Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Follow Your Dreams

Bimabet
-Part 5-




Neta


Jesi


Gladis


Desy



Pov Novan


"Masak apa?...."

"Nih nasi goreng, mau?...."

"Gak ah, pasti gak enak...."

"Dicoba dulu, baru komentar...." aku menyuapi sesendok nasi goreng yang baru aku taruh piring, ke mulut wanita paling berisik di pagi ini.

"Enak, wahhh, tapi panas!...." ujar Neta.

"Makanya makan sendiri, nih...." satu piring nasi goreng dengan telor setengah matang berada di atasnya, aku berikan ke Neta.

Setelah apa yang aku dan Neta lakukan kemarin, Neta akhirnya nginep di kosanku. Kami tak melakukannya lagi, karena kami tertidur sampai pagi. Meskipun cuma sekali melakukannya, aku yakin pagi ini dia kelaparan, karena itu sambil menunggu dia mandi, aku inisiatif memasak nasi goreng untuk menu sarapan kami.

"Jadi pagi ini lo jemput Jesi dulu, baru ke kantor?...."

"Emang seperti itu rencananya dari kemarin...."

"Si Jesi memang pintar, dia selalu bisa memanfaatkan peluang sekecil apapun...." ujar Neta yang membuatku bingung.

"Peluang apaan, Ta?...."

"Adadeh, pokoknya urusan cewek, dan lo gak perlu tau...."

"Iya, iya, aku gak perlu tau, tapi aku udah telat, tuh dah jam delapan...."

"Hehehehe gue lupa kalo lo harus jemput Jesi...." Neta tertawa cengengesan. Meski bilang lupa, aku tau kalo dia sedang berbohong.

"Gue pulang dulu mau ganti baju, dan untuk lo, hati-hati di jalan...." pesan Neta padaku.

"Kamu juga hati-hati, gak usah ngebut...." balasku.

Setelah mencium pipiku, Neta lebih dulu pergi meninggalkan kosanku. Aku baru menyusul pergi meninggalkan kosanku, begitu aku sudah memastikan telah mengunci pintu kosanku.

Dengan mengendarai mobil bu Jesi, aku berangkat menuju rumahnya.

°°

"Pagi bu...." aku menyapa bu Jesi yang sepertinya sudah menunggu kedatanganku.

"Iya Van, pagi juga...." balas bu Jesi sambil masuk kedalam mobil, dan dia duduk di kursi penumpang bagian depan.

"Maaf bu agak telat, maklum pertama kali bawa mobil, gak bisa menghindari kemacetan...." aku tadi sempat kejebak kemacetan saat menuju rumah bu Jesi, karena itu aku agak kesiangan nyampek nya.

"Gak apa-apa Van, gue juga tadi telat bangun, maklum semaleman gue lembur...."

"Iya bu, kalau begitu ini kita mau langsung ke kantor atau ibu mau pergi kemana gitu?...."

"Langsung ke kantor aja Van, ada yang mau gue omongin sama lo, penting!...." jawab bu Jesi.

"Baik bu...." segera aku jalankan mobil menuju kantor. Obrolan penting dengan bu Jesi, aku penasaran apa yang mau dia omongin denganku.

°°

Sampai di kantor, bu Jesi duluan masuk ke gedung kantor, sedangkan aku segera menuju parkiran. Saat diparkiran, aku melihat motorku masih utuh tanpa kekurangan suatu apapun.

"Pagi mas Novan!...." sapa ramah resepsionis yang kemarin aku temui saat mengambil paketan yang berisi laptopku.

"Pagi juga Des...." balasku sambil tersenyum.

Sejak kemarin kenalan, Desy selalu memanggilku mas, padahal aku lebih muda darinya.

"Mas, banyak yang patah hati loh pagi ini...." ungkap Desy.

"Patah hati kok berjamaah, lagian apa yang bikin banyak orang patah hati pagi-pagi gini?...."

"Bagaimana gak patah hati, kalo pagi-pagi lihat cowok yang di suka udah jalan sama si bos...."

"Itu artinya kalian kurang beruntung...." kataku sambil berlalu meninggalkan Desy. Tanpa menanyakan maksud ucapannya, aku sudah tau siapa yang dimaksud Desy.

Bertepatan dengan kepergian ku, aku mendengar Desy menjawab panggilan telepon. Saat aku sudah di dalam lift dan menunggu pintu lift tertutup, aku masih sempat melihat Desy yang berlari ke arahku.

"Tunggu mas!...." teriak Desy.

Spontan aku memencet-mencet salah satu tombol yang membuat pintu lift terus terbuka.

"Ting...." pintu lift tertutup begitu Desy sudah masuk dan berdiri di sampingku.

"Ngapain lari-lari, olahraga?...." tanyaku.

"Itu, hash..hash.. bu Jesi nyuruh aku ke ruangannya...."

"Terus gimana tuh kerjaan kamu?...."

"Kan masih ada si Niken sama Firda, jadi bisa aku tinggal...."

Aku gak tau mana yang Niken dan mana yang Firda, tapi di kantor ini memang ada tiga orang resepsionis. Dua orang selain Desy, tadi sengaja gak aku sapa, karena mereka sedang sibuk merias wajah masing-masing.

"Kalian silahkan duduk...." aku dan Desy dipersilahkan duduk di sofa begitu sampai di ruang kerja bu Jesi yang juga merupakan ruang kerjaku.

"Ini dua tiket pulang pergi Jakarta-Surabaya, kalian bisa ambil...." dua tiket pesawat diberikan bu Jesi padaku dan Desy.

Aku dan Desy tak segera mengambil tiket itu, kami berdua justru saling terlibat adu pandang satu sama lain. Dia sepertinya juga mengalami kebingungan seperti yang aku alami.

"Kalian gak usah bingung, kalian gue suruh ke Surabaya, karena gue ada tugas untuk kalian...." bu Jesi yang semula berdiri, kini duduk tepat di hadapanku. "Gue dan rekan gue yang lainnya ingin membuat kantor cabang di Surabaya. Gue sebenarnya udah tau gimana bentuk bangunan yang mau dibuat menjadi kantor cabang perusahaan kita. Tapi gue cuma lihat dari rekaman video dan foto, yang gue rasa cukup banyak yang belum terekspose dari bangunan itu. Jadi, di sini gue tugaskan kalian untuk melihat langsung bangunan itu dan memastikan layak atau tidaknya tempat itu untuk kita jadikan sebagai kantor cabang. Apa kalian mengerti?...."

"Secara garis besar, saya sudah mengerti bu, tapi saya masih belum faham dengan metode yang kita gunakan untuk meniai layak atau tidaknya gedung itu...." jawabku.

"Desy, lo kan resepsionis di kantor ini, pasti lo tentu tau seluk beluk bangunan kantor ini. Jadi tugas lo di sana untuk memastikan bangunan itu memiliki cukup ruangan paling gak hampir menyamai ruangan di kantor ini, lo sanggup kan nyelesain tugas itu?...."

"Kalau cuma itu, saya sanggup bu...."

"Bagus, dan lo Van, gue tugaskan untuk menemani Desy sekaligus menjaganya. Kalian punya waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas kalian. Tapi tenang, gue orang yang baik, selagi kalian di sana, kalian gue beri tambahan satu hari untuk berlibur, dan untuk uang saku sudah gue transfer ke rekening kalian masing-masing. Soal penginapan untuk kalian, itu juga sudah gue siapkan...."

Semua sudah dipersiapkan, artinya aku dan Desy tinggal bersiap dan berangkat, tapi.... "Maaf, bukannya ini tiket untuk perjalanan siang ini, jadi...."

"Siang ini kalian berdua berangkat, dan harus kembali ke kantor ini lima hari lagi...." ujar bu Jesi yang memotong perkataanku. "Aku sarankan kalian berdua segera bersiap. Nanti akan ada orang dari kantor yang menjemput dan mengantarkan kalian ke bandara...." kata bu Jesi seraya bangkit dari duduknya dan kembali ke meja kerjanya.

"Kalau begitu saya permisi bu!...." kataku.

"Eh, ehm saya juga permisi bu...." kata Desy sedikit gagap.

Bu Jesi tak menjawab dengan kata-kata, dia hanya tersenyum dan mengangguk menjawab perkataanku dan Desy.

Aku dan Desy keluar bersamaan dan kembali menuju lift, tapi kini aku lihat ada yang berbeda dari Desy. Sejak bertemu di tempat resepsionis bekerja, dia terlihat berbeda, dia saat ini terlihat lebih bahagia.

"Ting...." pintu lift terbuka dan kami berdua segera keluar dari lift.

"Bahagianya yang mau jalan-jalan...." kataku.

"Biarin, kan enak jalan-jalan. Mas gak suka apa jalan-jalan?...."

"Kalau ke Surabaya aku dah biasa, kan aku orang asli sana...."

"Wah kebetulan kalo begitu, kita bisa main ke rumah mas, sekalian ketemu orangtuanya mas...."

"Rumahku di sana dah gak ada Des, yang tersisa di sana cuma makam kedua orangtuaku...."

"Maksud mas, kedua orangtua mas udah....."

"Iya, mereka udah gak ada...."

"Maaf mas, aku gak tau...."

"Udah gak apa-apa, lagian aku dah ikhlas dengan kepergian mereka..." kataku sambil tersenyum.

"Ehm, jalan berdua, awas di marahin si bos lo nanti...." tegur salah satu teman resepsionis Desy begitu aku dan dia sampai di tempat kerja Desy.

"Apaan lo tuh Da, nih tadi gue habis dari ruangan bu Jesi, kebetulan nih mas Novan juga ada di sana, jadi waktu balik ke sini gue barengan sama mas Novan yang kebetulan juga mau balik...."

"Ni juga aku sekalian mau nganterin Desy pulang...." godaku.

"Eh, mau diantar pulang...." kata Desy.

"Mau gak?.... Tapi aku cuma ada motor, ya panas-panasan sedikit...." balasku.

"Ah, mau.... Tunggu sebentar...." ujar Desy, seraya masuk keruangan yang ada dibelakang meja resepsionis.

Dua teman Desy cuma bengong melihat aku dan Desy.

"Kok lo dah mau pulang, ada apa?...."

"Gue di suruh ke Surabaya sama bu Jesi untuk melihat calon kantor cabang, jadi nih gue pulang karena pesawatnya berangkat siang ini...."

"Terus lo pergi sama siapa?...."

"Hihihihi, sama mas Novan. Daaa, gue cabut duluan...."

Obrolan Desy dengan teman-temannya yang gak sengaja terdengar olehku. Obrolan mereka berakhir saat aku dan Desy pergi meninggalkan mereka.

"Maaf Des, cuma ada satu helm...." kataku begitu sampai di parkiran.

"Tenang mas, aku ada helm kok. Tadi pagi kan aku berangkat sama Niken, jadi helm ku ada di motornya. Maklum anak kos, gantian bawa motornya biar hemat uang bensin...."

"Jadi kamu ngekos?...."

"Iya mas, tuh Niken teman satu kosku. Bentar ya mas!...." Desy mengambil helm dari motor yang terparkir gak begitu jauh dari motorku.

Setelah mendapat helm, aku segera mengantar Desy ke kosannya.

Disepanjang jalan, Desy berperan sebagai penunjuk jalan menuju kosannya. Tapi anehnya jalan yang di tunjuk Desy, juga mengarah ke kosanku.

"Nah itu mas kosanku...." bangunan dua lantai, dan ada tulisan khusus kok wanita.

"Nih kosan ada kosan bebas juga kan Des?...."

"Tau aja kamu mas. Kosan yang bebas mau cewek atau cowok memang ada, tapi mahal. Tuh kosannya cuma ada 10 unit, tapi cuma separuh yang ke isi...." Desy menunjuk kearah kosan yang dia maksud, dan yang dia tunjuk tepat unit kos yang aku sewa.

"Yang kamu tunjuk barusan unit kosanku kali Des...."

"Jadi mas ngekos di sini juga?...."

"Iya, tadi saja aku sempat heran karena jalan yang kamu tunjuk juga mengarah ke kosanku...."

"Kebetulan, hehehe...."

"Ya sudah sana siap-siap, aku juga mau siap-siap...." kataku.

"Siap bos....." balas Desy dan dia segera masuk ke kosannya.

Akupun segera mengarahkan motorku menuju kosanku sendiri.

°°

"Kenapa kamu yang jemput sih bang?...." tanyaku ke bang Fahri, orang kantor yang menjemputku.

"Udah lo nikmatin saja nih perjalanan, ya gak Des!...."

"Iya bang...."

Saat ini aku sudah di jalan menuju ke bandara. Arus lalulintas yang lumayan lancar, membuat bang Fahri cukup cepat mengendarai mobilnya.

"Berapa lama kalian di Surabaya?...." tanya bang Fahri.

"Tiga sampai empat hari bang...." jawabku.

"Enak lo tuh ya, baru juga kerja eh udah dapet jatah jalan-jalan, di temanin cewek cakep lagi...."

Aku lihat wajah Desy memerah saat bang Fahri nyebut cewek cakep.

"Urusan kerja bang, bukan jalan-jalan...."

"Sama saja, hahahaha...."

Aku gak menanggapi perkataan bang Fahri. Sepanjang jalan yang emang dasarnya bang Fahri cerewet, dia terlihat seperti ngomong sendiri, sampai akhirnya dia diam saat udah sampai di bandara.

"Ingat, pulang-pulang harus udah isi...." kata bang Fahri yang sontak membuat orang melihat kearahku dan Desy.

"Pengantin baru, masih muda...." kata ibu-ibu di sampingku.

Aku dan Desy hanya tersenyum menanggapi apa yang dikatakan ibu barusan.

Tepat pukul satu siang pesawat berangkat. Di dalam pesawat aku cuma diam, sedangkan Desy, dia justru tidur.

Satu setengah jam perjalanan Jakarta-Surabaya, pesawat mendarat dengan selamat.

Setelah membawa barang-barang yang kami bawa, kami segera keluar bandara. Ditempat penjemputan sudah ada yang menunggu kami, jemputan bukan dari pihak kantor, melainkan jemputan berasal dari pihak hotel yang akan menjadi tempat tinggal kami selama di Surabaya.

"Besok kita bekerja, hari ini lebih baik kita istirahat...." kataku ke Desy saat berada didalam mobil jemputan.

Sekitar 30 menit perjalanan, kami akhirnya sampai di hotel. Aku dan Desy menempati kamar berbeda, tapi kamar kami bersebelahan.

Didalam kamar, aku menyiapkan semua bajuku. Karena ini bukan pekerjaan yang menuntut formalitas, aku tidak terlalu banyak membawa baju formal. Kebanyakan yang aku bawa hanya baju santai dan dua buah hoodie.

"Tok... Tok... Tok... Mas, boleh aku masuk?...." tanya Desy dari luar kamarku

"Sebentar...." jawabku dan aku membukakan pintu untuk Desy.

"Jalan-jalan yuk mas!...." ajak Desy.

"Mau jalan kemana, emangnya kamu gak capek apa Des?...."

"Capek, tapi pengen jalan-jalan...."

"Tunggu sebentar kalau begitu, aku ganti baju dulu!...." aku mengambil satu kaos sekalian hoodie berwarna putih.

"Mau kemana mas?...." langkahku menuju kamar mandi terhenti saat mendengar pertanyaan Desy.

"Mau ganti baju...." jawabku sambil berlalu menuju kamar mandi.

Selesai ganti baju aku segera menuruti kemauan Desy untuk jalan-jalan. Sejak tadi keluar kamar, tanpa sungkan Desy mengaitkan tangan kanannya ke lengan kiriku.

Hotel yang aku tempati gak begitu jauh posisinya dari sebuah kampus, jadi sore-sore begini, banyak mahasiswa ataupun mahasiswi yang berlalu lalang disekitar hotel yang aku tempati.

"Dulu ini kampus impianku, tapi karena biaya, aku gak jadi kuliah, dan memilih kerja...." sedikit ceritaku ke Desy saat kami lewat di depan gerbang kampus.

"Aku saja cuma lulusan SMK, dulu awalnya aku cuma karyawan magang, tapi karena kerjaan ku memuaskan, bu Jesi jadiin aku karyawan tetap dan ditaruh di posisi resepsionis...." tutur Desy.

"Nasib kita sama, bu Jesi lah yang ngerubah nasib kita...." kataku.

Sambil terus bercerita, kami terus berjalan sampai akhirnya kita masuk kesebuah restoran. Dari cerita di sepanjang jalan, ternyata kami sama-sama belum makan sejak siang. Karena itu, begitu melihat restoran kami sepakat untuk makan di restoran itu.

Restoran ini menjual menu lokal khas Indonesia, yang sepertinya cocok dengan lidah kami. Begitu kami selesai memesan makanan, ada segerombolan mahasiswa masuk ke restoran ini. Ada tiga cowok dan beberapa cewek, dan aku cukup familiar dengan wajah salah satu cewek di gerombolan itu.

Cewek itu namanya Adel, pacarku saat aku masih di SMA. Tapi dasarnya cewek zaman sekarang, lihat cowok berduit, dia begitu saja pindah ke lain hati. Aku berhubungan dengan Adel sebelum aku berhubungan dengan Resa. Artinya aku sudah dikhianati dua cewek sekaligus.

Aku memalingkan pandanganku dari Adel, ketika makanan yang aku pesan datang.

"Kamu tuh suka banget lihatin cewek, padahal udah ada bu Jesi tuh di kantor...." kata Desy.

"Apaan kamu tuh Des, barusan tuh aku lihat salah satu teman SMA ku. Lagian kenapa juga kamu bawa-bawa bu Jesi, kan gak ada apa-apa antata aku dengan bu Jesi...."

"Iya sih gak ada apa-apa, tapi mas sadar gak kalo bu Jesi tuh sepertinya suka sama mas?...."

"Kalau bu Jesi gak suka sama aku, gak mungkin dia jadiin aku sebagai asistennya...."

"Dasar cowok gak peka...."

"Peka soal apa?...."

"Huh.... Lapar!...." Desy cemberut, tapi dia terus lanjut memakan makanannya.

"Hai...."

Sesi makanku dan Desy sedikit terganggu saat Adel tiba-tiba muncul dan duduk tepat di depanku.

"Siapa lo?...." Desy sepertinya kurang senang dengan kemunculan Adel.

"Gue?...." Adel nunjuk dirinya. "Gue Adel, mantan pacar cowok lo...." kata Adel memperkenalkan diri.

"Lo mantan pacar Novan, gak cocok!...." seketika aku ingin tertawa mendengar apa yang baru dikatakan Desy.

"Apa lo bilang?...." bentak Adel.

"Gue bilang, lo pergi dari sini, lo tuh ganggu acara makan kita...." Desy membentak balik.

"Des, kita aja yang pergi, gak ada gunanya meladenin nih cewek...." kataku. "Dan kamu Del, ngapain kamu di sini, apa kamu mau pamer cowok kamu yang sempurna itu?...."

"Tanpa gue pamerin ke lo, cowok gue memang lebih sempurna daripada lo...."

"Ya dia memang lebih sempurna daripada aku, tapi yang lebih tuh cuma isi dompetnya. Tapi maaf, itu dulu, sekarang jelas gak sama...." aku menatap tajam kearah Adel.

"Yuk mas balik, udah selesai juga makanku...."

"Sebentar aku bayar dulu!...." aku segera berjalan ke tempat kasir, dengan Desy yang mengaitkan tangannya ke lenganku. Sedangkan Adel, dia terlihat begitu kesal, tapi dia berjalan kembali kearah teman-temannya.

Selesai membayar, aku dan Desy kembali berjalan menuju hotel.

"Serius mas cewek tadi mantan pacar kamu?...." tanya Desy.

"Bisa dibilang seperti itu. Tapi mungkin dia itu suatu kesalahan...."

"Bukan hanya kesalahan, sepertinya itu sebuah kesalahan besar...." ungkap Desy sambil tersenyum.

Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore saat aku dan Desy sampai hotel. Desy segera masuk ke kamarnya, begitupun denganku. Tapi kita udah berjanji akan bertemu saat makan malam.

°°

°°

Pov Jesi


"Berapa hari mereka di Surabaya kak?...."

"Sekitar empat hari...."

"Artinya begitu Novan balik, giliran dia jadi asisten lo dah habis dan dia nanti jadi asisten gue untuk satu minggu...."

"Iya...."

"Gue ada banyak kesempatan untuk mendapatkan Novan...."

"Lo lupa ya Dis, minggu depan kita ada kunjungan ke Japan selama tiga hari. Bukan hanya lo sama gue, tapi juga Neta. Sekarang lo taukan siapa yang di untungin minggu depan?...."

"Sial, gue lupa. Cuma satu orang yang beruntung, tapi dia bukan saingan, kan dia udah mau nikah...."

"Lo benar Dis, tapi gue gak yakin kalo Vani gak ingin sekali dua kali nyicipin Novan. Lo tau sendiri, tuh teman kita biar keliatan kalem, kalo sudah urusan ranjang, dia jauh lebih parah dari lo...."

"Gue gak rela ninggalin Novan berdua sama Vani...." kata Gladis.

"Oh iya, lo tau gak siapa yang gue suruh pergi bersama Novan?...." tanya gue.

"Palingan juga si Fahri yang lo suruh nemanin Novan, ya kan?...."

"Lo salah...."

"Eh salah, terus siapa?...."

"Desy...." jawabku singkat.

Gladis seketika melotot sambil bengong, begitu mendengar perkataanku. Sebelum dia berubah ke mode cerewet, gue segera bersiap diri untuk pergi menjauh darinya.

"Kalo lo gak mau Novan berduaan dengan Desy, ya lo susul dia...." saran gue, dan setelahnya gue pergi meninggalkan Gladis.

Sebenarnya besok gue akan menyusul Novan dan Desy ke Surabaya. Tak ada satupun orang yang tau tentang rencana kepergian gue, karena gue memang sengaja merahasiakannya.

"Novan dan Desy, gue gak yakin Novan bisa tahan dengan Desy....." gumamku lirih.

Malam ini gue ingin segera tidur, karena gue ingin segera menyusul Novan.

Jam sudah nunjukin pukul 9 malam, biasanya jam segini gue masih bekerja, tapi khusus malam ini gue udah siap tidur.

"Novan, gue kangen!...." kata gue dalam hati, sebelum gue memejamkan mata.

°°

°°

Pov Novan


Acara makan malam ku dan Desy berjalan lancar, tapi saat ingin balik ke kamar, Desy tergoda untuk minum-minuman yang disediakan pihak hotel.

Aku gak sadar jika minuman yang Desy minum ternyata mengandung alkohol. Sadar-sadar, sudah banyak minuman yang Desy minum yang mengakibatkan dia mabuk.

Dengan memapahnya, aku mengantar Desy menuju kamarnya.

Sampai di kamar, aku membaringkan tubuh Desy di tempat tidur.

"Mau kemana?...." Desy memegang tanganku saat aku ingin meninggalkannya.

"Mau balik ke kamar...."

"Gak usah balik, sini tidur sama gue!...." mungkin akibat dia mabuk, bahasanya jadi terlihat lebih santai.

"Des, lebih baik aku tidur di kamarku...."

"Gue bilang di sini ya di sini...." setengah memaksa, Desy menarik lenganku.

Aku yang gak siap dengan apa yang Desy lakukan, seketika tubuhku terhuyung ke depan jatuh menimpa Desy.

"Ngentot yuk!...." kata Desy begitu ringan.

"Kamu tuh lagi mabuk Des, jadi gak usah ngomong yang aneh-aneh, kamu juga nanti yang nyesel...."

"Gue memang mabuk, tapi gue masih sadar. Asal lo tau, dari pertama lihat lo di kantor, gue dah pengen ngentot sama lo. Hampir tiap malam gue bayangin lo sedang mengaduk-aduk memek gue. Ini mumpung kita ada kesempatan, gue pengen ngewujutin yang selalu gue bayangin...."

"Jangan menyesal dengan kata-katamu sendiri!...."

"Gue gak bakal menyesal, gue justru senang...."

"Aku gak ngerti, apa sebenarnya yang ada di pikiranmu. Banyak wanita yang menolak saat diajak bercinta walaupun sama pacarnya, tapi kamu malah ngajak aku melakukan itu, padahal baru kemarin kita saling kenal...."

"Jangan bahas pacar, gue baru kemarin putus. Tapi kalo soal ajakan gue bercinta, gue juga pilih-pilih kali, gak sembarangan cowok gue ajak bercinta. Mantan pacar gue saja selalu gue tolak saat dia ngajak gue bercinta. Seumur hidup baru satu orang yang pernah ngerasain memek gue, itupun sekarang orangnya dah gak ada. Kalo lo malam ini mau melakukannya dengan gue, artinya lo orang kedua yang nikmatin lobang memek gue...."

Aku diam, tak sedikitpun menanggapi apa yang dikatakan Desy.

"Kenapa lo diem mas?.... Apa lo benar-benar gaj tertarik sama gue, apa gue kurang menarik bagi lo?...." tanya Desy bertubi-tubi.

"Bukan begitu Des, tapi kamu tuh benar-benar lagi mabuk dan tak sepenuhnya kamu tuh sadar. Lebih baik kamu tidur, daripada kamu terus memaksa melakukan hal yang akan kamu sesali begitu nanti kamu sepenuhnya sadar...." kataku yang dijawab Desy dengan menganggukkan kepalanya.

"Gue akan tidur, tapi lo juga tidur di sini. Tapi setidaknya berikan gue sebuah pelukan malam ini...." pinta Desy padaku.

Tanpa menjawab aku bangkit dari atas tubuh Desy, dan berdiri membelakanginya.

"Mau kemana?...." tanya Desy.

"Mau melepas sepatu, katanya di suruh tidur di sini...." jawabku.

Aku tak mendengar balasan Desy, karena itu aku segera berjalan kearah pintu kamar Desy. Aku lepas sepatuku, dan aku taruh di dekat pintu.

Selesai menaruh sepatu, aku perlahan membakikkan badan, menghadap kearah Desy. Tapi aku sedikit mengangkat alis sebelah kananku, begitu melihat Desy sudah berdiri di depanku.

"Mas peluk gue, sekali ini saja...." pinta Desy sambil perlahan dia mulai melingkarkan tangannya di leherku, kali ini aku tidak diam, akupun membalas pelukan Desy dengan memeluk pinggang rampingnya.

"Makasih mas...." ungkap Desy.

"Iya, iya, sekarang kamu tidur!...." kataku sambil mengelus-elus rambut Desy.

Bukannya segera melepaskan pelukannya dan pergi tidur, Desy justru mempererat pelukannya.

"Mas, cium gue dong!...." pinta Desy untuk kesekian kalinya.

Aku turuti kemauan Desy dengan mencium keningnya.

"Bukan di situ, tapi di sini...." Desy menunjuk bibirnya sambil dia menutup matanya

Akupun mencium bibirnya. Tapi setelah kucium Desy masih saja menutup mata dan menyodorkan bibirnya ke arahku. Aku cium sekali lagi bibirnya, kali ini agak lama.

Desy kali ini gak cuma diam, dia membalas ciumanku dengan ikut menghisap bibirku.

Aku lepas ciumanku, kemudian aku memandang Desy yang sedang melihatku dengan penuh harap. "Aku menyerah dengan nafsuku...." gumamku lirih.

Kembali aku mencium Desy dengan melumat bibirnya, Desy pun membalasnya dengan melumat bibirku. Saat melumat bibir Desy, terkadang aku jugaa memasukkan lidahku ke mulutnya.

Awalnya Desy gak bereaksi, tapi lama-lama saat lidahku masuk ke mulutnya, dia begitu saja menghisap lidahku dengan kencang. Tak mau kalah, Desy juga memasukkan lidahnya ke mulutku.

Selama ciuman, aku terus mengelus rambut Desy. Dari rambut, elusan ku turun ke punggungnya, dan semakin turun lagi ke pinggangnya. Kemudian aku memberanikan diri untuk meremas pantatnya.

"Uhh…." lenguh Desy sambil menekan selangkangannya kearah selangkanganku.

Setelah beberapa kali mengelus bagian belakang sampai meremas pantatnya, tanganku berpindah kedepan dan meremas payudaranya.

"Hmm… Hmmm.. Hmmm...." Desah Desy saat payudaranya aku remas-remas, tanpa melepaskan ciumannya.

Birahiku terasa semakin memuncak saat meremas-remas sepasang daging kenyal Desy.

Tak ingin buru-buru, aku hentikan remasan tanganku di payudara Desy. Kembali aku mengelus punggung Desy, namun kali ini aku memasukkan tanganku kedalam bajunya dan mengelus punggungnya secara langsung.

Saat mengelus punggung Desy, aku tak menemukan pengait bra bahkan aku tak menemukan tali bra-nya. Ternyata Desy tak pakai bra, pantas saja tadi waktu payudaranya aku remas dari luar bajunya, payudaranya terasa begitu kenyal

Saat aku mengelus-elus punggungnya, aku elus juga bagian samping tubuhnya sehingga pangkal payudara ikut ter elus. Sepertinya Desy sangat menikmati elusan ku.

Desy yang sepertinya udah gak tahan, dia mulai memegang tanganku dan mengarahkan tanganku agar meremas-remas payudaranya. Menyentuh langsung payudara Desy, aku merasakan payudara yang begitu padat dan kencang. Rasanya mirip saat aku menyentuh payudara Neta, tapi ini lebih padat, mungkin karena ukurannya lebih kecil jadi lebih padat.

Aku sangat menikmati meremas-remas payudara Desy, dan terkadang aku juga memainkan putingnya yang kecil tapi sudah mengeras. Dari tubuhnya yang sedikit menggeliat dan bergetar, Desy sepertinya juga sangat menikmatinya.

"Uhhmmm... Uhhmmm... Uhmmm..." desah Desy yang tertahan bibirku.

Pahaku yang saat ini dijepit diantara selangkangan Desy, sengaja aku gesek-gesekkan ke vaginanya supaya dia semakin terangsang. Desy merespon yang aku lakukan dengan ikut menekan-nekan vaginanya lebih kuat ke pahaku. Kalau aku berhenti menggesekkan pahaku, maka Desy menggerak-gerakkan sendiri pinggulnya.

Tangan kananku kembali meremas pantat Desy. Kali ini aku coba masukkan tanganku ke celananya. Berhubung dia pakai celana berkaret, aku dengan mudah memasukkan tanganku.

Desy sepertinya sudah menyiapkan segalanya, aku yakin itu karena saat tanganku berhasil masuk kedalam celana Desy, aku tidak merasakan celana dalamnya, tanganku langsung bersentuhan dengan kukit Desy.

Dengan kemudahan ini, aku dengan leluasa dapat meremas pantat bulatnya. Setiap aku meremas pantatnya, Desy semakin menekan vaginanya ke pahaku.

Aku mencoba untuk memegang vaginanya dari belakang. Saat tersentuk, tubuh Desy bergetar seperti tersetrum.

"Uhh...hhmmm..." lenguh Desy.

Ternyata Desy benar-benar sudah terangsang, vaginanya benar-benar sudah sangat basah.

Aku memindahkan tanganku kedepan, dan menyentuh vaginanya langsung dari arah depan. Perlahan aku mulai mengelus-elus bibir luar vagina Desy yang sudah banjir. Desy melepaskan ciumanku.

"Ohgh….Ohgh…. Ohgh…. Enak mas, enak banget, terus ahhh...." Desy mulai meracau tak jelas.

Aku terus melakukan aktifitas ku di vagina Desy, dengan jari tengahku aku mulai mencari klitorisnya. Begitu ketemu, aku usap perlahan benda mungil nan kecil itu.

"Akhhh…." teriak Desy saat klitorisnya aku usap.

Sejenak Desy menahan tanganku, sepertinya dia tidak kuat kalau klitorisnya aku usap terus-menerus.

Akhirnya aku bawa Desy ke tempat tidur, dan membaringkannya dengan posisi terlentang.

Melihat Desy yang sudah sangat pasrah, aku mulai membuka baju yang dia kenakan hingga dia sudah setengah telanjang di depanku. Tak berhenti sampai di situ, akupun mulai membuka paha Desy lebar-lebar dan aku tempatkan tubuhku diantara selangkangannya.

Sasaranku saat ini adalah payudaranya, dan dengan membungkukkan tubuhku kedepan, aku menjilati puting payudara kanannya. Tubuh Desy begerak-gerak tak karuan, sepertinya dia suka sekali saat aku menjilati dan menghisap-hisap puting payudaranya. Kadang Desy menyatukan kedua payudaranya agar lebih maju dan mempermudah aku menjilati permukaan payudaranya.

Aku sejenak berhenti, mataku kini memandangi wajah Desy. Sebenarnya aku ingin sekali membuka celana Desy dan menusuk-nusuk vaginanya dengan penisku. Tapi aku masih sedikit ragu untuk melakukannya.

"Lakukan yang mas ingin lakukan, malam ini gue milik mas...." kata Desy yang sepertinya menyadari keraguanku.

Apa yang dikatakan Desy seketika menghapus keraguanku. Dengan kedua tanganku, aku menarik turun celana Desy dengan begitu mudah, apalagi Desy membantu dengan mengangkat pantatnya.

Melihat Desy yang sudah telanjang, akupun mulai membuka kaos dan celanaku, sehingga sekarang aku dan Desy sama-sama bugil.

Sesaat aku memandang tubuh Desy. Badannya yang langsing dibalut dengan kulit putih mulus, ditambah payudara yang begitu pas dengan ukuran tubuhnya. Kakinya yang panjang dan jenjang memiliki betis seperti bulir padi. Aku ternganga sesaat, apalagi saat melihat vaginanya yang ditutupi bulu hitam tipis diantara pahanya yang sudah terbuka lebar.

"Kenapa cuma dilihat, mas?...." tanya Desy, biarpun bertanya tapi mata dia begitu fokus melihat benda tegang di selangkanganku.

Aku tersenyum, kemudian segera aku menempatkan kembali tubuhku diantara selangkangannya. Aku cium bibir Desy sekali lagi, dan dia membalasnya dengan cukup buas. Dari bibir, kemudian ciumanku turun ke sepasang payudaranya.

Puas menciumi payudaranya dan menjilati putingnya, ciumanku semakin turun. Aku menjilati seluruh permukaan perut rata Desy, sampai akhirnya wajahku tepat berada didepan vagina Desy.

Tak ingin berlama-lama memandang vaginanya, aku segera memendamkan kepalaku ke selangkangan Desy, dan menikmati aroma vagina Desy yang begitu wangi. Meski sudah gak perawan, vagina Desy terlihat masih begitu rapat. Sepertinya dia benar-benar merawat vaginanya.

"Ssshhh.... Mmmmhhmmm...." rintihan halus keluar dari mulut Desy saat aku menjilati bibir vaginanya.

"Sluup... Sluup... Sluup...." aku terus menjilati vaginanya yang semakin banjir oleh cairan kental dan bening.

"Ssshhhh.... Mas, ooouuhhh...." Desy kembali mengerang saat aku memainkan klitorisnya, bahkan erangannya semakin kencang saat aku menggigit pelan klitorisnya.

Jilatan demi jilatanku terus menjelajahi vagina Desy, erangan dan desahan semakin sering keluar dari mulutnya.

Tubuh Desy menggelinjang tak karuan, nafasnya juga terdengar semakin memburu, dan beberapa saat kemudian tubuhnya mengejang.

"Aaarrrggghhhhhh....." erangan Desy yang begitu nyaring terdengar.

Saat dia mengerang, kedua pahanya mengapit kepalaku. Telingaku terasa sedikit sakit, tapi aku terus menjilati vagina Desy.

Desy yang sepertinya baru orgasme, membuat vaginanya semakin banjir. Tanpa rasa jijik, aku terus menjilati vagina, bahkan aku menyedot cairan di vagina Desy sampai cairan itu mengering.

"Sudah mas, sudah, ngilu!...." kata Desy dengan nafas terengah-engah.

Akupun berhenti dan sedikit mengelap cairan yang menempel di bibirku. Melihat Desy yang begitu lemas setelah orgasme, membuat aku semakin terangsang.

"Tunggu sebentar mas, masih ngilu...." kata Desy.

Tak menghiraukan kata-kata Desy, aku kembali menyerang tubuhnya. Tapi aku tak melakukan di vaginanya, melainkan aku mulai meremas-remas payudaranya dan aku menjilati perutnya yang rata. Aku terus melakukan itu sampai Desy mulai mendesah yang artinya dia sudah kembali terangsang.

"Terus mas, remasss.... Oouuuhhhh...." Desy sudah benar-benar kembali terangsang.

"Boleh aku masukin?...." tanyaku sambil menggesek-gesekkan kepala penisku ke bibir vaginanya.

"Masukin mass, masukinnn.... Gue dah gakk tahannn...." teriak Desy menjawab pertanyaanku.

Mendapat lampu hijau, aku segera mengambil posisi untuk mulai menyetubuhinya.

Kuhentikan remasan di payudaranya, kini tangan kananku beralih memegang penisku yang sudah menegang dan menbengkak. Kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang sudah kembali basah.

Desy membantuku mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.

"Uhhhh... Ehhmmm...." desah Desy saat kepala penisku masuk ke lubang vaginanya.

Baru juga kepala penisku yang masuk, tapi aku sudah merasakan cengkraman vagina Desy yang begitu kuat.

"Mass... Pelan... Pelann... Memek gue dah lama gak dimasukin, uhhhh.... Punya mas kegedeaannn...." ungkap Desy ketika aku mencoba terus menekan penisku untuk memasuki vaginanya.

Benar-benar sempit vagina Desy, penisku pun terasa ngilu dibuatnya, tapi aku terus menekan penisku untuk lebih dalam lagi memasuki lubang vagina Desy.

Sesekali aku menarik keluar penisku hingga menyisakan kepala penis yang masih berada di dalam vagina Desi, dan setelah sejenak terdiam aku kembali mendorong penisku kedalam vaginanya.

"Uuuuhhhhmmmm... Mass... Lebih dalam lagi...." pinta Desy yang sepertinya mulai terbiasa dengan penisku yang mengisi vaginanya.

Aku tekan penisku, dan dengan satu dorongan kuat, masuklah seluruh penisku kedalam vagina Desy.

"Ouuuhhmmm...." desahan Desy saat ujung penisku terasa mentok menyentuh dinding rahimnya.

"Punya mas kegedean, terasa robek vagina gue...." kata Desy begitu lirih saat aku mendiamkan penisku di dalam vaginanya.

Meski cuma diam, tapi aku merasakan nikmat di penisku yang menjalar ke seluruh tubuhku. Setiap kali Desy menarik nafas, aku merasa vaginanya meremas-remas penisku, dan saat dia menghela nafas, aku merasa ada yang mendorong penisku untuk keluar dari lubang vaginanya.

"Des, aku mulai ya?...."

"Silahkan mas, nikmatin tubuh gue. Lakukan apapun yang mas inginkan ke tubuh gue...." kata Desy sambil melempar senyum yang sangat meyakinkan.

Akupun mulai menggerakkan pinggulku perlahan.

"Uuuhhh.... Des, vaginamu nikmat sekali, rasanya aku seperti melayang ke surga...." aku bukan sembarang memuji, melainkan vagina Desy memang vagina ternikmat yang pernah aku nikmati.

"Aahh... Aahh... Mas... Penis mas benar-benar, vagina gue terasa sesak.... Aahh... Aahh... Terus.... Ini enak sekali.... Mass... Aahh... Aahh...." Desy semakin meracau tak karuan.

Semakin cepat aku menggerakkan pinggul mengocok penisku di vagina Desy, rasa geli dan nikmat semakin aku rasakan menjalar dari penisku menuju dadaku, membuat nafasku menjadi tak beraturan.

Sambil terus aku menggerakkan pinggulku, kedua tanganku tak mau diam. Payudara Desy yang menganggur segera aku raih, dan aku meremasnya dengan begitu gemas.

Cairan di vagina Desy semakin lama semakin banyak, dan cairan itu mempermudah gerakan penisku. Semakin lama semakin cepat aku mengaduk-aduk vagina Desy dengan penisku.

"Aahhh... Aahhh... Uhm... Uuhhmmm.... Terus mas terus, enak...." Desy semakin mendesah tak karuan.

Semakin cepat gerakanku semakin cepat aku merasakan cairan panas akan menyembur keluar dari penisku.

"Des... Aahhh... Aku... Mau keluar... Aahh...."

Gerakanku semakin tak terkontrol, semakin lama gerakan pinggulku semakin cepat.

"Plak... Plak... Plak..." bunyi selangkanganku yang beradu dengan selangkangan Desy.

"Aahhh... Aaahhh... Mass.... Gue juga mau keluarrr... Aahh...."

Setelah dua puluh menit aku menggenjot vagina Desy, rangsangan yang aku dapatkan benar-benar telah memuncak. Semburan sperma daru dalam penisku tak bisa aku tahan lebih lama lagi.

"Maass... Jangan di dalam, gue lagi subur...." teriak Desy.

Aku dengar apa yang di teriakkan Desy, tapi aku lebih berkonsentrasi menggenjot vaginanya.

"Maasss... Aahhh... Gue udah gak tahan lagi.... Aaarrrrgghhhhh....." Desy mengerang cukup kencang saat dia mendapat orgasme keduanya.

Kepala penisku yang berada di dalam vagina Desy, terasa tersiram cairan yang begitu hangat. Vagina Desy yang semakin mencengkram penisku saat dia mengalami orgasme, membuatku tak bisa lagi menahan spermaku yang mau keluar.

Dengan cepat aku menarik keluar penisku dari vagina Desy, dan setelah tiga kali aku kocok dengan tanganku, spermaku menyembur keluar begitu banyak mengarah ke perut Desy, bahkan ada sebagian spermaku yang sampai mengenai wajahnya.

Aku dan Desy sama-sama terdiam, mencoba mengatur nafas kami yang sama-sama terengah.

Sambil mengatur nafas, aku terus melihat kearah wajah Desy yang masih memerah. Menyadari sedang aku lihat, Desy memberikan senyuman padaku.

"Cupp..." aku mencium kening Desy.

"Makasih...." kata Desy begitu lirih.

Aku hanya tersenyum membalas perkataan Desy padaku, dan setelahnya aku pun ambruk di sampingnya untuk istirahat.

"Mas, maaf ya dari tadi aku manggilnya lo gue ke, mas...."

"Santai saja Des, panggil aku senyaman kamu...."

"Aku lebih suka aku kamu kalau sama mas...."

"Ya kamu panggil begitu saja, lagian aku gak pernah mempermasalahkan soal panggilan...."

"Sekali lagi, makasih mas...."

Aku memiringkan tubuhku ke arah Desy, dan aku mengelus rambut Desy. "Sekarang istirahat, ingat besok kita ada kerjaan...." bisikku di telinga Desy.

"Peluk mas...." pinta Desy begitu manja.

"Itu gak di bersihin dulu?...." jariku menunjuk spermaku yang begitu banyak di perut Desy.

"Hihihihi, iya ini di bersihin...."

Desy mengambil tisu yang ada di meja tepat di sampingnya. Dalam sekejap, spermaku yang ada di segala bagian tubuhnya bersih tak berbekas.

Selesai membersihkan diri, Desy kembali berbaring di sampingku. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan juga tubuhku. Matanya sedikit melirik ke arahku seperti menagih sesuatu.

Aku yang tau maksudnya, segera aku melingkarkan tanganku ke pinggangnya. "Selamat istirahat...." kataku.

Malam pun semakin larut. Sesaat setelah Desy tertidur, akupun segera mencoba tertidur. Tubuh hangat Desy, membuatku begitu nyaman saat memeluknya.

°°

Pagi ini seperti rencana awal, aku dan Desy mengecek bangunan yang akan menjadi kantor cabang perusahaan tempatku bekerja.

Seseorang sudah menanti kedatangan kami. Dengan begitu detail orang itu menjelaskan seluk beluk bangunan ini, dia juga mengatakan kalau baik foto atau video yang telah dia kirim ke bu Jesi, adalah gambaran sebenarnya dari gedung ini. Tapi baginya wajar, jika semua itu belum cukup sebagai bukti. Biaya sewa gedung ini lumayan mahal, jadi tak heran jika bu Jesi menyuruh orang untuk melihatnya secara langsung.

Setelah mengelilingi bangunan selama beberapa waktu, semua tugas telah selesai. Desy juga barusan sudah mengirim laporannya ke bu Jesi.

"Mas, balik ke hotel yuk, aku masih agak pusing. Mungkin ini efek banyaknya minuman yang semalam aku minum...." ungkap Desy padaku.

Aku mengiyakan permintaan Desy, dan segera pamit ke orang yang barusan sudah memandu kami.

Sampai di hotel, Desy segera aku antar ke kamarnya untuk istirahat. Setelah menyelimuti dan memastikan dia istirahat, akupun keluar dari kamarnya.

Mumpung masih di kota ini, aku ingin jalan-jalan sebentar. Mengunjungi tempat yang sering aku kunjungi, sekaligus nostalgia.

Aku beruntung pihak hotel menyediakan kendaraan untuk penghuni hotel yang menyewa kamar eksklusif. Dari berbagai kendaraan yang disediakan, aku lebih memilih motor matic yang enak digunakan untuk menyusuri padatnya jalanan kota Surabaya.

Tujuan utamaku, rumah lamaku yang telah aku jual. Meski belum lama rumah itu aku tempati bersama keluargaku, tapi di rumah itulah tersimpan kenangan terakhir dengan keluargaku.

"Ternyata sudah ada yang menempati...." gumamku begitu melihat sebuah keluarga telah menghuni rumah lamaku.

Aku tak begitu lama mengamati kondisi rumah lamaku. Jika kelamaan mengamati rumah itu, bisa saja aku di kira mau berbuat buruk ke rumah itu.

Laju motorku tak begitu kencang, sekitar 500 meter dari rumah lamaku, aku melewati rumah lama keluarga kak Vani. Rumah itu juga penuh kenangan, terutama kenanganku dengan adik kak Vani. Tapi aku tak menghentikan motorku di depan rumah itu, melainkan aku berhenti di taman kecil tepat di samping rumah itu.

Jika hari libur, taman ini cukup ramai. Tapi ini bukan hari libur dan masih jam kerja, jadi taman ini sangat sepi.

Saat ini cuma aku sendiri yang berada di taman, duduk di bangku yang dulu sering aku duduki. Tak ada yang berubah dari taman ini, semua terlihat masih sama. Mungkin yang berubah cuma dia yang tak lagi duduk di sampingku.

Rindangnya pohon yang membuat teduh tempatku duduk, membuatku sejenak memejamkan mata sambil menikmati hembusan angin yang menerpaku.

"Srek... Srek... Srek..." sebuah langkah kaki seseorang aku dengar berjalan mendekat ke arahku.

Aku membuka mata, menoleh dan melihat kearah datangnya suara langkah kaki itu.

Saat aku menoleh, pandanganku bertemu dengan sepasang mata yang juga sedang memandangku.

Dia tersenyum. Senyumnya masih sama seperti dulu.

"Kamu masih mengingat tempat ini?...." dia bertanya padaku.

"Untuk apa kamu ketempat ini lagi, bukannya kamu sudah bahagia di sana?...."

"Aku bahagia di tempat ini...."

"Semoga kamu selalu bahagia...." setelah membalas senyumannya, aku beranjak pergi dari tempatku duduk.

"Van...." dia memanggilku.

Aku kembali menoleh kearahnya. Dia menatapku, begitupun juga aku menatapnya.

"Aku menagih janji mu!...."

°°

°°

Bersambung....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd