Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Follow Your Dreams

-Part 7-



Jesi


Gladis


Desy

Pov Novan


"Pagi yang cerah...." begitu aku membuka gorden, cahaya hangat matahari seketika membuat hangat tubuhku.

Sekitar 10 menit yang lalu aku bangun, tanpa adanya Desy di sampingku.

Wanita itu lebih dulu bangun, dan saat ini dia masih berada di kamar mandi. Suara gemericik air menandakan kalau dia belum selesai mandi.

"Des, aku balik ke kamar dulu!...." teriakku dari dekat pintu kamar mandi.

"Iya mas, tapi jangan lupa 30 menit lagi kita sarapan...." Desy juga berteriak membalas ku.

"30 menit lagi aku jemput ke sini...."

Selesai pamit, aku bergegas menuju kamarku. Aku cuma punya waktu 30 menit untuk bersiap-siap. Waktu segitu sudah cukup bagiku, karena aku bukan tipe cowok lelet.

"Dugh...." baru juga aku masuk kamar, ada tas koper besar yang menghalangi langkahku.

Selain tas koper besar, di sampingnya juga ada sepasang sepatu dan anehnya ini sepatu cewek. Seingatku Desy gak pernah bawa barang-barangnya ke kamarku, dan dia juga gak pernah masuk ke kamarku tanpa seizin ku.

Masa bodo dengan barang-barang ini. Begitu aku singkirkan tas koper besar yang menghalangi ku, aku lanjutkan langkahku menuju kamar mandi. Karena di kamar ini aku cuma sendirian, aku bebas kapan saja menggunakan kamar mandi.

"Cklek...." pintu kamar mandi terbuka ..... ..... "Srek Cklek...." aku terdiam mematung setelah kembali menutup pintu kamar mandi dan membatalkan niatku untuk masuk ke kamar mandi.

"Plak.... Plak.... Plak...." berkali-kali aku memukul wajahku. "Ayolah, aku pasti salah lihat, barusan cuma halusinasih...."

"Cklek...." pintu terbuka.

"Gluk...." tenggorokanku terasa kering, dan air liurku terasa menghapus kekeringan di tenggorokanku.

"Maaf ya gue lupa ngunci pintu kamar mandi...." aku masih terdiam, tapi mataku terus mengikuti pergerakan seorang wanita yang baru keluar dari kamar mandi.

"Bu... Bu... Bu... Jes..ssi, se.ejak kapan di sini?...." lidahku benar-benar kaku hanya untuk mengatakan pertanyaan yang begitu simpel.

"Lo tuh mirip orang baru lihat setan aja Van!...." tanpa menghiraukan keberadaanku, bu Jesi begitu asik membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa baju ganti.

"Soal sejak kapan gue di sini, gue di sini sejak semalam, dan gue gak nyangka lo lebih milih tidur sekamar dengan Desy...." bu Jesi melirik ke arahku, sebuah lirikan penuh selidik di layangkan bu Jesi padaku. "Sudah berapa kali?...." aku mendengar pertanyaan ambigu keluar dari mulut bu Jesi.

"Be... Ber..rapa kali?.... Ma... Maksud bu Jesi?...." bukannya pura-pura, tapi aku memang tak tahu maksud pertanyaan bu Jesi.

"Lo tuh memang, argghh...." bu Jesi terlihat kesal sendiri. "Lo mau mandikan, ya dah sono buru mandi!.... Soal yang barusan gue tanyain ke lo, biar gue tanya langsung ke Desy. Tuh cewek pasti lebih ngerti daripada lo...."

"Hehe, iya bu, aku mandi dulu!...." tanpa berlama-lama, aku masuk kamar mandi.

"Oh iya Van gue sampai lupa, tar setelah lo mandi, gue tunggu di tempat sarapan, disana juga ada Gladis dan Desy juga bakalan gue ajak kesana...." baru juga mau nyiram air, bu Jesi udah teriak dari luar kamar mandi.

"Iya bu...." balasku dan aku lanjut membasuh tubuhku.

10 menit di dalam kamar mandi, akhirnya aku selesai mandi. Hanya dengan menggunakan handuk, aku berjalan keluar dari kamar mandi. Diluar kamar mandi, aku tak lagi melihat keberadaan bu Jesi. Tak ingin membuang waktu, segera aku ganti baju dan tak lupa aku merapikan penampilanku.

Aku bukan tipe cowok yang suka merias diri, menyisir rambut dan menyemprotkan parfum ke baju, udah cuma itu, dan setelahnya aku segera keluar kamar.

Niatku mau ketempat Desy, tapi segera aku urungkan niatku karena aku yakin dia udah pergi duluan ketempat sarapan bersama bu Jesi.

Berjalan santai sambil sedikit bersiul, aku berjalan melewati lorong hotel menuju tempat sarapan. Tapi sejak aku berjalan melewati lorong hotel, aku merasakan firasat kurang enak, bahkan dari tadi aku ingin sekali menoleh kebelakang memastikan tak ada orang di belakangku.

"Tenang Van, cuma perasaan doang...." gumamku sambil terus melangkah.

°°

°°

Pov 3rd


Di lorong hotel, seorang wanita baru keluar dari kamar tempat dia menginap. Baru juga keluar, tepat di depannya baru saja melintas seorang pria yang sedikit membuat dia menaikkan alis matanya.

"Jadi dia orangnya, sanga ceroboh!..." gumam lirih si wanita sambil matanya terus memperhatikan langkah pria yang baru melewatinya.

"Sekali identitasnya tersebar, puluhan bahkan ratusan orang akan datang untuk mengincar nyawanya. Dengan kecerobohan seperti barusan, dalam hitungan detik dia akan lewat...." pikir si wanita. "Cih.... Cuma modal tampang...." kesal si wanita sambil berjalan mengikuti pria di depannya dengan menjaga jarak batas aman.

°°

°°

Pov Jesi


Seperti yang sudah aku duga, mereka pasti sudah melakukannya, tapi sepertinya Desy tertimpa sial. Seharusnya dia bisa melakukannya lagi, sayang dia kedatangan tamu. 'Hihihihi....'

"Sudahlah Des, lo gak usah malu-malu. Lagian wajar kan kalau lo tertarik sama Novan, dan tuh Novan juga mau nglakuin sama lo, jadi gue gak akan nyalahin siapapun di sini...."

Sejak menjawab yang gue tanyakan tuh cewek satu merasa bersalah sama gue, padahal gue gak nyalahin dia.

"Tapi bu, itu saya kan...." Desy begitu bingung sendiri dengan apa yang mau dia sampaikan ke gue.

"Santai saja Des, sepertinya gue harus sedikit membuka rahasia kecil gue ke lo...." kata-kata gue sukses membuat Desy bengong dengan mata melihat kearah gue. Tapi gue gak peduli, gue justru sedikit menggeser kursi gue mendekat kearah Desy, dan begitu gue merasa situasi aman gue mulai kembali membuka mulut.

"Lo tau Des, gue tuh lebih suka jilatin memek daripada mainin batang cowok...." bisik gue yang membuat tubuh Desy gemetar. 'hihihihi....' gue menahan tawa.

Satu rahasia gue, gue memang mengalami kelainan, dan itu juga yang bikin gue betah ngejomblo.

"Lo gak usah takut Des, gue gak nafsu kok sama lo. Entah kelainan gue mulai normal atau ada faktor yang lain, gue merasa mulai tertarik dengan yang namanya cowok akhir-akhir ini, tapi anehnya cuma Novan yang bikin gue tertarik...." kata gue lirih.

"Jadi bu Jesi...."

"Ya, bisa dibilang gue penyuka sesama, tapi gue juga suka lawan jenis tapi itu khusus untuk Novan....." gue memotong kata-kata Desy, dan kini dia cuma bisa diam.

"Seru banget keliatannya, kalo boleh tau apa yang sedang kalian bicarakan?...." Gladis yang baru datang begitu saja duduk di sampingk gue dan tak begitu lama gue lihat Novan yang berjalan kearah kami.

"Nanti dulu gue jawab yang lo tanyain, sekarang gue mau nuntasin urusan gue dengan tuh cowok...." gue nunjuk kearah Novan yang membuat tuh cowok sedikit memperlihatkan ekspresi terkejut dalam tiap langkahnya yang mendekat ke arah gue.

°°

°°

Pov Novan


Ingin rasanya aku pergi ketempat lain saat melihat bu Jesi, Gladis, dan Desy duduk bersama. Baru juga aku memikirkan untuk pergi ketempat lain, aku dikejutkan dengan bu Jesi yang menunjuk ke arahku, bahkan kini Gladis dan Desy juga melihat kearahku. Mau pergi juga udah terlambat, terpaksa aku meneruskan langkah dan berjalan mendekat kearah mereka.

"Duduk...." belum juga aku menyapa, bu Jesi udah nyuruh aku duduk di satu-satunya kursi yang masih kosong.

"Gue udah memesan makanan buat lo, tunggu saja, sebentar lagi juga datang tuh makanan lo...." lagi, belum juga aku membuka mulut bu Jesi udah mengatakan soal makanan padahal aku sama sekali tak memikirkan itu.

"Jang diam gitu!...." Gladis yang duduk di sampingku melihat kearahku sekaligus menegurku.

"Eh, iya maaf...." balasku.

"Lo tuh ya mirip cowok yang baru saja ketahuan udah hamilin cewek terus lo bingung gimana tanggung jawabnya...." sindir bu Jesi yang seketika membuatku menoleh kearah Desy.

Niatku ingin menanyakan apa bu Jesi udah tau tentang semua yang udah aku lakukan dengannya. Belum juga aku bertanya, Desy udah mengangguk dengan sedikit senyum. Anggukan kepala Desy sudah menjawab apa yang ingin aku ketahui.

"Kalian bertiga tu kenapa sih diem-dieman gitu?.... Asli gue jadi bingung sendiri...." protes Gladis.

"Kalo lo mau tau, tuh lo tanya saja ke Novan...." kata bu Jesi.

"Itu bu...."

"Cukup Gladis, gak usah Bu... Bu...." potong Gladis.

"Eh iya, itu buu, eh Dis.... Itu aku gak tau apa-apa...."

"Dasar, hmmm...." bu Jesi terlihat kesal mendengar jawabanku. "Nanti gue jelasin ke lo Dis, asal lo mau tidur sekamar sama gue...." imbuh bu Jesi.

"Sekamar sama lo?...." Gladis melotot kearah bu Jesi.

"Jadi bu Gladis juga...." Desy menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Eh, lo tau?...." Gladis terkejut.

Desy mengangguk dan memasang ekspresi aneh di wajahnya.

"Lo jangan salah faham, gue gak seperti kakak gue, gue masih normal...." kata Gladis, dan kini aku semakin gak ngerti dengan apa yang dari tadi menjadi bahan pembicaraan mereka.

"Maaf mbak mas, ini pesanannya...." seorang pelayan mengantarkan pesanan.

Ada empat menu makanan dan empat gelas minuman, tapi aku gak tau yang mana milikku.

"Nih sengaja gue pesanin khusus untuk lo...." bu Jesi naruh semangkuk soto ayam dan segelas jus jeruk di depanku.

"Terimakasih bu...." kataku menerima pemberian bu Jesi.

Acara sarapan pagi sedikit menghapus kebingunganku, meski aku masih merasa aneh dengan tingkah tiga wanita di depanku.

°°

°°

Pov 3rd


Di gedung bernama Imperial Domaine Tower, sebuah gedung setinggi 230 meter dan memiliki 61 lantai. Tepat di salah satu ruangan di gedung ini terdapat 9 orang yang dengan seriusnya mendiskusikan sesuatu. Dari 9 orang yang hadir, ada sebuah kursi kosong diantara mereka.

"Ada yang bisa menjelaskan padaku tentang si Deva?...." tanya pria berjas hitam dengan hiasan syal berwarna putih. Dari semua orang yang hadir di ruangan ini, pria ini terlihat memiliki pengaruh yang begitu besar dibandingkan dengan orang yang lainnya.

"Kita kecolongan, mereka bergerak diluar sepengetahuan kita...." jawab seorang pria yang memiliki rambut gondrong acak-acakan.

"Omong kosong apa yang barusan kamu katakan, mana mungkin ada pergerakan besar diluar sepengetahuan kita!...." seru pria berjas hitam.

"Mereka bukan orang sembarangan. Sistem keamanan kita yang sangat ketat, berhasil mereka terobos tanpa kesulitan sedikitpun. Tuan Darko seharusnya tahu, sistem keamanan kita adalah sistem terbaik...." ungkap wanita satu-satunya di ruangan ini.

Pria berjas hitam yang diketahui bernama Darko, seketika terdiam mendengar apa yang diungkapkan oleh si wanita.

"Perfect Security...." sebuah organisasi yang bergerak di bidang keamanan yang di bentuk Darko sekitar tiga puluh tahun yang lalu.

Di organisasi perfect Security, Darko menjadi pemimpin utama, dan dia memiliki 9 kaki tangan. Tapi beberapa hari yang lalu, Darko kehilangan salah seorang kaki tangannya yang mengurus cabang organisasi di luar negeri.

Biarpun dibilang organisasi keamanan, perfect Security bergerak di dunia bawah yang menyimpang dari hukum negara.

Pengedar narkoba, teroris, perampok, preman, bahkan mafia, merekalah yang sering menyewa jasa organisasi perfect Security. Bahkan orang-orang pemerintahan yang korup dan berbisnis di dunia bawah, menjadi langganan tetap organisasi ini untuk mengamankan mereka.

"Apa ada petunjuk siapa mereka dan apa tujuan mereka?...." Darko menyalakan cerutu sambil menunggu jawaban kaki tangannya.

"Kita minim petunjuk tentang siapa mereka, tapi yang pasti mereka berasal dari negeri ini. Soal tujuan mereka...." pria berjaket putih sejenak terdiam dan menarik nafas. "Meruntuhkan organisasi kita, mungkin itu tujuan mereka...." lanjutnya.

"Cih...." Darko semakin kesal. "Ada yang memantik api peperangan, dan lagi orang dari negeri ini, menarik-narik...." hembusan asap dari mulut Darko, mengeluarkan asap dari cerutu yang dia hisap.

"Aku harap bukan pria itu yang jadi lawan kita. Aku memang salah telah mencelakai istrinya dan membuat dia terpisah dengan anaknya. Kalau pria itu datang menuntut balas, bersiaplah kalian, kita akan perang besar-besaran...." dari ekspresi kesal, kini Darko terlihat resah.

"Bukannya bos dan dia dulu teman baik...."

"Itu cerita lama, Zaki dulu memang teman baikku. Tapi kamu tidak lupa bukan, tanganku ini yang membunuh istrinya dan tangan ini juga yang memisahkan dia dengan putrinya...." tangan Darko bergetar saat mengingat apa yang dulu pernah dia lakukan.

"Bukannya Zaki duluan yang membuat masalah. Karena dia, putri bos harus cacat seumur hidup...."

"Hah...." Darko menghela nafas. "Dia membuat putriku cacat tanpa kesengajaan. Sedangkan aku, diam-diam aku membunuh istrinya bahkan aku menculik putrinya. Dendam dia padaku terlalu besar, dan kini sepertinya dia mulai bergerak membalaskan dendamnya. Nama besar Zaki dan kekuatan asosiasi yang dia bentuk, tentu kalian semua tahu seberapa mengerikannya mereka...."

"Ibarat cicak melawan buaya, kita tak akan menang...."

"Kalian bisa bubar, dan persiapkan semua untuk situasi terburuk...." perintah Darko ke kaki tangannya.

Tujuh orang telah bubar, menyisakan dua orang yang paling Darko percaya.

"Kamu Dewi dan kamu Andra, om harap kalian segera menemukan pemuda itu. Dia kartu as kita, jika pemuda itu berada ditangan kita, aku yakin Zaki akan tunduk di bawah kakiku...." kata Darko sambil menatap dua orang termuda yang menjadi anggota baru menggantikan orangtua mereka yang sudah tiada.

"Tanpa informasi apapun, misi ini terlalu sulit...." kata Andra.

"Aku punya cara sendiri untuk menemukan dia...." Dewi terlihat percaya diri dengan cara yang akan dia gunakan untuk menyelesaikan misi yang diberikan Darko.

"Lakukan sebisa kalian, tapi om harap kalian bisa menyelesaikan misi ini, dan satu lagi, temui Resa mungkin wanita itu bisa membantu kalian...."

"Baik om, kalau begitu kami permisi...." Dewi dan Andra bangkit dari duduk dan keluar dari ruangan menyisakan Darko yang terus menghisap ujung cerutunya.

"Zaki, jangan harap kamu bisa menyingkirkanku dengan mudah...."

°°

°°

Pov Novan


Selesai sarapan, bu Jesi dan Gladis lebih dulu pergi karena mereka ada urusan pekerjaan. Sedangkan aku dan Desy masih duduk ditempat kami menikmati sarapan bersama.

"Des, kamu merasa ada yang aneh gak dari dua bos kita, terutama bu Jesi?...."

"Aneh kenapa?...."

"Ya aneh saja, padahal dia ada kerjaan di sini tapi kenapa juga dia nugasin kita ke sini untuk pekerjaan ngecek bangunan...."

"Itu memang aneh mas, tapi dengan begini kan kita bisa sekalian liburan...."

"Ada benarnya juga yang kamu katakan Des, tapi soal bu Jesi!...." aku kembali serius. "Dia sebenarnya udah tau belom dengan semua yang udah kita lakuin di sini?...." tanyaku mencoba lebih memastikan.

"Soal itu, tadi aku udah jelasin semua ke bu Jesi mas. Maaf, aku gak bisa bohong!...." Desy menundukkan kepalanya.

"Siapa juga yang nyuruh kamu bohong, Des. Kalau bu Jesi tahu juga gak apa-apa, lagian dia juga gak kelihatan marah...."

"Kalau soal bu Jesi gak marah, itu karena bu Jesi...." entah kenapa, tiba-tiba dia terdiam.

"Karena apa Des?...." tanyaku.

"Karena dia gak pingin marah saja, ya dia lagi gak mau marah...." jawab Desy, tapi entah kenapa aku merasa dia gak jujur kali ini.

"Daripada bahas itu, lebih baik kita jalan mas, bosan lama-lama di hotel...." kata Desy.

"Mau jalan kemana?...."

"Terserah mas mau kemana, aku ngikut...."

"Bagaimana kalau ke makam orangtuaku dulu, setelah itu baru kita jalan ke tempat lain...."

"Setuju...."

"Ya sudah, aku mau minjam kunci mobil dulu. Kamu mau ikut atau nunggu di depan?...." tanyaku sambil beranjak dari tempat duduk.

"Ikut...." jawaban singkat Desy dan setelahnya dia berjalan mendekatiku.

Seperti hari-hari sebelumnya saat jalan berdua, Desy kembali mengaitkan tangan kanannya ke lengan kiriku.

Setelah meminjam mobil ke petugas hotel, aku dan Desy segera menaiki mobil yang aku pinjam. Mobil ini mobil yang sama dengan yang kemarin aku gunakan. Begitu masuk kedalam mobil, dengan kecepatan sedang aku arahkan mobil menuju tempat peristirahatan terakhir kedua orangtuaku.

Tempat pemakaman kedua orangtuaku tak begitu jauh dari kompleks perumahan yang dulu aku tempati.

Begitu memarkirkan mobil dan keluar dari mobil, aku segera mengajak Desy masuk ke area pemakaman. Area pemakaman ini masih baru, jadi belum terlalu banyak orang yang dimakamkan di sini. Untuk makam kedua orangtuaku, letaknya tak begitu jauh dari pintu masuk pemakaman, bahkan dari arah pintu masuk aku sudah dapat melihat makam kedua orangtuaku.

Didalam area pemakaman, sudah ada petugas yang selalu menyediakan bunga tabur untuk keluarga yang mau berziarah ke makam keluarganya yang sudah meninggal. Tentu bunga tabur itu gak gratis, mana ada dikota ini yang gratis, kecing aja bayar.

Setelah mendapat bunga tabur, aku mengajak Desy ke makam orangtuaku. Menabur bunga di atas makam dan mendoakan mereka, itulah yang aku dan Desy lakukan.

Meskipun hanya sesekali berkunjung, aku akan selalu mendoakan kedua orangtuaku dimana pun aku berada.

"Sekarang mau kemana lagi mas?...." tanya Desy begitu kami sudah kembali didalam mobil.

"Aku mau beli beberapa barang di mall, kalau kamu?...."

"Ikut, tapi traktir belanja ya!...."

"Huh dasar...."

Begitu jelas tujuan, aku segera arahkan mobil menuju mall yang dulu sering aku kunjungi. Meski bukan mall terbesar, tapi tempat itu cukup lengkap menyediakan apapun yang aku butuhkan.

Lancarnya jalanan kota Surabaya membuat aku leluasa mengendarai mobil. Cukup 15 menit aku sudah sampai di parkiran mall. Meski jalanan lengang, tapi mall ini sepertinya ramai terlihat dari parkiran mobil yang cukup penuh.

"Mas, mereka!...." Desy menunjuk ke suatu tempat.

Saat aku melihat kearah yang ditunjuk Desy, aku melihat sekumpulan mahasiswa 6 cowok dan beberapa cewek. Desy tentu masih ingat mereka, terutama si cewek yang kini melihat kearah kami.

"Biarin saja mereka, yuk kita masuk...."

"Mereka kesini lo mas!...." bisik Desy.

"Mungkin mobil mereka ada disekitar sini...." kataku.

"He lo cowok yang direstoran itu kan?...." salah satu cowok menunjuk-nunjuk kearahku. Desy yang merasa agak ketakutan, memilih bersembunyi di belakang tubuhku.

"Beberapa hari yang lalu memang aku pernah melihat kalian di restoran...." jawabku santai.

"Oh jadi benar ya, lo yang waktu itu godain pacar gue!...." bentak tuh cowok kepadaku.

"Pacar!...." sejenak aku berfikir. "Maksud kamu Adel?...."

"Udah tau pakek berlaga bego lo ya!...."

"Maaf maaf ya, bagian mana yang terlihat aku godain tuh pacar kamu?...."

"Cih, bukannya ngaku lo malah nguji kesabaran gue. Lo gak tau apa gue tuh siapa?...."

"Aku memang gak kenal siapa kamu, tapi jika bagi kamu aku godain pacar kamu, aku minta maaf...."

"Minta maaf, gak semudah itu gue maafin lo...." tuh cowok diam sambil melirik Desy. "Gue akan maafin lo asal tuh ceweklo mau nemanin teman-teman gue semalaman, gimana lo setuju bukan...."

Aku hanya tersenyum. "Jangan ngelunjak!...." kataku begitu tegas. "Masih beruntung aku mau minta maaf atas kesalahannya yang gak pernah aku buat. Seharusnya kamu memaafkanku dan semua aku anggap selesai. Tapi setelah kata-kata kamu barusan, sepertinya kamu harus sedikit diberi tahu tentang siapa yang kamu hadapi...."

"Bugh.... Arrgghhh...." satu pukulan telak aku layangkan ke wajah pria yang berada di belakangku.

Satu pukulan ku, cukup untuk membuat dia terjatuh dengan darah segar mengalir keluar dari hidungnya. Aku tersenyum sinis melihat pria yang terjatuh di depanku, sedangkan teman-temannya mereka mulai bersiap mau mengeroyok aku.

Aku menyuruh Desy agak mundur kebelakang. "Lima orang seperti kalian bagiku cuma sekumpulan sampah yang harus segera dibuang...." memainkan emosi orang, sejak dulu aku menyukainya.

"Kurang ajar...." satu orang menyerangku. Tendangan kaki menyapu dari arah kiri menuju kepalaku, tapi dengan mudah aku menangkis tendangannya dengan tangan kiriku.

"Cih, itu tendangan cowok apa tendangan cewek, gak ada rasanya...." kataku mencoba membuat mereka semakin emosi.

"Jaga tuh mulut, gue bikin bonyok juga lo...." dua orang menyerangku, tapi belum juga aku menerima serangan, Security mall datang dan membuat semua lari tunggang langgang menyisakan aku dan Desy. Cowok yang mengaku pacar Adel, dia juga kabur dengan tangan memegangi hidungnya.

"Mas dan mbak-nya gak kenapa-kenapa kan?...." tanya salah satu Security.

"Gak apa-apa pak...." jawabku, sedangkan Desy dia masih diam.

"Syukurlah, kalau begitu kita tinggal gak apa-apa kan mas?...."

"Oh iya pak gak apa-apa, tapi sebelumnya saya ucapkan terimakasih bapak udah nolongin kita...."

"Kalau itu sudah tugas kami mas, ya sudah kami permisi dulu mas, mbak...."

Security itu kemudian pergi meninggalkan aku dan Desy.

"Yang bikin keributan kan aku dan mereka, kenapa tuh dua Security cuek-cuek saja?.... Setidaknya mereka bawa aku ke pos atau ditanya dulu kenapa membuat keributan ditempat ini...." gumamku lirih dalam kebingungan. Aku merasa ada yang janggal dengan dua Security barusan.

"Mas gak kenapa-napa kan?...." tanya Desy yang akhirnya kembali bersuara.

"Gak apa-apa aku Des, yuk masuk ke dalam!.... Kelamaan di tempat ini nanti mereka datang lagi...." aku dan Desy segera masuk kedalam mall.

Begitu masuk mall, aku langsung membeli barang-barang yang ingin aku beli, dan setelahnya aku menemani Desy belanja. Namanya cewek, kalau udah memilih baju, 1 jam baginya itu cuma 10menit.

Setelah hampir dua jam menemani Desy berbelanja dan membayar semua belanjaannya, kini aku dan Desy menuju bioskop. Beruntung masih ada dua tiket tersisa, jadi aku langsung membelinya.

Baru juga 10 menit film diputar, Desy udah gak berani membuka matanya. Aku sih biasa saja dengan film horor, tapi berbeda dengan Desy, sepertinya dia kurang menyukainya.

"Keluar saja yuk!...." ajakku.

"Tapi kan baru mulai...."

"Lain waktu nonton lagi, sekarang aku lebih gak tega lihat kamu ketakutan...." kataku yang membuat Desy tersenyum.

Memutuskan keluar bioskop lebih awal, kini aku dan Desy berjalan mengelilingi mall. Tanpa lelah kami terus berjalan sambil bercanda, sampai akhirnya kami terhenti saat melihat seseorang yang kami kenal muncul di depan kami.

"Kenapa tiba-tiba aku merasakan firasat buruk ya Des?...."

"Bukan hanya kamu mas, aku sepertinya juga merasa begitu...."

"Berhubung dia belum melihat, lebih baik kita putar arah!...." aku dan Desy segera memutar badan dan berniat memutar arah.

"Hei kalian berdua, stop disitu!...."

°°

°°

Bersambung....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd