah kompetisi, aku selalu dimintai tolong untuk ikut dalam tim. Hasilnya? Tentu tidak juara. Paling jauh kami hanya mencapai semifinal.
Tapi hasil itu memang wajar, karena dari yang bisa kulihat, yang benar-benar bisa bermain basket di dalam tim itu hanyalah kapten timnya saja. Itulah alasan kenapa aku selalu beranggapan kalau anak-anak yang ikut ekskul basket kebanyakan hanya untuk gaya-gayaan saja.

Namun meski begitu aku sedikit heran. Karena jika ikut lomba, pendukung tim basket kami cukup banyak. Dan juga bisa dibilang lebih banyak ketimbang pendukung tim voli atau futsal ataupun ekskul lainnya, yang bisa dibilang lebih 'berprestasi'. Apalagi teman-temanku -terutama yang perempuan- seperti lebih setuju jika aku ikut tim basket. Padahal tim basket kami tak pernah juara. Awalnya aku memang heran, tapi setelah kuperhatikan lagi, seragam tim voli, futsal dan yang lain masih memiliki lengan baju. Tapi seragam tim basket..., kalian tau sendiri lah ya.
Cih, dasar golongan para perempuan yang hobi 'melecehkan' tapi begitu mendapat cat calling langsung merasa sudah sangat dikotori di dunia.

Oke, kurasa cukup. Sekarang kita kembali ke cerita..
Sekarang kami berada di lapangan basket, tapi bukan lagi yang di dekat rumah mereka melainkan di sebuah GOR. Andrew hendak bermain bersama dengan teman-temannya dan Stefi memaksa untuk ikut, meskipun Andrew bersikeras menolaknya, tapi pada akhirnya Stefi berhasil ikut juga. Dan Kathrin.., sebagai yang paling kecil, tidak mungkin kan kalau dia ditinggal sendirian. Maka dia pun juga ikut pada akhirnya.

Orangtua mereka? Entahlah. Stefi tak menjelaskan orangtua mereka pergi kemana, dia hanya mengatakan kalau orangtua mereka sedang tak ada di rumah.
Dan seperti yang sudah dijelaskan, aku dan Stefi kini berniat untuk pergi, kembali pulang ke rumahnya.
Intinya.., apa yang dikatakan Stefi tempo hari benar-benar terjadi. Rumahnya kosong. Tapi itu karena adanya ikut campur tangan dari dirinya sendiri. Benar-benar gadis yang manipulatif.

"Kathrin ga kamu kasih tau? Nanti dia bingung, pas balik kita ga ada"

"Udah aku chat kok" jawab Stefi.

"Ngomong-ngomong dia itu emang kayak gitu ya? Mulutnya ga ada filternya?" tanyaku kemudian.

"Kenapa kamu nanya-nanya?"

"Nanya doang.. Kenapa sih?" balasku hwran karen Stefi menanggapinya dengan sedikit ketus.

"Dia adek aku!!"

"Yang artinya dia adek aku juga kan.." sahutku cepat.

"T-Tapi..."

"Kenapa sih? Oh, aku tahu.. Kamu cemburu ya" aku langsung memanfaatkan keadaan ini dengan menggodanya. "Kamu cemburu karena ternyata..., kamu bukan adek aku satu-satunya"

"Apa sih!!?"

Stefi yang nampak salah tingkah justru terlihat lucu di mataku, hingga membuatku tak bisa menahan tawa.

"Ngapain aku cemburu, lebih cantik aku juga.. Dia kan dekil" celetuknya pelan.

"Kamu juga dulu dekil" balasku lagi. "Gracia juga" tambahku kemudian dengan suara yang lebih pelan.

Seketika aku tersadar akan sesuatu, dan itu memberiku sebuah ide yang cukup menarik.

"Kathrin suruh daftar jeketi deh..," ucapku kemudian. "Biar dipermak jeote.. Biar kena bedak jeote" entah kenapa aku yakin kalau Kathrin mungkin bisa menjadi lebih 'wah' dibanding kakaknya ini.

Oh sial, kali ini Stefi memperlihatkan kecemburuannya bukan dengan kata-kata. Tapi dari sorot matanya terlihat jelas kalau dia sedang menahan sesuatu dan itu juga berarti sebuah sinyal bahaya untukku. Maka aku pun segera mengambil jarak aman dengannya.

"ADRIII!!!"

Namun karena kurasa tak perlu ada adegan kejar-kejaran ala Tom & Jerry, jadi tak lama setelahnya aku pun memperlambat langkahku hingga akhirnya berhasil tertangkap oleh Stefi.

"Kamu ya--"

"Adrian??" perkataan Stefi terpotong saat tiba-tiba ada seorang gadis yang menyapaku.

"Sak-- Sasha?" balasku pada gadis itu, Sakur-- Sasha. "Ngapain disini?"

"Ini siapa? Yang diceritain Jose? Gracia-Gracia itu??" Sasha tak memperdulikan pertanyaan dariku dan justru berbalik memberi pertanyaan.

"Eeehh...,"

Tak heran kalau saat ini Sasha mengira Stefi adalah pacarku, karena seperti yang kusebutkan tadi, Stefi 'menangkapku'. Jadi bisa dibilang keadaannya saat ini adalah Stefi nampak seperti sedang memelukku.

"Lah, Dri? Beda lagi?" ya, tentunya Sasha tak sendiri. Dia bersama dengan Sasu-- Samuel.

"Kebalik" balasku cepat. "Gue yang harusnya ngomong gitu.. Terakhir kita ketemu di luar kampus, lo jalan sama cewek. Tapi bukan Sasha kan"

"Siapa!!?" Sasha pun masuk dalam mode interogasi. Dan korbannya tak lain adalah Samuel. "SASUKE!! JAWAB!!!"

Sebuah tontonan yang sepertinya akan cukup menarik.. Popcorn mana popcorn??, batinku tertawa bahagia.

"Engga.. Aku bukan pacarnya kak Adri kok" namun Stefi tiba-tiba bersuara.

Otomatis aku menoleh ke arahnya sambil menggeleng-geleng kecil sebagai isyarat agar dia tak perlu mengalihkan topik pembicaraan.. Tadi itu sudah mulai seru, jangan merusak suasana.

"Tapi aku adeknya.." tambah Stefi kemudian yang memang tak menghiraukan isyarat dariku. Dan firasatku pun tak enak.

"Adek?? Kok ga mir--"

"Sepupu!! Adek sepupu!" dengan cepat aku memberi penjelasan.

"Adek-adekan.. Adek ketemu gede" tapi sekali lagi Stefi sepertinya hobi sekali melihatku terlibat 'masalah'.

"Stephanie...!!"

"Bener kan, kak.. Kita ketemunya kan pas kita udah sama-sama gede" aku tidak percaya dia masih bisa memasang ekspresi polos di wajahnya itu.

"Ya udah ya.., gue balik dulu" segera saja aku menarik Stefi untuk segera pergi.

"Tunggu..." sekarang si Sakura ini mau apa lagi. "Adrian bisa main basket? Kok kamu ngga pernah ngajakin Adrian buat main bask--"

"ENGGA!!!" Sasuke berteriak cukup keras. "Eh, maaf... Aku ga maksud bentak kamu"

Ya, aku paham kenapa Samuel tak mengajakku meski kami bertemu seperti saat ini. Dia sudah pernah menjelaskan sebelumnya, dan juga sekarang dia sedang membawa pacarnya, menjadi alasan tambahan untuk dia tak mengajakku.

"Gue juga ga mau kok meskipun diajak.." setidaknya aku akan tetap 'menolong' temanku ini sedikit. "Samuel ga ngajak gue karena dia udah tahu soal itu. Ya udah, gue duluan ya. Lagian gue ada urusan"

"Urusan apa, kak?" Stefi, please stop. "Oohh.., yang tadi kakak bilang mau 'ngehukum' aku lagi ya? Tapi kali ini jangan kasar-kasar ya, kak.."

Tanpa harus mengatakan apa-apa lagi, aku menarik Stefi agar segera meninggalkan Sasha yang tengah terbengong dan Samuel yang menatapku curiga ke arahku sambil tersenyum seolah mengerti alan sesuatu. Lalu saat kami sudah berjarak agak jauh dari mereka, Stefi pun langsung tertawa cekikikan.

~~~​

"Aku masih bingung, kenapa aku harus park--"

"Oke, sekarang kamu tunggu sini ya.. Aku ambil dulu kuncinya di kamar aku" Stefi memotong pertanyaanku sebelum kemudian langsung pergi berjalan menuju kamarnya kurasa.

Maka aku pun memutuskan untuk menunggu di ruang tamu ini sambil duduk di sofa meskipun belum dipersilahkan oleh si tuan rumah(?) nyonya rumah(?). Yah, seperti itulah..

Tak kusangka, ternyata Stefi kembali dalam waktu yang cukup singkat. Dia meletakkan 4 buah kunci di atas meja di hadapanku, kemudian berbalik badan tanpa mengatakan sepatah katapun, dirinya seolah 'mengusir'ku secara halus... Kalo udah dapet kuncinya, pergi sana!!

Aneh.. Apa yang sedang terjadi? Apakah dia marah?
Bukankah seharusnya aku yang 'marah' pada dirinya setelah tadi dia mengucapkan sesuatu yang bisa membuat orang lain yang mendengarnya menjadi salah paham.

Lalu setelah meletakkan kunci itu, dia kembali berjalan pergi, tapi sebelum dirinya benar-benar hilang dari pandangan Stefi mengucapkan sesuatu dengan pandangan menerawang ke atas dan sambil menyentuh dagunya sendiri menggunakan jari telunjuknya.

"Eeehh... Kuncinya ada 4 atau 5 ya?"

Tepat setelah mengucapkan hal tersebut, Stefi langsung kembali berjalan dan benar-benar hilang dari pandangan.

Cukup lama aku terdiam di ruang tamu ini. Tentunya tak benar-benar 'diam' karena kepalaku masih terus berfikir tentang maksud dari kalimat terakhir Stefi itu.
Jika kuncinya memang hanya ada empat, maka aku hanya membuang-buang waktu saat ini. Tapi jika ternyata ada lima kunci, maka kedatanganku kesini akan sia-sia saja. Karena dengan satu kunci itu, Stefi bisa saja menduplikatnya lagi kan. Sama saja.
Dan sialnya, firasatku tak mau membantu di saat seperti ini.

Baiklah, kuputuskan untuk memeriksanya langsung dengan mendatangi kamar Stefi. Aku hanya berniat bertanya padanya, atau mungkin juga mencari dan memastikannya sendiri apakah ada kunci lagi atau tidak. Hanya untuk itu. Semoga..

Sesampaiku di lantai dua, aku bisa langsung menebak yang mana kamar Stefi. Meskipun tak ada tanda apapun di pintu kamarnya, tapi aku bisa menebaknya dengan mudah. Tidak, aku tak perlu menggunakan firasat untuk hal itu.
Karena hanya ada satu pintu yang tak tertutup dengan rapat, jadi kurasa itulah kamar Stefi. Segera ku berjalan mendekati kamar itu

"Stef.., aku masuk ya" ucapku sebelum membuka pintu kamarnya.

Dan saat aku sudah membuka pintu kamar itu, apa yang ada di dalamnya segera membuatku terbengong. Stefi sedang duduk di lantai kamarnya dengan posisi kaki ditekuk ke belakang seperti membentuk huruf 'W' sambil memasang senyuman kecil di wajahnya. Tapi bukan itu yang membuatku terbengong, melainkan apa yang sedang dikenakan Stefi saat ini.

Stefi sedang menggunakan kostum maid!!!
Bahkan dia juga memakai sebuah bando berbentuk telinga kucing! Lengkap juga dengan ekor di bagian belakangnya..!!?

"Miauw~"

Ditambah dengan satu suara itu, aku semakin dibuat terdiam olehnya. Apalagi setelahnya Stefi mendekat ke arahku dengan cara merangkak. Dan begitu dia berada di dekat kakiku, Stefi langsung memeluk kakiku lalu mengusap-usapkan kepalanya ke pahaku.

"Ste..fi??"

"Miauw??"

"Stef!!"

"Kenapa? Kamu ga suka?" akhirnya dia berbicara dengan bahasa manusia.

"Bukan gitu" aku segera menjawab sebelum terjadi salah paham disini. "Tapi..., ini kamu ngapain sih?"

"Kenapa emangnya? Penampilan aku kayak perempuan nakal ya?" kenapa dia harus bertanya dengan nada polos seperti itu. "Kalo aku nakal.., hukum dong. Sebagai kakak yang baik, harus bisa ngehukum adeknya"

Dia sengaja memancingku secara terang-terangan.

"Oke, aku bakal ngehukum kamu!!" balasku cepat.

"Asyik..~" Stefi malah kegirangan.

"Sekarang kamu duduk di atas kasur" dengan cepat Stefi menuruti perkataanku, bahkan dia juga melakukan sebuah improvisasi dengan cara duduk sambil membuka lebar kedua kakinya yang berbalut stocking berwarna hitam.. Menunjukkan celana dalamnya yang berwarna putih polos namun ada bagian yang berwarna sedikit gelap yang menunjukkan kalau dia telah 'basah'. Dan dengan gerakan tangan yang nakal, Stefi mengusap celana dalamnya sendiri.

Tapi sayang, ada hal lain yang masih lebih penting daripada meladeninya untuk saat ini.

"Kamu nyari apa?" tanya Stefi disaat aku tengah memeriksa meja riasnya dan juga lacinya satu persatu.

"Kunci kelima" balasku singkat tanpa perlu menoleh ke arahnya.

"Kamu ga mau ngehukum aku dulu?" tanya Stefi lagi yang kali ini sudah memelukku dari belakang.

"Hukuman buat kamu..," aku sengaja memberi jeda. "Kamu ga akan aku apa-apain"

"Eh?!! Kok gitu?" dirinya sempat terkaget untuk beberapa saat.

"Stef??" tapi setelahnya giliran aku yang terkaget karena Stefi tiba-tiba mendorongku agar duduk di atas tempat tidurnya.

"Kamu gamau 'ngehukum' aku, tapi kamu dateng ke kamar aku??" sebuah pertanyaan menjebak. "Padahal kuncinya udah aku kasih.."

"Yaaaa..., aku kan nyari kunci kelima"

"Udah lah, lagipula yang satu ini ga bisa boong nih" Stefi mulai membuka resleting celanaku dan mengeluarkan penisku dari sarangnya.

Perlakuan Stefi kali ini benar-benar membuatku tak bisa berkutik. Dan itu semua tentu karena kostum maid yang dikenakannya. Saat pertama melihatnya memakai kostum maid itu, aku segera bertekad untuk tak menyia-nyiakan kesempatan kali ini.
Dengan lekuk tubuhnya yang indah ditambah wajahnya yang manis dan sedikit sensual, membuat dirinya semakin terlihat seksi di mataku. Kostum maid itu terlihat sangat cocok untuknya. Dan pikiranku pun menjadi semakin liar membayangkan Stefi sebagai seorang maid yang ada di film dewasa buatan Jepang. Apalagi sebentar lagi dia akan ditransfer ke Jepang!!! FAAAK.

Dengan gerakan tangan yang naik turun secara perlahan, Stefi mengocok penisku lembut. Kedua buah zakarku pun diremas-remasnya lembut, sesekali Stefi juga mengusapkan wajahnya pada batang penisku membuatnya perlahan. Bagian kepala penisku pun juga tak luput dimanjakan olehnya. Diciumnya kepala penisku dengan mesranya seolah dirinya sungguh sangat menyayangi daging panjang nan besar yang memang selalu berhasil memuaskannya ini.

Terus diserang bertubi-tubi seperti itu pastinya membuat penisku pun perlahan menjadi semakin tegang dan keras. Apalagi aku memang sudah cukup lama tak merasakan hal seperti ini. Padahal Stefi sendiri belum menggunakan keahlian terbaiknya, yaitu blowjobnya. Stefi baru mengocok dan menciumi penisku saja, dan aku sangat-sangat merindukan blowjob ala Stefi.
Dan aku berfikir betapa aku merindukan blowjob darinya, saat itu pula Stefi mulai membuka bibirnya, bersiap untuk memasukkan penisku ke dalam mulutnya...,

"Katanya ga mau ngehukum, aku giniin kok diem aja?" ucap Stefi tiba-tiba.

"EH?!!"

"Kok ga ada perlawanan?" berani-beraninya dia tersenyum meledek seperti itu. "Kok pasrah aja?"

"Ya.., kalo kayak gini kan, lebih kayak aku yang dihukum, bukan aku yang ngehukum.."

"Bisa aja alesannya..."

"Aku kan cumaaaahhh...~~"

Kalimatku seketika berubah menjadi sebuah desahan karena ulah Stefi yang tiba-tiba memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan mulai menggerakkan lidahnya mengusap-usap setiap inchi bagian penisku. Dan yang paling penting dari sebuah blowjob selain kelincahan lidah adalah kontak mata. Tatapan mata Stefi ketika mulutnya penuh oleh penisku itu benar-benar salah satu pemandangan yang tak ada duanya. Meskipun aku lebih suka tatapan mata Gracia ketika melakukannya, tapi sensasi yang diberikan oleh lidah Stefi membuat dia mendapat nilai lebih dariku.

Namun jika terus-terusan seperti ini, aku bisa saja tak akan bertahan dalam waktu cukup lama. Maka aku harus segera menghentikannya.

"Cukup, Stef.. cukup" kupegangi kedua pundaknya guna menghentikan aksi nakalnya ini. "Aku tahu kamu jago, ga usah pamer gitu"

"Hihihi..." Stefi hanya menanggapi dengan tertawa cekikikan.

"Kunci kelima ada dimana?" tanyaku kemudian. Aku memang menikmatinya, tapi aku tak mau lupa akan niat awalku kemari.

"Masih mikirin itu aja.."

"Stef--"

"Pilih dulu" selanya cepat. "Adek yang polos atau adek yang agresif?"

Apa lagi ini?
Aku sedikit bisa menebak pertanyaan itu akan kemana arahnya. Dan aku memutuskan untuk mengikuti dulu alur permainannya. Mungkin itu sedikit lebih baik(?)
Lagipula kalian yang membaca sudah lama menunggu adegan seperti ini aku sudah lama tak mendapatkan hal seperti ini. Dan seperti yang kusebutkan tadi, aku merindukan layanan dari Stefi.

"Polos" jawabku akhirnya. Karena kurasa itu sedikit lebih 'aman' daripada memilih agresif.

Stefi tersenyum sebentar sebelum kemudian menutup matanya. Raut wajahnya lalu nampak berubah serius. Sampai akhirnya Stefi membuka matanya kembali dan sorot matanya kali ini benar-benar berubah, dia terlihat seperti orang yang berbeda.

"Stef??"

"Aku harus banget ya pake baju kayak gini, onii-chan?"

Apa-apaan itu???
Aku benar-benar tak siap dengan onii-chan itu!!
Dan juga apa Stefi harus mengucapkannya dengan nada seimut itu?
Apa dia merasa belum cukup menyerangku dengan kostum maid dan bando telinga kucingnya?

Huft~
Aku menghela nafas sebentar.

Kulepas terlebih dahulu celanaku beserta celana dalamnya hingga tubuh bagian bawahku kini sudah tak tertutupi apapun. Lalu segera ku mengubah posisiku menjadi rebahan di atas tempat tidurnya, lalu dengan gerakan tangan mengisyaratkan pada Stefi untuk mendekat kepadaku.
Stefi tidur di sampingku dengan sorot matanya yang seolah menunjukkan kalau dirinya benar-benar gadis polos yang menurut saja pada kakaknya.

"Cium kakak" ucapku memberi 'perintah' sembari kusentuh pipinya lembut.

Stefi mendekatkan kepalanya ke arahku, kemudian dia memejamkan matanya sampai akhirnya bibir kami bertemu dan kami pun berciuman.
Kubalas ciumannya dan perlahan memasukkan lidahku ke mulutnya, sesekali aku melumat bibir bawahnya, matanya terus terpejam menikmati ciuman kami ini.

Ketika dirinya masih memejamkan mata, secara perlahan aku memindahkan tangannya ke arah selangkanganku untuk kembali menyentuh penisku yang makin tegang sedari tadi.

"Eh??!!" bahkan ketika dirinya terkaget, sorot mata polosnya itu masih berusaha ia pertahankan.

"Coba kamu mainin punya kakak.." aku kembali memberikan sebuah perintah kepadanya.

"Mainin kayak gimana onii-chan?" nada imut itu terdengar lagi.

"Bisa ga usah pake onii-chan engga? Tolong.." bisa-bisa aku lebih cepat 'keluar' jika dia terus melakukan hal tersebut.

"Tapi ekspresi kamu lucu jadinya" tiba-tiba Stefi kembali normal. "Aku harus gimana onii-chan?" dan beberapa saat kemudian dia kembali menjadi adik yang polos.

Jika pilihan 'polos' saja sudah seperti ini, bagaimana jika semisal tadi aku memilih 'agresif'?
Mungkin lain kali aku harus mencobanya, tapi untuk sekarang lebih baik aku menjadi kakak yang baik terlebih dahulu, yang bisa memandunya untuk menjadi adik yang baik.

"Kamu pegaaaahhh... Pelan-pelan aja, dek. Jangan terlalu kenceng"

"Eehh... Maaf onii-chan.. Sakit?" kenapa akting dia sejauh ini bagus sekali.

"Sebentar ya.."

Aku memintanya agar bangkit sejenak, kemudian memposisikan bantal untuk aku gunakan sebagai sandaran nantinya. Lalu aku pun merebahkan tubuhku kembali seperti sebelumnya tapi bedanya kali ini aku sedikit bersandar di pinggir tempat tidurnya. Stefi yang duduk di sebelahku masih dengan sorot mata polosnya menunggu perintah selanjutnya keluar dari bibirku.

"Nah, sekarang kamu kocokin lagi punya kakak.."

"Kenapa aku harus ngelakuin itu? Kenapa aku harus kocokin punya onii-chan?"

Dia sepertinya benar-benar menikmati perannya ini.

"Kamu mau jadi adek yang baik kan? Mau bikin kakaknya seneng kan?"

Stefi mengangguk pelan..., "Aku senang kalo bisa bikin onii-chan seneng"

Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi, Stefi pun mulai mengocok penisku. Tangannya yang halus bergerak naik turun pada batang penisku, membelai, mengusap-usap penisku dengan gerakan tangan yang cukup konstan. Saking nikmatnya aku bahkan sampai mengeluarkan desahan beberapa kali.

"Coba kamu basahin dikit pake ludah kamu, dek.." lalu kuberikan dia perintah selanjutnya.

Tak ada protes ataupun 'penolakan' yang keluar, Stefi hanya langsung menurutinya, meludahi penisku beberapa kali sebelum mengocoknya kembali. Sensasi hangat yang datang dari ludah Stefi tentu memberikan kenikmatan lebih pada batang penisku.

"AAAHH..~" kembali aku mendesah, kali ini cukup kencang karena Stefi sekarang sudah mulai menggunakan kedua tangannya untuk mengocok batang penisku.

"Enak ya, onii-chan?" aku hanya mengangguk beberapa kali mendengar pertanyaan itu. "Tapi tangan aku pegel.."

Kurasa itu hanyalah sebuah kode dari Stefi yang sudah tak sabar untuk masuk ke tahap selanjutnya.

"Sekarang coba kamu masukin ke mulut kamu"

"Eh?!!" akting terkejutnya pun masih cukup meyakinkan.

"Udah, gapapa kok"

"Tapi..., punya onii-chan besar banget.. Emang muat?"

"Coba aja dulu.." ucapku tenang. "Yang penting jangan sampe kena gigi ya"

Setelah sedikit 'kupaksa' akhirnya Stefi mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Aaahhh..., akhirnya..
Akhirnya setelah sekian lama, kehangatan mulut Stefi kembali menyelimuti batang penisku.

"Pinter banget kamu mainin kontol kakak.." aku pun memberikan pujian padanya.

Karena meski Stefi sedang berakting menjadi seorang adik yang polos, tapi untuk berpura-pura tak bisa melakukan keahliannya itu mungkin memang sedikit sulit.
Lidah Stefi sudah menari-nari membelai batangnya penisku justru tanpa perlu kuberi intruksi. Bahkan lidahnya sesekali juga mengusap kepala penisku dan juga menggelitiki lubang kencingku.

"Aahhh~ kok udah jago banget sih, dek??" kuberi pertanyaan yang seakan menyadarkan dirinya.

"Eh?? Y-Ya, a-aku kan latihan..." masih dengan aktingnya, Stefi memberi jawaban malu-malu. Sebuah improvisasi yang menarik.

"Latihan?"

"Iya!!!" dia berteriak guna menutupi rasa malunya. "Habisnya aku kan pernah ga sengaja mergokin onii-chan nonton video di komputer sambil mainin punya onii-chan sendiri" oke, kurasa itu sebuah improvisasi yang terlalu berlebihan. "Makanya aku latihan pake terong.."

"Terong? Kenapa harus terong?" aku kembali melanjutkan akting kami.

"Habisnya aku liat-liat punya onii-chan kurang lebih segede terong.. Lagian kan terong warna ungu, aku suka warna ungu"

Mungkin sebaiknya aku tidak bertanya. Sekarang di kepalaku langsung terbayang seorang gadis penyuka warna ungu sedang bermain-main dengan terong.

Lalu kalau suka warna hijau, apakah bermain-mainnya dengan timun??

"Oke, sekarang lanjutin.. Tunjukin semua hasil latihan kamu" kuberi Stefi kata-kata motivasi.

Dan selanjutnya yang terjadi adalah, Stefi benar-benar mengeluarkan seluruh teknik blowjobnya. Kamar ini pun seketika dipenuhi oleh suara decakan dan seruputan akibat begitu liarnya cara Stefi dalam memanjakan batang penisku. Sesekali suara desahanku pun menyahuti suara-suara kenikmatan itu.

SLLUUURRP....
SLLUUURRP....
SLLUUURRP....

GLOOGGHK...
GLOOGGHK...
GLOOGGHK...
GLOOGGHK...

Bahkan suara yang keluar ketika Stefi memasukkan penisku lebih dalam hingga menyentuh kerongkongannya pun juga terdengar tak kalah menggairahkan. Ditambah sesekali juga Stefi melakukan serangan dadakan dengan melakukan deepthroat tanpa peringatan yang diikuti dengan suara erangan tertahan darinya. Bukan hanya sekali dua kali dia melakukannya, mungkin sampai tiga kali, atau bisa juga lebih.

"Aaaahhh...~ Terus, dek.. Mainin terus kontol kakak!!"

"NNGGGHH..."

Seolah tak puas hanya dengan menggunakan mulutnya, tangan Stefi pun juga tak hentinya meremas buah zakarku. Terkadang tangannya bergantian dengan mulutnya, ketika berganti menghisapi buah zakarku, tangannya mengambil alih batang penisku untuk mengocoknya. Dan ketika mulutnya menghisapi Batang penisku, buah zakarku pun kembali diremas-remas olehnya. Begitu seterusnya, sampai akhirnya...,

"Nggh!?"

CROOTTZ..!!!
CROOTTZ..!!!
CROOTTZ..!!!
CROOTTZ..!!!
CROOTTZ..!!!

Stefi terkaget karena disaat aku akhirnya mengeluarkan spermaku, dengan sengaja kutahan kepalanya menggunakan tanganku. Mengakibatkan mulut Stefi kini dipenuhi oleh sperma hangat dari penisku dan dengan 'terpaksa' ditelan olehnya.
Memang penisku hanya menyemprotkan sperma di mulutnya sebanyak lima kali, tak sebanyak diriku biasanya. Tapi berhubungan aku memang sudah lama tak mengeluarkannya, alhasil dalam setiap semprotannya, volumenya bisa dibilang cukup banyak.

Dan entah disengaja atau tidak, ketika Stefi membuka mulutnya kembali, beberapa spermaku masih ada yang mengalir keluar dan menetes turun ke dagunya. Sebuah pemandangan yang tentunya membuat dirinya semakin terlihat seksi.

"Onii-chan!! Kok ga bilang-bilang sih!!" sebuah protes keluar dari bibirnya yang masih dihiasi oleh spermaku. "Mana kentel banget lagii"

Aku tak menanggapinya karena masih sibuk mengatur nafasku. Melihatku yang tak menanggapi dirinya, lantas ia pun berinisiatif untuk memainkan penisku lagi. Dan memang tak butuh waktu lama baginya untuk membuat penisku kembali mengeras.

"Punya adek pinter banget mainin kontol sih" aku akhirnya kembali berucap. Memuji Stefi sembari mengelus kepalanya.

"Akting kamu tadi menghayati banget.." balas Stefi yang menengok dengan sebuah senyuman menyindir di wajahnya. Tangannya masih mengocok pelan penisku. "Emang punya fantasi soal adek perempuan ya? Cabul banget sih"

"Woi!!"

Aku yang tak terima dengan tuduhannya -yang sebenarnya tak 100% salah- itu, lantas segera menarik tubuhnya dan kemudian mendorongnya ke tempat ranjang. Keadaan kini berganti. Stefi yang merebah di atas tempat tidur dan aku yang akan memberikan serangan padanya.

Kusingkap roknya hingga memperlihatkan celana dalamnya yang kini sudah lebih basah dari sebelumnya. Dan ternyata.., aku salah. Kukira tadi celana dalam yang Stefi kenakan adalah putih polos, nyatanya tidak. Ada satu buah gambar tepat di tengah-tengahnya.

Ku tersenyum sebentar ke arahnya sebelum kemudian menarik lepas celana dalam itu. Stefi menanggapinya dengan menggerakkan kakinya sedikit guna membantuku melucuti celana dalamnya.
Setelah celana dalam itu terlepas, langsung kuciumi dan kuhirup aromanya dalam-dalam. Stefi melihatku melakukannya dengan sedikit menggigit bibir bawahnya, entah apa yang dipikirkannya. Setelah aku puas menghirupi aromanya, kemudian kubuka lebar-lebar celana dalam itu hingga memperlihatkan satu buah gambar yang ada disana dengan cukup jelas. Sebuah gambar kepala kucing.

"Dan kamu pernah bilang, kamu yang mau ngambil peran sebagai kakak?" aku sedikit menggodanya hingga membuat wajahnya memerah. Bagaimana bisa seorang yang mau dianggap kakak masih memakai celana dalam bergambar seperti ini di usianya saat ini. Hahaha...

"Sebenernya...," Stefi berusaha membalas ucapanku. "Itu celana dalemnya Kathrin"

Eh?!!
Heh??
HEH??!!!

Tunggu sebentar!!
Apa dia bilang tadi?

Jadi maksudnya aku baru saja menciumi dan menghirup aroma celana dalam dari seorang bocah yang baru berumur..., shit!!!

"Kathrina..., Kathrin..., Kath..., Cat" Stefi memberikan penjelasan hanya dengan beberapa kata saja.

Aku tak tahu bagaimana ekspresi wajahku saat ini, tapi begitu mendengar hal itu, aku segera melemparkan celana dalam itu jauh-jauh.
Karena tak mau terlalu berlarut memikirkan soal celana dalam Kathrin, aku berniat untuk segera memberikan hukuman pada adikku yang nakal ini.

Tanpa peringatan langsung kumasukkan dua jariku, jari tengah dan jari manis, ke dalam vaginanya hingga membuat mendesah kencang. Tapi ternyata, vagina itu sudah sangat-sangat basah. Bahkan mungkin itu bisa disebut sebagai banjir.

"Dek??"

"Gomenne onii-chan" balasnya dengan suara imut. "Tadi aku pipis.. Waktu aku mainin punya onii-chan tadi, aku sempet pipis"

Jadi maksudnya celana dalam tadi basah bukan hanya sekedar karena Stefi sudah benar-benar terangsang? Melainkan karena dia sempat mengalami orgasme ketika dirinya memainkan penisku.
Jadi Stefi berusaha mengatakan kalau aku bisa membuatnya juga merasakan nikmat di saat dia memainkan penisku dengan bibir seksinya. Dimana lagi aku bisa menemukan gadis seperti ini??

"Berapa kali?" tanyaku kemudian yang masih sempat terpikir untuk menggodanya.

"Onii-chan!!" dengan menggunakan kedua tangannya, Stefi berusaha menyembunyikan wajahnya yang merona merah.

Memang tak ada jawaban dari pertanyaan terakhirku itu, tapi melihat dari reaksinya, kuyakin kalau Stefi sudah mengalami orgasme lebih dari sekali hanya dengan memainkan penisku. Entah itu dua kali atau tiga kali..

Oke, karena vaginanya sudah teramat basah, jadi kurasa aku tak perlu lagi merangsangnya. Kini saatnya kami memasuki babak utama!!

BLEESSH!!!

Penisku dengan lancar masuk memenuhi vagina sempit Stefi. Kami mendesah bersama menikmati prosesnya. Dan karena Stefi tadi sempat menutupi wajahnya, dia jadi cukup terkaget saat tiba-tiba merasakan vaginanya dipenuhi oleh penisku. Stefi pun kembali mendesah kencang seperti tadi, bahkan lebih kencang lagi.

Ku diamkan sejenak penisku di dalam sana, karena sudah cukup lama kelamin kami tak bertemu, kurasa lubang kenikmatan itu harus sedikit beradaptasi lagi pada ukuran penisku. Aku menunggu sembari menikmati reaksi dari vagina Stefi yang terus berkedut-kedut memberikan sensasi seperti memijat pada batang penisku. Kunikmati hal itu sambil menatap mata Stefi yang terlihat sayu, yang juga sedang menatap dalam diriku.

Dan di saat Stefi memberi isyarat dengan mengembangkan sebuah senyuman di wajahnya, aku pun langsung bereaksi dengan mulai menggerakkan pinggulku maju mundur. Gerakan yang awalnya pelan dan perlahan, lambat laun menjadi semakin cepat dengan stabil.

Akhirnya.., akhirnya kusetubuhi kembali adik perempuanku yang satu ini. Memikirkannya entah kenapa membuat diriku semakin bersemangat saja. Ditambah dengan penampilannya kini yang memakai kostum maid semakin menambah gairahku. Ekspresi wajah Stefi yang sensual ditambah tubuh seksinya yang terbalut kostum maid benar-benar perpaduan yang sempurna.

Tapi karena kurasa ada yang kurang, segera saja tanganku bergerak ke arah dadanya dan dengan gerakan yang cukup kasar kutarik kostum maid itu hingga kancingnya terlepas, menyebabkan kedua payudara ranum Stefi kini terbebas dan bisa kupandangi sesuka hati. Tapi tentunya aku tak berniat hanya sekedar memandang, ku dekatkan kepalaku ke arah dua buah payudara yang ranum nan menggoda itu. Tak perlu waktu lama, desahan, erangan, lenguhan bahkan teriakan yang keluar dari bibir Stefi pun semakin menjadi-jadi karena sentuhan, ciuman, jilatan dan semua rangsangan yang kuberikan pada kedua payudara yang berputing pink itu.

PLOK!!!
PLOK!!!
PLOOK!!!
PLOOKK!!!

Dan tentunya aku tak mengendurkan sodokan penisku pada vagina sempitnya. Semakin aku menyerang payudaranya, semakin sempit pula kurasakan vagina Stefi. Hingga tak lama kemudian aku merasa penisku semakin diremas dengan sangat kencang di dalam sana..

"AAAAAAAHHHHHH.....!!!"

Ssseeeerrr.. Ssseeeerr.. Ssseeeerrr..

CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!

Detik berikutnya, aku merasakan penisku disiram oleh cairan hangat. Stefi orgasme..
Cukup banyak Stefi memuncratkan cairan kenikmatannya, bahkan pahaku pun jadi sedikit basah karenanya.

Kuhentikan sejenak genjotanku, memberi Stefi sedikit waktu untuk menikmati orgasmenya. Sembari memberinya waktu untuk memulihkan tenaganya, ku pandangi wajahnya yang nampak kelelahan namun justru semakin mengeluarkan aura seksinya.

Keadaan Stefi kini benar-benar terlihat sangat 'berantakan', rambutnya sudah acak-acakan, kostum maid yang ia kenakan terbuka sembarangan di bagian dadanya, roknya menyingkap dengan penisku yang bersarang di dalam vaginanya. Melihat semua itu membuatku tak tahan untuk menggerakkan pinggulku kembali. Merojok-rojok vagina sempitnya dengan penisku lagi.

"Ahh... Ahh.. Ahh..." Stefi hanya bisa mendesah pendek saat penisku kembali menyodoki vaginanya sebelum tenaganya benar-benar pulih.

Kupegangi pinggul Stefi agar aku bisa menambah kecepatan.

PLOK!!!
PLOOK!!!
PLOOKK!!!

Yang tentunya hal itu menimbulkan suara kenikmatan akibat tumbukan antara paha kami pun kembali memenuhi kamarnya.

"Onii-chan no Baka!! Ecchi!!" Stefi yang tenaganya sudah benar-benar pulih mulai menggodaku lagi. "Ka-Katanya adek-kakak aahhh..., ade-adeknya ngangkang kok dimasukin juga?? Aaahh....,"

"Habisnya... Habisnya adeknya nakal!!" aku pun kembali mengikuti alur permainannya. "Godain kakaknya terus.."

"Adek..., Adek ga nakal, onii-chan.. Adek cuma gatel.., memeknya yang gatel"

"Ya udah, ini kakak bantu garukin pake kontol kakak ya, dek.. Aahhh...."

"Ecchi!!! Hayaku!! Hayaku!! Kimochiiii..!!"

Semua inderaku serasa diserang oleh Stefi. Pemandangan yang dia berikan, suara-suara yang keluar dari bibirnya, aroma yang keluar dari tubuhnya, semua sentuhan yang dia berikan. Dengan semua serangan itu benar-benar membuatku tak tahan lagi.

"AAAAHHH... ADRIIAAAN ONII-CHAAAN!!!"

Segera kucabut penisku dari vagina Stefi dan saat itu pula keluarlah air mancur dari vaginanya itu.

Ssseeeerrr.. Ssseeeerr.. Ssseeeerrr..

CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!

Tak sampai sedetik, aku pun segera menyusulnya..

"ADEEEKK!!! AAAHHH...!!! TERIMA PEJUH KAKAK, DEEK!!"

CROOOOTTZ..!!!
CROOOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!
CROOTTZ..!!!
CROOTTZ..!!!

Ku semprotkan spermaku yang kental dan hangat membasahi dirinya. Semburan spermaku yang pertama dan kedua cukup kencang hingga mengenai dada dan bahkan lehernya. Setelah itu aku pun langsung ambruk di sebelah Stefi.
Dengan nafas yang masih terengah-engah, kami berdua lalu tertawa bersama. Entah apa yang kami tertawakan.

"Kapan-kapan pengen ketemu adek yang agresif boleh?" tanyaku sesaat setelah nafasku kembali stabil.

"Hmm..., kalo ketemu sama Onee-chan gimana?" sebuah ide lain diutarakan oleh Stefi. "Atau guru sekolah yang pake kacamata?"

Aku jadi semakin tak sabar menunggu momen itu.. Tapi ada hal yang lebih penting saat ini.

"Lanjut ronde dua yuk.." ajakku kemudian.

"Ayok!!" balasnya bersemangat.

"Ngomong-ngomong ini kalo ga dimanfaatin kayaknya sayang banget.." ucapku lagi sambil mengelus-elus telinga kucingnya.

~~~​

Gelap. Hanya gelap yang kurasa. Aku benar-benar tak dapat melihat apapun saat ini. Karena Stefi menutup mataku dengan menggunakan penutup mata miliknya.

Bukan tanpa alasan dia melakukannya, hal itu karena aku memintanya untuk melakukan 'mandi kucing' pada diriku. Kalau dia sudah memakai bando telinga kucing tapi tak memberikan pelayanan mandi kucing, rasanya seperti ada yang salah, maka dari itu aku memintanya. Tapi Stefi memiliki ide yang lebih baik, dia mau memberikan pelayanan mandi kucing dengan syarat aku harus menutup mataku selama dia melakukannya. Awalnya aku memang menolak karena aku sebenarnya ingin melihat Stefi ketika dia menjilati dan menciumi seluruh tubuhku, tapi Stefi terus meyakinkanku kalau akan terasa lebih menyenangkan saat aku menutup mata. Entah memang karena itu atau sebenarnya dia hanya malu.

Diikat? Tidak. Tidak sampai seperti itu.
Meski Stefi menutup mataku, tapi dia tak sampai mengikat kedua tangan dan kakiku di setiap sudut tempat tidurnya. Lagipula talinya berasal darimana?

Tapi tetap saja, karena gelap aku jadi tak dapat melihat apa yang akan dilakukan Stefi. Membuat pikiran menerka-nerka apa saja yang mungkin akan dia lakukan.
Tepat ketika pikiranku sedang melayang membayangkan perlakuan Stefi, secara tiba-tiba bibirku terasa disentuh oleh sesuatu yang basah, tanpa perlu membuka penutup mataku pun aku sudah tahu kalau itu adalah Stefi yang sedang menciumku.

Yap, aku hafal betul rasa dari bibirnya. Bibir Stefi yang sangat ahli memanjakan batang penisku itu, yang seolah memang diciptakan untuk memberikan pelayanan oral seks terbaik itu terasa sangat lincah bahkan saat berciuman.
Bibir manisnya terus melumat bibirku yang lekas kubalas dengan senang hati.

Selesai dengan bibirku, ciuman Stefi mulai turun ke arah leherku dan bahuku. Dia terus memberi ciuman lembut yang membuatku kegelian tanpa berusaha meninggalkan bekas yang bisa dilihat orang disana. Benar-benar adik yang pengertian.

Kemudian ciumannya kembali turun menuju dadaku. Dan kurasa laki-laki dan perempuan itu sama. Putingnya cukup sensitif. Karena ketika Stefi mulai menciumi dan menggelitikku dengan menggunakan ujung lidahnya disana, aku tak bisa menahan untuk tidak mendesah. Stefi sendiri cukup puas dengan itu, terbukti dari suara tawa cekikikan yang terdengar tak lama setelahnya.

Berikutnya Stefi menjilati jari jemari tanganku satu persatu, dia juga menciumi lengan atasku. Lalu tiba-tiba Stefi mengangkat lenganku ke atas.
Tunggu sebentar, jangan bilang dia akan...,

"AAAHH..., Stef.. Geli!!"

Aku melenguh kegelian ketika lidah Stefi mulai menyerang ketiakku. Sensasinya benar-benar aneh menurutku. Dan karena baru pertama kali aku mengalaminya, aku tak dapat menjelaskannya secara detail.

"Kamu ngga jijik apa? Apa ngga bau?" aku sedikit bertanya kepadanya.

"Kontol kamu aja udah sering keluar masuk mulut aku kok.. Ini cuma ketiak" Stefi membalasnya cukup santai. "Apalagi.., ternyata aroma tubuh kamu enak kok. Kayaknya aku jadi makin basah deh gara-gara nyium aromanya.."

"Emangnya bisa ya kayak git-- aahhh"

Aku kembali tak dapat menahan lenguhanku ketika dia kembali menyerang ketiakku. Stefi terus menjilati dan menciumiku disana, dia juga melakukan hal sama pada ketiakku yang satunya hingga membuatku semakin mendesah kegelian.

Selesai memberikanku sensasi yang aneh, perutku pun menjadi incarannya yang berikutnya. Stefi menekan-nekan sebentar perutku dengan pelan sebelum kembali bersuara..,

"Tapi..., ini nih yang pasti bikin aku selalu basah kalo main sama kamu" ucap Stefi yang kemudian mulai menciumi perutku.

Cukup lama Stefi bermain disana sampai kemudian dia kembali memberiku sensasi aneh lainnya ketika dia menusuk-nusuk pusarku dengan ujung lidahnya dan lalu menjilatinya juga.

"Steeeff..?"

"Suka?"

Aku tak dapat menjawabnya karena sensasi ini memang rasanya cukup aneh bagiku.

Selesai mengerjaiku dengan berbagai sensasi aneh, Stefi turun sekali lagi menuju pahaku. Kali ini dia hanya menciuminya sebentar sebelum kembali turun ke arah betis dan telapak kakiku. Seperti tadi, Stefi juga menghisapi jari jemariku satu persatu, tapi bedanya kali ini jari kakiku yang dia jadikan sasaran. Bahkan Stefi sempat-sempatnya melakukan deepthroat pada jempol kakiku. Gila!

Aku yang sempat ingin bertanya, segera mengurungkan niatku mengingat tadi dia bahkan menjilati ketiakku. Tapi aku tetap protes, karena Stefi melewatkan bagian yang paling penting. Penisku dia abaikan begitu saja!!

"Nanti ya.." seolah bisa membaca pikiranku, Stefi menenangkanku.

Setelah benar-benar selesai menjilati hampir seluruh tubuh, Stefi seperti pergi begitu saja. Tak ada suara, tak ada lagi sentuhan dan sebagainya.
Aku sempat akan membuka penutup mataku yang lantas segera ku urungkan saat mendengar suara benda yang diseret di lantai. Kutebak itu adalah sebuah kursi atau meja.

Tak lama kemudian barulah aku akhirnya merasakan sentuhan pada penisku. Tapi ada yang sedikit aneh..
Apa yang menyentuhku saat ini? Karena jika kurasakan dengan seksama, ini bukanlah tangan Stefi, bukan juga bibir atau lidahnya.
Jangan bilang kalau...,

Aku segera membuka penutup mataku dan apa yang terlintas di pikiranku barusan ternyata benar adanya. Terlihat Stefi yang masih memakai kostum maidnya sedang duduk di atas kursi dengan kakinya yang berbalut stocking itu tengah menyentuh penisku. Dia sedang memberiku sebuah feetjob.

"Stef!!?"

"Kenapa?" dia justru balik bertanya sembari menekan buah zakarku dengan telapak kakinya. Sial.

Dari suara tawa Stefi yang renyah, sepertinya dia benar-benar menikmati momen ini.

"Kayaknya lucu ya kalo kaki aku kena pejuh kamu" Stefi terus saja menggodaku.

Sedangkan aku hanya bisa menggeleng-geleng saja menanggapinya. Meskipun sejujurnya aku memang sedikit menikmati ini, entah apa alasannya. Namun aku masih memiliki harga diri, aku tak mungkin keluar hanya karena sentuhan kakinya.

Tapi kaki Stefi yang berbalut stocking kenapa terlihat begitu seksi. Kakinya yang jenjang itu nampak sangat cocok dibalut stocking hitam transparan itu. Kenapa rasanya setiap bagian tubuhnya itu terlihat menggiurkan.

"Uuuuhhhh..."

"Keluarin aja kali.." Stefi tak henti-hentinya menggodaku. "Ga usah ditahan-tahan"

"Enggaa!! Aahhh~~"

Kaki Stefi terus mengusap dan membelai batang penisku. Buah zakarku juga terkadang ditekan pelan oleh tumit atau pangkal jempol kakinya.
Padahal aku bisa saja menghentikannya, secara tanganku tak terikat, tapi aku tidak mau. Seperti yang kujelaskan tadi, aku sedikit menikmatinya. Sedikit lho ya. Hanya sedikit. Aku tidak benar-benar menikmatinya.

Ini adalah masalah harga diri. Jadi setidaknya aku harus menahan diri, setidaknya sampai Stefi merasa kelelahan sendiri. Dan tak lama...

"Kaki aku capek!!" akhirnya aku yang menang.

Ku tunjukkan senyum kemenanganku pada Stefi yang tengah memasang wajah kesal. Mengekspresikan kekalahannya.

"Kenapa sih?" tanyaku. "Kayak kamu pernah menang aja lawan aku.."

Mendengar ucapanku itu, Stefi kini mengubah wajah kesalnya dengan sebuah senyuman mencurigakan.
Lalu dengan satu gerakan cepat, dirinya segera menindih tubuhku.

"Selalu ada yang pertama kali.." ucapannya terdengar meyakinkan. "Dan aku pastiin, kali ini aku yang bakal menang!"

Stefi kini berjongkok diatasku, lalu ia mengocok vaginanya sendiri dengan tangannya untuk semakin memperbanyak cairan vaginanya keluar sebagai pelumas. Pemandangannya cukup menarik bagiku, melihat Stefi dengan kostum maidnya sedang merangsang dirinya sendiri, bersiap menyatukan kelamin kami.

Ya, Stefi masih memakai kostum maidnya. Dia sudah repot-repot memakainya, kenapa itu harus dilepaskan?
Seolah tak ada bedanya dengan pakaian biasa dong.
Berbeda dengan Stefi yang masih memakai kostum maidnya, aku sendiri sudah benar-benar telanjang bulat. Kurasa hal itu tak perlu kujelaskan, Stefi tafi bafu melakukan 'mandi kucing' padaku, tak mungkin kalau masih memakai pakaian kan.

Tangan Stefi terus menuntun peniaku untuk kembali bersarang di vaginanya. Dan beberapa saat kemudian...,

BLEESSH!!!

"Shhhhh" Stefi mendesis ketika kepala penisku mulai masuk ke dalam vaginanya yang sudah banjir.

Vagina Stefi masih saja terasa sempit, begitu menjepit penisku. Meskipun sudah berkali-kali ku masuki, tapi sempitnya tak berkurang sedikitpun.

"Aahhhh" Stefi mendesah sambil sesekali menarik penisku keluar, lalu memasukkannya lagi dengan lebih pelan.

"Pelan-pelan aja, dek.." balasku
kemudian yang dibalas anggukan olehnya,

Stefi terus menekan ke bawah, hingga pada akhirnya penisku masuk secara keseluruhan di dalam vaginanya. Sambil memejamkan matanya, Stefi mulai menggoyangkan pinggulnya. Gerakan Stefi terlihat sangat seksi tubuhnya yang proposional ditambah dengan ekspresi wajahnya yang sensual menjadi perpaduan yang sempurna.

Kami sesekali mendesah bersahutan dan terkadang berbarengan, menikmati bagaimana kelamin kami saling memberikan kenikmatan satu sama lain. Stefi bergoyang memutar dengan dadaku yang ia gunakan sebagai tumpuan tangannya.

Ku sentuh wajah cantiknya dan juga meremas payudaranya sesekali, Stefi terlihat begitu terangsang ketika payudaranya kuremas atau ketika aku secara iseng mencubit dan memainkan putingnya.

"Mmmssshhhh"

"Goyangnya pinter banget sih, dek.." ucapku bergantian menggodanya kali ini. "Apa kabar orang yang beberapa menit lalu bilang mau ngalahin aku.."

"Shhhhhhhhhh" Stefi justru mempercepat gerakan, mengulek penisku di dalam vaginanya.

Aku kembali mendesah menikmati goyangan adikku sendiri. Sesekali aku memejamkan mata meresapi kenikmatan yang diberikan oleh vagina sempit Stefi.

"Mmmpphhh..." namun tiba-tiba aku merasa mulutku sedang disumpal oleh sesuatu.

Otomatis aku membuka mata dan mengeluarkan benda itu dari mulutku. Saat kulihat benda apa itu..,

"Stefii..!!!" aku benar-benar terkejut dan kesal dibuatnya.

"Kenapa sihhh? Aahhh~" Stefi membalas sambil mendesah dan tetap bergoyang di atas tubuhku. "Kan seruuuhhh... Kamu berasa main bertiga sama adek-adek kamuuuhhh....~"

"Stefmmmppphh...." Stefi kembali merebut benda itu dan berusaha kembali memasukkannya ke dalam mulutku seperti tadi.

Tanganku pun ditahannya ketika dirinya berhasil memasukkan benda tadi ke dalam mulutku. Tapi Stefi tak mau menyerah begitu saja, dengan tetap konsisten bergoyang di atasku, dia kembali mengambil benda itu lalu di arahkannya ke wajahku. Aku pun juga berusaha untuk mencegah benda itu untuk kembali masuk ke dalam mulutku dengan terus menggerakkan kepalaku ke kiri dan ke kanan.

"Endus-endus kayak tadi dong.."

Ku balas saja perbuatannya itu dengan cara memegangi pinggulnya kemudian mulai menggenjot vaginanya dari bawah.

"AAHHH~~"

Tentunya cara itu berhasil, kini Stefi hanya berfokus pada kenikmatan yang mendera vaginanya.

"Ampun onii-chan.., ampun!!! AAAAHHH"

"Keluarin aja kali.. Ga usah ditahan-tahan" kubalikkan kata-kata itu padanya.

Ssseeeerrr.. Ssseeeerrr.. Ssseeeerr.. Ssseeeerrr..

CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!
CRIIITT!!!

Tubuh Stefi ambruk ke arahku ketika dia kembali mendapatkan orgasme kesekiannya hari ini. Ku peluk erat tubuhnya dan mengusap-usap punggung guna memberikannya rasa nyaman.

"Aduuhh... Kakak menang lagi nih ya"

Setelah mendengar ucapanku, Stefi lantas bangkit kembali. Lalu dengan tanpa melepaskan tautan kelamin kami, Stefi memutar tubuhnya menjadi membelakangiku.
Ku singkap sedikit roknya guna melihat pantatnya yang cukup membulat itu, kulihat ekor kucing itu ternyata masih berada disana, menancap di lobang pantatnya. Bisa kutebak kalau itu adalah sebuah buttplug. Dan melihat hal itu membuatku berfikir untuk menjamah lobang itu nanti, hehe..

Dan karena gemas, kuremas lembut dan kutampar pantatnya sekali. Tepat setelahnya, Stefi pun mulai bergoyang kembali di atas tubuhku. Kali ini dengan gaya reverse cowgirl.

Pantat Stefi bergetar tiap kali bertemu dengan perut bagian bawahku. Dirinya terus bergerak naik turun dengan cukup liar, bertekad untuk membuatku keluar kali ini. Saking liarnya gerakan Stefi, telinga kucingnya sampai terlempar entah kemana.

PLOK!!!
PLOK!!!
PLOOK!!!

PLAK!!
PLAK!!

PLOOK!!!
PLOOKK!!!
PLOOKK!!!

Terus kutampar-tampar pantatnya hingga berubah menjadi sedikit kemerahan. Dan di setiap tamparanku pada pantatnya, semakin cepat pula goyangan Stefi di atas tubuhku.

"Terus, dek... Ayo!! Aaahhsss..~" ku terus memberikan semangat pada Stefi yang kini terlihat mendongakkan kepalanya. "Adek perempuan baik... haruusss... harus bisa nyenengin kakaknyaaahh... terussh dekkh!!"

"Termasuukh..., Kathrin?" dan Stefi kembali menggodaku seperti tadi. "Aahhh...~ onii-chan.. dedek Atin goyangnya udah bener belom?"

"Stefi, diem!!" yang barusan itu sudah benar-benar berlebihan. "Yang ini ga usah ikutan diem!!"

Aku sedikit kesal terhadapnya. Kenapa ketika aku suruh diam, pantatnya juga ikut diam, berhenti bergerak. Reflek saja ku tampar pantatnya kembali agar bergoyang lagi.

PLAAK!!!

"Hadep aku lagi, Stef.." ucapku kemudian yang segera diturutinya.

Tetap dengan tanpa melepaskan tautan kelamin kami, Stefi memutar tubuhnya hingga kembali menghadap ke arahku.
Aku ingin mengakhiri ini sambil melihat wajah sensual Stefi. Karena jika dia membelakangiku seperti tadi, bisa-bisa aku membayangkan adikku yang lain gadis lain.

Kembali tubuh proposional Stefi yang berbalut kostum maid dengan bagian dadanya yang terbuka menjadi pemandangan indah untukku. Payudaranya yang dihiasi oleh puting berwarna pink itu pun kembali menjadi incaran tanganku.
Dan seperti tadi, semakin kuremas, semakin ketat vagina Stefi meremas penisku di dalam sana.

"AAAHHH!!! ONII-CHAAAN!!!"

SSSEEEERRR.. SSSEEEERRR... SSSEEEERRR... SSSEEEERRR..

CRREEETT!!!
CRREEETT!!!
CRREEETT!!!
CRREEETT!!!
CRREEETT!!!

Tak lama aku merasa penisku diguyur oleh cairan hangat dari dalam vaginanya. Seperti tadi, kali ini keluarnya pun tak kalah banyak, sampai perutku pun ikut basah karenanya. Tak mau kehilangan momentum, aku melepaskan kelamin kami dengan mengangkat tubuh Stefi lalu berdiri di atas tempat tidur dengan Stefi yang bersimpuh di hadapanku menatapku sayu.
Ku kocok sebentar penisku hingga akhirnya...,

"DEEK TEPIII!!! KAKAK PEJUHIN KAMU LAGI YA, DEEKK..!!! KAKAK PEJUHIN MUKA KAMU, DEEK..!! AAAAHH...!!"

CROOOOTTZ..!!!
CROOOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!
CROOOTTZ..!!!

Tak terlalu banyak spermaku yang keluar kali ini, tapi sudah cukup banyak dan tetap kental untuk menodai wajah cantik Stefi. Saat kulihat, ada semprotan spermaku yang mengenai ujung mataku, membuatnya sulit untuk membuka mata.
Wajah sensual Stefi yang kini telah menjadi nampan spermaku benar-benar menjadi pemandangan yang menakjubkan. Maka kuratakan saja spermaku ke seluruh bagian wajahnya dengan menggunakan penisku. Kuusap-usapkan penisku di wajahnya guna meratakan spermaku ke setiap sudut wajah Stefi hingga membuat wajahnya kini benar-benar tertutupi oleh spermaku. Terakhir kuminta Stefi untuk menyedot penisku untuk dibersihkan olehnya.

Selesai dengan itu semua, kurebahkan kembali tubuhku di atas tempat tidur. Stefi sendiri kini sibuk membersihkan wajahnya dengan cara mencolek speemaku menggunakan jarinya sendiri lalu menjilatinya. Dirinya nampak sangat enjoy melakukan hal tersebut, aku sendiri juga enjoy melihat Stefi melakukannya.
Saat tak ada lagi yang bisa ia colek, Stefi lalu membersihkan wajahnya menggunakan tissue. Setelahnya barulah ia ikut rebahan di sebelahku.

"Kakak mana yang mejuhin muka adeknya?" Stefi langsung saja menyindirku.

"Adek mana yang goyangnya liar banget di atas kontol kakaknya?" maka kubalas saja dengan menyindirnya juga.

Kemudian kami pun tertawa bersama lagi meresponnya.

"Aku udah mikirin ini, Stef.." ucapku lagi. Kali ini dengan nada yang cukup serius. "Kita ga perlu canggung setelah tau hubungan kita ini apa ya kan.."

"Iya" balasnya singkat. "Kenapa kita harus berhenti jadi partner seks cuma karena kita ini ternyata adek kakak.."

"Jangan terlalu jelas juga dong ngomongnya.."

"Apalagi...," Stefi kembali bersuara dan kali ini firasatku tak enak. "Tadi waktu aku nyebut Atin, kayak ada yang kedut-kedut ya.."

"Diem deh..,"

"Jadi kita bakal tetep kayak gini kan?" tanya Stefi memastikan.

"Yaa.. Seengaknya sampe kamu dapet pacar lah" tidak mungkin kan kalau aku menjadikan gadis yang sudah memiliki kekasih sebagai partner seks-ku.

"Sampe kamu bener-bener setia sama ci Shani" Stefi meralat. Iya, itu ada benarnya juga. "Kamu ngelakuin ini semua.., karena kamu ga mau ngerusak ci Shani kan"

Aku diam kali ini tak dapat membalas apapun, apalagi membantahnya.

"Tapi kamu itu malah nyakitin ci Shani terus.. Tau ngga sih?"

"Kunci kelima mana, Stef?" aku tak lupa akan tujuanku.

Bukan. Ini bukan aku sedang mengalihkan pembicaraan.
Tak usah menanyakan hal itu padaku. Karena aku tahu betul akan hal itu. Aku sadar betul. Tapi...,

"Ngga ada" Stefi menjawab.

"Ngga ada?"

"Iya. Ngga ada" jawab Stefi lagi. "Ngga ada kunci kelima. Di aku emang cuma ada 4. Total kuncinya itu ada 9. 1 yang asli punya ci Shani kan, aku duplikat 8 kali. 1 buat kak Shania, 1 buat Gracia, 1 buat Thacil, sama 1 lagi buat Okta. Dia aku ada 4, 1 buat aku bawa-bawa, 3 lainnya cadangan.. Dan siapa tau juga bakal ada yang ke 7, 8, atau 9 ya kan" Stefi menjelaskan panjang lebar.

Jadi maksudnya.., jika tadi aku langsung pergi, tak mampir dulu ke kamarnya, tidak masalah?
Kurasa tidak juga, pasti kalian yang membaca yang akan mempermasalahkannya bukan.
Tapi tunggu sebentar.., kenapa harus 9 sih?

"Enggak. Masih ada satu kunci lagi" sahutku.

"Kamu ga percaya sama ak--"

"Ya masa aku ga pegang kunci rumah aku sendiri.." potongku cepat.

"Terserah" dek Tepi ngambek.

"Tapi..," ucapku kemudian. "Kamu tetep harus kakak hukum karena udah ngerjain kakak ya" ucapku sambil mengelus pantatnya yang masih berhias ekor kucing itu. "Yang ini belom kan"

Stefi tak membalas dan hanya bisa menelan ludahnya sendiri.

"Gimana perasaan kamu pas goyang di atas kakak sambil make itu daritadi?" tanyaku menggodanya, membuat wajahnya semakin memerah. "Beraaa di double ya?"

"Kak Tepi~~"

Sontak saja aku dan Stefi yang tengah bermesraan langsung panik seketika saat kami mendengar suara adik Stefi. Itu suara Kathrin!

Itu wajar, karena ini adalah tempat tinggalnya juga kan. Kalau tiba-tiba yang muncul adalah member lain, apalagi yang sebenarnya tak terlalu dekat dengan Stefi, itu baru tidak wajar.

Kenapa? Apa paragraf di atas menyinggung seseorang. Aku tidak bermaksud begitu. Tapi kalau memang ada yang tersinggung, ya maaf.

"Kamu cepet sembunyi gih.. Dia suka main masuk-masuk aja soalnya"

"Dimana?" tanyaku balik.

"Lemari kek.. Atau dimana gitu"

"Ga mungkin, Stef" balasku. "Kamu itu cewek, otomatis lemari kamu itu penuh sama baju kan"

"Iya sih"

Ya memang begitulah adanya. Para perempuan itu memang umumnya memiliki koleksi baju yang banyak, yang disimpan di dalam lemarinya. Jadi untuk bersembunyi di dalam lemari baju, kurasa itu sedikit tidak mungkin. Kalaupun memungkinkan, pasti rasanya pengap.

Apa? Apakah akan ada yang tersinggung lagi?
Terserahlah, yang paling penting bagiku sekarang adalah, mencari tempat untuk bersembunyi.

"Pastiin aja dia ngga masuk" ucapku pada Stefi lalu segera berguling hingga jatuh di sisi tempat tidurnya.

Kalau bersembunyi disini kurasa tak akan ketahuan asalkan Kathrin tidak masuk ke dalam. Tapi jika Kathrin melongokkan kepalanya sedikit saja, kurasa dia akan langsung curiga karena melihat keadaan kamar Stefi.

Saat kuintip, terlihat Stefi hanya membuka sedikit pintu kamarnya tepat sebelum Kathrin menerobos masuk, kemudian dia melongokkan kepalanya keluar untuk berbicara dengan adiknya itu. Selain untuk menyembunyikan keadaan kamarnya, Stefi juga pasti tak ingin Kathrin melihat keadaanya saat ini karena dirinya juga belum sempat berganti pakaian, jadi dia masih memakai kostum maidnya tadi, yang keadaannya sudah awut-awutan. Kalaupun dia sempat membenahi kostum maidnya, ku yakin Stefi tetap tak mau dilihat oleh Kathrin memakai pakaian seperti itu. Entah komentar macam apa yang akan keluar dari bibir Kathrin, hahaha...

"Apa sih, dek?"

"Kakak ninggal aku!!"

"Kan udah kakak chat.."

"Ya tetep aja.."

"Ini kamu balik sendiri?"

"Sama kak Andrew lah. Udah selesai dia"

"Terus kamu kesini mau ngomong itu doang?"

"Papa sama mama udah pulang.. Tadi papasan sama aku sama kak Andrew di depan"

"Terus?"

"Papa nyariin kakak"

"Ya udah deh.. Nanti kakak turun. Kakak masih sibuk ini"

"Ngapain sih emang? Pasti nyoba baju aneh-aneh lagi ya"

"Udah sana!!"

Setelah Stefi mengusir Kathrin, aku pun juga langsung keluar dari persembunyianku.

"Emang sebelumnya kamu nyoba baju apa?"

"Ihh.., nguping. Ga usah ikut-ikutan ya"

Aku sedikit tersenyum menanggapinya. Bisa sedikit kubayangkan, Stefi sebelumnya mungkin sedang mencoba-coba kostum maid yang dikenakannya ini dan mungkin Kathrin secara tak sengaja memergokinya karena membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Mungkin lain kali aku harus bertanya pada Kathrin, kostum apa saja yang dimiliki oleh Stefi.

"Stefi..!!" kali ini terdengar suara berat khas laki-laki yang sedang memanggil Stefi.

Tanpa perlu diperintahkan, aku kembali bersembunyi di tempat tadi. Itu pasti papanya. Saudara tiri ayahku(?) Entah dia tahu atau tidak tentang itu, aku sendiri tidak yakin apa ayahku sendiri mengetahui tentang hal itu.

Kembali ku mengintip dari tempat persembunyianku. Stefi masih seperti tadi, hanya membuka pintu kamarnya sedikit dan melongokkan kepalanya ke luar.
Kelamaan melihat posisi tubuh Stefi yang sedikit menungging itu membuat imanku jadi sedikit goyah. Ingin rasanya aku mengendap-ngendap ke belakang Stefi, menyingkap roknya sedikit dan kembali menyetubuhinya sekali lagi.

Menyetubuhi seorang gadis dimana di saat bersamaan gadis tersebut sedang berbicara dengan papanya yang berada di balik pintu. Sensasinya memang sedikit menegangkan dan cukup menyenangkan, tapi resikonya terlalu besar. Apalagi sekarang ini masih terang.
Dulu aku memang pernah melakukan hal serupa dengan Thacil, tapi saat itu sudah tengah malam, jadi resiko untuk ketahuan memang tak terlalu besar.

Di saat pikiranku melayang-layang, tak terasa ternyata Stefi sudah selesai bicara dengan papanya. Lalu dia segera menghampiriku.

"Kayaknya kamu harus sembunyi dulu di kamar aku deh.." ucap Stefi. "Keluarga aku udah pulang semua, kalo tiba-tiba kamu muncul sekarang.. Bakal repot"

Apa yang dikatakan Stefi ada benarnya. Tak mungkin tiba-tiba aku muncul begitu saja. Kalau mereka bertanya, dimana aku sebelumnya, aku harus menjawab apa?
Dari kamar mandi? Itu mungkin bisa. Tapi aku tak tahu, apakah diantara mereka ada yang sudah memakai kamar mandi sebelumnya atau tidak. Karena jika ternyata sudah ada, malah akan lebih merepotkan karena artinya aku ketahuan berbohong. Berdiam di kamar Stefi terlebih dahulu dan mengendap-endap keluar mungkin memang jadi pilihan terbaik untuk saat ini.

Tapi terlepas dari itu semua, ada satu hal yang jadi masalah.
Yaitu waktu. Sampai kapan aku harus bersembunyi, kalau sampai malam bagaimana. Kalau sampai harus menunggu mereka semua tertidur, tentu itu akan sedikit merepotkan lagi. Belum lagi bagaimana jika aku lap--

"Tenang aja, nanti aku bawain makanan" seolah mengerti apa yang tengah kupikirkan, Stefi menenangkanku. Benar-benar adik yang pengertian. Tapi di saat bersamaan aku juga tersadar akan sesuatu.

"Kamu udah ngerencanain ini ya?" ucapku akhirnya. "Makanya kamu tadi nyuruh aku parkir mobil di depan minimarket sana.. Terus kita jalan kaki ke rumah kamu"

"Hihihi..." Stefi cekikikan menanggapinya.

Apa itu maksudnya?
Jadi benar dia sudah memperkirakan semua ini?
Dia sudah memprediksikan semuanya?

"Bukannya kamu juga biasanya gitu?" ucap Stefi tiba-tiba. Entah apa yang dia maksudkan. "Oh iya, nanti kalo kamu agak bosen.., kamu bisa 'make' aku kok.. Makin seru kan. 'Seorang kakak, ngentotin adeknya sendiri di dalem kamarnya, padahal di dalem rumah masih banyak anggota keluarga yang lain'"

Sebuah ide dari Stefi membuatku jadi membayangkannya, dan ingin benar-benar merealisasikannya sesegera mungkin. Tapi sebuah pikiran gila tiba-tiba menyerang otakku.

"Harusnya tadi, aku ngentotin kamu di kamar orangtua kamu aja ya.." celetukku yang sontak membuat Stefi melotot. "Jadi pas malemnya mereka tidur di ranjang bekas kita maen di siang hari. Terus di saat mereka tidur itu, kamu juga aku entotin lagi di kamar kamu ini"

"Kurang-kurangin deh ya nonton bokepnya" ucapan Stefi sedikit benar adanya.

"Awas aja nanti kamu, dek.." ancamku padanya. "Nanti malem, kamu pasti kakak pake asal-asalan lagi"

"Iiihhh..., mau"

"Kak Tepi~~" kembali kami dikejutkan oleh suara yang memanggil Stefi.

Segera aku bersembunyi untuk yang ketiga kalinya. Dan Stefi juga segera berlari, dia berusaha menahan pintu yang sudah hampir di buka oleh Kathrin.

"Apa lagi sih, dek?!"

"Padahal niat aku kesini baik"

"Apa?"

"Nih!!"

Untuk yang sekarang aku tak sempat mengintip. Aku terlalu sibuk bersembunyi. Saat aku baru mau hendak mulai mengintip, ternyata percakapan antara Stefi dan Kathtin justru sudah selesai. Cukup singkat dibanding sebelumnya.
Dan yang kulihat sekarang hanya Stefi yang tengah berdiri mematung di depan pintu kamarnya yang sudah tertutup kembali.

"Stef?" aku berjalan menghampirinya. "Kenapa?"

Tak membalas pertanyaanku, Stefi hanya berbalik badan dengan ekspresi wajah yang nampak sedikit syok sambil memegang sesuatu di tangannya. Saat kulihat benda apa yang tengah dipegangnya itu, aku pun sontak terkejut.

Karena benda itu adalah..., sepatuku.


Bersambung.jpg


-Bersambung-
 
Catatan Penulis:

Aku mau curhat dikit boleh engga?
Kak Adri ngeselin parah!!
Katanya lagi miskin gara-gara beli komik yang harganya naik, tapi ngintilin ke Jawa Timur.
Terus ke Jogja pake alasan pulang kampung segala.. Mana ngeduluin lagi.
Habis dari Jogja langsung alasannya nyari batagor ke Bandung. Bener-bener emang..

Eh?!! Kenapa?
Kalian bingung? Siapa aku?
Ci Gre? Bukan!!! Emangnya aku keliatan alay..

Atau kalian kaget karena update kali ini lebih cepet dari biasanya? Eh, udah dulu ya..
Bye bye..~


Makasih
• TTD 😺



sebenernya ada foto kak Tepi pake kostum maid yang versi baru.
tapi yang punya itu kak Adri, bukan aku...

IMG-20220614-200928.jpg



"Woi.., malah nyempil disini. Dicariin 'apacuy' tuh!!"

"Iiihhh..., kak!!"

"Kasihan banget Kevin saingan sama bocil buat dapetin bocil"
 
Bukan hanya izo, ashura doji juga ads
Izo belum ngobrol banyak sama Kiku, belum cerita-cerita 😭😭😭
anjir.. update2 malah dibikin penasaran lagi ama si kampret
penasaran kenapa lagi?
Rumah kosong? Kode berat ini ahahaha
kode berat, kamu ga akan kuat
Asem Makin Makin dah penasaranya
penasaran kenapa sih?
Gada spoiler foto lagi nh?
ada tuh
BTW karakter sebelah bakal masuk juga nih

Oh iya lupa

Thanks updatenya
sama-sama
Updatenya kok malah bikin makin penasaran 😾 makasih updatenya kak ads
pada penasaran soal apa sih?? kok saya bingung?
Ayam & Bebek

Hmm

Bby & Zee

Sih ini
🙂
Welkom bak suhu makasih buat updatenya
sama-sama deh
tumbenan ga pake filler nih, full eue :papi:
sans..
update selanjutnya futsal lagi, wkwk
Makasih updatenya bro
sama-sama bro
wah ntep nakal ya, sini mending sama aku aja dri pada sama adrian 🤭🤭🤭
ckckck
Ke gap donk sama adek sendiri
nakal banget bokem.
Oh iya thanks update nya
oh iya, sama-sama
anjay... update yg keren
tentu 😎
ketinggalan flashback dimana aku sampe gak tau tepi adik kakakan
nah, lho..
kerenn updatenya kak ads
hehehe..,
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd