Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

perlus akses
udah kan..
Tanda Ada turun gunung
Mendaki gunung lewati lembah
Udah bales” komen tinggal nunggu aja kayaknya
oh, gitu ya
Cek cek ehem ehem

Ok Itu aja
Ok
Monggo dilanjutken
sabar
Cek tiket dulu yak
tiket harian
Ngopiiii pagi ngudud menanti
ngopi lagi?
siapa nih yang dimaksud bakal “dateng”
apa'an??
Kemanaaaaaa
Dimanaaaaaa
Masih belom kah ADS
bentar ya..
Ads lagi sibuk dengerin curhat brian 🤣🤣
wkwk
iya nih, si bebek curhat mulu
Cek cek ehemm
ehem
Ngopiiii pagi ngudud ngabsen
kebanyakan ngopi kena warning kan, wkwk
Masih belum juga yak, mama SHANI sama pacar ALAY jangan dikekep Oiii ADS
🤐
Monitoring
hadeh..
Sekedar mengingatkan UNREALESED MAMA SHANI sama PACAR ALAY gak direalese kah
aku nggak liat
ganteng, update dong

bang update bang
sabar lah
Kak ads apa kabar nih
baik
Sini update juga donkk
iya, iya..
apdet ga nih @H4n53n ?
diusahakan di tahun ini akan update
 
Part 60: STRAY vs KAIDO

"AAAAHH..."

Barusan adalah suara Anin.
Tapi bukan suara desahan ya, melainkan teriakan.

Tunggu sebentar.., aku bisa memberikan penjelasan. Aku bisa menjelaskannya. Aku bisa melakukan klarifikasi.
Beri aku waktu.

Barusan itu memang suara teriakan Anin. Tapi penyebabnya bukanlah diriku. Tidak. Tidak seperti itu. Tidak seperti yang kalian pikirkan. Belum *eh

Alasan Anin berteriak adalah karena pipinya digampar oleh tali.
Dia bersama dengan beberapa member K3 yang lain sedang latihan lompat tali yang menjadi salah satu cabang perlombaan untuk sport competition nanti.

Aku juga tidak tahu kenapa sampai pipi Anin disosor oleh tali. Mungkin karena pipinya yang gembil itu terlihat menggemaskan.
Jangankan tali, aku pun juga mau. Asal jangan ketahuan Shani atau Gracia saja. Oke, lupakan.

Dan karena fokusku sempat teralihkan sebentar akibat teriakan itu, diriku yang sedang bermain bulutangkis bersama Dongek pun jadi terkena kok tepat di kepala. Sialan.

"Ayo lanjut lagii" Dongek memang tidak punya empati. Beberapa meter dari kami ada seorang gadis yang menangis karena pipinya sakit, dia malah ingin lanjut bermain.

"Udahan aja deh.." balasku yang memang sudah merasa bosan dari tadi.

"Halah.. Takut. Cemen!!" seharusnya itu menjadi kata-kataku.

Karena jika melihat skor, aku sudah unggul jauh dan sesuai peraturan hanya perlu satu poin lagi untuk menang. Lagipula setelah mengataiku 'cemen', dia yang terlebih dahulu berjalan meninggalkan lapangan.

Sedangkan aku berjalan ke arah segerombolan gadis yang sedang mengerubungi Anin. Ku hampiri gadis yang tengah menangis itu, para gadis yang lain hanya diam melihatku mendekat. Kemudian ku dekatkan wajahku ke pipi Anin, lalu....

"Udah, sembuh.." ucapku pada Anin sesaat setelah ku tiup dan ku elus-elus sebentar pipinya.

"Ya ampun... Adrian!!!" kak Viny geleng-geleng sambil melipat tangannya di depan dadanya yang tak seberapa. *eh

"AAAAKKHH...!!!" dan tiba-tiba ada yang berteriak. "Bibir aku juga sakit nih kayaknya, kak Ads"

"Jangan disini dong" balasku sambil tersenyum.

"Mas.."

"Kamu apanya yang sakit?" aku langsung berbalik badan ke arah..., "Adududuuuhh.. Kalo gini, telinga aku yang sakit, Shan"

"Makanya, jangan bandel" balas Shani yang masih menjewer telingaku. Bahkan sekarang dia mulai menariknya.

"Eiiihh... Geli, Shan.." tentu aku kaget saat tiba-tiba Shani meniup telingaku.

"Udah, sembuh.." dan ternyata dia meniruku. Entah memang meniru atau sedang menyindir.

"Eh, kak Ads udah selesai main bulutangkisnya? Gimana? Menang? Kalo menang selebrasi dong.."

Mendengar ucapan Gracia, aku pun langsung memegang ujung kaosku dan mengangkatnya sedikit, benar-benar hanya sedikit sebelum kemudian menurunkannya kembali. Karena selain memang dari awal niatku hanya untuk menggoda saja, ada sepasang mata yang menatap tajam juga.

"Yaaaahh, kok gitu doang" Gracia merasa kecewa.

"Aurat" balasku singkat. "Udah, ah.. Aku capek. Haus. Pengen minum" aku menyeka sedikit keringat yang berada di keningku.

"Kalo keringetan.. Dibuka aja kaosnya, kak Ads" setelah sebelumnya memakai kedok 'selebrasi', kali ini Gracia secara terang-terangan menyuruhku untuk membuka kaos.

"Apa sih, Gee?? Udah sana.. Latihan lompat tali lagi sana" balasku yang lalu mendapat pemandangan berupa ekspresi cemberutnya.

"Udah sering liat juga" tiba-tiba Shani menyindir sahabatnya. "Oh iya, mas.. Aku baru inget, beberapa hari lagi kan Stefi ke Jepang dia rencananya mau bawain kamu oleh-oleh kaos? Tapi nggak tahu ukuran kaos kamu apa.. Nitip nanya ke aku"

Secara reflek, aku pun berusaha untuk mencari tahu dengan melihat kaos yang sedang kupakai. Tapi karena biasanya ukurannya itu ada di bagian belakang, tentu aku tak dapat melihatnya. Jadi...,
.
.
.
Sialan!
Aku hampir terjebak oleh Shani. Baru saja aku hampir membuka kaosku.

"Shani..!!" kok dia bisa-bisanya ikut-ikutan Gracia sekarang. Cerdas pula caranya.

Kemudian aku berjalan ke pinggir lapangan untuk duduk dan istirahat.

"Lo kejem" baru saja duduk, aku sudah mendapatkan tuduhan dari koh Ronal. "7 sama 11, bahkan poinnya Donny kalo digabungin nggak bisa menangin satu set"

"7 sama 11. Kayak nama minimarket engga sih?" sahutku yang kemudian membuka botol air untuk minum.

"Lo sengaja?" koh Ronal geleng-geleng. Sekali lagi aku kena tuduhan.

"Kiri. Kanan. Kiri. Kanan. Sulit ditembus.. Kalo balikin bola ke tempat yang susah" Dongek yang duduk di sebelahku tiba-tiba saja mereview permainanku.

Padahal apa yang kulakukan hanyalah teknik-teknik dasar permainan bulutangkis saja.

"Lain kali main buat seneng-seneng aja lah, nggak usah terlalu serius" sudah hattrick aku terkena tuduhan. Tapi bukannya yang terjadi justru sebaliknya ya?

"Kebalik. Yang terlalu serius itu lo, malah gue liat Adrian mainnya nyantai banget tadi" koh Ronal pun memperjelas.

"Diem!! Bagi air"

"Jangan kena bibir" aku menyerahkan botol minum kepada Dongek.

"Apanya?"

"Airnya" aku berusaha menahan tawa mengatakannya.

"Hahaha... Kena lagi" sahut koh Ronal sambil menunjuk wajah kesal Dongek.

Selanjutnya aku bersama koh Ronal dan Dongek hanya mengobrol saja. Obrolan tidak penting sebenarnya Karena jika hanya diam dan memperhatikan para gadis idola ini berlatih, kelihatannya akan jadi seperti guru PJOK (yang biasanya korupsi uang renang) sedang memperhatikan siswi-siswinya setelah sebelumnya hanya mengajarkan SKJ. Namun karena mereka ini juga tak terlalu serius dalam berlatih, maka sesekali aku juga bisa mendengar celetukan-celetukan seperti...,

"Aku yang sering diajak jalan-jalan, sahabat aku yang pergi ke pelaminan"

"UWOOOHH..!!!"

"..."

"Sahabat aku yang pacaran, aku yang lamaran"

"UWOOOHH..!!!"

"..."

Tidak masalah. Tidak masalah jika mereka tidak berlatih dan hanya bermain 'seberapa greget', itu tak akan terlalu berpengaruh di hidupku. Tapi..., setelah mengeluarkan jawaban seperti itu, jangan melirik ke arahku dong. Apalagi 2 orang yang mengucapkannya kalimat tadi adalah..., Kalian tahu lah ya.

"Emang begitu.. Leo itu egois. Pengen menang sendiri, pengen selalu dominan"

Nah, begitu..
Jangan selalu semuanya tentangku. Tapi siapa si Leo ini? Kasihan juga dia harus kena ghibah oleh member.

"Tapi Leo itu cocok sama Virgo kan"

"Di Webtoon sih gitu"

Apa yang mereka bicarakan sebenarnya?

"Sama Libra!!"

"Aku juga Libra lho, Shan.."

Tunggu sebentar..
Jadi Leo itu maksudnya bintangku?
Kenapa sekarang jadi horoskopku yang dibawa-bawa?
Berikutnya apa? Shio?

"Emang caper" kak Yona yang sedang lewat sedikit bergumam. Tapi karena aku bisa menangkap matanya yang melirik ke arahku sebentar, jadi bisa disimpulkan kalau dia sedang menyindirku.

Padahal aku sedang diam saja. Dia yang memulai lho ya ini ya.

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Situ yang kangen, gue yang ke Belanda.."

"Hei..!!!" si nenek lampir yang merasa tersindir langsung menyerbu ke arahku.

Jangan ditanya apa yang aku lakukan setelahnya. Jelas kabur lah. Bahkan dia sempat-sempatnya melemparkan sebuah bola basket yang kebetulan sedang dibawanya. Beruntung reflekku cukup baik untuk menangkap bola itu sebelum salah sasaran. Kemudian kulemparkan bola basket itu ke arah ring basket yang ada. Tujuanku hanya untuk menjauhkannya dari si nenek lampir.

"Shan, kapten kamu tuh.." terakhir aku pun berlindung di belakang Shani.

"K3, ayo latihan lagi!!" dan si nenek lampir pun sok bersikap pemimpin.

Karena keadaan sudah kembali aman, aku pun kembali ke tempat dimana aku tadi duduk.

"Hape lo bunyi tadi" ucap koh Ronal sambil menunjuk tas ku.

Segera kuambil hape yang berada dari dalam tas untuk mengeceknya. Dan ternyata ada satu panggilan masuk dari Rafli. Jadi langsung aku telfon balik dirinya.

"Kenapa, Raf.."

"Keluar lo.. Gue udah di depan"

"Depan mana?"

"Parkiran.. Sebelah mobil lo"

"Hah? Emang lo di--"

TUUUUTT...

Belum selesai aku bicara, telfonnya sudah diputus oleh Rafli. Tidak sopan.

TING!!!
Dan berikutnya dia justru mengirimkan foto melalui chat. Foto berupa penampakan depan gedung dimana aku berada saat ini. Yang artinya dia memang sedang berada di depan, seperti ucapannya tadi.

Langsung ku telfon kembali orang itu..,

"Mau ngapa--"

"FUTSAL G*****!!!"

Oh iya, aku baru inget. Jadi itu sebabnya kenapa aku tadi membawa jersey MU ya. Yang tadi malah kupakai untuk main bulutangkis. Aku hampir lupa kalau hari ini ada janji futsal bersama yang lain.
Cepat-cepat aku pun membereskan barang-barangku.

"Shan, aku pergi dulu ya" tapi aku tak langsung pergi, ku hampiri Shani untuk berpamitan. "Aku ternyata ada janji sama temen-temenku buat futsal"

"Oh ya udah, kamu hati-hati" balas Shani. "Lain kali aku pengen liat kamu main basket deh" apa hubungannya..?

"Kamu latihan yang bener. Nanti pas hari-H jangan malu-maluin, udah aku kasih contoh kan barusan" aku memperingatkan. "Kalo sampe kalah, aku smash kamu nanti"

"Gue juga ikutan dismash nggak, kak?" Aurel yang ada di sebelah Shani menyahut. Tapi tak terlalu kuhiraukan.

Terakhir untuk salam perpisahan, aku menempelkan keningku pada keningnya.

"Mas..? Disini rame.. Ada Aurel juga di sebelah"

Aku tak memperdulikan protesnya, kulanjutkan dengan menempelkan dua jariku ke bibir sejenak untuk nanti ku tempelkan ke bibir Shani.

"Rel, bisa tolong liat ke arah lain dulu enggak?" pinta Shani sambil tersenyum sebelum kemudian mulai menirukan apa yang sedang kulakukan.

Ketika aku masih menempelkan bibirku ke jari, Shani melakukan hal yang sama dan saat aku mengarahkan jariku itu ke arahnya, Shani juga melakukannya. Hingga kemudian dua jari kami saling menempel. Ciuman tak langsung yang lainnya.

Aku tersenyum saja menanggapinya. Shani juga tersenyum, tapi sambil menahan malu karena ada banyak orang disini.

"Eh, apa itu!!? AKU JUGA MAU!! AKU JUGA MAU!!! AKU JUGA MAU!!" Gracia yang ternyata memperhatikan pun merengek meminta hal yang serupa. Atau mungkin lebih.

Sebelum Gracia semakin berisik, cepat-cepat kubungkam mulutnya dengan telapak tangan. Dan itu berhasil. Tapi sepertinya hanya untuk sementara waktu.
Maka langkah selanjutnya adalah, ku dekatkan wajahku lalu..., "Mau dihalangi tangan, atau langsung?" aku bertanya.

Gracia beringsut mundur sambil menundukkan kepalanya menahan malu akibat salah tingkah.

"Waduuuhh!! Kak Adrian sekarang frontal banget!!" apa iya?

"MAS..!!!" mungkin memang iya.

"Maaf..., Shan.. Maaf" aku meminta maaf sambil berlutut dan menyatukan kedua telapak tanganku. Memohon ampun.

Tapi hal itu tak terlalu membuat Shani bergeming. Justru aku ditertawakan oleh beberapa member K3.

"Kamu mau juga? Yang lebih? Nanti ya di rumah" aku mencoba melakukan negosiasi.

Meskipun Shani sempat terkejut, tapi pada detik berikutnya dia kembali memasang ekspresi seperti ingin marah.

"Sekarang kamu tutup mata deh" lanjutku yang kemudian berdiri.

Tapi dianya tak langsung mengikuti omonganku dan tetap memasang ekspresi yang sama di wajahnya.

"Tutup mata dulu" ucapku lagi.

"Mau ngapain emang" akhirnya Shani membalas ucapanku. "Jangan bilang..., masa disini sih"

"Udah, tutup mata dulu" ucapku sekali lagi yang kali ini akhirnya diikuti olehnya. Shani pun menutup mata.

Nah, sekarang selagi dirinya menutup mata, aku pun segera berjalan pelan, sedikit berjinjit menjauh darinya. Tak lupa aku memberi kode pada member K3 yang lain agar diam.

Ya. Dari awal aku memang tidak berniat melakukan apapun pada Shani?
Menciumnya? Tidak. Tidak mungkin aku mencium Shani disini. Itu tidak benar. Tidak mungkin juga ciuman pertama kami untuk konsumsi publik. Dilihat banyak orang. Tidak. Lagipula memang belum saatnya juga.

Aku sudah hampir keluar dari tempat ini. Hanya tinggal membuka pintu saja. Nah, sekarang bagaimana caranya membuka pintu ini tapi tak menimbulkan suara yang mencurigakan.

"Ci Shani ngapain merem-merem??"

"Eh!?"

Oh, sial.

"MAAAASSSSS...!!!"

Langsung saja aku membuka pintu itu dan kabur. Tak perlu mengendap-endap lagi.

Awas kamu, Gee..

~~~​

"Nah ini akhirnya dateng.." sambut Jose melihat kedatanganku bersama Rafli.

"Iya.. Kalo nggak gue jemput, belom tentu bakal dateng kayaknya" sahut Rafli.

"Sorry. Gue emang lupa kalo ada jadwal futsal hari ini" aku pun meminta maaf. Karena memang dari yang kulihat, yang lainnya sudah datang semua.

"Janji kumpul jam berapa, dateng jam berapa" Danial menyindir.

Benar sekali. Hari ini aku bersama teman-temanku akan futsal dan akan melawan Danial lagi. Dia belum puas dengan kekalahannya yang terakhir itu.
Namun kali ini sepertinya dia bersama dengan orang-orang yang berbeda. Ada 2 orang yang baru aku lihat hari ini, 2 orang yang sepertinya akan menggantikan posisi duo kulkas dua pintu yang cukup menyusahkanku sebelumnya.

"Ah, elah.. Belom mulai juga, masih ada 10 menit ini sebelum giliran kita" Jose membelaku.

"Lagian gue sama Adrian telat berapa menit sih? Palingan nggak sampe 5 menit" tambah Rafli.

"2 menit!!" Danial masih bersikeras.

"Kalo 2 menit menurut lo lama, kasihan cewek lo" bukan aku ataupun teman-temanku yang membungkam Danial barusan.

Itu adalah salah satu dari 2 orang yang ku maksud tadi. Tapi siapakah orang ini?

"Oh iya, kenalin. Gue Olivier" dan dia pun tiba-tiba memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya ke arahku.

Giroud kah?

"Lo bisa manggil gue Ollie" tambahnya saat aku menyambut uluran tangannya.

TOP1?
Oh, itu Oli ya.
Namanya juga bercanda, agar suasana cair saja.

"Jadi lo yang namanya Adrian" sekarang dia mengamatiku dari atas ke bawah.

"Udah, nggak usah terlalu akrab sama dia" Danial mengingatkan Olivier.

"Lo yang nggak usah terlalu akrab sama gue" balasan dari Olivier benar-benar tak kusangka. "Gue ada disini cuma buat gantiin L"

Musuhnya Kira?

Berikutnya kedua orang itu berjalan menjauh dariku.

Aku masih bingung. Siapa orang ini.
Hanya ada satu orang yang bisa ku mintai penjelasan.

"Sam" panggilku ke Samuel.

"Dia Olivier, temen kuliahnya L. Hmm.., Leo. Adiknya Danial" teman yang peka. Tanpa perlu ditanya, dia sudah menjelaskan. "Kalo yang itu" Samuel menunjuk salah satu dari dua 'orang asing' yang masih diam saja. "Temen satu SMA gue sama Danial. Bukan temen akrab, cuma satu sekolah aja. Dia anak futsal, tapi kiper.. Kayaknya kita bakal susah bobol gawangnya"

Oh, jadi begitu.
Danial sepertinya sudah sangat bersiap untuk hari ini. Pantas saja dia marah-marah saat aku terlambat datang tadi.

Tunggu sebentar..
Seperti ada yang keliru.

"Kita?" tanyaku mengulang kata-kata Samuel.

"Iya, kita. Hari ini kita satu tim"

Kalau Samuel ada di timku, lalu siapa yang akan menggantikannya di tim Danial. Saat aku menengok untuk memeriksa, aku benar-benar tak percaya dengan apa yang kulihat. Dari semuanya, kenapa harus dia?

"Kapan lagi kan.." ucap Kevin padaku sebelum dia kembali berkumpul bersama dengan kubu Danial.

Sebelumnya aku sudah pernah menjelaskan kalau aku dan Kevin itu tidak pernah. Sekalipun.
Sekalipun tidak pernah kami bertengkar satu sama lain. Dan hari ini untuk pertama kalinya kami akan saling bentrok. Benar-benar bentrok. Tapi aku tahu dia pasti punya maksud dan tujuan tertentu sih.

"Sam, lo jadi kiper ya"

"Oke" dia langsung menyetujuinya. "Tapi gantian kan"

"Enggak" jawabku cepat. "Alasan Lo dikeluarin Danial dari timnya pasti karena sebelumnya lo kebobolan 20 gol. Tapi dia mungkin lupa kalo yang kalian lawan itu tim gue. Jadi kali ini gue pengen buktiin kalo dia salah. Gue pengen lo jadi kiper gue dan nggak akan kebobolan sebanyak itu lagi.. Gue bisa percaya, kan sama lo"

"Sialan lo. Oke, gue bakal jagain gawang kita"

~~~​

15 menit setelah kick off.

"GOAL!!! HATTRICK!!"

Semua anggota tim langsung berlari ke arah Danial yang baru saja mencetak gol ketiganya untuk membuat timnya unggul 3-0.

Ayolah, tak usah panik. Ini aku.
Aku memang sengaja membiarkan dirinya merasa berada di atas awan sebelum nanti akan ku jatuhkan dia dengan keras. Lagipula aku juga memang perlu mengamati terlebih dahulu bagaimana pola permainan mereka.
Tapi teman-teman satu timku sepertinya agak syok melihat bagaimana buruknya permainan awal kami ini.

"Woi!!" panggilku berusaha menyadarkan mereka dan kemudian langsung memberi isyarat agar mereka semua berkumpul di dekatku.

"Jadi gimana? Kita perlu ada yang tukeran. Ganti kiper?" tanya Tedi yang tak kusangka dia yang pertama merespon. "Giliran gua aja yang kiper?"

"Enggak usah. Samuel tetep kiper. Gue udah bilang kan, gue percaya sama lo, Sam.. Terus gue juga bakal tetep jaga Kevin" aku mulai memberi instruksi. "Tedi jaga Olivier, tapi kali ini usahain dia nggak deket-deket sama gue, tapi lo sendiri jangan sampe terlalu jauh dari gue, Ted. Raf, lo jaga Iwan. Pressing terus dia. Buat dia kecapekan, tapi jangan sampe kebalik lo yang jadi kecapekan"

"Berarti gue jaga Danial?" tanya Jose.

"Enggak. Biarin aja" jawab gue. "Gue cuma perlu lo lakuin hal yang lo bisa, lari. Kalo gue bilang lari, lari!!"

"Tapi dia hattrick"

"Perlu gue ulangin nih? Gue jaga Kevin. Tedi jaga Olivier, tapi masih di deket gue" setelah ku ucapkan hal tersebut barulah mereka mengangguk mengerti. "Ikuti aja instruksi gue"

Danial mungkin mencetak hattrick. Tapi itu karena Kevin yang menjadi otak serangannya. Selama tak mendapat umpan yang nyaman, Danial tak akan bisa berkutik.

"Mau sampe kapan kalian diskusi nyari alesan buat kalah?" Danial ini memang harus segera dibungkam congornya.

"Sam, bola.."

Samuel langsung berlari untuk mengambil bola yang langsung dilemparkan ke arahku. Ku tangkap dan ku terima bola itu dan lalu meletakkannya di titik putih tengah.
Tanpa perlu basa-basi lagi, langsung ku tendang bola itu menuju ke arah gawang. Tepatnya ke arah pojok kiri atas gawang. Dan...,

"GOAL!!!"

Aku tak melihat, tapi kurasa Tedi langsung melompat di belakangku dengan kedua pundakku sebagai tumpuannya. Sedangkan Rafli menghampiriku dan memukul pelan lenganku.

"Katanya ikuti instruksi lo" dan Jose menggaruk-garuk kepalanya yang ku yakin tak gatal.

"Jangankan kalian, gue juga kaget" aku pun memberi respon.

Kemudian aku membalik badan menghadap ke arah Samuel dan mengangkat kedua lenganku sebagai tanda meminta penjelasan karena aku bingung.
Aku bingung dengan keadaan ini, kiper yang Samuel bilang tadi akan merepotkan kami untuk mencetak gol, justru kebobolan dari tendangan langsung dari tengah lapangan. Kebobolan dari kick off?

Maksudku, memang di futsal amatir seperti ini menendang langsung ke arah gawang dari kick off itu wajar. Tapi kemungkinannya untuk menjadi sebuah gol itu sangat kecil.

"Nggak usah terlalu seneng sama gol kebetulan" tapi ternyata gol seperti itu belum cukup untuk membungkam Danial. Wajar sih, timnya masih dalam keadaan unggul.

Kick off kali ini dimulai dari tim lawan. Setelah mengoper ke Kevin, Danial langsung mencari posisi untuk menerima umpan balik dari Kevin. Tapi dengan cepat aku langsung menjaga Kevin dan mempersempit ruang geraknya agar si otak serangan ini tak lagi bisa leluasa memberi umpan-umpan ajaibnya.

Kesalahan dari tim Danial adalah, tak memberi bodyguard untuk Kevin. Jika di tim ku, Rafli atau Tedi yang akan ku minta untuk melindungi Kevin dari penjagaan pemain lawan. Kali ini dengan penjagaan dariku, tentunya dia tak akan bisa bebas bergerak. Mencoba pemainan kombinasi dengan Iwan yang sedang dijaga ketat oleh Rafli tentu akan beresiko. Karena baik aku maupun Tedi akan sangat siap memotong umpan yang setengah-setengah.
Jadi aku hanya tinggal menunggu Kevin membuat kesalahan saja, sekecil apapun itu. Meskipun akan sangat sulit mencari kesalahan dari seorang Kevin, aku kenal betul dia. Tapi aku tetap harus menunggu dan memperhatikan.

"VIN..!!! UMPAN" ada yang sudah tidak sabar..

Itu dia.
Kesalahannya tak perlu harus dari Kevin.

"JANGAN KESINI..!!"

Segera saja kurebut bola dari kaki Kevin ketika dirinya teralihkan oleh Danial yang berusaha mendekat untuk meminta umpan. Sebuah kesalahan lainnya dari Danial. Lalu bola itu langsung ku umpan jauh ke depan.

"LARI..!!!"

Kevin sedang kujaga.
Olivier dijaga oleh Tedi.
Iwan ditempel oleh Rafli.

Jose tak menjaga siapapun dan juga tak dijaga oleh siapapun. Danial yang terlalu egois membiarkan satu pemain bebas. Dan itu adalah kesalahan ketiganya.
Lagipula meskipun ada yang menjaganya juga, kurasa di lapangan ini tak ada yang bisa menang adu sprint dengan Jose.

Jose berlari seperti yang ku instruksikan padanya tadi ke titik dimana aku memberi operan, kiper lawan ragu-ragu untuk maju untuk memotong bola. Apalagi Jose berlari dengan kecepatan yang luar biasa, lalu dengan sedikit sentuhan dia menggiring bola. Dan saat sudah menentukan target menembaknya, langsung ditendangnya bola dengan keras sehingga...,

"GOAL!!!"

Sialan, dia menembak tepat ke arah dimana aku mencetak gol tadi. Pojok kiri atas gawang.

"Umpan dari lo emang mudah diterima, Vin.." Jose menatap ke arah Kevin yang mulai kelihatan panik. "Tapi umpan dari Adrian selalu terasa lebih menyenangkan"

Memang. Seperti yang pernah aku jelaskan sebelumnya.
Akurasi umpan dari Kevin memang luar biasa. Umpan yang dia berikan selalu jatuh ke kaki si penerima umpan, membuatnya makin mudah diterima. Sedangkan umpan dariku sedikit berbeda, aku selalu 'memaksa' rekan-rekanku untuk bergerak. Seperti contohnya umpan pada Jose tadi, aku mengirim bola ke titik dimana cukup dekat dengan gawang, tapi tetap akan bisa dijangkau oleh teman satu timku. Apalagi aku tahu bagaimana cara bermain Jose, itu lebih memudahkanku untuk memberi umpan yang tepat. Maka dari itu kiper lawan akan ragu untuk maju dan memotong bola.

"Pandangan lo emang luas, Vin.. Mungkin terlalu luas. Tapi jangan jadi serakah" aku memberi nasihat tambahan untuk Kevin.

Dan sekarang bukan hanya Kevin, tapi satu tim mereka juga sudah mulai kelihatan panik. Terutama Danial.
Belum. Jangan dulu.
Jangan panik dulu. Kami belum benar-benar menunjukkan semuanya.

Kick off sekali lagi dari tim lawan. Sama seperti tadi, setelah mengoper ke Kevin, Danial langsung mencari posisi. Dan aku pun juga langsung menjaga Kevin lagi.
Setelah melihat aku menjaga Kevin, Danial bereaksi mendekat. Kesalahan yang sama, tapi terjadi lebih cepat.

"Lo bisa diem, nggak sih!!" teriak Kevin pada Danial.

Sayangnya Kevin lebih cepat bereaksi dengan menghentikan Danial untuk mendekat. Kemudian dia mencoba untuk mengumpan pada Olivier. Tapi Tedi cepat tanggap untuk memotong umpan tersebut, langsung diberikannya bola kepada Jose yang ada di depan. Aku pun juga segera ikut berlari. Selain untuk memberi opsi tambahan pada Jose, itu juga untuk memusingkan pertahanan lawan.

Namun Jose lebih memilih untuk terus menggiring bola yang diterimanya. Setelah di jarak yang cukup ideal, Jose menendang bola dengan keras yang sama sekali lagi.
Sayangnya kali ini kiper lawan berhasil menepisnya dan hanya menghasilkan corner kick untuk kami.

"AAAAKKHH..!!!!!!" Jose berteriak frustasi setelah gagal memanfaatkan peluang yang didapatnya.

"MAKSUD LO APA NERIAKIN GUE KAYAK TADI!!?" Danial menarik kaos Kevin.

"Gue cuma minta lo buat nggak ikut campur" aku yang tadinya ingin melerai mereka langsung mengurungkan niat setelah melihat bagaimana Kevin mengatasinya.

"Hah??"

"Jangan ikut campur di pertarungan yang bukan level lo" Olivier yang menengahi mereka langsung menjelaskan maksud dari kata-kata Kevin. "Kita kebobolan sebelumnya gara-gara..,"

"Kevin"

"Kita kebobolan sebelumnya gara-gara Kevin keganggu pas lo coba mendekat" lanjut Olivier.

Mereka belum kenalan?

"Udah belom nih?" tanyaku yang sudah memegang bola bersiap melakukan corner kick.

Sebelum melakukan corner kick, aku meminta ijin pada para mas-mas yang duduk di dekat sudut lapangan kami. Sepertinya mereka dari lapangan sebelah, sedang menunggu giliran bermain.

Oke, ini corner kick yang cukup sulit. Di sebelah kiri gawang.
Jika aku menendang dengan kaki kanan, kemungkinan bolanya akan keluar. Tapi masalahnya, aku kan bukan kidal.
Baiklah, kita coba saja..

Aku bersiap-siap untuk melakukan corner kick. Ku beri isyarat pada teman-temanku untuk bergerak ke arah tiang dekat. Setelahnya barulah aku menendang bola, dengan kaki kiri.

Tinggi. Terlalu tinggi untuk dijangkau baik kawan maupun lawan.
Tapi setelahnya bola itu berbelok dengan putaran vertikal. Dan...,

"GOAL!!!"

Setelah sebelumnya mencetak gol dari kick off. Sekarang aku mencetak gol dari corner kick.

"Tendangan langsung? Lo gila ya..?" Jose tak percaya dengan apa yang baru dilihatnya.

"Gue juga nggak percaya, tapi ini Adrian lho" sahut Rafli.

"Udah cukup lu pamernya, berikutnya gua ya" tambah Tedi.

Nah sekarang..
Kalian paniklah. Paniklah karena dalam waktu kurang dari 10 menit kami sudah berhasil menyamakan kedudukan.

Kick off ketiga oleh tim lawan. Tak diduga-duga, Danial melakukan tendangan langsung. Dasar peniru. Tapi hasilnya berbeda, itu berhasil ditepis oleh Samuel dan membentur mistar gawang yang akhirnya hanya menghasilkan corner kick saja.

"Kenapa lo tendang langsung? Itu bukan jarak ideal lo" aku mendengar Olivier yang mencela Danial.

Tapi apa itu tadi?
Jarak ideal? Apa Danial memiliki semacam tendangan jarak jauh?
Seperti Tsubasa?
Kalau benar, berarti harus diwaspadai.. Berapa jarak idealnya?

Tapi itu aku pikirkan nanti saja, sekarang fokus agar jangan sampai kebobolan dulu.
Dan seperti yang sudah dapat diduga, Kevin yang akan melakukan corner kick.

Aku dan teman-temanku mencari posisi dan menjaga para pemain lawan. Tapi karena aku tak kebagian lawan untuk dijaga, maka aku mengambil posisi di tiang jauh, berjaga-jaga jika Kevin melakukan tendangan langsung sepertiku tadi.
Namun tiba-tiba Rafli memegang kedua pundakku dan mendorongku agar berpindah tempat.

"Lo fokus buat serangan balik aja" ucap Rafli yang sekarang berada di posisiku sebelumnya.

"Lo bilang lo percaya sama gue kan" sahut Samuel.

Tanpa banyak membantah, aku langsung mengambil posisi, bersiap berlari untuk serangan balik.
Jadi begitu bola ditendang oleh Kevin, aku langsung berlari saja, tapi masih menengok ke belakang dan saat melihat Samuel berhasil memotong bola, aku pun menambah kecepatan lari tanpa melihat ke belakang lagi.

Lalu saat aku mencapai tengah lapangan, aku sudah bisa melihat bola yang melambung ke arah depan..
Namun sepertinya kecepatan lariku masih kurang, terutama saat melihat kiper lawan juga mulai bergerak maju. Aku tidak bisa melakukan tendangan langsung karena jaraknya yang masih terlalu jauh, tapi jika aku mencoba mengontrol bola terlebih dahulu, aku pun tidak begitu yakin apa kakiku akan bisa menjangkaunya.
Berarti pilihanku satu-satunya adalah..., melompat!!
Dan langsung menyundul bola.

"GOAL!!!"

Aku cukup beruntung kalau itu berbuah gol. Karena aku sudah sampai terjatuh saat melompat tadi.

"Woah..!!!"

Firasatku tidak enak ini. Segera saja aku berguling..,

Bruk..
BRUK...

Untungnya masih sempat sebelum Tedi dan Rafli melompat dan berniat menindihku.

"Apa itu? Lo pengen jadi Van Persie?" komentar Jose saat membantuku berdiri.

Benar juga.. Kalau dilihat lagi, golku barusan mirip dengan gol Van Persie pada saat piala dunia. Kalian tahu kan, bisa membayangkannya kan..

"Harusnya kan giliran gua bersinar. Tapi gapapa, tadi itu gol keren" sahut Tedi. "Nah, karena lu udah hattrick, berikutnya giliran gua ya"

Dalam waktu yang terbilang cukup singkat, kami sudah berhasil membalikkan keadaan. Ku yakin saat ini Danial sedang kesal.

"Itu baru hattrick, bukan cuma tap-in" aku menyindir Danial agar dia semakin kesal dan permainannnya akan semakin kacau. "Kaki kanan, kaki kiri, sama kepala.. Gue bisa nyetak gol dengan cara apapun"

Kick off keempat berturut oleh tim lawan. Kali ini Danial memilih untuk memberikan bola kepada Olivier. Dan dengan cepat ia menggiring bola melewati Tedi.

"Umpan!!" Danial meminta untuk diberi umpan yang langsung dipenuhi oleh Olivier.

"Ayo!! Coba buktiin lo nggak cuma bisa tap-in" entah itu kata penyemangat atau kata provokasi.

Setelah menggiring ke depan sedikit, Danial langsung mengambil ancang-ancang untuk menendang bola.

Apa segitu?
Itukah jarak ideal tendangan Danial?

Aku tak bisa menentukan karena Samuel bisa menangkap tendangan itu. Dengan terbang.
Oke, akan kupuji dia nanti. Sekarang waktunya untuk serangan balik.

Bola dilemparkan oleh Samuel ke arah Rafli. Bertugas sebagai pemantul, Rafli langsung mengumpan kepada Jose yang lalu menggiring dengan kecepatan supernya lagi.

"JANGAN BIARIN DIA..!!! BUAT PELANGGARAN KALO PERLU!!" Danial berteriak.

Coba saja.. Itu pun kalau kalian bisa mengejar Jose kan.
Dan jika memang ada yang melakukan pelanggaran pada teman-temanku, akan langsung kuhajar orang itu. Main futsal seperti ini saja, kenapa harus ada pelanggarannya sih?

Dengan Jose yang menyisir di sepanjang sisi lapangan, aku dan teman-temanku yang lain pun juga merespon dengan ikut berlari, siapa tahu kali ini Jose akan mengumpan. Dan benar saja, Jose mengumpan ke arahku. Tapi hal itu dapat dibaca oleh Kevin yang merespon dengan mendekat ke arahku, opsiku semakin berkurang saat Olivier ikut mengepungku. Maka opsiku satu-satunya adalah.., meloloskan bola umpan dari Jose. Sehingga bola itu mengarah pada Tedi yang tak terkawal. Dia pun melakukan tendangan langsung hingga...,

"GOAL!!!"

Dia yang mencetak gol, dia juga yang berteriak sendiri..

"Inilah waktu bagi gua untuk bersinar, Tedi the starboy"

~~~​

Aku tak bisa menjelaskan sampai akhir bagaimana pertandingannya berjalan. Karena Tedi sudah mulai menyombongkan diri, aku jadi muak dan ternyata cukup sulit juga menceritakan bagaimana permainan bola berjalan melalui tulisan. Tapi yang jelas, hasil akhirnya adalah tim-ku menang dengan skor 6-12.

Meskipun kami kebobolan tak sebanyak sebelumnya, tapi kami juga tak mencetak gol sebanyak sebelumnya. Karena tak ada Kevin yang di tim yang memberikan umpan enak, dan teman-temanku juga kehabisan tenaga di menit-menit akhir, jadi banyak membuang peluang.

"Sekarang gue udah paham" ucap Kevin yang menghampiriku sambil memberikan minum kemudian duduk di sampingku. "Selanjutnya gue pasti bisa ngasih umpan yang lebih tepat"

"Gila!! Jadi alasan lo 'membelot' tadi itu buat ngembangin permainan lo sendiri??" Jose yang baru selesai mandi ikut bicara.

"Buat bantu Adrian kedepannya" Kevin meralat. Lalu melemparkan botol minum ke arah Jose.

"Bisa nggak, kalian nggak usah 'pura-pura berantem' lagi?" Jose kini juga duduk di sebelahku.

"Selanjutnya giliran lo" ucap Kevin yang ditujukan pada Jose. "Pertandingan belom selesai udah ngos-ngosan. Banyak buang-buang peluang"

"Iya.. Iya.. Berikutnya gue bakal bisa lari terus sampe 2 jam. Puas lo"

"Hahaha" aku tertawa saja melihat perdebatan antara dua sahabatku ini.

"Tapi Adrian udah bisa ngatasi semua strategi kita.." Kevin termenung. "Udah disiapin semuanya dari awal. Termasuk nyuruh Samuel terus jadi kiper buat nyimpen tenaga, biar bisa tuker posisi sama Rafli buat jagain Iwan"

"Belajar dari pengalaman dia" sahut Jose.

Tapi aku memang masih penasaran dengan Iwan yang memiliki stamina seperti itu.

"Ngomong-ngomong tatto lo nambah lagi ya?" aku baru sadar saat melihat tubuh Jose yang belum memakai kaos lagi.

"Iya, gue rencananya tatto Nanatsu no Taizai semuanya di badan gue, sesuai letaknya kayak Meliodas dkk. Tapi tattonya Escanor kayaknya bakalan sakit sih, gede banget di punggung" Jose menjelaskan. "Lagian kenapa sih? Lo kan juga pernah tattoan"

"Temporer doang.." balasku.

Ya, memang pernah. Aku pernah memiliki tatto. Tapi bukan permanen pastinya.
Temporer, tapi bukan dari hadiah sosis. Bukan juga karena study tour di Bali.
Melainkan hasil dari lotre mainan SD. Tapi aku belinya waktu aku SMA. Iseng saja saat bermain di rumah..., Rafli kalau tidak salah. Di dekat rumahnya ada warung yang menjual. 2000an gambarnya keren-keren. Hahaha..

"Tapi lo nggak takut sama calon mertua lo kalo punya tatto banyak-banyak?" tanyaku lagi.

"Gue belum pernah ketemu sih.. Orangnya sibuk" jawab Jose.

"Orangnya sibuk atau emang lo yang sengaja dateng pas orangnya nggak ada di rumah?" tanyaku sekali lagi. "Gimana reaksinya coba kalo tahu anaknya dipacarin sama meja sekolah"

"Hahaha... Sialan" Jose malah tertawa. "Tapi gimana ya, setelah Nanatsu no Taizai, gue ada rencana tatto 10 perintah tuhan. Tapi bingung juga mau dimana"

"Buku jari. Kan pas tuh 10"

"Gimana sih? Tadi nentang, sekarang dukung.." Kevin heran.

"Permainan yang bagus, sederhana tapi efektif" tiba-tiba Olivier berbicara dengan berdiri di depan kami.

Ya, terimakasih untuk pujiannnya. Memang cukup MU saja yang berani jelek. Aku tidak.

Olivier ini ternyata bisa jadi cukup merepotkan juga lho. Kalau dirinya memilih untuk terus membawa bola, akan sulit untuk dihentikan. Terbukti dengan dia tadi sempat mengacak-acak pertahanan kami dan berhasil mencetak satu gol.
Tapi tetap saja, yang paling merepotkan jelas Kevin. Dia berhasil mencetak dua gol bahkan hampir mencetak hattrick juga jika Jose tidak segera memberinya sedikit gangguan.

"Tapi buat selanjutnya gue nggak mau lawan lo lagi.." ucap Olivier lagi. "Gue nggak yakin bisa ngelakuin sesuatu di pertemuan kita selanjutnya. Alfred sama Iwan udah balik, gue balik juga"

Kemudian dia berpamitan dan pergi.
Tapi apa maksud ucapannya tadi?

"Alfred itu siapa?" gumam gue. "Asistennya Bruce?"

"Yang jadi kiper" Kevin menjawab. "Dia tadi emang langsung pulang duluan ada urusan katanya"

"Ngapain? Service Batmobile?"

"Ini ngomong-ngomong yang lain pada kemana?" tanya Jose.

Kevin langsung menunjuk lapangan sebelah dimana banyak orang bergerombol disana. Karena penasaran aku pun akhirnya kesana juga yang diikuti oleh Kevin dan Jose.

"Ngapain kalian?" tanyaku pada Rafli, Samuel dan Tedi yang berkumpul dengan mas-mas lapangan sebelah. Bahkan ada Danial juga ternyata.

"Ini, ada anak Indie. Katanya bisa ngeliat roh penjaga kita" Tedi yang menjawab.

"Anak Indie, emang dia nyanyi lagu senja? Yang bener itu Indihome!!" Rafli makin kacau.

"Tapi dia nggak lagi di rumah" bukan itu poinnya.

"Berarti Indigo. Kan lagi nggak di rumah. Lagi pergi" kesimpulan macam apa dari Jose.

"Nah, iya.. Indigo. Punya gua katanya macan kumbang. Masa punya Rafli kakek-kakek.."

"Itu leluhur gue, blok!!"

"Ya macan kumbang.. Cocok lah. Black Panther"

"Gue Samurai" lalu tiba-tiba Danial menyahut.

Siapa yang mengajak dia bicara?
Tapi aku penasaran juga sih.

"Ryuma?"

"Kenshin?"

"Roh Samurai ya Amidamaru lah?"

Memang punya keturunan Jepang sepertinya..

"Diem.. Ini sekarang lagi giliran gue" Samuel menunggu penerawangannya.

"Sepertinya Samurai juga" ucap salah satu mas-mas lapangan sebelah yang mengaku anak Indigo itu.

"Bukannya Ninja? Kan Sasuke" Rafli menyindir.

"Ya, kelihatannya mirip-mirip dengan Sasuke sih" balas mas-mas Indigo.

"Hahaha"

"Wah, mas yang corner kick nya keren tadi" salah satu teman mas Indigo itu menunjuk ke arahku. "Mau diliatin juga, mas? Liatin, Bay.. Liatin, Bay.. kali aja Pele roh penjaganya"

Tidak begitu dong konsepnya. Lagipula aku juga tidak terlalu percaya apakah memang orang ini benar-benar Indigo atau bukan. Ikuti saja, lakukan semau mereka..

"Ada keturunan Belanda ya, mas?" satu pertanyaan dari dari mas-mas Indigo sontak membuatku tercengang dan kemudian mengangguk pelan.

Bagaimana dia bisa tahu?
Oke, aku akan langsung percaya dia benar-benar Indigo.

"Pantesan daritadi saya bingung, kok ada anak kecil main sepeda di parkiran. Mukanya bule gitu" jelasnya.

"Ya, kemaren baru aja saya beliin BMX" aku tanggapi dengan candaan saja.

"Hahaha... Bocah. Gue dong Samurai" tidak usah dipedulikan orang ini.

"Eh, bentar.. Ada dua, mas" ucapnya lagi. "Satu lagi cewek, bawa bone..., Masnya yang itu!!" tiba-tiba saja dia beralih ke Kevin. Padahal aku belum selesai tadi. "Ada keturunan kerajaan ya?"

"Saya bukan ningrat" jawab Kevin singkat.

"Tuh, udah gue bilang. Lo itu ada keturunan Ratu Inggris" sahut Jose asal. "Kalo saya gimana, mas? Shio saya kerbau sih"

Bukan begitu dong cara kerjanya..

"Shio lo kerbau? Kenal sama Yusuf enggak? Dia shionya kerbau juga" pertanyaan macam apa dari Rafli.

"Eeehhh..," tapi ini kenapa wajahnya si mas Indigo tiba-tiba berubah pucat. "Saya baru inget ada urusan. Saya pergi duluan" lah, kabur.

Sekarang hanya tinggal kami bertujuh saja.
Enam. Danial jangan dihitung, bukan golongan kami.
Tapi tak lama datang segerombolan mas-mas lain. Sepertinya yang akan menyewa lapangan setelah kami.

"Ngebakso yuk.. Enak kayaknya habis ngalahin KAIDO makan bakso" Tedi menyarankan.

"Kaido?"

"Kevin, Alfred, Iwan, Danial, Olivier" dih, bisa begitu.

"Boleh, deh.. Antek-antek KAIDO mau ikutan juga?" Samuel bertanya pada Kevin dan Danial.

"Mau ngebakso dimana, mas?" mas-mas Indigo itu balik lagi. Tasnya ketinggalan.

"Ikut aja, mas. Sekalian liatin saya" sahut Jose yang masih penasaran karena dia belum diterawang. "Deket kok, di pertigaan depan"

"Kalo saya boleh ngasih saran.. Jangan disana, mas. Rame" balas si mas Indigo.

Aku semakin yakin kalau orang ini benar-benar Indigo.

"Ya karena enak, makanya rame" Tedi masih tidak paham.

"Bukan itu" aku memotong. "Apa'an, mas? Ada berapa?"

Sebelum menjawab, mas Indigo itu menengok kiri-kanan terlebih dahulu padahal bukan mau menyebrang jalan.

"Permen. Tiga"

"Permen?" Tedi masih belum paham juga.

"Lompat-lompat" Rafli mencoba sedikit memberi petunjuk.

"Pocong!!" Jose keliatan kesal pada Tedi yang susah paham.

"Si ****** malah diteriakin" sahut Samuel yang langsung menggeplak bahu Jose dan kemudian geleng-geleng.

Sebenarnya tak perlu heran ataupun kaget jika ada yang seperti itu. Lagipula tempat bakso itu memang 'mencurigakan', karena tempatnya itu kotor. Jorok lah. Tapi banyak orang yang betah untuk makan disana.
Hal-hal seperti ini, memang sudah banyak dan sudah sering kan.. Bahkan aku dan teman-temanku sendiri memang pernah mengalaminya, dan aku masih mengingat betul. Bahkan sempat membuatku trauma.

Jadi dulu sewaktu SMA, aku dan teman-temanku pernah berlibur di luar kota. Ada Kevin dan Jose juga saat itu. Aku tidak akan menyebutkan kota apa, takutnya nanti gimana-gimana ya.
Pokoknya saat di luar kota itu, kami itu ingin cari makan. Tapi kami pusing mau makan apa karena di sepanjang jalan, adanya bakso, bakso, dan bakso. *aduh*

Oke, singkat cerita kami akhirnya menemukan restoran rawon. Keadaan yang cukup ramai disana mengindikasikan kalau sepertinya rawonnya terasa lezat. Akhirnya kami pesan lah, dan saat menunggu pesanan, aku tiba-tiba ingin pergi ke toilet. Ingin kencing.
Setelah ditunjukkan dimana letak toilet oleh salah satu pegawainya, aku bergegas kesana. Untuk proses bagaimana aku kencing, itu tak perlu aku ceritakan juga kan.
Nah, selesai aku kencing, tentunya aku langsung kembali. Dalam perjalanan dari toilet, aku melewati sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat. Entah bisikan dari mana, tapi aku tiba-tiba saja ingin mengintip ke dalam ruangan itu. Atau jangan-jangan karena aroma yang keluar dari ruangan itu ya. Aku juga tidak begitu ingat.

Saat aku mengintip ke dalam ruangan, aku benar-benar tak percaya dengan apa yang kulihat. Ada seorang nenek-nenek berbadan bungkuk memakai kebaya sedang mengaduk sesuatu di dalam panci besar berisi rawon yang ada di hadapannya. Hal yang janggal adalah, nenek itu mengaduk memakai..., kakinya sendiri.
Jadi kakinya dia masukkan ke dalam panci besar dan diputar-putar seperti gerakan mengaduk.

Aku yang terkejut pun otomatis jadi terdiam mematung. Sampai kemudian nenek itu mengangkat kakinya dari panci, dan saat kulihat lebih jelas lagi, kakinya itu penuh dengan borok. Kalian tahu apa itu borok kan.. Luka besar yang terbuka.
Tentu aku merasa mual melihat hal tersebut, dan tiba-tiba saja si nenek malah menengok ke arahku. Entah apa dia memang sempat melihatku atau tidak, tapi aku sudah segera pergi dari tempat itu.

Sekembalinya aku di meja, teman-temanku langsung bertanya kenapa wajahku pucat. Aku tidak mungkin langsung menceritakan apa yang baru saja kulihat saat itu juga, jadi aku beralasan kalau aku sedang tidak enak badan.
Tak lama kemudian pesanan kami tiba, dan teman-temanku langsung makan dengan lahapnya dan bilang kalau rasanya itu memang enak, pantas kalau ramai.
Kalau saja mereka tahu alasannya kenapa rasanya bisa seenak itu.. Tapi aku tak mungkin juga mencegah teman-temanku, aku tidak dapat memikirkan alasan 'masuk akal' yang tepat untuk itu.

Aku? Jelas saja aku tidak makan lah. Jijik woi..!!!
Selain aku, Kevin juga tidak makan. Sepertinya dia paham hanya dari melihat tingkahku tanpa perlu kujelaskan lebih banyak.
Dan..., sampai saat ini aku tak pernah menceritakan apa yang kulihat disana. Apa yang terjadi di luar kota, biarkanlah tetap di luar kota.
Intinya apa yang kulihat saat itu, dapat dipastikan bukanlah manusia.

"Ya udah, balik aja berarti.." ucapku. Memang sepertinya aku harus segera kembali, karena seingatku seharusnya Shani dan Gracia sudah selesai latihan dan harus gantian dengan tim lain. "Raf, anterin gue lagi"

"Sorry, Yan.. Nggak bisa. Ada panggilan tugas dari ibu negara" balas Rafli yang langsung menunjukkan layar hapenya yang berisi chat dari Sarah, pacarnya.

"Lah, gimana? Lo yang ngebawa gue kesini. Mobil gue masih di.., tega lo" dasar tidak bertanggung jawab. "Jose..?"

"Dinda baru saja selesai salon" singkat, padat dan jelas. "Dan salonnya berlawanan arah sama tempat lo"

"Gue harus jemput adek gue dari tempat lesnya" bahkan Kevin sudah menolak sebelum aku meminta.

"Jauh.. Males gua" aku juga tidak berniat meminta bantuan Tedi. Karena dia sedang tidak membawa kendaraan sendiri.

Dan yang jelas, tidak mungkin aku meminta bantuan Samuel. Karena dia berangkat bersama Danial.
Sepertinya dengan amat sangat terpaksa, aku harus berurusan lagi dengan Bastian Oscar Yunior.

"Vin, lo nggak bisa mampir ke GOR Pertamina dulu apa?" gue mencoba memohon.

"Habis jemput Chelsea, gue mau jemput nyokap arisan" balas Kevin.

"Salam buat mamah Dina ya" sahut Jose yang kemudian langsung berlari menghindari amukan Kevin.

"Mau ke GOR Pertamina, mas? Bareng saya aja. Kebetulan searah, saya juga mau ke si.. ke deket situ" salah satu teman dari mas-mas Indigo menawarkan tumpangan.

Panjang panjang orang bike.

"Bentar, mas.. Saya ambil barang-barang saya dulu"

Bergegas aku mengambil barang-barangku. Beruntung masih ada dan masih komplit meskipun sudah ada gerombolan mas-mas lain yang menempati lapangan kami tadi.

"Ayo, Dick!! Maen sana" aku juga sempat mendengar obrolan dari mas-mas itu.

"Tarik..."

Lah, cowok kok lenjeh? Kenapa main futsal woi.

"Balik duluan ya" merasa bersyukur dengan barang yang masih lengkap, aku pun menyalami mereka yang berada di pinggir lapangan. Sekaligus juga berpamitan.

Tak kusangka mereka menerima jabat tangan dariku, meskipun dengan wajah bingung. Begitu selesai aku langsung menghampiri mas-mas pemberi tumpangan tadi.

"Itu tadi siapa?"

"Nggak tahu"

Tak kuhiraukan celetuk orang-orang kebingungan itu. Tapi aku heran, saat akan menghampiri mas-mas pemberi tumpangan tadi, terlihat dia sempat dibisiki sesuatu oleh temannya yang adalah si mas-mas Indigo. Bukannya tadi dia bilang ada urusan dan buru-buru.

Setelah mendengar bisikannya, si mas-mas pemberi tumpangan memasang wajah kaget.

"Nanti aja tapi" ucap si mas Indigo yang langsung berjalan menjauh begitu melihatku.

"Kenapa, mas?" tanyaku begitu sudah di dekatnya.

"Enggak, gapapa.. Mas. Ayok, langsung aja"

Ketika sampai di parkiran, ternyata si mas ini membawa motor. Tidak masalah sebenarnya, yang jadi masalah adalah...,

"Dipake mas helmnya" dia menyodorkan helm padaku. Ini masalahnya. Helmnya ini berwarna pink.

"Punya cewek saya, mas.." jelasnya.

Kenapa dia malah pamer kalau sudah punya pacar? Mau diadu? Boleh.
Aku yakin tidak akan kalah meskipun jika hanya membawa Gracia. *eh

Tapi tidak mungkin juga aku melakukannya, kalau ternyata mas-mas ini wota bagaimana? Bisa tersebar skandal dong.

"Harap maklum, emang anaknya suka banget warna pink. Semuanya pink dia" si mas-mas menjelaskan lagi.

Semuanya? Termasuk.. oke, lupakan. Jangan usik pacar orang.

Pada akhirnya kupakai juga helm itu. Dan sekilas kulihat di spion.., lucu juga ya.

"Emang suka futsal, mas?" obrolan basa-basi di motor.

"Ya, lumayan.. Olahraga dikit biar ada pergerakan" balasku seadanya.

"Kalo saya sebenernya nggak terlalu suka olahraga sih, itu tadi saya dipaksa aja buat ikut" aku tidak bertanya lho. Sumpah.

~~~​

Singkat cerita kami pun sampai di tempat tujuanku. Aku bergegas turun dari motor dan melepas helm.

"BTW tadi masnya keren pas kita ngejar jambret itu. Ditendang kayak gitu"

"Situ yang lebih keren soalnya bawa motornya tetep bisa seimbang" ini helm susah juga dibukanya.

Padahal sudah sengaja aku skip bagian itu. Tapi dia malah bercerita.
Oke, sembari menunggu aku selesai mbuka helm, aku akan bercerita sedikit. Sedikit saja.
Ya, tadi di perjalanan memang kami sempat mengejar jambret. Ada seorang ibu-ibu naik ojol yang tasnya dijambret oleh seorang pengendara motor. Aku sih yang meminta untuk mengejar..
Lalu begitu posisi motornya sejajar, langsung aku tendang motor si penjambret hingga oleng dan jatuh.
Namun karena malas jika semisal harus mampir ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, maka setelah menunggu si ibu-ibu menyusul dengan ojolnya, kami berdua langsung pergi lagi.

Sudah, segitu saja ceritanya. Helmnya juga sudah lepas kok.

"Oh iya, mas.. Temen saya titip pesen, yang anak Indigo itu" tiba-tiba dia terdengar serius. "Pertama dia mau minta maaf.. Karena roh penjaga situ yang satunya, yang cewek. Memang kelihatannya nggak terlalu suka dideskripsiin"

Aku tidak terlalu peduli sih tentang itu.

"Terus temen saya kan juga bisa liat aura juga" lanjutnya. "Nah, temen mas yang tadi belom diliat roh penjaganya, sebenernya dia ngeliat aura temen mas itu warna item"

"Artinya apa, mas?" tanyaku kemudian yang penasaran.

"Emm..., gimana ya.. Ada beberapa kemungkinan sih. Yang paling buruk itu, kematian"

"HAH??!!"

"Tenang dulu, mas.." dia berusaha menenangkanku. "Masih belom pasti. Itu cuma kemungkinan terburuk, bisa aja cuma kecelakaan, tapi nggak sampe merenggut nyawa"

"Cuma?"

"Ya pokoknya ada kemungkinan temen masnya bakal kena musibah" jelasnya. "Saran saya sih, masnya coba menghindar biar nggak kena musibah juga. Atau..., melakukan hal mustahil dengan mencegah musibah itu terjadi"

Jangan bercanda dong. Bagaimana caranya aku bisa mencegah sesuatu yang bahkan tidak pasti dan tidak tahu kapan dan dimana hal itu akan terjadi.

"Ngomong-ngomong ada perlu apa sih mas disini?" tanyanya tiba-tiba seolah mengalihkan pembicaraan.

Tapi kenapa pertanyaannya seperti itu?
Apa jangan-jangan dia curiga? Apa jangan-jangan dia benar-benar wota?

"Di dekat sini. Bukan disini" aku mencoba menghindar. "Oh iya, ini helmnya" aku pun menyerahkan helm pink lucu itu. Ingin tanya beli dimana, tapi gengsi. Yang jelas aku harus segera menghindari mas-mas yang kemungkinan wota ini. "Sekali lagi makasih ya, mas.."

"Lho, kok udah tau nama saya? Emang kita udah kenalan?"

"Maksudnya?" aku bingung.

"Kak Ads!!"

Tiba-tiba terdengar sebuah suara memanggil. Otomatis aku menengok dan memberi isyarat agar jangan mendekat dulu. Karena seperti yang aku bilang tadi, siapa tahu mas-mas ini ternyata wota.
Aku berbalik ke arah mas-mas itu bermaksud menyerahkan helm. Tapi dia sekarang malah sudah sibuk berbicara dengan seseorang melalui panggilan telfon.

"Iya, mbul.. Aku udah di depan kok"

Bersambung.jpg


-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd