Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 17


Seorang ibu berumur empat puluh tahun bersama seorang nenek tampak sibuk menghidangkan menu makan di atas bale-bale belakang rumahnya.

Azka dan Syifa duduk di atas bale-bale sambil menghadap nasi yang sudah tersaji di dalam bakul dengan menu ikan asin, teri goreng, tahu dan tempe goreng serta sayur asem dengan sambal terasi dan lalapan sebagai pelengkap, bahkan dua gelas teh tawar hangat juga sudah tersaji di hadapan mereka.

Di samping mereka terhampar pemandangan dua hektar sawah yang menghijau dan diujungnya terlihat perbukitan yang indah. Di halaman bekalang rumah itu juga terdapat pohon rambutan yang buahnya sudah memerah.

"Maaf! Adanya cuman ini! Maklum di desa! Silakan dimakan" Kata Si ibu mempersilahkan.

"Makasih, Bu" balas Azka dan Syifa yang merasa tidak enak hati melihat kebaikan mereka.

lbu dan nenek itu kembali masuk ke dalam. Mereka berdua belum menyadari jika gadis yang dijamunya tadi itu adalah peran utama di serial yang kerap mereka tonton di televisi saban malam di rumahnya.

Syifa melihat hidangan di hadapannya tampak tidak berselera. Sementara Azka langsung menuangkan nasi ke atas piringnya lalu meraih ikan asin dan meletakkan sambel terasi di atasnya, tak lupa mendekatkan semangkuk sayur asem ke hadapannya.

"Ayo, makan" ajak Azka.

Syifa tidak enak jika harus mengatakan bahwa dirinya tidak berselera memakan menu yang ada di hadapannya saat ini.

"Ini enak loh! Apalagi di dekat sawah gini, makannya pasti lahap!"

Syifa masih tampak malas.

"Kenapa?" tanya Azka

"Lo males ya makan menu beginian? Gak pernah ya? Doyannya steak doang?"

Syifa malah kesal mendengarnya.

"Heh! Gini-gini gue gak sok ngartis meski udah jadi artis! Lo pikir gue gak pernah makan ginian? Gue sering suruh pembantu gue bikin ginian di rumah!"

"Ya kalo sering makan ginian kenapa kayak jijik gitu?" Sahut Azka.

"Siapa yang jijik! Nih gue makan nih ya?" Kilah Syifa merasa tertantang.

Berhubung perutnya sudah lapar, sementara managernya belum juga memberi kabar apakah bisa mendatangkan helikopter untuk menjemputnya di sana atau tidak, akhirnya Syifa menuangkan nasi sedikit ke atas piringnya lalu meraih tahu dan tempe goreng, kemudian mendekatkan sayur asemnya. Tak lupa dia menambahkan sedikit sambel terasi dari ulekannya.

Syifa masih tampak ragu untuk memakannya. Sementara Azka terlihat begitu lahap di hadapannya.

"Katanya doyan? Buruan, mumpung ada rezeki!" celetuk Azka.

"Habisnya diajak nyari makanan di sekitar sini gak mau! Nanti kelaperan kalau gak makan!"

"Siapa yang gak doyan sih?" protes Syifa.

Dengan wajah cemberut terpaksa Syifa mencicipi makanannya. Tak lama kemudian dia merasakan paduan nasi, tahu goreng dan sedikit ikan teri dengan sambel terasi itu terasa lezat di lidahnya. Apalagi saat dia mencoba menyeruput kuah sayur asemnya.

"Kok, enak ya?" Gumam Syifa tak percaya.

Azka melirik, "Gak usah sok jaim! Pura-pura doyan, padahal belum nyobain!"

"Diem! Gak usah ngeledekin gue!" Ketus Syifa dengan mata melototnya.

Azka terdiam, melanjutkan menyantap makanannya yang begitu nikmat.

Tak lama kemudian, Syifa malah terlihat lebih lahap dari Azka.

Kini gorengan ikan asin, teri, tahu dan tempe beserta sambal itu dikuasai oleh Syifa. Bahkan sayur asem di mangkok Azka di tuangkannya ke mangkuk sayur asemnya yang sudah kosong itu.

Azka manyun melihat tingkah Syifa yang berubah rakus.

"Sisain!" protes Azka.

"Minta lagi sama ibunya sana!" Seru Syifa tak peduli.

Azka menghela napas, sesaat kemudian dia tersenyum melihat Syifa yang kini terlihat lahap dalam makan. Dirinya senang Syifa mau memakan masakan khas pedesaan.

"Setelah makan kita pulang pake mobil, Oke?" Bujuk Azka.

"Lagian emang ada apa helikopter sewaan gitu? Perasaan cuman di film-film doang!"

Syifa melotot pada Azka, "Nggak! Gue gak mau mati dikejar-kejar orang-orang itu lagi! Dan elo gak boleh kemana-mana sebelum manager gue berhasil nyewa helikopter buat jemput gue disini!" Keukeuh Syifa dalam pendiriannya.

"Gue pernah sekali dijemput helikopter waktu jalan-jalan ke Gili Trawangan! Lo aja yang udik, gak tahu begituan!"

Azka kembali menghela napas mendengar itu.

"Nanti mobil elo gimana?"

"Ya elo yang bawa! Sekalian anterin ke bengkel langganan gue!" jawab Syifa sambil mengunyah makanan dimulutnya.

Saat mereka sudah selesai makan dan tampak kekenyangan, Azka membereskan semuanya dan akan mengangkutnya ke dalam, namun pemilik rumah tiba-tiba datang lagi.

"Gak usah nak ganteng! Biar ibu saja!"

Si ibu pun langsung membawa piring kotor dan semuanya ke dalam sana. Saat sudah bersih, giliran si nenek yang datang membawa sebakul rambutan lalu menyajikannya di hadapan mereka.

"Ini buat cuci mulutnya, sok atuh mangga dicicipi" kata si nenek.

"Terima kasih, Nek" Sahut Azka dan Syifa bersamaan.

Saat si nenek itu pergi, Syifa meraih satu buah rambutan lalu mengupasnya dan memakannya, tak lupa mengeluarkan bijinya.

"Gila! Manis banget rambutannya!" puji Syifa.

Saat Azka hendak juga meraih satu buah rambutan di dalam bakul itu, Syifa malah menarik bakulnya lalu menyembunyikannya di belakang tubuhnya.

"Bagian elo nanti! Kalau gue udah kenyang, Oke!"

"Dasar Maruk! Udah manja, rakus lagi!" Dumel Azka.

"Idiih…. Daripada elo, Tengiiiil!!!!" Syifa membalas tak mau kalah.

"Sekarang lo jelasin ke gue siapa mereka tadi?" Tanya Syifa sambil mengupas rambutan.

"Gue gak tahu mereka itu siapa!" jawab Azka.

"Gak percaya! Lo pasti ngerahasiakan sesuatu ke gue! Gue yakin ini pasti ada hubungannya dengan luka di kepala lo itu!"

"Dibilang gue gak tau! Mereka itu tiba-tiba aja ngikutin kita, terus tiba-tiba juga ada mobil dan pemotor lain menyerang mereka! Mungkin mereka pikir kita bagian komplotan yang bantuin kita itu".

"Gue nanya gini karena elo kerja di tempat gue! Gue gak mau itu para komplotan tiba-tiba datang ke cafe, lalu ngancurin cafe gue karena bermasalah dengan elo!"

Azka terdiam mendengar itu. Dirinya juga kini mengkhawatirkan yang dikatakan Syifa barusan.

"Lo tenang aja, itu gak bakal terjadi" Kata Azka lalu turun dari bale-bale kemudian berjalan ke tepi halaman belakang rumah tersebut. Azka memandang hamparan padi yang menghijau di hadapannya.

"Ada berita heboh, Nih!" Pekik Syifa.

Azka penasaran lalu kembali duduk di bale-bale.

"Berita heboh apaan?"

"Katanya ada dugaan bahwa anak gadis mendiang Pak Santanu bukanlah anak kandungnya. Katanya juga, anaknya itu ditukar sewaktu bayi. Kabarnya Pak Santanu lagi mau nemuin anak kandungnya yang sudah terbukti dari hasil tes DNA, namun sampai sekarang media gak tahu siapa anak kandungnya itu, dan di mana anak kandungnya tinggal. Dugaannya sih anak kandungnya sudah dibunuh!"

DEG!

Azka terkejut mendengar kabar itu. Dia heran siapa yang menulis berita seperti itu.

"Menurut lo, anak kandungnya masih hidup apa udah meninggal ya? Kasian banget dia dipisahkan dari orang tua kandungnya" tutur Syifa.

"Gue gak tahu! Lagian juga berita gini ngapain lo percaya sih?" Jawab Azka.

"Biasanya yang ginian itu bener! Siapa yang udah jahat sama Pak Santanu ya? Sayang banget! Padahal Pak Santanu itu baik loh orangnya. Gue bisa masuk kampus ini juga karena dia!"

Azka mengernyit, "Karena Pak Santanu?"

"Gimana ceritanya?" Azka mulai penasaran.

"Gue udah tiga tahun jadi brand ambassador perusahaan kosmetiknya Pak Santanu" jawab Syifa.

"Emang perusahaan Pak Santanu itu terjun di bidang kosmetik juga?"

"Ya adalah! Lo sih gak gaul! Dia itu banyak banget usahanya. Masa elo gak pernah merhatiin di jalan-jalan suka nongol wajah gue dengan produk kosmetiknya dia?"

"Gak! Walaupun gue lihat juga mungkin gue ngiranya itu orang-orangan sawah!"

"Sialan lo!!" Syifa kesal ingin sekali menggigit Azka yang sudah meledeknya.

Dengan cemberut Syifa berkata, "Emang lo nya aja yang gak gaul!"

"Terus sisi baiknya Pak Santanu dimana?"

Syifa memandang jauh apa yang dilihat di depannya, sembari mengingat ngingat kebaikan Pak Santanu saat dirinya menjadi brand ambassador dari produk kosmetiknya dahulu.

"Selama ini gue banyak menolak tawaran jadi brand ambassador nya dikarenakan banyak pengusaha-pengusaha genit. Gue pikir Pak Santanu itu bakal kayak gitu juga, tapi manager gue ngeyakinin kalo Pak Santanu gak kayak gitu orangnya."

"Akhirnya gue terima dan dikontraklah selama satu tahun dan diperpanjang terus sampai tahun kemarin. Manager gue bener, Pak Santanu gak seperti yang gue pikirin, dia itu sayang banget sama istrinya, meskipun muncul gosip kalau rahim istrinya terpaksa diangkat setelah melahirkan anak mereka satu-satunya itu" Papar Syifa.

Azka terdiam, hatinya merasa tercabik-cabik mendengar cerita Syifa.

Syifa kembali melanjutkan ceritanya.

"Dia nyaranin gue untuk buka usaha dan investasi saat dapet duit dari shooting dan lain-lain, katanya profesi keartisan umurnya gak bakal panjang, ada massa berjaya dan ada massa dimana akan dilupakan oleh penggemar."

"Makanya gue berani bikin cafe itu dan juga nanam saham ke perusahan yang gue percaya, meski gak banyak. Gue punya tabungan, untuk suatu saat kalau gue udah gak laku jadi artis lagi."

Azka masih terdiam mendengarnya.

"Hingga akhirnya sekarang gue kuliah meskipun jadwal shooting padet banget. Ini semua atas nasehatnya ke gue. Dia udah anggap gue kayak anaknya sendiri, meskipun ada aja yang gosipin kalau gue itu simpenan nya, tapi gue nggak peduli sama sekali."

Azka melihat mata Syifa berkaca-kaca. Azka menarik nafas panjang lalu menghembuskannya.

Azka mulai mengagumi sosok Pak Santanu, seringkali dirinya kerap melamun memikirkan betapa tragis nasib kedua orang tuanya, jika memang benar dirinya sebagai anak kandungnya. Terlebih setelah mendengar berita yang diceritakan Syifa tadi, bahwa Pak Santanu akan menemui dirinya setelah mengetahui hasil tes DNA, namun justru berakhir kecelakaan.

"Apa Pak Santanu sudah mengetahui hasil tes DNA, ku? Dan akan menemuiku? Apa itu artinya……"

Aska terdiam di sebelah Syifa. Dalam hatinya sedang jatuh dalam jurang kesedihan. Meski diamnya tak mengeluarkan air mata, namun hatinya menangis.

**Ada gundah yang menyapa kala mimpi tak jadi nyata. Lalu apa yang mesti dilakukan? Jika gelisah kian menelikung hati tanpa permisi** ( By_Azka)

Hari menjelang malam. Sementara manager Syifa masih belum memberi kabar soal helikopter itu. Azka berkali-kali juga mengajak Syifa untuk pulang, karena tidak enak jika harus menginap malam ini.

Karena Syifa bersikeras mau menunggu managernya memberi kabar, akhirnya Azka mengalah hingga dia tertidur di bale-bale itu dengan bantal dan sarung yang dipinjamkan oleh si pemilik rumah.

Sementara Syifa tidur di kamar tamu yang disediakan oleh pemilik rumah. Dia tidak berani pulang menggunakan mobil karena masih trauma mendengar suara-suara tembakan.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar, Syifa turun dari ranjang lalu membuka pintu. Syifa heran melihat si ibu membawakan selimut tebal lalu menyerahkan padanya.

"Yang ini kasihkan ke pacarmu" Kata si ibu itu.

"Kasian kedinginan kalau cuman pakai sarung aja"

Syifa mengangguk, di sebenarnya malas menjelaskan siapa Azka sebenarnya. Akhirnya setelah ibu itu pergi, Syifa pun keluar kamar lalu pergi ke belakang rumah tersebut.

Dirinya melihat Azka di bale-bale sudah tertidur pulas dengan sarungnya. Syifa pun menyelimutinya dengan kasihan.

Dirinya penasaran bagaimana kisah hidup lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan 'Tengil' itu. Tak tahu mengapa dirinya begitu penasaran.

Berawal dari ketakjuban atas ide Azka yang membantu cafe-nya maju. Dia merasa di dekat lelaki itu dia menjadi manusia sesungguhnya, tidak seperti orang lain yang dekat dengannya, hanya menghormati dan mengagumi karena keartisannya saja.

Tapi Azka berbeda dalam pandangan dirinya, lelaki itu bersikap apa adanya, seolah Syifa bukanlah siapa-siapa.

Setelah puas memandangi Azka yang tertidur lelap, akhirnya dirinya kembali masuk ke dalam, menahan segala rasa penasarannya.

Namun ditengah malam, Syifa terbangun dari tidurnya.

Dia bermimpi dikejar-kejar tentara dengan senjata api. Mungkin karena trauma kejadian tadi siang telah membuatnya terbawa mimpi.

Seketika Syifa mengamati isi dalam kamar. Entah kenapa di tengah malam itu suasana kamarnya sangat mirip dengan suasana kamar di film-film horor yang sering ditontonnya.

Karena merasa ada hantu yang mengawasinya, akhirnya Syifa membawa bantal dan selimut tebalnya keluar, pergi ke bale-bale dimana Azka tertidur.

Syifa meletakkan bantal lalu berbaring di sisi Azka, lalu menyelimuti tubuhnya sendiri dengan selimut tebal. Tak butuh lama, matanya terpejam dan larut dalam tidurnya.

------------------------------------

Paginya, Syifa membuka mata. Dia terkejut melihat sebuah lengan tengah memeluknya dari belakang. Tiba-tiba tengkuknya merasakan hangatnya hembusan nafas.

Syifa berbalik lalu terbelalak melihat Azka tengah memeluknya dari belakang sambil terlelap.

"Aaaaah!!!!" teriak Syifa.

Teriakannya itu membuat Azka terbangun dan ikutan berteriak.

Azka meloncat dari bale lalu menatap Syifa dengan kesal.

"Ngapain lo tidur di sini?!!"

"Lo juga ngapain meluk-meluk gue? Cari kesempatan lo ya?" bela Syifa.

"Lo yang cari-cari kesempatan! Bukannya semalem lo tidur di kamar dan gue di sini? Ngapain lo pagi-pagi ujung-ujug ada di sini?" protes Azka.

"Semalem itu gue mimpi buruk! Gue ngeri tidur di kamar, makanya gue pindah kesini karena bale-balenya luas! Lo yang curi-curi kesempatan pake meluk gue segala!" Sungut Syifa.

Seketika Azka teringat akan mimpinya semalam. Semalam dia bermimpi digoda oleh perempuan hingga kelepasan bercocok tanam pada perempuan yang menggodanya di mimpi.

"Jangan-jangan…" Kata Azka.

Syifa juga ternyata bermimpi hal yang sama, dia bermimpi digoda seorang lelaki hingga terbang ke awang-awang.

Syifa berteriak mengingat mimpinya, segera menarik selimutnya dan merasa lega dirinya masih berpakaian lengkap.

"Untung saja hanya mimpi" Lirih Syifa bernafas lega.

Si ibu datang sambil membawa nampan berisi dua gelas teh manis dan sepiring singkong rebus lengkap dengan parutan kelapanya.

"Pagi-pagi udah pada ribut aja, cuci muka dan sarapan dulu gih!" ucap lbu itu yang sejak kemarin sore tertawa melihat mereka berantem mulut terus.

Azka dan Syifa pun berusaha tersenyum pada lbu itu.

"Bu, saya numpang mandi ya?" Kata Syifa izin, setelah si ibu mengizinkan, Syifa langsung ngacir kedalam.

Tak ada lima menit, Syifa kembali ke bale-bale, namun kali ini Syifa tak melihat keberadaan si ibu yang sudah kembali ke dalam.

"Udah mandinya? Cepet amat? Mandi koboi lu ya?"

"Gue cuman cuci muka doang. Lagian gue ke kamar mandi bukan untuk mandi kok. Cuman mau mastiin aja kalau gue masih…."

"Masih apa? Masih perawan?!! Lo pikir gue bakal perkosa lo gitu?"

"Ya kan gue gak tau kalau elo itu kadal atau buaya!!"

"Bener-bener lu ya, bikin gue kesel mulu dah!!" Ketus Azka.

"Heh!! Mestinya gue yang kesel! Karena gue korban dan lo pelaku!"

"Serah kata lu aja deh!!" Kesal Azka lalu pergi meninggalkan Syifa di bale sendirian.

----------------------------------

Dirga sedang sarapan bersama istrinya dan Boby. Di atas meja makan sudah tersaji berbagai menu sarapan. Lima pelayan tampak sibuk melayani mereka di ruang makan yang luas itu. Lampu-lampu kristal masih menyala terang di atas meja makan.

Dirga menatap Boby dengan tatapan serius.

"Mahasiswa yang songong itu masih suka gangguin kamu?"

"Nggak, Pah" jawab Boby.

"Terus hubunganmu dengan Kalinda, bagaimana?"

"Sudah putus, Pah!"

Istri Dirga bernama Ratuliu ikutan bicara, "Baguslah kalau kamu sudah putus dengannya, Mamah gak suka sama dia!"

"Kamu itu kalau cari pacar yang sederjat napa! Jangan dilihat karena dia cantik terus kamu pacarin! Kalinda itu cuman morotin uang kamu saja!!"

"Dengerin tuh apa kata mamahmu!!" Timpal Dirga.

"Ya udah aja sih lagian udah putus ini! Sekarang Boby sedang ngincer Syifa Hadju, Mah!"

"Siapa tuh?" Tanya Dirga

"Itu loh pah… artis yang lagi naik daun. Dia itu juga ambassador nya produk kecantikan kita".

"Oooohh" ucap Dirga lalu menyup nasi kedalam mulutnya.

"Kalau yang itu mamah setuju, tapi ingat cuma sekedar pacar! Mamah sudah pernah bilang, urusan istri, mamah dan papah yang akan carikan. Kamu belajar aja yang rajin, jangan sampai kecewakan papah mu!.

"Iya! Boby paham kok, Mah.. Pah!"

"Tapi Boby takut netizen! Kabarnya Syifa udah jadian dengan Jonathan yang jadi lawan mainnya di film. Takutnya netizen ngira kalau Boby perebut pacar orang."

"Pfff!" Ratuliu hampir menyemburkan nasi dalam mulutnya.

"Gosip kamu percaya! Itu cuman settingan buat naikin pamornya saja. Mamah tahu kabar aslinya."

"Sudah-sudah! Lanjutkan makan gak usah banyak bicara lagi" Tegas Dirga.

Tak lama kemudian anak buahnya datang dengan membawa handphone.

"Maaf, Bos!" ucap anak buahnya.

"Ada apa? Kamu gak lihat ini saya lagi sarapan? Bukannya saya sudah katakan, kalian tidak boleh mengganggu disaat saya bersama keluarga!" Kesal Dirga.

"Ini sangat penting, Bos!"

Dirga mengernyit, "Soal apa?"

Anak buahnya menunjukkan headline utama berita yang mengabarkan tentang kematian pak santanu yang diduga dibunuh dan anak kandungnya selama ini ditukar.

Dirga terperanjat membaca headline berita itu.

Dia langsung melempar handphone milik anak buahnya itu ke lantai hingga pecah. Ratuliu dan Boby ikut terperanjat dari duduknya tapi tidak berani bertanya ke Dirga.

---------------------------------

Azka dan Syifa yang sudah siap pergi, berdiri di hadapan pemilik rumah si ibu dan nenek.

Sementara di halaman rumah, polisi yang akan mengawal kepergian mereka sudah siap mengawal.

Managernya mendatangkan satu kompi polisi untuk mengawal sebagai gantinya karena tidak ada helikopter yang bisa menjemput mereka disana.

"Terima kasih sudah membantu kami" Ucap Syifa.

"Saya juga mengucapkan banyak terima kasih" tambah Azka.

"Sama-sama" jawab si Nenek.

"Pokoknya nanti kalau kalian mau main ke sini lagi, dateng aja ya, rumah ini selalu terbuka buat kalian" Timpal si ibu.

Azka dan Syifa mengangguk, lalu mengeluarkan amplop berisi sejumlah uang dan mendaratkannya ke tangan si ibu, berikut juga Azka yang tanpa sepengetahuan si ibu dan nenek lebih dulu meletakan sejumlah uang di tumpukan selimut saat tadi berbenah.

"Apa ini?" Kata si ibu melihat lipatan amplop ditangannya.

"Terima ya, Bu! Itu sebagai ungkapan terimakasih dari kami berdua" Syifa menerangkan.

"Gak usah! Ibu udah seneng rumah ibu ada yang datengin apalagi kalian berdua ganteng dan cantik"

"Undang ibu dan nenek saja, saat kalian menikah nanti!"

Azka dan Syifa saling berpandangan mendengar itu, terutama Syifa yang langsung bersemu merah pipinya.

Azka mendorong pelan tangan si ibu agar mau menerima pemberian Syifa.

"Terima saja, Bu. Gak baik nolak rezeki".

"Kita pamit ya, Bu… Nek!" Kata Syifa menyalami tangan si ibu dan nenek lalu saling berpelukan. Dilanjut Azka yang ikut menyalami.

"Kasihan ya cuman mereka berdua, lain kali kita kesini lagi, Oke?" Lirih Syifa sambil berjalan menuju kawalan polisi.

"Iya, tentunya sambil membawa undangan!" Jawab Azka.

"Undangan?" Syifa mengulang.

"Undangan nikah kita berdua!"

"Idiiiih…. Siapa juga yang mau nikah sama si tengil kayak lo!!"

"Suka itu berawal dari benci loh…"

"Tau Ah! Nyebelin banget sih lo!!" Balas Syifa lalu berjalan lebih cepat meninggalkan Azka yang terkekeh di belakang.

------------------------------------

Ari. Lelaki berkacamata yang pernah diselamatkan Azka dari aksi pembullyan, hendak menuju kantin namun langkahnya terhenti ketika melihat Boby dan dua temannya sedang berdiri di tengah jalan sambil mengobrol.

Hanya jalan itu satu-satunya jalan menuju kantin. Dirinya malas bertemu mereka karena khawatir dirundung lagi. Terpaksa Ari bersembunyi tak jauh dari
mereka untuk menunggu mereka bubar dari sana.

Boby menatap dua teman kuliahnya, "Kalinda tadi ngampus gak?"

"Masuk! Mang kenapa?" Balik Jay bertanya.

"Nanti pulang kuliah lo berdua ikut gue!"

"Kemana?"

"Gue mau pura-pura nganterin Kalinda pulang, terus gue mau kasih minuman yang udah gue isi obat tidur ke dia, terus mau gue bawa ke puncak, ke villa pribadi gue."

Dua temannya terbelalak, "Emang Kalinda mau lo apain?"

"Mau gue perawanin! Setelah itu gue bunuh! Enak aja dia mutusin gue, gue udah ngasih barang-barang branded ke dia! Dipegang aja kagak mau, sekarang malah ngejauhin gue! Dia gak mikir apa kalau gue bisa ngancurin dia dengan mudah!"

Ari yang mendengar obrolan mereka begitu terkejut. Dirinya tahu bahwa Kalinda memanglah pacar Boby.

Ari pun urung pergi ke kantin, lalu bergegas mencari Azka. Dia senang akhirnya bisa menemukan Azka yang baru pulang dari Bogor dan langsung berangkat kuliah dari kosannya.

"Azka!" Seru Ari.

Azka berhenti dan menoleh, "Kenapa?"

"Tadi gue ngedenger omongan Boby sama temennya" ujar Ari.

"Dengerin apaan?"

"Katanya nanti pas pulang kuliah, Boby mau kasih obat tidur ke minuman Kalinda, terus mau bawa dia ke puncak!"

"Siapa Kalinda?"

"Mantan pacarnya!" Jawab Ari.

"Ngapain bawa ke puncak?"

Ari pun berbisik pada Azka, membutnya Azka terbelalak mendengarnya.

"Biarkan saja, masalah mereka kita gak usah ikut campur!" Acuh Azka yang berlalu pergi.

"Lo gak bantuin? Gue kira lo emang orang baik dan gak pilih kasih buat nolong orang. Ternyata gue salah, lo sama brengseknya dengan mereka" Pekik Ari.

Azka berhenti mendengar hujatan Ari, tanpa menoleh.

"Kalau elo diem aja, anak brengsek itu akan semakin merajalela dan meresahkan buat kampus kita. Lo mau besok denger berita ditemukannya mayat yang ternyata dari kampus kita, sedangkan kita tahu siapa pelakunya!" Papar Ari yang membuat Azka memejamkan matanya sesaat.

Azka berbalik lalu mendekati Ari dan menepuk pundaknya, "Gue emang brengsek tapi gue juga masih punya hati. Kita gagalin rencana mereka".

"Nah gitu dong, itu baru pahlawan gue!"

Setelah itu mereka berdua masuk ke kelas prodinya masing-masing, hingga mata kuliah dimulai Azka merasa heran melihat kursi yang biasa ditempati Syifa terlihat kosong, padahal saat pulang dikawal tadi bilangnya akan masuk kuliah juga.

Awalnya Azka hendak chat, menanyakan kenapa Syifa tak masuk kuliah, tapi Azka menghapus chatnya kembali, khawatir Syifa menganggapnya berlebihan.

Hingga jam perkuliahannya berakhir. Azka buru-buru keluar dari kelas untuk mencegah Kalinda diantar oleh Boby.

Tiba-tiba Ari memanggilnya, "Kalinda sudah naik mobil Boby!"

Azka dan Ari pun bergegas menuju parkiran, saat mereka sampai di parkiran, Azka melihat mobil Boby baru saja keluar dari parkiran.

"Kita kejar, dia pasti ke villa!" Ujar Azka lalu bergegas masuk ke dalam mobil Ari. Ari pun langsung mengemudikan mobilnya untuk mengejar.

Saat mobil Ari sudah keluar dari area parkiran, tiba-tiba seorang mata-mata Dirga yang ditempatkan di kampus untuk mengintai Boby agar tidak berulah lagi, langsung menghubungi Dirga, karena dia baru saja mendengar bahwa Azka akan mengejar Boby.

"Halo, Pak! Tadi saya mendengar dua orang mahasiswa akan mengejar anak bapak, sepertinya akan di incar. Mereka baru saja keluar dari parkiran, dan saya dengar tujuan mereka akan ke villa puncak."

Di lain tempat, Suripto yang sedang menurunkan sangkar burungnya di teras rumah mendapat telepon dari seseorang. Matanya terbelalak ketika mendapati telepon itu dari Dirga.

Dia mengabaikan sangkar burungnya lalu bergegas mengangkat telepon dari Dirga.

"Halo, Pak!"

"Kamu pergi sekarang ke Villa puncak! Disana tidak ada yang menjaga sekarang, kamu awasi anakku karena dia sedang diincar oleh dua teman sekuliahan nya."

"Diincer sama siapa, Pak?"

"Saya tidak tahu pastinya yang mana! Orangku yang kusuruh untuk memata-matai anakku melapor barusan!"

"Baik! Saya akan kesana sekarang, Pak!"

"Tanyakan tujuannya apa mengincar anakku, bila tujuannya berbahaya, langsung habisi saja kedua anak itu! Dan buang mayatnya tanpa meninggalkan jejak!"

"Mengerti, Pak. Itu hal yang mudah, saya bisa melakukannya sendiri" Ujar Suripto lalu menutup telponnya dan pergi menggunakan mobil.

Sementara itu, Azka bersama Ari masih mengikuti mobil Boby diam-diam di belakang mereka. Kini mobil mereka sudah memasuki kawasan puncak. Berkali-kali Azka mendapat misscall, entah dari siapa, dia tidak menggubrisnya karena khawatir kehilangan jejak mobil yang diikutinya.

Kini mobil Boby sudah melewati jalanan kecil menuju villa. Ari memperlambat mobilnya agar Boby tidak merasa curiga. Saat mobil Boby sudah memasuki kawasan Villa, Azka meminta Ari berhenti dan menunggunya di pinggir jalan yang tidak jauh dari villa tersebut.

"Gue temenin lo" tawar Ari.

"Gue sendiri aja!" Tolak Azka.

"Lo stand by aja di sini. Kalau gue lari ke mobil ini, lo siap-siap buka pintu terus kita langsung cabut."

"Oke!" sahut Ari.

Kemudian Azka keluar dari mobil Ari lalu berjalan cepat menuju gerbang Villa. Saat dirinya sudah sampai di depan gerbang villa, rupanya gerbangnya sudah dikunci dari dalam. Azka mengintip ke dalam dari celah-celah gerbang. Dia melihat Boby keluar dari mobil dan dua temannya sedang menggotong Kalinda yang sudah pingsan hendak dibawa masuk ke dalam villa.

Azka langsung mendaki gerbang itu lalu mendarat di hadapan Boby.

Boby terkejut melihat kemunculan Azka, sementara dua temannya kembali memasukkan Kalinda ke dalam mobil dengan rasa takut, lalu menutup pintu mobil tersebut.

Boby geram melihat Azka, "Elo lagi! Elo Lagi!"

"Kenapa? Kaget liat gue tiba-tiba ada disini?"

"Elo emang gak ada kapoknya ya gangguin hidup gue!" geram Boby.

"Gue dateng karena sudah tahu niat jahat lo!"

Boby mengenyit, "Niat jahat apa?"

"Lo kesini mau merawanin Kalinda, terus lo bunuh, Kan?!"

Boby tertawa, "Oh! Jadi itu alasannya lo mau jadi pahlawan kesiangan? Cih!!" Boby meludah ke samping dengan muka yang terlihat sengit.

"Bebasin dia!" Pinta Azka dengan tenang.

"Bagus! Bagus!!" Boby bertepuk tangan.

"Berhubung lo sudah disini, jadi sekalian saja lo gue bunuh juga!!"

Emosi Boby sudah memuncak, dia langsung menoleh pada dua temannya yang sudah keluar dan kini berdiri di dekat mobil untuk memberi kode agar membantunya menyerang Azka.

Dua temannya mengangguk, akhirnya Boby dan dua temannya langsung menyerang Azka dengan sporadis.

Azka meladeni mereka bertiga, hingga tak membutuhkan waktu lama ketiganya meminta ampun, meski Azka mengalami sedikit memar di wajahnya, itupun disengaja oleh Azka, membiarkan dirinya ditinju lebih dulu sebelum dirinya membalas dengan tinjuan yang lebih mengenaskan. Istilah kata, kasih satu balas sepuluh.

Azka menarik kerah baju Boby, Boby yang terkapar dengan wajah babak belur langsung terangkat tubuhnya ke udara, kakinya terjuntai di atas ubin.

"Ini karena elo nyerang gue!" Tegas Azka.

"Gue udah ngomong baik-baik tadi! Jangan salahkan gue lo pada harus babak belur di tangan gue!"

Boby geram, tapi tubuhnya sudah tak bertenaga jadi dirinya hanya bisa mengumpat dalam hati.

Tak lama berselang terdengar suara gerbang didobrak dari luar hingga terbuka paksa.

Azka menoleh ke belakang sambil menurunkan Boby dan berubah menjadi kuncian, saat ini Azka memiting leher Boby.

Wajah Boby sedikit berseri dibalik memar di wajahnya saat melihat kedatangan Suripto, orang kepercayaan ayahnya.

Suripto menempelkan moncong pistol di kepala Ari.

"Lepasin dia! Atau aku tembak mati temanmu ini" Acam Suripto.

"Anda kesini untuk membebaskan anak pengecut ini?" kata Azka yang tak melepaskan kuncian nya.

"Jangan bicara sembarangan!! Kamu tahu dia anak siapa?!! Mudah baginya untuk membunuh lalat sepertimu!"

"Lantas kenapa aku bisa bebas? Padahal kamu sendiri sudah memerintahkan anak buahmu untuk menyekapku kemarin! Bahkan anak buahmu sendiri membebaskanku. Apa ancamanmu itu tidak terlalu berlebihan??" Sindir Azka.

"Kurang Ajar!! Kuperingatkan terakhir kalinya. Lepaskan dia!!!"

Disaat bersamaan, Kalinda yang sudah tersadar dari pingsannya keluar dari dalam mobil dengan kondisi lemas.

"Bapak!"

Suripto terkejut, "Kalinda!"

Kalinda berjalan lemas ke arah Suripto.

"Kamu ngapain di mobil itu?"

Kalinda menangis lalu menatap Boby yang sedang ketakutan, dibawah kuncian Azka.

Lalu Kalinda menunjuk Boby.

"Boby ngasih aku minuman berisi obat tidur, Pak! Aku pingsan, aku gak tahu apa yang diperbuat Boby dengan kedua temannya pas aku pingsan tadi di dalam mobil." Isak Kalinda.

Mendengar itu Suripto mengerti tujuan Azka ke villa puncak untuk apa.

Suripto melepaskan Ari, lalu berjalan mendekati Boby yang kini terbebas dari kuncian Azka.

"Kamu apakan anakku?!!! Kamu apakan?!!!" Bentak Suripto dengan geram.

"Saya gak ngapa-ngapain, Pak" Jawab Boby dengan ketakutan, dirinya juga baru tahu jika Kalinda adalah anak Suripto. Jika tahu lebih awal, dirinya tidak akan berani melakukannya.

"Bohong!! Dia mau memperkosa Kalinda setelah itu membunuhnya, saya mendengar pembicaraan dia beserta dua temannya sewaktu di kampus" Kata Ari yang terduduk lemas karena baru saja terbebas dari maut.

Tak lama kemudian, Azka mendengar suara tamparan keras mendarat ke wajah Boby. Azka berjalan menuju Ari lalu mengajaknya pergi dari sana. Dirinya pun melewati Kalinda yang sedang menangis sesenggukan tanpa mau menengok ke arahnya.

Tak lama dari itu, terdengar suara tembakan berkali-kali. Azka tidak tahu siapa yang menembak dan siapa yang tertembak. Dia terus saja berjalan meninggalkan gerbang itu menuju mobil Ari yang diparkir tak jauh dari sana.

"Siapa yang ditembak, Az?" tanya Ari.

"Gak usah dipeduliin! Itu urusan mereka! Urusan kita udah kelar!" jawab Azka.

Ari terdiam, mereka berdua kembali menaiki mobil. Ari pun bergegas melajukan mobilnya dengan tubuh masih gemetar karena diancam dengan pistol tadi oleh Suripto.

Azka memeriksa nomor yang menghubunginya berkali-kali tadi. Rupanya Syifa yang menghubunginya.

Azka terkejut karena dia sudah terlambat masuk kerja di cafenya.

"Buruan, Ri! Gue telat nih!" pinta Azka.

Ari sudah tahu bahwa Azka kerja di cafe milik Syifa langsung ngebut. Tak lama kemudian handphone Azka berbunyi lagi. Azka bergegas mengangkatnya saat tahu dari Syifa.

"Halo" Jawab Azka.

"Lo dimana? Ini sudah jam berapa?" tanya Syifa dari seberang sana.

"Ini masih di jalan, tapi sekitar satu atau satu setengah jam lagi gue nyampe di cafe" jawab Azka.

"Hah??? Palingan tujuh menit doang dari kosan lo! Kenapa jadi selama itu?"

"Pokoknya gue izin terlambat! Ini lagi otw ke sana!" Azka langsung mematikan handphone-nya karena malas berdebat dengan Syifa.

Dua jam kemudian, barulah Azka tiba di cafe. Langsung turun dari mobil Ari yang sudah terparkir di depan cafenya.

Azka bergegas masuk cafe, dia heran tidak melihat Syifa diantara ramainya pengunjung cafe. Udin yang baru saja mengantarkan segelas kopi pada pelanggan langsung mendekati Azka.

"Mbak Syifa lagi di ruang VVIP!" Kata Udin memberitahunya.

Azka pun bergegas pergi ke ruang VVIP.

Sesampainya di sana, Azka melihat Syifa sedang duduk di meja dekat kaca. Di atas meja itu dia melihat menu makanan yang berbeda dengan menu yang ada di cafenya.

Dia melihat ada sayur asam, ikan teri sambal, ikan asin goreng, dan menu-menu yang mereka makan di rumah malaikat penolong di Bogor semalam.

Syifa berdiri dengan kesal, "Habis dari mana? Dari tadi siang gue nungguin lo dan bawain menu yang kita makan di Bogor buat makan bareng di sini, tapi lo malah telat!!"

"Ada urusan sebentar" jawab Azka.

Syifa mengerutkan dahinya saat melihat wajah Azka yang terlihat ada lebam, "Lo habis berantem?"

"Gak!"

"ltu muka bonyok kenapa? Kemarin kepala! Sekarang muka! Besok-besok apa lagi?" Ketus Syifa yang lebih terdengar khawatir.

Azka menarik napas lalu menghembuskannya perlahan, "Tolong jangan berlebihan sama gue!" Ujar Azka sedikit meninggikan nadanya.

Syifa terdiam mendengar itu. Sesaat kemudian dia kembali menatap Azka dengan emosi.

"Maksud lo?!!!"

"Tolong jangan berlebihan sama gue!!!"

"Siapa yang berlebihan?"

"Itu pake bawain menu yang sama kayak waktu di Bogor? Apa namanya kalo bukan berlebihan? Dan nanya-nanya gue bonyok kenapa? Apa namanya kalau bukan berlebihan?" Terang Azka.

"Lo jangan kepedean ya?!! Gue bawa menu beginian karena mau ngebuktiin ke elo, kalau gue emang beneran suka dimasakin sama pembantu gue! Gue nanya elo bonyok kenapa, itu karena bakal berhubungan sama kerjaan lo di sini!"

"Oke!! Tapi bisa gak mulai ke depan, Elu gak perlu lagi urusin pribadi gue, apapun yang terjadi itu urusan gue sendiri! Gue gak bakal ngecewain lu soal pekerjaan! Jadi perlakukan saja gue sama dengan karyawan yang lain!"

Mata Syifa seketika mulai berkaca-kaca.

"Oke!!" Syifa bergegas berjalan cepat meninggalkan Azka yang berdiri terpaku di sana.

Azka juga tidak mau melihat ke arahnya. Dia menunduk sambil mengepalkan tangannya. Ya, itu semua Azka lakukan karena dia tidak ingin Syifa terkena masalah seperti kemarin saat kejadian dikejar-kejar orang tak dikenal di kawasan Bogor. Dia harus menjauh dari gadis itu.

Azka merasa Syifa sudah berubah menjadi seorang gadis yang protektif, sudah bukan lagi statusnya sebagai atasan. Dia tidak ingin membiarkan perasaannya tumbuh pada gadis itu.

Azka ingin menghentikannya dan fokus pada apa yang menjadi tujuannya saat ini.

Saat Azka berbalik, dirinya menelan ludah karena melihat Syifa kembali datang membawa kantong besar dari bahan kertas dan meletakkannya di salah satu meja makan di dekat Azka.

"Ini lo pake! Ini seragam lo! Seragam kerja buat satu minggu! Tadi gue gak kuliah karena nyiapin ini semua. Sekarang lo ganti pakaian kuliah lo sama pakaian yang gue beliin ini! Udah gue tulisin tiap hari pakai yang mana aja" Papar Syifa yang seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka beberapa menit yang lalu.

"Dan inget, gue beli pakaian kerja ini bukan karena berlebihan! Tapi karena kewajiban seorang pemilik cafe untuk menyediakan pakaian seragamnya buat setiap karyawannya! Dan ini gak perlu dipotong gaji!"

"Satu lagi! Itu makanan yang udah gue bawa dimakan! Ntar sayur asem dan lain-lainnya pada nangis! Kalo pada nangis, nanti Tuhan nggak mau kasih elo rezeki lagi! Lo gak bakal dijadiin pengusaha sukses! Inget! Ini bukan bentuk berlebihan, ini karena gue gak mau lo sia-siain pengorbanan pembantu gue yang udah susah-susah masakin khusus buat lo!"

Setelah ngomel panjang lebar, Syifa kembali berjalan keluar meninggalkannya. Azka menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan.

Saat dirinya membuka kantong besar dari bahan kertas itu, Azka kian menghela nafas melihat isinya tidak seperti pakaian seragam pekerja, melainkan kemeja panjang, celana pendek dan lengkap dengan dasi-dasinya berjumlah tujuh pasang.

"Emang agak beda cewek satu ini, agak ajaib!" Menggeleng tak habis pikir.

"Disuruh pake kemeja dengan dasi? Tapi kenapa harus celana pendek? Dia pikir gue charly caplin!!"




Bersambung….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd