Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Follow Your Dreams

-Part 2-




Neta


Gladis


Vani


Pov Novan


Sampai di kos aku langsung mandi dan mengganti bajuku. Begitu penampilanku sudah rapi, aku segera mengendarai motorku menuju mall terdekan dari kosanku. Aku tahu letak mall ini karena aku beberapa kali melewatinya saat perjalanan menuju tempat kerjaku.

Aku bukan orang kuper yang gak tau soal mall. Di kota asalku ada beberapa mall tapi memang gak ada yang sebesar di kota ini.

Begitu sampai mall, aku segera memarkirkan motor dan berjalan memasuki mall. Saat di dalam mall aku melihat sekelilingku mencari tempat yang ingin aku kunjungi. Tapi karena luasnya mall ini aku jadi bingung sendiri mencari tempat itu.

"Butuh bantuan?...." kehadiran seorang wanita yang tiba-tiba muncul cukup mengagetkanku.

"Kak Vani...." kataku.

"Bukan, gue setan...."

"Setan kok cantik...." gumam gue lirih.

"Apa yang cantik?...." kak Vani bertanya sambil melirik gue.

"Hehehe, bukan apa-apa kak. Cuma tempat ini kelihatan begitu cantik...."

"Oh tempat ini, gue kira apa gitu yang cantik...."

Mendengar apa yang di katakan kak Vani, aku hanya bisa menanggapinya dengan senyum masam.

"Lo belum jawab yang tadi gue tanyain...."

"Pertanyaan yang mana kak?...."

"Gue tadi masuk mall tepat di belakang lo, jadi gue tahu dari tadi lo tuh kelihatan banget sedang kebingungan...." kata kak Vani. "Ok gue ulangin lagi pertanyaan yang tadi. Lo butuh bantuan?...."

"Soal bantuan, aku memang butuh kak, tapi aku gak mau ngrepotin kak Vani...." jawabku.

"Apanya yang ngrepotin?.... Lo lihatkan gue udah di sini, tepat di dekat lo. Kalo lo memang butuh bantuan, ya lo tinggal bilang. Selagi gue mampu bantu, pasti gue bantu...."

Mendengar yang di katakan kak Vani membuatku merasa gak enak sendiri.

"Itu kak, sebenarnya aku lagi nyari baju yang pas untuk kerja besok, tapi aku gak tau dimana tempat yang menjual baju itu...." kataku berterus terang.

"Itu masalah sepele, dengan senang hati gue pasti bantu. Tapi sekarang lo lebih dulu temanin gue makan, setelah makan baru kita ke tempat yang sedang lo cari...." ungkap kak Vani.

Karena aku juga sedang lapar, tanpa menunggu lama aku mengiyakan ajakan kak Vani.

Kak Vani mengajakku mendatangi salah satu tempat makan yang menyajikan menu western. Karena tidak terlaku paham tentang menu makanan, aku cuma ngikutin apa yang di pesan kak Vani.

"Kak, aku ke toilet sebentar!...." kataku.

"Mau ngapain ke toilet, ehm butuh gue temanin gak?...."

Aku hanya mengerutkan keningku mendengar apa yang di katakan kak Vani. Melihat ekspresi ku, kak Vani terlihat menahan tawanya sendiri.

Meninggalkan kak Vani yang sedang duduk menunggu pesanan makanan, aku segera berjalan menuju toilet. Sebenarnya dari tadi aku sudah menahan ingin buang air kecil, karena itu sekarang aku buru-buru ke toilet.

Sampai di toilet aku segera menunaikan hajatku, rasanya benar-benar lega. Selesai buang air kecil, aku kembali ke tempat kak Vani. Tapi dari kejauhan aku melihat kak Vani gak lagi sendirian, dia sekarang bersama seseorang.

Seorang wanita yang aku kenal duduk bersebelahan dengan kak Vani, dan dari sorot matanya aku sadar dia sedang melihat ke arahku.

"Gladis, kenapa dia bisa di tempat ini?...."

°°

°°

Pov Gladis


"Lo kenal sama Novan?...." tanya gue ke kak Vani.

"Kan gue tadi udah bilang, dia tuh mantan pacarnya adik gue. Jadi jelas gue kenal sama Novan...." jawab kak Vani bersamaan dengan kedatangan Novan.

Novan gak langsung duduk, tapi dia masih berdiri. Kelihatan dari ekspresi wajahnya kalau dia sungkan duduk diantara gue dan kak Vani.

"Duduk saja Van, ini bukan kantor jadi bersikap sewajarnya saja...." pinta kak Vani yang begitu saja di turutin Novan.

Pandangan gue gak mau beralih dari Novan. Entah kenapa dia tuh seperti magnet yang terus menerus menarik gue untuk selalu melihatnya.

"Ehm, gak segitunya juga kali lo ngelihatnya...." kata-kata kak Vani seketika membuat gue sadar.

Menyadari tingkah aneh gue barusan, gue merasa malu sendiri. Untuk mengalihkan rasa malu, gue segera memanggil pelayan dan memesan makanan gue.

Beberapa saat setelah gue pesan makanan, pesanan kak Vani dan Novan datang. Gak butuh waktu lama, beberapa menit kemudian giliran pesanan gue yang datang.

Acara makan pun di mulai dengan bumbu sedikit obrolan. Tapi lebih banyak gue dan kak Vani yang ngobrol, sedangkan Novan dia masih banyak diam. Sepertinya dia benar-benar masih sungkan dengan kondisi ini.

°°

°°

Pov Novan


Duduk diantara dua wanita yang menjadi pipinan di tempat kerjaku. Jika cuma kak Vani mungkin aku bisa sedikit bersikap biasa, karena aku sudah cukup lama mengenalnya. Tapi di sini ada Gladis, wanita yang baru kemarin aku kenal.

Biarpun Gladis tidak menuntut ku untuk menghormatinya, tapi tetap saja aku merasa sungkan di dekatnya. Bagaimanapun juga dia adalah bos di tempatku kerja, jadi sebisa mungkin aku harus menghormatinya.

"Gue lihat hari ini lo lagi suntuk, gimana kalo kita shopping. Udah lama juga kan kita gak shopping bareng, sekalian kita tunjukin ke Novan tempat yang menjual baju terbaik, yang cocok digunakan untuk kerjanya besok...." kak Vani mengajak Gladis

"Lo tau aja kak kalo gue lagi suntuk. Ngomongin soal lo Novan, sebenarnya gue tadi sempat kepikiran buat jadiin lo asisten gue juga. Tapi setelah di pikir-pikir, gue dan kak Jesi gak tega lihat lo kerja double. Jadi gue sama kak Jesi sepakat untuk bagi waktu lo jadi asisten kita. Mulai besok dan untuk satu minggu kedepan lo akan jadi asisten kak Jesi, dan setelah itu minggu berikutnya lo jadi asisten gue selama satu minggu. Soal gaji lo tenang saja, gue sama kak Jesi akan sama-sama kasih lo gaji penuh...."

Mendengar apa yang dikatakan Gladis, aku hanya bisa memasang ekspresi terkejutku. Siapa juga yang gak terkejut saat di suruh menjadi asisten dua pemimpin perusahaan.

"Gue heran sama lo dan tuh si Jesi, dari dulu selalu saja bersaing dan persaingan kalian tuh selalu gak jauh-jauh dari persoalan cowok...."

"Tapi lo tau kan kak siapa yang selalu menang?...." aku melihat Gladis senyum penuh percaya diri.

"Ya harus gue akui, lo selalu lebih unggul dibanding Jesi kalau sudah ada sangkut pautnya dengan cowok...."

Mendengar obrolan mereka, aku merasa jadi orang asing yang duduk diantara mereka.

"Kasihan yang di anggurin. Gak usah bengong gitu, yuk ikut gue!...." kak Vani menarik lenganku, tapi anehnya aku lihat Gladis cemberut saat kak Vani memegang lenganku. "Yuk Dis, lo juga ikut!...." kak Vani pun menarik Gladis untuk berdiri.

Kini aku berdiri di samping kanan kak Vani sedangkan Gladis di sebelah kiri kak Vani. Tapi saat kak Vani berjalan untuk membayar makanan kami, Gladis dengan begitu cepat pindah ke kananku. Saat kak Vani berjalan ke arahku, dia hanya tersenyum melahat tingkah Gladis. Jadilah sekarang aku berjalan diapit dua wanita yang mana pasti banyak cowok iri dengan posisiku saat ini.

"Van, biar gue nanti yang milihin baju untuk lo...." kata Gladis.

"Jangan lupain gue, begini-begini gue juga tau baju yang cocok untuk cowok...." kata kak Vani.

Ini cuma perasaanku saja atau memang kenyataan. Tapi aku merasa dua wanita ini sedang bersaing untuk mendapatkan sesuatu, dan sialnya aku berada di tengah persaingan mereka.

Lima menit berjalan kaki, kami bertiga sampai di tempat yang ingin gue tuju. Baju-baju formal khas pekerja kantoran banyak dipajang di tempat ini. Mulai baju dengan harga ratusan ribu sampai harga jutaan ada di tempat ini. Dengan uang yang aku bawa tentu aku ingin memilih baju sesuai kemampuan dompetku.

Tapi apa yang kuinginkan berbeda dengan keinginan dua wanita yang menemaniku. Mereka berdua sama-sama memilihkan beberapa baju yang terlihat bagus dan cocok untuk aku gunakan. Namun seketika mataku melotot selebar lebarnya saat aku melihat harga baju yang mereka pilih.

"Bukannya aku gak suka pilihan kamu kak, tapi ini kemahalan, uangku gak seberapa kak...." kataku mencoba protes ke kak Vani, begitupun ke Gladis aku juga mengatakan hal yang sama.

"Lo tenang saja Van, nih semua gue yang bayar. Ya hitung-hitung sebagai kado selamat datang di tempat kerja baru lo...." kata Gladis.

"Ini juga gue yang bayar. Lo dulu baik banget ke adik gue, anggap saja ini ucapan terimakasih gue atas kebaikanlo...." kata kak Vani.

Seperti apapun aku menolaknya, mereka berdua punya seribu jawaban untuk membuatku menerima pemberian mereka.

Acara belanja selesai saat aku, kak Vani dan Gladis berjalan keluar mall dengan tangan membawa barang belanjaan masing-masing.

"Dis lo ada acara gak setelah ini?...." tanya kak Vani.

"Gak ada kak, emang ada apa?...."

"Tuh lihat si Novan banyak barang belanjaannya, gak mungkin dia bisa bawa dengan naik motor. Lo kan jelas bawa mobil, jadi lo bisa bawain tuh belanjaannya Novan. Maunya sih gue bantu Novan, tapi gue ada acara di tempat teman gue, ja...."

"Biar gue yang bantuin Novan...." belum juga kak Vani nuntasin apa yang mau dia katakan, Gladis sudah motong kata-kata kak Vani.

"Dasar...." kata kak Vani singkat sambil tersenyum, dan akhirnya kami berjalan menuju parkiran.

Begitu sampai di parkiran, gue lihat mobil kak Vani terparkir gak begitu jauh dari tempat gue memarkir motor, begitupun dengan mobil Gladis.

"Pantas dia tau aku bawa motor...." gumamku lirih karena aku melihat mobil kak Vani, mobil itu terparkir beberapa saat setelah aku memarkirkan motor. Dapat dikatakan aku dan kak Vani sampai di mall hampir bersamaan.

"Van sono lo masukin ke bagian belakang tuh barang-barang lo, terus lo jalan di depan gue...." pinta Gladis.

Mendengar perintah seperti itu, aku hanya bisa menurutinya.

Barang-barang belanjaanku aku letakkan di bagasi mobil Gladis bersebelahan dengan barang belanjaannya.

"Gue duluan...." kata kak Vani saat dia sudah menaiki mobilnya.

"Yuk buruan, keburu hujan kasian lo nanti keujanan...." kata Gladis.

Benar kata Gladis, kilat dan guntur mulai menunjukkan wujudnya di gelapnya langin malam. Kedatangan mereka tentu menandakan akan segera turunnya hujan. Tanpa menunggu di dahului hujan, aku segera menjalankan motorku, dan Gladis membuntuti tepat di belakangku.

Perjalananku dan Gladis cukup tersendat oleh kemacetan ibukota. Aku cukup beruntung, huja deras memang turun malan ini, tapi hujan turun saat aku sudah sampai kosan.

Di dalam mobil tentu Gladis gak akan kehujanan, meskipun gak kehujanan, hujan deras tentu mengurangi jarak pandang dan sangat membahayakan keselamatan pengemudi. Karena itu Gladis memutuskan berteduh dulu di kosanku.

Aku belum sempat belanja karena itu belum ada apa-apa di kosanku, yang ada cuma kompor siap pakai. Meskipun ada kompor dan semua perabotan, tanpa bahan yang bisa aku olah, tentu aku tidak bisa menyuguhkan apapun ke Gladis.

Beruntung tepat di seberang jalan depan kosanku ada toko kecil milik warga sini. Di tengah hujan, aku berlari ke toko itu untuk membeli beberapa kebutuhan. Teh, gula dan beberapa cemilan segera aku beli dan membawanya pulang.

Sambil menunggu air mendidih aku segera mengganti bajuku yang basah terkena hujan barusan. Gladis hanya tersenyum saat melihat aku mondar-mandir kesana-kemari.

"Maaf hanya teh hangat dan cemilan seadanya, maklum belum sempat belanja...." kataku sambil menyuguhkan beberapa cemilan dan teh hangat ke Gladis.

"Lo tuh gak usah repot-repot Van, lagian gue kan cuma numpang neduh...."

"Sekalipun numpang, kamu kan tetap tamu, jadi gak enak saja kalau ada tamu tapi gak nyuguhin sesuatu...."

"Lo tuh kelewat baik jadi orang...." kata Gladis sambil meminum teh yang aku berikan untuknya.

Hujan di luar masih cukup deras, di tambah angin kencang dan juga petir. Hawa dingin masuk ke dalam ruangan kos ku melalui pintu yang memang sengaja aku buka.

"Tutup saja Van pintunya, dingin...."

"Iya sih dingin, tapi gak enak kalau di tutup pintunya. Nanti apa kata orang saat tau ada cewek sama cowok berduaan di ruangan tertutup...."

"Lo tuh tolol apa pura-pura tolol?.... Kalo pintu lo tutup, gimana orang di luar bisa lihat kita?...."

Benar juga yang di katakan Gladis. Aku gak pura-pura, sepertinya aku memang tolol. Sambil tertawa masam, aku menutup pintu, tapi aku tidak menguncinya.

Kini aku kembali duduk di samping Gladis, sedangkan nih cewek satu masih saja ngelihatin aku sambil senyum-senyum.

"Ada yang salah ya Dis, dari tadi kamu ngelihat ke arahku sambil senyum-senyum?...."

"Sebenarnya gak ada yang salah, tapi gue mau nanya, lo percaya gak sama cinta pada pandangan pertama?...."

"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya soal itu?...." tanyaku penuh keheranan.

"Sudah lo jawab saja!...."

"Kalau aku, jujur aku gak percaya sama cinta pada pandangan pertama, karena aku sendiri belum pernah mengalami hal seperti itu...."

"Tapi gue percaya, karena gue baru mengalaminya...."

"Siapa itu cowok yang beruntung mencuri cintamu sejak pandangan pertama?...."

"Ada deh, lo gak perlu tau...." jawab Gladis sambil tersenyum.

Sesudah obrolan singkatku dengan Gladis, hujan di luar sepertinya sudah mereda. Suara gemuruh angin dan petir juga sudah tidak lagi terdengar.

"Gue pulang dulu...." pamit Gladis.

"Hati-hati, dan terimakasih udah di traktir belanjan...."

"Lain kali lo yang traktir, ehm gak usah traktir belanja, lo cukup traktir gue nonton dan ajakin gue jalan-jalan...." kata Gladis saat sudah di dalam mobil.

Aku hanya mengangguk menjawab keinginan Gladis.

Setelah melihat anggukan kepala ku, Gladis perlahan mengendarai mobilnya dan melaju meninggalkan kosanku.

Melihat mobil Gladis sudah menjauh, dan malam yang belum terlalu larut. Aku putuskan untuk pergi ke supermarket terdekat. Bagaimanapun juga aku harus belanja kebutuhan sehari-hari ku.

Begitu pintu kos udah aku kunci, aku segera mengendarai motorku keara supermarket. Sekitar lima menit berkendara, aku nemuin minimarket yang masih buka. Segera aku parkirkan motorku bersebelahan dengan sebuah mobil yang terparkir di parkiran supermarket.

Di dalam supermarket aku mengambil keranjang belanjaan dan dengan cepat mencari barang-barang yang aku butuhkan.

Sambil mencari barang yang ingin aku beli, sesekali aku melihat sekelilingku. Biar malam pekerja di supermarket ini kebanyakan cewek, ada tiga cewek dan seorang cowok. Untuk pembeli, ada beberapa pembeli dan cukup membuat ramai tempat ini.

"Maaf bisa bantuin ngambilin barang yang di atas!...." seorang wanita mendatangiku dan meminta tolong untuk mengambilkan barang yang berada di rak paling atas.

Sambil berjinjit aku mengambil barang yang dia tunjuk. Dengan posisi barang seperti itu, wajar dia minta tolong padaku. Wanita itu sedikit lebih pendek dari ku, jadi jelas dia gak akan sampai mengambilnya.

"Ini...." kataku sambil menyerahkan barang yang di inginkannya.

Wanita itu mengambil barang di tanganku. Saat dia mengambil barang di tanganku, aku melihat kearahnya dan tanpa aku duga dia ternyata juga melihat ke arahku.

"Novan...." kata wanita itu memanggil namaku.

Dia mengenalku, tapi aku merasa gak mengenalnya. Aku semakin fokus melihat wajahnya, tapi aku benar-benar gak mengenalinya. Tapi aku seketika teringat seseorang saat mataku sedikit nakal melihat bagian dadanya yang cukup menonjol.

"Neta...." kataku lirih.

"Dasar otak mesum, dari wajah gak bisa mengenali, begitu lihat ini lo langsung mengenali gue...." kata Neta sambil nunjuk bagian gundukan di dadanya.

Mendengar apa yang di katakan Neta, aku segera membalikkan badan dan berjalan meninggalkan Neta.

"Lo mau kemana?...." tanya Neta.

"Ke kasir...." jawabku tanpa menoleh.

"Srek...srek...srek...." aku mendengar langkah kaki yang begitu cepat dari arah belakangku, dan dalam hitungan detik Neta menyerobot antrian dan berdiri di depanku.

Neta menyelesaikan pembayaran lebih dulu, tapi dia gak langsung pergi. Dia masih berdiri di depan pintu minimarket sambil melihat ke arahku. Tanpa bertanya aku sudah tau, dia sedang menungguku.

Begitu aku selesai mengurus pembayaran, aku berjalan mendekat ke arah Neta dan kami berdua jalan bersama menuju parkiran. Neta berhenti di dekat mobil, setelah membuka pintu mobil dia segera memasukkan barang belanjaannya.

"Kemajuan nih lo dah ada motor...." kata Neta saat melihat aku menaruh belanjaanku di atas motor.

"Cuma motor bekas Ta, lagian jika di banding mobil kamu, nih motor mungkin cuma seharga sepion mobil kamu...."

"Lo tuh selalu gitu, suka merendah dan membanding-bandingkan. Tapi itu juga yang bikin gue dulu suka sama lo...."

"Gak usah bahas yang dulu-dulu...."

"Kenapa lo gak mau bahas yang dulu-dulu?.... Lo takut ya jadi kangen sama ini...." Neta meremas payudara kirinya, untung gak ada orang selain aku jadi gak ada yang lihat apa yang dia lakukan.

"Bagaimana aku bisa kangen, jika rasanya saja udah lupa...."

"Tinggal lo pegang lagi biar ingat rasanya...."

"Ternyata kamu masih lebih mesum daripada aku...."

"Gue mesum gini cuma sama lo. Asal lo tau, perasaan gue ke lo masih sama seperti dulu dan gue semakin jaga perasaan ini saat gue tau lo dah putus sama pacar lo...." ungkap Neta. "Biarpun umur kita terpaut beberapa tahun, gue yakin bisa bahagiain lo...."

Neta sepertinya memang gak berubah. Dia masih terlihat sama seperti dulu. Jika dulu aku menolaknya karena keberadaan Resa, kini mungkin aku bisa membuka pintu hatiku untuk wanita seperti dia. Seperti kata Neta, dia memang lebih tua beberapa tahun daripada aku, tapi itu juga yang membuat dia selalu menjadi teman curhatku di masa lalu. Dia selalu bisa mengerti aku, meski aku pernah menyakitinya.

"Lo kerja apa kuliah di kota ini?...." pertanyaan Neta yang menyadarkan ku dari lamunan masa lalu.

"Aku kerja Ta, tapi sedikit-sedikit aku juga ingin nabung. Siapa tau tahun depan aku bisa lanjut kuliah, telat satu tahun juga gak masalah...." jawabku.

"Gue bisa saja masukin lo sebagai karyawan gue, dan gue juga bisa gaji lo lebih dari karyawan biasa. Tapi gue yakin lo akan menolaknya, iya kan Van?...."

"Tuh kamu tau...." jawabku sambil tersenyum.

"Gue mau tahu alamat tempat tinggal lo...." Neta nyuruh gue nulis alamat tempat tinggal gue di HP-nya.

"Dengan begini gue bisa ke tempat lo kapanpun gue mau. Sebenarnya minggu depan gue mau ngunjungin kota lo, tapi ngelihat lo dah di kota ini, gue jadi gak perlu pergi jauh, gue cuma perlu datang ke alamat lo ini...." Neta nunjukin alamat yang baru gue tulis di HP-nya.

Karena malam semakin larut, aku dan Neta akhirnya berpisah. Sebelum pergi, Neta sempat berkata padaku kalau besok mau main ke tempatku.

Berpisah dengan Neta, kini aku mengendarai motor menuju kosanku. Langit malam bertabur bintang menemani perjalananku menuju kosan.

°°

°°

Pov 3rd


Seorang wanita terlihat tersenyum penuh kebahagiaan setelah membeli tiket pesawat untuk dirinya.

Biarpun tiket itu baru akan dia gunakan seminggu lagi, tapi dia sudah menyiapkan semua barang-barang yang akan dia bawa.

"Aku yakin dia begitu membenciku, aku juga yakin sulit untuk bersamanya lagi, bahkan itu sudah mustahil. Seseorang di sini sudah memilikiku. Hah, rasanya dulu aku memang terlihat jahat mempermainkannya, tapi biarpun sedetik aku ingin melihatnya lagi...."

"Maaf nona, ada telepon dari pihak kepolisian...." seseorang datang dan membuatnya terkejut.

Wanita itu segera mengambil alih panggilan telepon yang sedang berlangsung.

Setelah beberapa saat mendengarkan orang yang menghubunginya, perlahan raut wajah wanita itu berubah.

Wajahnya terlihat semakin pucat, bibirnya bergetar, dan tanpa bisa dia tahan air matanya keluar membasahi kedua pipinya.

"Dugh...." bunyi HP yang terjatuh bersamaan dengan si wanita yang telah kehilangan kesadarannya.

"Maaf, pihak rumah sakit sudah bekerja semaksimal mungkin, tapi itulah hasilnya...." suara yang begitu lirih terdengar dari HP yang terjatuh di lantai.



Bersambung.....
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Ada upate, makasih om @GGST
Di tunggu kelanjutannya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd