Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 11

Udin mengendarai mobil seperti apa yang diminta oleh Bu Risma tadi pagi. Didalam perjalanan itu, Bu Risma masih saja penasaran oleh sosok Azka. Oleh karenanya dia berniat untuk mencari keterangan lebih pada Udin yang kini tengah fokus membawa kendaraan.

"Sudah berapa lama kamu kenal dengan Azka, Din?" Bu Risma membuka obrolan.

Udin menceritakan awal pertemuan nya, awalnya Bu Risma tampak antusias mendengarkan yang diceritakan Udin. Namun di ujung cerita, Bu Risma merasa kecewa karena sedikitnya informasi yang dapatkan.

"Menurutmu kemana Azka selanjutnya?"

Udin heran mendengar pertanyaan Bu Risma dia mencoba untuk bertanya lebih, "Kemana gimana maksudnya, bu?"

"Azka temanmu itu, sudah tak lagi kerja di rumahku, tadi pagi dia izin berhenti bekerja".

"Ada masalah apa tuh si kuntul? Udah tau nyari kerjaan sulit, malah minta berhenti!" gumam Udin dalam pikirannya.

"Jadi menurutmu kemana Azka selanjutnya, ditanya kok malah diam?" Bu Risma kembali mengulang pertanyaan yang sama.

"Menurutku sih kayaknya bakal balik ke kosan lagi deh bu" komentar Udin setelah berpikir sejenak.

"Nanti kamu kirimkan alamat kosnya ke nomorku."

Udin menoleh ke arah Bu Risma dengan mengerutkan dahinya.

"Saya hanya bermaksud mengajaknya kembali kerja di rumahku" kata Bu Risma menutupi tujuan yang lain.

----------------------------

Seharian Azka menghabiskan waktu dengan tiduran dikamar kosan hingga dirinya terbangun karena lapar. Ia bergegas ke warung untuk mengisi perutnya.

"Gimana Az, kerjanya enak?" Tanya Mpok Leha saat melihat Azka masuk ke dalam warungnya.

"Enak apanya mpok? Yang ada kesel iya! Gue udah berhenti kerja disitu"

Mendengarnya Mpok Leha terkejut, "Uju buset! Baru sehari udah berhenti kerja. Kenape lu, dipecat ya?"

"Gak! Gue sendiri yang minta berhenti. Pokoknya nyebelin deh!" Azka tak mengatakan yang sebenarnya karena itu memang tak diperlukan.

"Ya udah elu gak usah pikirin. Sekarang elu kemari mau apa?"

"Makanlah mpok, ya kali mau benerin genteng!"

Mpok leha terkekeh karena berhasil membuat Azka sewot.

"Ooh… kirain mau pacuan kuda lagi kayak tempo hari" Mpok Leha menaik turunkan alisnya.

"Kebetulan rumah lagi sepi, mau kan Az?" Mpok Leha memancingnya dengan genit.

"Lagi gak mood, mpok!" Balas Azka.

Kini giliran Mpok Leha yang terlihat sewot, serbet di pundaknya dilemparkannya entah kemana.

Dari seberang jalan, lima pasang mata tampak sedang mengamati warung nasi milik Mpok Leha.

"Gue beli rokok sebentar, amati terus anak itu jangan sampai lolos"

"Tapi kenapa pas keluar tadi kita gak langsung sergap aja bang?"

"Waktunya kurang tepat, elu kan tau tadi lumayan ramai" Pemimpin itu memberikan alasannya.

"Sudah jangan banyak tanya, awasi saja anak itu!" Pungkasnya.

"Baik bang!" Seru anak buahnya.

Setelah dirasa cukup kenyang, Azka kembali ke kosannya. Ditengah perjalanan pulang, handphonenya berdering lalu diangkatnya.

"Elu di kosan kan bro? Tadi Bu Risma bilang ke gue kalau dia berniat ngajak elu kembali." Udin berbicara dari seberang telpon.

"Gue gak bakalan balik! Dan kalau niatan elu nelpon gue hanya buat ngerayu juga, percuma saja! Gue gak bakalan balik!"

Setelah mengatakan itu, Azka dengan kesal langsung mematikan telponnya dan menoleh ke arah belakang. Namun setelah dilihatnya tak ada satupun yang terlihat.

"Aneh, gue berasa ada yang ngikutin."

Azka berpikir sejenak lalu sebuah senyuman menyeringai dari bibirnya.

Tiba-tiba Azka berbalik dan berlari dengan kencang, hingga membuat para penguntit yang sejak tadi mengikutinya terkejut. Azka melakukan itu untuk membuktikan kebenaran, apakah dirinya sedang di ikuti atau tidak.

"Kejar anak itu!!" Seru si pemimpin.

Di lahan kosong para penguntit berhenti berlari, pandangannya menyebar ke segala arah, mereka tampak kebingungan karena telah kehilangan jejak target.

"Cepat sekali larinya! Apa anak itu balik ke kosan yang bang?" Seorang bertanya pada pemimpinnya.

"Kalian berempat berpencar, biar aku saja yang mencarinya ke kosan".

"Terpaksa harus dengan kekerasan, bagaimanapun caranya hari ini aku harus membawa laporan yang memuaskan untuk bos" gumam si pemimpin.

Ternyata dugaan Azka benar, bahwa dirinya sedang di ikuti. Azka curiga mereka adalah intel yang sedang menyamar karena dirinya saat itu kabur dari penjara.

"Katakan! Ada masalah apa kalian berlima mencariku?" Kata Azka muncul dari balik pohon.

Kelima penguntit berbadan kekar itu menoleh ke arah sumber suara. Seringangan senyum tampak di wajahnya, mereka berlima secara serentak mendekati Azka.

"Mau apa kalian?!"

"Gue nggak ada masalah dengan kalian!"

"Sabar!" ucap seorang pemimpin yang mengejarnya tadi.

Azka yang masih menyangka mereka adalah komplotan intel, bersikap mawas diri.

"Gue nggak ada urusan dengan Ko Ahong. Bukan gue yang menculik anaknya. Laporannya itu palsu! Dia hanya ingin menjebakku saja." Terang Azka yang bersiap melawan jika mereka bersikap lebih.

"Kita bukan intel dan kita nggak kenal siapa itu Ko Ahong yang kamu maksudkan" jawab si pemimpin.

"Kita kesini buat jemput kamu karena ada orang yang ingin bertemu denganmu. Dia ingin bicara serius, katanya penting karena menyangkut keluargamu."

Azka mengernyit mendengarnya, "Gue gak punya keluarga dan gue hidup sendiri!"

"Masih ada dan kalau kamu ingin tahu kebenarannya, ayo ikut kami" pinta si pemimpin.

Azka tidak mudah percaya. Dia pun langsung menyerang kelima penguntit berbadan kekar itu hingga bertumbangan, terkapar kesakitan.

Sejak mendapati warisan Giwang, Azka banyak mendapati perubahan. Baik dari segi tenaga, penglihatan gaib, dan sebagainya. Semuanya itu telah diwarisi oleh Putri sejak pertukaran darah malam itu.

"Pergi kalian semua! Sebelum kalian semua mati ditanganku." Ancam Azka

Tak lama dari itu, sebuah mobil berhenti tak jauh dari keberadaan Azka saat ini, ternyata itu adalah Bu Risma yang keluar bersama Udin dari dalam mobil.

"Apa kalian tidak apa-apa?" Tanya Bu Risma berlari menghampiri si penguntit yang terkapar.

"Bu Risma!" Si pemimpin yang terkapar tampak terkejut dengan kedatangan Bu Risma.

"Maaf kami…" ucapnya lagi dengan terbata-bata.

Azka semakin dibuat kebingungan mendengar perbincangan mereka.

"Kalian saling kenal? Apa maksud anda melakukan ini pada saya, Bu? Apakah soal masalah tadi pagi?" Azka bertanya dengan curiga.

"Bukan soal itu, aku juga tidak tahu siapa yang menyuruh mereka, tapi aku mengenali mereka."

"Saya meminta Udin kemari untuk menemuimu dan tak sengaja di perjalanan melihatmu disini." Bu Risma menerangkan.

"Sudahlah! Kamu pasti bingung bukan? Biar saya jelaskan padamu nanti. Sekarang ikut ke rumahku karena ada seseorang yang sudah menunggumu disana. Ini menyangkut keluargamu." Pungkas Bu Risma.

"Ayo bro kita balik, sejujurnya gue juga gak tahu apa-apa. Elu ikutin aja apa maunya" Udin yang berada di samping Bu Risma berusaha menarik lengan Azka untuk degera masuk kedalam mobil.

Azka mengibaskan tarikan Udin.

"Tak perlu! Jelaskan saja disini, lagian aku tak begitu banyak mengenal orang, jadi orang yang menungguku di rumahmu sudah pasti aku tak mengenalnya."

Azka tetap ngotot meminta penjelasan pada Bu Risma saat itu juga.

Mendengar kegigihan Azka, Bu Risma mengatur nafasnya mencoba menenangkan emosinya yang sudah meletup dihati.

"Kita hanya ingin berbicara baik-baik denganmu, ada orang yang sudah menantikan kedatanganmu disana, kasihan dia sudah datang jauh-jauh. Yang jelas, tujuannya itu bukan untuk mencelakaimu. Hanya dia sajalah yang berhak menjelaskannya padamu."

"Aku mohon. Berhentilah untuk mendebat. Sekarang ikutlah bersamaku ke rumah". Bu Risma mencoba menerangkan pada Azka untuk terakhir kali.

Azka mengacak rambutnya tanda frustasi. Azka telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mau lagi menginjak rumah itu. Namun disisi lain, Azka merasa penasaran. Siapa orang yang ingin sekali menemuinya? Menyangkut keluaganya? Sesuatu yang dirasa begitu konyol dan aneh, mengingat dirinya yang tak memiliki keluarga.

"Baiklah, aku akan ikut dengan kalian, jangan sampai aku berubah pikiran" Azka menurunkan nada suaranya lalu menuju ke arah mobil.

"Nah gitu dong" Celetuk Udin yang langsung disambut tatapan sengit Azka.

"Oke-oke! No debat!" Kata Udin melihat tatapan dari Azka.

Tak butuh waktu lama, mobil pun masuk kedalam garasi rumah Bu Risma. Azka keluar dari mobil, menatap rumah itu dengan perasaan yang jengah. Lalu menghirup nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan.

Bu Risma mengajak Azka untuk masuk kedalam.

Setibanya diruang tamu, sudah ada seorang pria berusia empat puluh tahun dengan setelan jas yang rapih serta menggunakan kacamata hitam. Dia sedang duduk santai sambil membaca majalah.

"Maaf sudah menunggu anda begitu lama, ini orang yang saya ceritakan pak, sewaktu di kantor tadi pagi." Kata Bu Risma memperkenalkan.

Pria itu seketika berdiri seraya melepaskan kacamata hitamnya, menatap Azka dengan penuh rasa terkejut.

Keduanya (Si pria berkacamata hitam dan Azka) berdiri saling menatap, Azka memicingkan matanya mencoba mencari tahu siapa pria yang ada di depannya itu.

"Silahkan bapak berbicara dengannya, saya tak akan mengganggu" Bu Risma pamit undur yang dibalas anggukan pria itu.

Keduanya masih saling menatap dengan pikiran masing-masing.

"Anda siapa? Dan apa tujuan anda bertemu denganku?" Azka lebih dulu bertanya.

Pria berkacamata hitam berusia empat puluh tahun itu tersenyum.

"Sabar anak muda, silahkan duduk terlebih dahulu" ucapnya.

Azka duduk, kedua siku tangannya ia topang diatas pahanya. Bersiap mendengarkan apa yang akan si pria itu katakan.

"Perkenalkan, aku Adirata. Aku adalah orang kepercayaannya Pak Santanu." ucap Adirata pada akhirnya.

"Selama ini Pak Santanu telah kehilangan anak kandungnya. Mengenai bagaimana anak kandungnya itu hilang, aku belum bisa menceritakan semuanya padamu. Namun dugaanku sekarang, kamulah anak kandung Pak Santanu yang hilang itu.

Azka tertawa mendengar itu.

"Anda salah orang, maaf jika saya menertawakan cerita anda yang tidak masuk akal itu" Dengus Azka.

Azka lalu bangkit dari duduknya dan hendak pergi namun dicegah oleh Adirata.

"Tujuanku menemuimu untuk mencari bukti kebenaran".

Azka membuang muka karena semakin kesal, "Kebenaran macam apalagi yang anda maksud? Kebenarannya adalah cerita anda itu hanyalah omong kosong belaka!"

"Asal anda tahu saja, aku ini yatim piatu sejak usia dua tahun. Saya dibesarkan di panti asuhan, pengurus panti mengatakan jika kedua orang tuaku sudah meninggal dunia."

"Jadi anda jangan terus mengarang cerita. Mau dibuktikan dengan cara apapun juga tidak akan terbukti kebenarannya."

Adirata tetap tenang mendengar penjelasan Azka.

"Begini saja, aku akan ceritakan semuanya kenapa aku yakin bahwa kamu adalah anak kandung Pak Santanu. Sebagai pembuktian, aku ingin kamu melakukan tes DNA."

"Jika hasilnya akurat, maka kamu terbukti anak kandung Pak Santanu. Dan setelah itu, aku akan ceritakan semuanya bagaimana itu bisa terjadi.

Azka tetap tidak percaya.

"Memangnya, Pak Santanu itu siapa?" Tanya Azka.

"Pak Santanu adalah ayahmu dan dia adalah orang terkaya kedua di Indonesia" jawab Adirata.

Azka terbelalak mendengarnya, "Orang terkaya kedua di Indonesia?"

Adirata mengangguk, tersenyum pada Azka.

Azka masih tetap tidak percaya mendengar itu. Dia pun memperhatikan Adirata dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lalu teringat sesuatu.

"Apakah kelima orang berbadan kekar adalah orang-orang suruhan anda?"

"Iya, kelima orang itu bagian dari bodyguard Pak Santanu yang aku utus. Awalnya aku menyuruh mereka untuk mengambil beberapa helai rambut dan setetes darahmu untuk dijadikan uji sampel. Tapi kabarnya, mereka dibuat babak belur olehmu."

"Tak kusangka, kamu jago beladiri" Adirata tampak tak menyangka.

"Jadi… bagaimana? Apakah kamu bersedia melakukan tes DNA?"

Setelah menimbang pikir, Azka bersedia melakukannya.

"Baiklah kita ke apartemen sekarang, apartemen itu juga milik Pak Santanu, aku sudah meminta tim dokter untuk menunggunya disana."

Azka pada akhirnya pergi bersama Adirata menuju apartemen, dengan menaiki mobil yang sudah disiapkan.

"Apa iya aku ini anak kandung orang terkaya kedua di Indonesia? Jika benar, pengurus panti asuhan telah berbohong padaku selama ini." Pikir Azka kebingungan dalam hatinya, di dalam mobil yang masih membawanya menembus jalanan Kota Bandung.

Sebuah mobil. berhenti di lobby apartemen.

Azka dan Adirata keluar dari dalam mobil.

Tak lama kemudian mobil yang membawanya tadi itu melaju. Di pintu lobby apartemen, tampak berbaris dua puluh lelaki yang mengenakan setelan jas dengan senjata di punggungnya.

Mereka menyambut kedatangan Adirata dan Azka. Adirata melempar senyum pada mereka lalu mengajak

Azka untuk masuk ke dalam lobby.

Azka tidak tahu apakah apartemen itu benar milik Pak Santanu atau memang di apartemen itu sengaja digunakan markas oleh Adirata. Mengingat kebanyakan orang yang dilihatnya tadi berbadan kekar dilengkapi senjata di punggungnya. Mereka tampak terlihat seperti pasukan yang terlatih.

Azka tak mau memusingkan itu. Dirinya terus saja mengikuti langkah Adirata menuju lift, lalu membawanya ke lantai lima puluh.

Di lantai lima puluh itu, tepat di depan pintu kamar apartemennya, dua lelaki yang mengenakan setelan jas berdiri di depan pintu. Dia menyambut kedatangan mereka dengan penuh hormat lalu membukakan pintu untuk mereka.

"Mari masuk" ajak Adirata.

Azka mengangguk lalu kembali mengikuti langkah Adirata yang masuk ke dalam.

Azka tercengang melihat kemewahan di dalam apartemen itu. Ruangannya begitu luas, semua yang ada di dalam apartemen itu mengingatkannya pada film yang pernah ditontonnya. Mungkin lebih tepatnya ruangan yang kini ditempatinya itu lebih pantas disebut penthouse.

"Silakan duduk" pinta Adirata saat mereka tiba di sebuah ruangan yang di hadapan sana menghamparkan pemandangan gedung-gedung kota Bandung melalui dinding kaca yang pinggirannya terdapat tabir mewah nan elegan.

Azka duduk dengan canggung, diikuti Adirata yang juga ikutan duduk.

Tak lama kemudian, datang seorang pelayan menghidangkan minuman untuk mereka berdua. Sebotol wine dan dua gelas kosong.

Saat pelayan itu hendak menuangkan isinya ke dalam gelas. Azka memintanya untuk berhenti.

"Maaf, aku tidak minum alkohol" ucap Azka bernada sopan.

"Bagaimana kalau jus?" tawar Adirata.

"Boleh" jawab Azka dengan mengangguk.

Adirata menatap pelayannya dengan ramah.

"Buatkan jus untuk tamu kita."

"Baik, Pak" Pelayan itu langsung pergi meninggalkan.

Adirata lalu berdiri sembari menatap Azka dengan lekat, "Tunggu sebentar."

Azka mengangguk, lalu Adirata pergi ke sebuah ruangan lain.

Azka menunggu sambil mengedarkan pandangannya ke ruangan itu dengan takjub. Selama hidupnya, baru kali ini dia berada di tempat semewah itu. Bahkan rumah milik Bu Risma pun belum ada apa-apanya.

Adirata yang sudah tiba di ruangan lain, langsung meraih handphonenya dan menelepon seseorang di seberang sana.

"Halo, Pak. Anaknya sudah ada bersama saya" ucap Adirata pada Pak Santanu.

"Sekarang lakukan uji DNA" pinta Pak Santanu.

"Nanti kalau memang dia terbukti anak kandungku, baru pertemukan dia denganku dan istriku.

"Baik, Pak." Adirata menyimpan handphonenya, lalu kembali menemui Azka di ruangan yang tadi.

Setiba di ruangan Azka, Adirata duduk di hadapannya dengan tersenyum ramah. Dia melihat segelas jus untuk Azka sudah tersaji di hadapannya.

"Silakan diminum" tawar Adirata sambil mengangkat gelas miliknya yang sudah terisi wine.

Azka mengangguk lalu meminum sedikit jusnya.

Setelah Azka meletakkan kembali gelas jusnya, Adirata berkata pada Azka.

"Aku sudah menghubungi Pak Santanu. Beliau ini belum mau bertemu denganmu selama tes DNA nya belum dilakukan uji tes."

"Nanti setelah uji DNA nya selesai dan hasilnya akurat, beliau baru mau bertemu denganmu." Terang Adirata.

"Kenapa anda begitu yakin kalau aku ini anak kandung Pak Santanu?"

Adirata tersenyum mendengar Azka bertanya demikian

"Karena wajahmu mirip dengannya" jawab Adirata.

"Mirip bukan berarti sedarah. Aku pernah membaca artikel, bahwa Tuhan menciptakan setiap dari diri manusia memiliki tujuh wajah kembaran yang tersebar."

"Bahkan ada artis lokal yang mukanya mirip dengan pemain sepakbola asing" Pungkas Azka.

Mendengar itu, Adirata menyandarkan punggungnya di sofa dengan menatap langit-langit kamar seolah memikirkan sesuatu.

"Masuk akal yang dikatakan kamu itu, aku juga pernah membaca artikel yang seperti itui" Kini guratan wajah Adirata tampak berubah khawatir.

"Lantas, kenapa anda masih bersikeras memintaku melakukan tes DNA? Berikan aku penjelasan agar aku tidak menganggap ini sebagai lelucon!"

"Karena jika benar memang aku anak kandung Pak Santanu, ada banyak pertanyaan yang sekarang juga aku harus mendapatkan jawabannya" Desak Azka.

"Sabar, Nak!" seru Adirata.

"Pak Santanu bukanlah orang sembarangan. Aku belum bisa menceritakan secara detail, kenapa aku yakin kamu anak kandung Pak Santanu dan bagaimana kisah hidup kamu bisa diasuh di panti asuhan."

"Tolong ceritakan sekarang juga! Aku ingin tahu segera dan tidak akan bisa tidur nyenyak karena ini. Jika anda tidak mau cerita, maka akupun menolak dites DNA." Tegas Azka.

Adirata semakin bingung dibuatnya, dan pada akhirnya mau tidak mau dia harus menceritakan semuanya asalkan Azka bersedia melakukan tes uji DNA.

"Ada kasus yang terkuak, tapi belum dilaporkan ke polisi oleh Pak Santanu. Kasusnya adalah jika putrinya yang selama ini diasuh bukanlah anak kandungnya."

"Pak Santanu yakin ada yang sengaja menukarnya dengan bayi lain saat kamu dilahirkan. Dan setelah didesak, ternyata yang melakukannya adalah orang kepercayaan Pak Santanu sendiri."

Namun orang itu tidak mau menjelaskan motif sesungguhnya apa. Saat ini, Pak Santanu sendiri mencurigai itu perbuatan adik angkatnya, yang tak lain adalah paman kamu yang bernama Dirga.

Menurut pengakuan orang kepercayaannya itu, dia menukar kamu saat setelah ibumu melahirkan. Dan kamu dibuang ke panti asuhan.

Mendengarnya, Azka diam-diam mengepalkan tangannya, sepasang matanya berkaca-kaca.

"Itu sebabnya aku bersikukuh agar kamu mau melakukan tes DNA, agar kasusnya terungkap. Selama Ini yang paling menderita atas kehilanganmu adalah ibumu. Kini Ibu mu lebih banyak berdiam diri, semenjak tahu putrinya bukanlah putri kandungnya." Adirata menghembus kasar nafasnya seolah merasa lega telah menceritakan semuanya.

"Lalu bagaimana kabarnya orang yang telah menukarku dulu?" Tanya Azka.

"Ditemukan sudah tidak bernyawa, sepertinya ada yang sengaja membunuhnya agar dalang dibalik itu semua tidak diketahui oleh Pak Santanu."

"Pak Santanu sengaja menyimpan masalah ini ke publik agar tidak didengar oleh pamanmu. Beliau ingin menemukan kamu lebih dulu, baru setelah itu, beliau akan mengungkap kasus ini ke pihak berwajib dan menangkap siapa dalang di balik semua ini."

Kini perasaan Azka telah bercampur aduk, nafasnya terasa sengal dan sesak setelah mendengar keseluruhan cerita Adirata.

"Kalau begitu lakukan tes DNA nya sekarang juga! Agar aku mendapatkan kepastian!".

Adirata tersenyum, "Tim Dokter pribadi keluarga Pak Santanu sedang menuju kemari."

Azka pun mengangguk. Dia sudah tak sabar ingin mengetahui hasilnya seperti apa.

Tak lama kemudian datanglah Tim Dokter lalu bergegas menyiapkan alat medisnya. Setelah beres, diajaknyalah Azka ke sebuah ruangan.

Setelah selesai melakukan tes DNA, Azka bersama Tim Dokter keluar dari ruangan untuk menemui Adirata kembali.

"Semua yang dibutuhkan untuk tes DNA sudah kami dapatkan, Pak. Hasilnya kemungkinan paling lambat dua mingguan dan paling cepat satu mingguan." Kepala Tim Dokter menginfokan.

"Kerjakan secara maximal agar hasilnya bisa keluar lebih cepat" pinta Adirata.

"Tentu saja kami akan bekerja maximal seperti yang bapak minta" Jawabnya lalu mereka Tim Dokter pamit pergi.

Adirata kembali menatap Azka, "Sembari menunggu hasilnya keluar, sebaiknya kamu tinggal disini saja."

"Kenapa hasilnya selama itu? Aku pikir hasilnya bakal langsung keluar saat ini juga." Kata Azka dengan kecewa.

"Kita bukan ahlinya, biarkan mereka bekerja" kata Adirata tersenyum sembari menepuk pundak Azka untuk bersabar.

"Satu sampai dua minggu ya? Lebih baik aku pulang saja lah. Meski tempat ini terasa nyaman tapi aku lebih suka tinggal dikosan."

"Lagian aku harus cari kerja, gak kerja gak bakalan bisa makan" Pungkas Azka.

"Aku bisa bantu kamu mendapatkan pekerjaan, banyak perusahan dan kantoran milik Pak Santanu."

"Aku ini tidak pernah makan bangku sekolahan, jadi kurang pantas aku kerja di perusahaan apalagi kantoran. Lagian juga, aku ini belum tentu anak kandungnya Pak Santanu. Jadi biarkan aku jalani hidup seperti biasanya." Terang Azka.

"Kalau begitu baiklah, aku akan mengabari hasilnya jika sudah keluar. Nanti kamu pulang biar supirku yang mengantar".

Azka memberikan nomor handphonenya, lalu bersalaman dan pamit pulang.

Melihat punggung Azka yang melangkah menjauh, Adirata bergumam, "Perih sekali jalan hidupmu, nak! Jauh dari segala kemewahan yang dimiliki oleh orang tuamu".

"Ayahmu seorang pebisnis handal, sedangkan kamu nak… Ah sudahlah, serahkan saja pada takdir." Adirata menghela nafasnya.

Setibanya di kosan, beberapa penguni kos yang berada di luar tampak terheran-heran manakala Azka keluar dari mobil mewah.

"Siapa tadi itu Az?" Tanya seorang penghuni kos.

"Oh… itu cuman ojek online, kebetulan gue dapet pengendara yang lagi gabut" Jawab Azka setelah berpikir sejenak lalu bergegas masuk kedalam kamar kosnya.

Azka terperangah mendapati dalam kamarnya yang terlihat berantakan dengan pintu yang tak lagi terkunci.

"Elu pasti heran kenapa kamarmu jadi begini kan? Itu sebabnya kami pada berkerumun diluar karena tadi ada segerombolan orang mencarimu dan memaksa masuk kedalam kamarmu." Papar penghuni kos yang tadi awal bertanya pada Azka.

"Apakah mereka orang suruhan Pak Adirata?" Dalam hati Azka menerka.

"Orangnya kayak gimana bro?" tanya Azka.

"Mereka pakai penutup wajah dan pergi pakai Pajero hitam".

"Pajero hitam? Bukankah mobil itu milik orang yang sama sewaktu menculik Ko Ahong?" Gumam Azka.

"Elu kenal dengan mereka, Az?"

Azka menggelengkan kepalanya.

"Oh ya, elu tadi diminta untuk temui pemilik kosan"

"Oke bro terimakasih… nanti gue temui dan minta maaf padanya."

Kemudian Azka masuk kembali dan merapikan isi dalam kosannya.

"Mereka pasti akan datang lagi mencariku. Oke! Kalian jual - gue beli!" Azka tersenyum kecut sambil beberes.


Bersambung….


 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd