Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 14


Azka kembali masuk ke kampusnya, dia melihat Jay dan Boby bersama lima orang teman kuliahnya tengah mengelilingi seorang lelaki berkacamata lalu menarik kerah baju lelaki tersebut dan meninju perutnya.

Azka tidak mengenal lelaki berkacamata itu sedang memiliki masalah apa pada Boby. Namun diam-diam Azka telah merekam perbuatan Boby tersebut. Rekaman itu akan menjadi bukti untuk menekan Boby, bilamana pria berkacamata dan dirinya merasa dirugikan.

Lantas Azka mendekati mereka dengan geram.

"Sekarang ini udah zaman teknologi canggih! Bukan lagi zaman pembullyan kayak gini!" Kata Azka.

Boby melepaskan tarikan tangannya pada kerah baju lelaki berkacamata itu lalu mendekati Azka dengan kesal.

"Lo lagi! Lo lagi!" Bentak Boby.

"Apa?" tantang Azka.

"Jangan mentang-mentang kampus ini udah jadi milik bokap lu, elu jadi bisa seenaknya sama seluruh mahasiswa di kampus ini!."

Boby bersama teman-temannya hendak menyerang Azka. Namun sebelum itu terjadi, Azka menunjukkan video rekaman tadi pada Boby.

"Kalo berani macem-macem lagi sama gue dan orang itu, gue bakal sebarin tingkah laku elu di kampus ini!" ancam Azka.

Boby terbelalak lalu mengajak teman-temannya pergi.

Azka menarik napas lega lalu bergegas menuju kelasnya. Lelaki berkacamata itu pun berlari mengejarnya.

"Tunggu!"

Azka berhenti melangkah lalu memandangnya.

"Kenapa?"

"Terima kasih udah bantu gue"

"Elu kan laki! Kalau elu takut bonyok, mending besok ke kampus pakai rok saja." Azka mengatakannya dengan geram lalu pergi meninggalkannya.

Saat Azka sudah memasuki kelasnya, orang-orang di dalam kelas itu tampak heran melihat penampilan Azka yang tampak sederhana.

"Dia mahasiswa di sini bukan sih?" bisik Marcela pada teman disamping kursinya bernama Lola.

"Seperti kurir paket yang nganterin pesanan makanan buat anak-anak kampus deh" ejek Lola.

Azka yang mendengar itu hanya menghela napas. Dia terlalu malas berurusan dengan perempuan.

"Tapi kayaknya dia mahasiswa di sini deh!" ucap Marcela.

"Kalo bukan, nggak mungkin dia bawa tas lalu ikutan duduk dikelas ini".

"lya juga sih!"

"Gue kira anak orang kaya semua yang kuliah di sini, ternyata ada juga yang miskin kayak dia!"

Azka menahan emosinya dan berpura-pura tidak mendengar.

Tak lama kemudian seorang perempuan bernama Syifa Hadju datang memasuki kelas. Dia berjalan dengan anggun dengan riasan tipis di wajahnya sednag menenteng tas mahalnya.

Semua mahasiswa dan mahasiswi di sana tampak tercengang dengan kedatangannya. Dia adalah artis film yang filmnya kerap booming di Indonesia.

Para mahasiswa yang berada di kelas itu tampak tercengang melihat kecantikannya.

Sedangkan para mahasiswi berlarian mendekatinya untuk meminta foto. Namun karena Syifa merasa terganggu, terpaksa dia melotot ke arah mereka dan semua pada akhirnya kembali ke kursinya masing-masing dengan perasaan kecewa.

Syifa mendekati Azka dan berdiri di hadapannya. Hingga aroma parfum mahalnya tercium ke hidungnya.

Azka heran sendiri melihat gadis famous itu berdiri di hadapannya.

"Minggir! Ini tempat duduk gue! Gue udah nandain dari kemaren dan udah bilang kesemuanya, kalau gue mau duduk di sini!" ucap Syifa dengan wajah juteknya.

"Kursi kosong lainnya kan banyak?" Balas Azka.

Syifa Hadju kian melotot kesal padanya.

"Bang Jupriii!!!!" teriaknya.

Dua lelaki kekar datang dari luar mendekatinya. Mereka adalah bodyguard pribadi artis sombong itu.

"Kenapa, Non?!"

"Tolong usir cowok dekil dan kampungan ini dari tempat duduknya! Gue mau duduk di sana!" Tunjuk Syifa.

Para mahasiswa di sana malah mendukungnya dan ikut kesal melihat Azka tidak mau pindah.

"Pindah! Lo kagak tahu siapa dia?!" teriak seorang mahasiswa pada Azka.

Azka justru mengeluarkan buku di dalam tasnya lalu meletakkannya dipapan kursinya dengan santai. Dia tidak peduli atas sikap orang-orang padanya di kelas itu.

"Maaf, Bung. Mendingan kamu cari tempat lain saja, toh masih ada kursi kosong lain di kelas ini" ucap Bodyguard dari artis sombong itu padanya.

Azka pun tidak menggubrisnya. Syifa malah menepis buku yang dibaca Azka hingga terlepas dari tangannya dan terjatuh di lantai.

Azka menarik nafas dalam dan berdiri sambil menatap Syifa tanpa rasa takut dengan dua bodyguard disisinya.

"Mau elu itu artis kek atau anak presiden sekalipun! Elu nggak ada hak buat ngusir gue dari tempat duduk yang duluan gue dudukin ini! Kecuali elu mintanya dengan sopan. Tentu gue bakal dengan senang hati pindah secepatnya dari sini" tegas Azka.

Syifa kian kesal melihat sikap Azka yang menurut dirinya itu arogan.

Bodyguardnya juga ikutan kesal melihat ratunya dihina.

"Heh! Kampus ini jadi makin terkenal gara-gara gue! Kalau bukan kerena sering gue post di sosial media gue yang followersnya jutaan itu, kampus ini nggak bakal terkenal kayak sekarang!" teriak Syifa.

"Gue nggak peduli!!!!" Azka membalas dengan teriakan juga.

Syifa mengajak dua bodyguardnya itu keluar dari ruang kelas. Azka menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu duduk di kursinya lagi.

Orang-orang di dalam kelas itu menatap Azka dengan kesal. Tentu saja, mereka ikutan kesal karena melihat artis idola mereka diperlakukan seperti itu olehnya.

Tak lama kemudian Syifa kembali datang ke kelas, namun kali ini bersama kepala jurusan.

"Ngapain dia bawa kepala jurusan segala?" Batin Azka dengan heran.

Kepala jurusan yang berkepala plontos mendekati Azka yang di ikuti Syifa dibelakangnya.

"Namamu siapa?" tanya kepala jurusan.

"Azka! Gak pakai S" jawabnya.

"Gak perlu diterangkan juga! Itu gak penting!" Kesal kepala jurusan.

"Kamu bisa pindah duduk ke tempat lain?"

"Saya mau pindah kalau artis sok terkenal ini memintanya dengan baik dan sopan, Pak" jawab Azka.

Kepala Jurusan menarik napas berat. Dia tengah menghadapi satu mahasiswa yang teguh memegang prinsip dan satunya lagi mahasiswi yang tengah mengalami star syndrome.

"Kamu laki-kali, harusnya mengalah sama perempuan!" Kali ini Kepala Jurusan berbicara dengan nada agak meninggi.

Karena tidak mau urusan menjadi panjang, akhirnya Azka mengemasi bukunya ke dalam tasnya kemudian dia berdiri hendak mencari kursi kosong lain sambil menatap bapak Kepala Jurusan itu.

"Harusnya pihak kampus tidak mati-matian menjadikan sosok terkenal sebagai ratu di kampus ini. Kampus Arjawinangun yang terkenal akan prestasi baiknya di dalam maupun luar negeri akan sangat disayangkan jika ternyata begini!" ucap Azka lalu meraih tangan bapak Kepala Jurusan itu, kemudian salim padanya layaknya anak kepada bapaknya.

Setelah itu, Azka memilih kursi kosong paling belakang.

Bapak Kepala Jurusan itu menahan emosinya lalu mentap Syifa Hadju sambil tersenyum, "Nak Syifa sekarang bisa duduk disini, saya akan kembali ke ruangan saya lagi."

"Makasih, Pak!" ucap Syifa tersenyum palsu.

Kepala Jurusan itu menatap tajam Azka lalu bergegas keluar dari kelas tersebut.

Syifa akhirnya duduk di kursi yang dia mau, tampaknya dia menyimpan dendam pada sosok lelaki yang bernama Azka.

Tak lama kemudian, terdengar suara pengumuman dari speaker yang terpasang di atas sudut ruang kelas dan di tempat-tempat yang sering menjadi titik berkumpulnya para mahasiswa dan mahasiswi.

"Kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswi Universitas Arjawinangun, dimohon untuk berdoa sesuai kepercayaan masing-masing atas meninggalnya

Bapak Santanu Wijaya sebagai pemilik Universitas kita tercinta ini dan lbu Rahayu sebagai istri tercintanya yang akan dimakamkan siang ini di taman makam kota.

"Semoga almarhum dan almarhumah diampuni segala

dosanya dan ditempatkan di tempat yang paling mulia di sisi-Nya. Aamiin. Berdoa dimulai..."

Tak lama kemudian terdengar suara nyanyian paduan suara diiringi musik pilu yang menyanyikan lagu 'Gugur Bunga' karya lsmail Marjuki.

Bersamaan dengan itu seluruh mahasiswa dan mahasiswi baru di kelas itu tampak khusyuk berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Tampak Azka ikutan berdoa dalam hatinya. Setelah selesai berdoa, seketika perkataan Adirata saat itu di telepon terngiang kembali di telinganya.

"Hasilnya... hasilnya akurat, kamu terbukti sebagai anak kandungnya Pak Santanu."

Di saat itu juga Azka menyandang tasnya, lalu berlari keluar kelas hingga membuat mahasiswa dan mahasiswi yang masih khyusuk berdoa itu pun dibuatnya terheran.

Azka berlari menembus lorong-lorong kampus hingga menuju gerbang kampus yang lumayan jauh. Sementara itu nyanyian lagu Gugur Bunga masih sayup-sayup terdengar.

Tak jauh dari gerbang kampus, pria berkacamata yang tadi kena bully oleh Boby tengah berada di dalam mobilnya. Dirinya masih belum berani masuk karena masih merasa takut akan di bully lagi.

Pria berkacamata itu melihat Azka yang tengah membungkuk dengan nafas yang tersengal di depan gerbang kampus.

Tanpa pikir panjang mahasiswa berkacamata itu langsung membawa mobilnya mendekati Azka.

"Mau ke mana?" tanyanya pada Azka yang terlihat ngos-ngosan.

"Mau ke pemakaman!" jawab Azka yang menyadari bahwa mahasiswa itu adalah mahasiswa yang diselamatkannya tadi.

"Yuk, biar gue yang anterin!" tawarnya.

Azka menerima ajakannya, lalu masuk kedalam mobil lalu duduk di sebelah mahasiswa itu.

"Makamnya di mana?" tanyanya.

"Pemakaman Kota" jawab Azka.

"Oke! Gaaas!!!" ucap lelaki itu.

Mahasiswa itu pun melajukan mobilnya agak kencang. Sembari menyetir dia menoleh ke Azka.

"Gue Ari!" Mahasiswa itu pun mengenalkan namanya.

"Azka!"

Reaksi Ari tampak begitu senang, dia mengangguk-anggukan kepalanya.

Dirinya merasa memiliki pahlawan di kampus itu disaat orang lain cuek padanya saat kena bullyan tadi.

"Elu ngapain nggak masuk kelas? Emang nggak ada jam kuliah?" tanya Azka.

"Gue masih takut, di kelas gue ada gengnya Boby" jawab Ari.

"Lo kenal Boby?" tanya Azkal heran.

"Siapa yang nggak kenal dia" jawab Ari.

"Sekarang dia adalah pemilik kampus ini setelah Pak Santanu meninggal"

Azka hanya menghela napas mendengar itu.

"Lo ngambil jurusan apa?" tanya Azka.

"Teknologi Informasi" jawab Ari.

"Lu sendiri?"

"Manajemen Bisnis" jawab Azka.

Setelah lama berkendara, mereka pun akhirnya tiba di pemakaman Kota. Banyak sekali karangan bunga berjejer di sepanjang jalan. Saat mobil mereka sudah memasuki area parkiran yang padat itu.

Azka langsung keluar dari dalam mobil bersama Ari. Tampak Ari begitu heran, ternyata Azka hendak menghadiri pemakaman pemilik universitas mereka.

"Elu siapa almarhumnya Pak Santanu?" tanya Ari.

"Bukan siapa-siapa" jawab Azka.

"Mending elu balik lagi aja ke kampus. Lo masih ada jam kuliah kan?" Saran Azka.

"Gue nunggu lo aja deh, nanti ke kampusnya barengan lo aja" jawab Ari.

"Ya udah! Elu tunggu gue di sini."

Ari pun mengangguk sembari memperhatikan Azka yang berlari ke arah orang-orang yang mulai melakukan ritual pemakaman Pak Santanu di kejauhan sana.

Azka berlari menembus kuburan-kuburan di sekitarnya. Saat tiba di area yang akan dimakamkan Pak Santanu dan istrinya di sana. Azka turut ikut berkerumun bersama orang-orang yang menyaksikan pemakaman itu.

Azka mengawasi satu persatu orang yang ada di sana, dia berharap bisa menemukan Adirata di sana, rupanya setelah dicari-cari dia tidak melihat Adirata ada di sana.

Tiba-tiba Azka tergugu melihat jenazah Pak Santanu dan Bu Rahayu yang hendak dimasukkan ke liang lahat. Dia terpaku sedih.

"Aku masih tidak percaya bahwa aku adalah anak kandungmu" ucap Azka dalam hatinya.

"Jika suatu saat nanti aku mendapatkan bukti yang kuat, aku berjanji akan membalas perbuatan orang-orang yang jahat padamu jika benar kematianmu karena unsur kesengajaan dari orang-orang yang tidak mau bertanggung jawab. Semoga tenang di alam sana dan semoga Tuhan mengampuni dosamu dan menempatkanmu di tempatnya yang terindah."

Azka lantas pergi dari sana saat awan hitam mulai memayungi area pemakaman itu. Saat sudah tiba di mobil Ari, Azka pun mengajak Ari untuk kembali ke kampus mereka.

------------------------------------

Dirga yang baru saja kembali dari pemakaman Pak Santanu dan Bu Rahayu memasuki ruang kerja yang luas. Dia masih mengenakan pakaian hitam-hitamnya lalu duduk dengan tersenyum senang sembari menatap seisi ruangan kantor yang semula ditempati Pak Santanu itu yang kini sudah menjadi miliknya untuk selamanya.

Sesaat kemudian handphone-nya berbunyi. Dirga bergegas mengangkatnya.

"Halo! Bagimana? Sudah ketemu identitas anak itu? tanya Dirga.

Apa?!!! Masih belum ketemu juga!!!" Teriaknya.

"Pokoknya cari terus identitas anak itu! Jangan sampai dia ditemukan oleh oleh orang-orang kepercayaan alhmarhum kakak ku!!!"

Dirga memutuskan panggilan darinya dengan kesal. Lalu meletakan handphone nya begitu saja diatas meja.

Tak lama kemudian Boby datang dengan wajah cemberutnya lalu duduk di hadapan ayahnya.

"Kamu gak kuliah?" tanya Dirga.

"Lagi males, Pah. Di kampus ada anak baru! Songong banget dan sok preman!" keluh Boby.

Dirga tampak mengernyitkan keningnya.

"Songong gimana?"

"Sok preman! Dia sampe gebukin aku di kampus!" jawab Boby menunjukkan wajah dendamnya pada Azka.

Dirga murka mendengar itu, "Gebukin kamu ?!!!"

"lya, Pah" jawab Boby dengan tubuh gemetar ketakutan.

"Kenapa kamu gak lapor papah? Biar papah urus dan laporin anak itu ke polisi!"

"Dia... dia..." Boby ragu mengatakannya.

"Dia kenapa?!!!" Bentak Dirga.

Boby tidak mau memberitahukan bahwa Azka memiliki rekaman saat dia sedang membully mahasiswa baru yang terkenal pandai meretas itu.

Ya, mahasiswa baru itu bernama Ari, lelaki berkacamata yang mengantarkan Azka ke pemakaman. Ari dikenal oleh kalangan mahasiswa senior pernah meretas akun pemerintahan luar negeri, namun karena tidak cukup bukti, Ari terbebas dari tuduhan itu.

Sementara mahasiswa senior yakin bahwa Ari lah pelakunya. Semenjak mengetahui Ari masuk di kampusnya, Boby meminta untuk membantunya meretas sosial media mantan kekasihnya yang bernama Kalinda.

Namun Ari menolak permintaan Boby itu, sehingga terjadilah pembullyan tadi pagi.

"Malah bengong! Dia kenapa?!!!" Betak Dirga lagi.

"Dia ngerekam sesuatu dari aku, Pah!"

"Kayaknya dia sengaja ngerekamku untuk memfitnah, agar aku seolah sok preman dan suka membully orang!" bohong Boby. Memang Boby ini like Son like Father.

Dirga kian geram mendengar itu.

"Sekarang katakan pada papah siapa anak itu dan di jurusan apa dia kuliah? Biar Papah suruh orang-orang papah buat nyeret dia kesini! Berani sekali dia sok preman di universitas milik papah!" kesal Dirga.

Boby pun langsung meraih handphone-nya dan menunjukkan wajah Azka pada ayahnya dari galeri handphone-nya itu.

Dirga menatap dalam, foto wajah mahasiswa yang ditunjukan anaknya itu.

"Namanya Azka, Pah! Dia dari jalur beasiswa, programnya Om Santanu".

Dirga menggebrak meja lalu meraih handphone-nya dan menghubungi seseorang.

"Halo! Kamu cari mahasiswa yang bernama Azka di kampusku, terus bawa dia ke ruangan saya sekarang juga!"

Dirga meyimpan handphone-nya kembali sambil menatap Boby dengan geram.

"Kamu tunggu di sini sampai mahasiswa songong itu datang ke sini!"

"lya, Pah!"

Azka yang baru kembali ke kampusnya dan hendak menuju kelasnya itu heran melihat di depan kelasnya sudah ada lima lelaki berpakaian setelan jas yang tampak rapi. Pakaian mereka mirip dengan para bodyguardnya Adirata.

Azka terus saja melangkah menuju kelas tanpa berpikir macam-macam. Rupanya mereka menghadang langkah Azka hingga menjadi perhatian mahasiswa dan mahasiswi di sana.

"Kamu yang nama nya Azka?" tanya seorang lelaki paling depan.

"lya! Ada apa?" Jawab Azka.

"Ikut kami sekarang juga" Pinta lelaki itu.

"Tapi saya ada jam kuliah, Pak. Ini saya sudah hampir telat" Tolak Azka.

"Pihak kampus sudah mengizinkan kami untuk membawamu"

Azka semakin heran, "Memangnya saya mau dibawa kemana?"

"Ada yang ingin bertemu denganmu!"

Azka menduga bahwa mereka ini merupakan utusan dari Adirata. Akhirnya Azka mau dibawa pergi.

Azka mengikuti kelima bodyguard itu menuju parkiran. Dan saat sudah tiba di sebuah mobil, seorang bodyguard membukakan pintu untuknya.

Azka segera memasuki mobil itu lalu duduk di bangku tengah.

Disusul empat bodyguard lainnya masuk, dua di depan dan dua lainnya mengapit Azka di tengah. Sementara satu bodyguard lainnya lagi pergi ke mobil yang lain.

Mobil itu pun membawa Azka pergi. Saat mobil itu menembus jalanan kota, Azka tampak diam saja, dirinya tidak bertanya apakah Adirata yang memerintahkan untuk menjemputnya.

Azka khawatir mereka bukan orang suruhan Adirata, namun Azka sudah bersiap diri jika hal buruk terjadi di tempat yang akan ditujunya nanti.

Dia tidak takut jika harus melawan mereka semua jika ternyata mereka bukan suruhan dari Adirata.

Azka terkejut saat menyadari mobilnya berhenti di kantor yang tidak ia kenali.

"Kantor siapa ini? Apakah ini kantor Pak Adirata yang lain?" Batin Azka bertanya-tanya.

"Kuharap Pak Adirata ada disana" Batinnya lagi.

Azka dibawa masuk oleh kelima bodyguard ke dalam kantor, saat mereka keluar dari lift entah lantai berapa itu, Azka memandangi lorong menuju sebuah ruangan yang dipenuhi foto-foto Pak Santanu.

Setiba di depan pintu ruangan, dua bodyguard yang berdiri menjaga pintu ruangan itu langsung membukakan pintu.

Saat pintu terbuka, Azka terkejut di dalam sana dia melihat Boby dan seorang lelaki tua yang dia tidak tahu itu siapa.

"Ayo masuk!" Bodyguard itu kini berbicara kasar pada Azka.

"Untuk apa saya dibawa ke sini?" tanya Azka.

"Bacot! Buruan masuk!" Bentaknya.

Azka menarik napas lalu menghembuskannya. Kemudian dia masuk ke dalam ruangan itu. Bukan karena takut pada bodyguard itu, tapi dia penasaran apa tujuan dirinya dibawa ke sini.

Dirga akhirnya bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekat ke Azka yang sudah berdiri di dalam ruangannya.

"Jadi ini mahasiswa baru yang sok preman dan songong itu?" Tanya Dirga dengan menahan amarahnya.

Azka menatap Boby yang terdiam menunduk. Lalu pandangannya beralih pada papan di meja yang bertuliskan 'Dirga Wantara., MH M.AB'

Sekarang Azka tahu, bahwa yang di hadapannya kini adalah Dirga yang tak lain adalah pamannya sendiri, sekaligus ayahnya Boby.

"Jawab!!!" bentak Dirga.

"Masalah saya dengan Boby berawal dari anak bapak sendiri!" Jawab Azka dengan menatap Dirga tanpa rasa takut.

Dirga menoleh pada Boby dengan tatapan heran.

"Benar dia gebukin kamu karena kesalahanmu sendiri?!"

Boby menunduk gemetar, seperti takut untuk menceritakan alasannya.

"Jawab Papah, Boby!!!!" bentak Dirga.

Boby yang berdiri semakin gemetaran.

Melihat itu, Dirga kembali menatap Azka.

"Memangnya seperti apa masalahnya?"

Azka menceritakan semuanya pada Dirga, menceritakan kelakuan Boby di kampus selama ini yang dilihatnya sendiri dan keluhan dari mahasiswa-mahasiswi yang dia dengar tanpa sengaja.

Mendengar itu Dirga justru kini murka pada anaknya sendiri. Tanpa ragu, langsung menampar wajah Boby dengan keras hingga Boby menangis sesenggukan.

Azka acuh melihat itu, dia tidak peduli jika ayah dan anak itu saling bertengkar. Baginya itu hal yang baik, karena akan melemahkan hubungan mereka.

"Kamu tahu papah nggak pernah mengajarkanmu bersikap begitu ke temen-temen kamu di kampusI" bentak Dirga pada Boby.

"Kalau hal ini terulang kembali, papah tidak segan membuang kamu ke luar negeri!. Camkan itu!!"

Boby mengangguk takut sambil terisak. Setelah itu Dirga menoleh pada Azka.

"Kamu boleh pergi!"

"Keduanya sama-sama munafik!" Cibir Azka dalam batinnya. Lalu berbalik badan untuk keluar dari ruangan tersebut.

Sementara Boby merekatkan kepalan tangannya dari balik punggung, dia semakin membenci Azka, hatinya menyimpan dendam kesumat.

"Tunggu!" Panggil Dirga.

Langkah Azka terhenti, dia pun berbalik, kembali menatap Dirga.

"Berikan handphonemu!" Pinta Dirga.

Azka mengernyit, "Untuk apa?"

"Berikan handphonemu!!!" bentaknya.

Azka mengeluarkan handphone-nya. Dia teringat ada nomor Adirata yang disimpannya. Seketika Azka khawatir kalau Dirga memeriksa handphone-nya dan menemukan history panggilannya dengan Adirata.

Azka berusaha menghapus nomor Adirata, namun tak disangka Dirga langsung merebutnya dan membanting handphone nya ke lantai berulang-ulang, hingga handphone itu rusak parah.

Melihat hasil kerja kerasnya hancur begitu saja, dirinya dengan segera akan menyerang Dirga.

Namun tiba-tiba bodyguard di belakangnya mengeluarkan pistol dan menodongkannya pada Azka.

"Jangan bergerak!"

"Mau menyerangku? Boleh juga nyalimu!" ucap Dirga.

Kemudian dia menuju meja kerjanya lalu membuka laci, mengeluarkan segepok uang di dalamnya, setelah itu dia kembali ke hadapan Azka yang masih diancam dengan pistol oleh bodyguardnya.

"Saya tidak ingin kamu memegang bukti rekaman anakku pada teman kuliahnya" sembari Dirga melemparkan segepok uang pada Azka.

"Itu cukup untuk membeli handphone yang baru."

Azka tidak meraih uang tersebut, dirinya justru mengeluarkan SIM card dari handphone nya yang telah rusak.

Azka dengan sengaja menginjak gepokan uang itu dan terus berjalan ke luar ruangan.

Dirga tersenyum melihatnya, "Boleh juga anak itu!" gumamnya.

-------------------------------------

Malam harinya, Azka tengah duduk sendirian di sebuah cafe baru yang terasa sepi. Cafe itu berada di pinggir jalan besar yang tidak jauh dari kawasan tempat kosnya saat ini.

Pada awalnya, Azka tidak mau ke sana, namun karena melihat sepinya tempat itu, dia merasa tempat itu tempat yang paling cocok untuk menenangkan dirinya.

Secangkir kopi americano sudah tersaji di hadapannya.

Tak lama kemudian dia terkejut melihat mobil mewah datang dan parkir di depan cafe tersebut.

Tiba-tiba para pelayan yang berjumlah sedikit dan seorang lelaki yang sepertinya menjadi manager di cafe itu berlarian keluar. Sepertinya seseorang di dalam mobil itu adalah pemilik cafe, hingga membuat karyawannya berlarian tunggang langgang untuk menyambutnya.

Mata Azka kian terbelalak ketika mendapati yang keluar itu ternyata Syifa Hadju. Mahasiswi sombong yang ribut dengan dirinya di kelas, sekaligus artis terkenal.

Syifa masuk ke dalam cafe bersama kedua bodyguardnya. Langkahnya terhenti, saat melihat Azka yang duduk sambil menyeruput secangkir kopi.

Syifa tampak tidak peduli pada Azka, meskipun dia masih menyimpan dendam padanya mengenai kejadian di kelas tadi.

Syifa berjalan ke dalam cafe lalu memarahi managernya karena dianggap tidak bisa mengelola cafenya.

"Gimana mau sepi! Bikin cafe kok semewah ini di kawasan perkampungan yang penduduknya sendiri masih asik ngopi di warung-warung kecil!" celetuk Azka.

Azka berani berkata seperti itu karena tahu Syifa satu jurusan dengannya di kampus.

Syifa menoleh ke arah Azka dengan terkejut.

"Gue bikin cafe ini bukan untuk anak-anak kampung kayak lo! Tapi untuk kalangan kelas atas!".

"Perumahan mewah sangat jauh dari sini, terus di sekitar sini juga tidak ada perkantoran elite, yang ada cuma ruko-ruko dan kantor-kantor pemerintahan kecil saja! Ditambah lalu lintas di sini macet! Bikin males orang elit buat ke sini!"

"Kalau sekedar mengandalkan nama pemiliknya saja, paling ramainya pas awal-awal doang!"

"Maksud lo, gue harus pindah gitu?!!" Teriak Syifa.

"Enak aja! Gue udah modalin cafe ini mahal-mahal!"

"Ya gak mesti pindah juga kali! Bisa aja kan disesuaikan dengan keadaan di sini!"

"Lo mau nyuruh gue nurunin standar pengunjung di cafe gue?"

"Ya kalo mau ramai!" jawab Azka.

"Nurunin harga untuk jadi ramai, sama aja kan untungnya?"

"Lo baru jadi mahasiswa aja lagaknya udah kayak master bisnis aja lo! Emang lo punya cafe?" tanya Syifa kesal.

"Gak!! Sekarang malah gue pengangguran yang lagi nyari kerjaan buat tambahan uang jajan!"

Syifa berjalan mendekat ke arah Azka di meja tujuh belas.

"Oooh… jadi lo butuh kerjaan? Oke! Sekarang gue tantang lo buat bikin konsep sesuai dengan apa yang lo bilang ke gue tadi."

"Kalau konsep lo udah jadi, gue bakal ubah semua yang ada di cafe ini sesuai konsep lo, dan gue kasih waktu enam bulan, kalau setelah itu masih sepi, lo harus ganti rugi semua biaya yang gue keluarin untuk ngikutin konsep lo itu! Dan selama enam bulan itu juga, gue bakal gaji lo sama kayak gue nge gaji manager gue!"

"Plus, lo juga harus balikin gaji itu juga selama enam bulan, jikalau konsep lo nggak berhasil! Gimana? Berani gak lo?" tantang Syifa yang sudah kelewat batas kesabarannya karena sosok Azka yang sudah membuatnya kesal dua kali selama satu hari ini.

"Asal gue kerja setelah pulang kuliah!" Tawar Azka.

"Gak masalah buat gue!"

"Oke! Siapa takut!" jawab Azka tanpa ragu.

Manager dan karyawannya di sana tampak ternganga tak percaya.

"Kapan gue harus nyerahin konsepnya ke elo?"

Syifa menatap Azka dengan kesal, "Secepatnya! Paling telat seminggu! Bagaimana?"

"Oke!"

"Gue tunggu!" Lalu Syifa pergi dari cafe itu. Dua bodyguardnya pun buru-buru mengejarnya.

Sementara Azka menyeruput kopinya kembali. Dia tidak bisa diam saat diberikan tantangan, dirinya menyadari bahwa Syifa menantangnya karena menganggap apa yang dibicarakannya tadi hanya omong kosong belaka.

Meskipun Azka nol besar dalam pengalaman bisnis tapi dirinya memahami tata kelola dalam berbisnis, apa mengapa - bagaimana dan solusi apa yang harus dilakukan.

Itu semua karena ilmu pengetahuan bisnis sudah terekam di kepalanya, sejak dia membabat habis semua tumpukan buku bisnis yang Adirata berikan padanya tempo hari. Itu semua tak lepas dari kesaktian Giwang yang dipakainya.

Pemahaman itulah yang membuat Azka menerima tantangan Syifa. Lagi pula ini kesempatannya untuk mendapatkan uang karena sudah tidak lagi bekerja, sejak Adirata mendaftarkannya kuliah.

Azka hendak pulang setelah sruputan terakhir menghabiskan kopinya. Lalu mendekati kasir untuk membayar tagihan.

Saat berbalik, Azka terkejut mendapati Syifa sudah ada dibelakangnya lagi.

"Mana nomor hape lo!" pinta Syifa dengan memegang handphone miliknya di tangan.

"Gak ada!" jawab Azka.

Syifa mengernyit dalam, "Mahasiswa Universitas Arjawinangun gak punya hape? Heh! Zaman sekarang ini, semiskin-miskinnya orang, udah pada punya hape semua!".

"Hape gue kegiles mobil dan gak bisa digunakan lagi" Terang Azka berbohong padanya.

"Gue bakal beli lagi kalau konsep gue berhasil dan gue dapetin gaji dari usaha gue sendiri."

"Gimana gue bisa nanyain konsep itu kalau lo gak punya hape?" tanya Syifa.

"Ribet amat sih? Kita kan satu jurusan!" Kata Azka.

"Nanti kalau konsepnya udah selesai, gue bakal kasih konsepnya ke lo di kampus."

"Hah? Berikan saja ke bodyguard gue! Jangan langsung ke gue! Bodyguard gue bakal selalu ngikutin gue ke mana-mana! Nanti dapet gosip yang nggak-nggak lagi, kalo lo nyelonong langsung ketemu gue" pinta Syifa.

"Ogah gue digosipin sama mahasiswa kayak elo" Lanjut Syifa.

Azka menahan emosinya mendengar itu.

"Serah lu deh!!" Jawab Azka meninggalkan Syifa begitu saja di tempat kasir.

Setibanya di kamar kos miliknya, malam itu juga Azka langsung mengerjakan konsep bisnis cafe, dia menuangkan segala ide nya dan mencatatnya di sebuah buku.

Saat tengah serius mengerjakan konsep, pintu kamarnya terdengar sebuah ketukan. Azka beranjak dan mengintip dari balik gorden jendelanya. Ternyata itu adalah Udin sahabatnya yang datang.

Azka langsung membukakan pintu. Dia melihat Udin membawa sekotak Pizza dan dua kaleng minuman.

"Gue kira siapa" Kata Azka lalu mengajaknya masuk.

"Makin bergaya lu Din, makan begituan"

Udin melirik sekotak Pizza di tangannya.

"Ini dikasih ama Bu Risma, dan sengaja gue kesini buat kita bisa makan bersama, gue ingat sewaktu kita sama-sama susah dulu."

"Ya anggep aja gue lagi nengokin elu, pan kemaren gue liat wajah elu pucet! Gue khawatir kalau elu bakal sakit"

Azka terenyuh mendengarnya, Udin memang satu-satunya sahabat yang peduli, walau terkadang sahabatnya ini menjengkelkan juga.

"Makasih ya Din! Elu selalu peduli ama gue"

"Ngomong apaan sih luh! Kita ini udah kayak Tom and Jerry jadi gak usah sungkan!"

Azka menggelengkan kepalanya tak mengerti maksud yang dikatakan Udin barusan. Mungkin yang ingin dikatakannya sebuah istilah tapi itu kurang tepat, malah itu seperti terdengar sebuah kekonyolan.

Azka kembali duduk di meja melanjutkan konsep yang tengah ia buat.

"Sibuk amat! Elu sedang ngerjain tugas kuliah ya bro?" Udin berkata sambil memakan sepotong Pizza di tangannya.

"Bukan! Gue lagi buat konsep bisnis" jawab Azka.

Udin termangu mendengarnya.

"Bisnis? Elu kan lagi kuliah, kenapa jadi belok mau buka bisnis sih? Elu kuliah aja dibayarin orang lain. Nah sekarang malah mau buka bisnis. Modal dari mana?"

"Gue curiga, elu selama ini ngepet ya? Ngaku aja luh! Segala bilang kuliah dibayarin orang lain".

Azka meraih sebuah buku di dekatnya dan langsung mengetok kepala Udin.

"Pe-A luh!! Sembarangan aja kalau bicara!"

"Gue lagi bikin konsep bisnis terbaru. Gue lagi dapet tantangan dari seseorang buat bikinin dia konsep bisnis cafe" Terang Azka.

"Kalo konsep ini berhasil, gue bakal dapet pekerjaan paruh waktu di sela-sela kesibukan gue kuliah."

Udin tampak tertarik mendengarnya.

"Tantangan dari siapa?"

"Syifa Hadju" jawab Azka.

"Syifa Hadju siapa? Kayak nama artis!" Kata Udin curiga.

"lya, artis bintang film terkenal itu" Azka mengkonfirmasi.

"Hah?!!!" Udin terkejut mendengarnya.

"Yang bener luh?"

"lya, lah! Kapan sih gue pernah bohong sama sahabat gue sendiri."

"Gimana bisa ketemunya dan gimana ceritanya dia bisa nantangin lo?" Udin kian penasaran.

Azka berhenti menulis lalu menceritakan semuanya, Udin dibuat terngaga mendengarnya.

"Mintain tandatangan dia buat gue dong, Az!!" pinta Udin.

"Bentar! Gue lepas sempak dulu"

Setelah itu, Udin menyerahkannya pada Azka.

"Buatin tanda tangannya disini" Kata Udin.

Seketika Azka menyeret Udin keluar kamar, dan menguncinya dari dalam.

"Woi buka pintunya setan!! Gue malu gak pake celana."

----------------------------------

Dirga berdiri di hadapan danau buatan yang di sekelilingnya ditumbuhi pohon-pohon besar. Ditemani bulan bersinar terang di atasnya hingga pancarannya terlihat seperti mengambang di permukaan danau.

Dia menatap ikan-ikan yang sesekali muncul ke permukaan. Tak lama kemudian, seorang lelaki tinggi kurus yang mengenakan setelan jas hitam berlari ke arahnya lalu berhenti tepat di belakangnya.

Dirga masih memunggunginya dan tampak enggan untuk memutar badannya.

"Bagaimana?" tanya Dirga yang masih memunggunginya.

Lelaki kurus itu tampak gemetar, "Kami belum menemukan identitasnya, Pak."

Dirga geram mendengarnya.

"Anak perempuan yang aku tukar dengan anak laki-laki itu sekarang aku kirim ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Dan anak perempuan itu tidak dapat menerima warisan utama dari semua harta Santanu yang ada dalam maupun luar negeri yang jumlahnya hampir kuadriliunan rupiah itu! Ini semua gara-gara Adirata yang selalu setia padanya! Kita harus menemukan anak laki-laki itu lalu membunuhnya, sebelum Adirata yang menghilang entah kemana itu mengurus semuanya dan menyerahkan tabungan Santanu kepada anak lelaki itu!" tegas Dirga.

Lelaki kurus itu semakin gemetar mendengarnya.

"Ba... baik, Pak!"

Dirga kini berbalik badan lalu menampar keras wajah lelaki kurus itu.

"Kita tidak punya waktu lagi!" kesal Dirga.

"Sekarang warisan yang aku terima hanya perusahaan-perusahaannya, universitas, rumah sakit, minimarket dan semua itu harus dikelola jika ingin menguntungkan untukku!"

"Aku tidak butuh warisan itu! Yang kubutuhkan adalah tabungan utama yang jumlahnya kuadriliunan itu!!!"

"Ba... baik, Pak!" Jawab lelaki kurus itu dengan gemetar.

"Jika tidak bisa menemukan anak itu, maka cari Adirata sampai ketemu! Jika tidak bisa membawanya ke hadapanku hidup-hidup, cukup bawa mayatnya ke hadapanku!" tegas Dirga.

"Si... siap, Pak!"

"Aku beri waktu satu minggu lagi!"

"Jika dalam seminggu itu kalian tidak berhasil membawa anak itu atau membawa Adirata ke hadapanku, maka kalian semua akan mati dan aku akan mencari orang-orang pengganti yang bisa melakukan semua perintahku dengan baik!" Ancam Dirga.

"Ba... baik, Pak!"

"Dan bukan cuman kalian saja yang akan aku habisi. Tapi juga keluarga kalian!!!"

Lelaki kurus itu terbelalak mendengarnya.

Dirga langsung pergi meninggalkannya di sana, menuju mobilnya yang sudah ditunggu dua bodyguard dan supir pribadinya.

-----------------------------------

Pagi sekali Azka berjalan di lorong kampus sambil menggendong tas di pundaknya, sambil memegang buku catatan yang berisi konsep cafe yang telah dibuatnya.

Seketika dia melihat Syifa, Syifa seperti terlihat sedang mencari dua bodyguardnya yang selalu menemani dirinya ke mana-mana.

"Syifa!" panggil Azka.

Syifa terkejut saat menoleh, ternyata yang memanggil dirinya adalah Azka. Dia melihat kiri kanan, khawatir ada mahasiswa atau mahasiswi lain yang melihatnya.

Syifa akan merasa malu jika harus ngobrol empat mata dengan lelaki miskin itu. Karena di sana terlihat banyak mahasiswa dan mahasiswi.

Syifa berjalan cepat, menjauh dari keberadaan Azka.

Azka merasa heran sendiri, "Syifa!!" panggilnya lagi.

Mendengar itu, Syifa menahan kesalnya lalu berlari meninggalkan Azka semakin menjauh.

Azka sendiri mengira, Syifa tidak mendengar panggilannya. Dia pun mengejarnya, hingga membuat mahasiswa dan mahasiswi yang melihatnya dibuatnya keheranan.

"Dasar kelakuan orang miskin, ngefans sama artis saja sampai ngejar-ngejar begitu!" Ucapan salah satu mahasiswi ke teman di sebelahnya.

"Iya, kampungan sekali!" Dibenarkan oleh temannya.

Azka yang memiliki pendengaran tajam mendengar percakapan itu, tapi tidak menghiraukannya. Dia lebih memilih mengejar Syifa yang kini menghilang entah kemana.

Azka berdiri di depan pintu gudang sembari celingak-celinguk mencari artis bintang film itu, tiba-tiba pintu terbuka lalu sebuah tangan halus menariknya paksa masuk ke dalam.

Azka terkejut dan terpaksa tertarik ke dalam, lalu bergegas menutup pintu dari dalam.

Azka terbelalak ketika menyadari ternyata Syifa yang menariknya ke dalam gudang itu.

Kini mereka terjebak di dekat tumpukan meja, bangku dan segala macam benda yang tidak berguna lagi di kampusnya. Hingga mereka terpaksa harus berdiri saling menghadap dengan jarak yang begitu dekat.

Menyadari posisinya ini menguntungkan Azka, Syifa mendorong tubuh Azka sedikit menjauh.

Azka mendecakan lidahnya merasa dirinya seolah hina dimata Syifa. Merasa harga dirinya diremehkan, Azka tak lagi berniat untuk menyerahkan buku yang dibawanya.

Namun tangan halus Syifa menahan Azka saat akan pergi.

"Jangan dulu keluar!" pinta Syifa dengan suara agak berbisik.

"Ngapain ngajakin gue sembunyi di sini?"

"Jangan kegeeran! Dari tadi gue lari karena menghindari elo! Gue udah bilang kalo lo mau ngasih konsep itu, berikan saja ke bodyguard gue jangan ke gue nya langsung!" kesal Syifa.

"Tadi gue udah cari bodyguard elu, tapi gak ketemu. Malahan ketemunya elu" jawab Azka dengan menahan kesalnya.

"Bodyguard gue lagi gue suruh beli bubur ayam" Kata Syifa.

Azka langsung menyerahkan buku catatan berisi konsep cafe yang sudah dia buat semalam. Dirinya tidak mau berlama-lama terjebak di dalam gudang yang pengap dan berdebu itu.

"Nih!!" Azka memberikan bukunya ketangan Syifa.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki disertai candaan dari mahasiswa dan mahasiswi yang lewat di depan sana.

Mendengar itu Syifa panik, menarik tangan Azka untuk mencegahnya keluar. Namun tarikannya itu justru membuat tubuhnya tidak seimbang hingga dia terjatuh. Dan Azka pun bergegas menahan punggungnya agar kepala gadis itu tidak terantuk barang-barang di belakangnya.

Hal itu membuat tubuh Syifa dan Azka seperti orang berpelukan dan tiba-tiba bibir mereka berdua tak sengaja bersentuhan karena tarikan tangan Azka begitu kuat.

Syifa terbelalak kesal lalu segera mendorong tubuh Azka dengan geram.

"Lo curi-curi kesempatan ya?!!" Syifa bergegas mengelap bibirnya dengan tisu yang dikeluarkan dalam tasnya.

"Enak aja!"

"Lo sendiri yang narik gue awalnya!" Bantah Azka.

Keduanya tampak salah tingkah dan menunjukkan egonya masing-masing.

Azka mengintip keluar sana, saat dia melihat tidak ada siapa pun di depan sana, Azka langsung keluar gudang meninggalkan Syifa.

Syifa bergegas menyusulnya keluar. Ternyata dari arah

belakang, seorang mahasiswi yang habis dari kantin yang sedang memegang minuman melihat gelagat aneh Azka dan Syifa yang keluar dari gudang.

"Si miskin dan artis itu habis ngapain di gudang?"

-----------------------------------

Azka memasuki ruang kelasnya di saat mahasiswa dan mahasiwi sudah duduk di kursinya masing-masing. Dia duduk di bangku paling belakang dengan isi dada yang masih dag dig dug der.

Selama hidupnya baru kali ini bersentuhan bibir dengan seorang artis.

Saat Syifa masuk, Azka menatapnya dengan tatapan geli. Syifa sendiri langsung menunduk manakala Azka menatapnya barusan.

"Dia yang narik duluan, gue yang disalahin!" Batin Azka.

Tak lama kemudian mahasiswi terakhir masuk kedalam kelas, lalu mendekati Azka.

"Ngapain ke sini?" tanya Azka.

"Gue pengen ngomong bentar sama lo" jawab mahasiswi tersebut.

"Bentar lagi kita ada jam kuliah. Nggak bisa!" jawab Azka.

Mahasiswi itu menarik tangan Azka dengan paksa hingga Azka terpaksa mengikutinya keluar kelas.

Seisi kelas tampak heran, apalagi Syifa. Tapi Syifa mencoba tidak peduli lalu mulai membuka-buka buku catatan yang Azka telah berikan padanya.

Di taman kampus, mahasiswi itu berhenti menarik tangan Azka lalu menatap wajahnya.

"Kenapa?" tanya Azka heran.

"Tadi ngapain lo berdua sama bintang film itu keluar dari gudang?"

Azka terbelalak mendengarnya, dia mengira tidak ada yang melihatnya.

"Ngeliat di mana?" tanya Azka yang mulai panik jika mahasiswi itu berpikir yang macam-macam,

"Ya di depan gudang lah!" Jawabnya.

"Yang jelas, apa yang lo liat tadi nggak seperti yang lo duga!" Azka menjelaskan.

"Gak percaya gue! Jangan-jangan elu udah diem-diem jadi gigolonya ya?"

"Gila luh!!" Azka menatapnya dengan tatapan sengit dan langsung pergi meninggalkannya dan masuk kembali kedalam kelas.

Mahasiswi itu tampak menahan rasa kesalnya pada Azka, lalu bergegas pergi menuju kelasnya juga.

Sepulang kuliah, Azka tengah menunggu seseorang di depan kampusnya.

TIN!! TIN!!

"Langsung ke kosan atau kemana nih?" Tanya ojek yang biasa mangkal di depan gang kosnya itu. Tanpa dihubungi, dia akan datang di jam kuliah usai, karena Azka sudah memintanya jauh hari.

"Ke Kosan aja bang!" Kata Azka sambil bonceng di belakang.

Tukang ojek yang membawa Azka berhenti di traffic light saat lampu merah menyala.

Azka terkejut melihat sebuah mobil yang berada disampingnya yang juga menunggu lampu hijau menyala, sosok pengemudi itu seperti Adirata yang tengah menyetir mobil sendirian.

"Pak Adirata!" teriak Azka.

Sosok pria yang mirip Adirata itu menoleh ke Azka dengan terkejut. Bersamaan dengan lampu hijau yang menyala.

Lelaki itu bergegas melajukan mobilnya dengan kencang untuk menghilangkan jejak dari Azka.

Azka segera meminta tukang ojek nya untuk mengejar mobil Adirata.

"Kejar sampai dapat, Bang!!" pinta Azka.

"Aduh! Kebut-kebutan lagi? Gak ada santai-santainya mamang boncengin elu dari kemarin!" Keluh tukang ojek itu.

"Pokoknya kejar sampai dapat! Kali ini saya bayar tiga kali lipat, Bang! Buruan, Bang!" teriak Azka.

"Okelah kalau soal duit mah, beres!!"

Akhirnya tukang ojek itu menambah kecepatan laju motornya untuk mengejar mobil Adirata yang sudah sangat jauh di depan sana.

Motor itu akhirnya melewati celah-celah mobil lalu menyalipnya satu persatu kendaraan di depannya, mencoba memperpendek jarak dengan mobil Adirata.

Adirata yang menyadari di ikuti, semakin menginjak dalam tuas gasnya.

"Tadi itu Pak Adirata kan? Jika bukan, kenapa dia terkejut saat melihat gue?" Pikir Azka yang merasa heran kenapa Adirata menghindarinya dan kini malah kabur dengan mobilnya, seakan tidak mau menemui Azka.

Tapi satu sisi, Azka lega ternyata Adirata masih hidup.

Saat terakhir kali menghubunginya, Azka mengira dia sudah mati karena mendengar suara rintihan kesakitannya.

Kemunculan Adirata, setidaknya Azka masih memiliki kesempatan untuk menemuinya dan menanyakan akan kebenaran tentang siapa dirinya sebenarnya.

"Lebih ngebut lagi, Bang!!"

"lya, lya! Sabar!!"

Tukang ojek itu pun kian ngebut. Sementara mobil Adirata semakin melaju kencang mendahului kendaraan-kendaraan di hadapannya.




Bersambung….


 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd