Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 18


Dirga menatap seorang lelaki yang kepalanya sedang ditutupi karung goni. Kedua tangannya diikat di belakang dan kedua kakinya juga diikat kuat. Di tangan Dirga memegang sebuah alat pemukul berwarna hitam yang terbuat dari kayu. Dia menatap sosok lelaki yang kepalanya ditutupi karung itu dengan geram.

“Aku sudah percayakan kamu dan bahkan sudah menghabiskan banyak uang untukmu, tapi kamu malah membela anak mahasiswa itu dan ikut melukai anakku! Apa kamu sudah bosan hidup, Hah?!!” Bentak Dirga.

“Aku tidak akan melakukannya jika anak anda tidak berbuat jahat lebih dulu pada anak gadis ku! Anakmu yang keparat itu hendak memperkosa dan membunuh anak ku. Apakah sebagai ayahnya aku akan diam saja?!!”

"Aku bahkan menyesal menjadi bawahanmu. Ayah dan anak sama saja brengseknya!! Pantas saja kakakmu Santanu hendak menjebloskanmu ke dalam penjara. Memang sudah sepantasnya anda itu membusuk di dalam sana!!"

Dirga menarik penutup kepala lelaki itu dan kini terlihat jelas siapa lelaki tersebut. Dia adalah Suripto yang baru saja ditangkap anak buahnya karena diketahui telah mencederai Boby di villa saat itu. Untung saja anaknya menelpon dirinya, sehingga Suripto berhasil diringkus.

BUUUK!

Satu pukulan mengenai kepala Suripto, namun dia tampak tidak kesakitan dan matanya justru menatap tajam ke mata Dirga.

"Anakku lebih berharga dari anakmu!! Jika dari awal aku tahu bahwa Kalinda adalah anakmu, aku tidak akan mengizinkan anakku bergaul dengan anakmu itu. Anakmu itu anjing jalang yang tidak layak bersama anakku!"

"Cih" Suripto meludah ke arah wajah Dirga yang membuatnya semakin murka saja.

"Keparat!! Kubunuh kamu!!"

Emosi Dirga meledak, Dirga mengeluarkan senjata api dibalik jasnya lalu menembak kening Suripto.

DOR!

Sepasang mata Dirga terbuka lebar, saat pelurunya tidak mampu menembus kening Suripto.

Suripto malah tersenyum menjengkelkan, "Silahkan saja jika anda bisa membunuhku!"

Dirga mencoba menembaknya sekali lagi namun tetap saja pelurunya tidak dapat menembus.

Saking geramnya Dirga, membuatnya menendang kuat Suripto hingga tubuhnya terdorong ke belakang.

Namun Suripto tampak tidak kesakitan dan malah tertawa senang membuat Dirga semakin jengkel melihatnya.

Dirga pun menatap seluruh anak buahnya di ruangan tersebut.

"Kurung dia dan jangan beri keparat ini makan! Biarkan dia mati perlahan di tempat ini! Mungkin hanya itu yang bisa membuatnya mati!"

Dirga langsung keluar dari ruangan itu bersama anak buahnya.

Saat pintu ruangan itu dikunci dari luar, terdengar teriakan Suripto dari dalam sana.

"KALIAN TIDAK AKAN BISA MEMBUNUHKU!! HAHAHA!"

Dirga balas berteriak, "TAPI AKU BISA MEMBUNUH ANAK DAN ISTRIMU!!!"

Suripto terdiam tak ada ada gelak tawa lagi yang terdengar, semua berubah menjadi sunyi.

--------------------------------------

"Paket! Paket!"

Azka terbangun mendengar suara teriakan kurir dari depan kamar kosnya. Hari ini adalah hari minggu, dimana kuliah dan cafenya libur.

"Paket atas nama Azka!"

Azka terheran karena tidak merasa berbelanja apapun di toko online. Akhirnya dia bergegas bangkit dengan mata agak berbelek lalu berjalan membuka pintu.

Di depan kamar kos, berdiri seorang kurir yang sedang berdiri memegang handphone dan terlihat sebuah kardus yang diletakan diatas lantai.

"Paket dari siapa, Bang?" tanya Azka

"Di sini gak tertulis nama pengirimnya, Mas. Tapi ini buat Azka dan alamatnya di sini.

“Masnya Azka, bukan?"

Azka mengangguk lalu menggarukan kepalanya. Di area kosnya itu hanya dirinya satu-satunya yang bernama Azka.

Kurir langsung menyerahkan selembar kertas dan pulpen untuk Azka tandatangani. Azka pun menandatanganinya, lalu kurir itu meminta Azka memegang kardus itu untuk difoto.

Saat kurir telah pergi, Azka segera membawa kardus tersebut kedalam.

Azka membuka kardus itu dengan penasaran. Dirinya merasa heran karena isi di dalam kardus itu berupa buku-buku berjumlah tujuh buah, keseluruhan buku tersebut terlihat seperti buku buku tua yang sudah lama sekali, lembaran-lembaran kertasnya saja sampai menguning kecoklatan.

Ketujuh buku itu mengenai bisnis dan segala hal yang berhubungan dengan dunia bisnis.

Azka mengeluarkan semua buku di dalam kardus, berharap menemukan sebuah surat berisi pesan dari pengirimnya. Namun saat dia telah mengeluarkan semuanya, dia tidak menemukan surat apapun di sana.

Azka meraih satu buku dan membaca nama judul buku tersebut 'Rahasia Mengawali Sebuah Bisnis' saat membuka halaman pertama terselip selembar kertas bertuliskan

SEMUA BUKU YANG KAMU TERIMA INI ADALAH RAHASIA, TIDAK BOLEH DIPERBANYAK DAN DIPERJUAL BELIKAN. TIDAK BOLEH DIPINJAMKAN DAN KHUSUS UNTUK MEMBER CAHAYA BUMI SAJA. JIKA DENGAN SENGAJA MEMBOCORKAN, MAKA BERSIAPLAH UNTUK DILENYAPKAN OLEH KELOMPOK NAGA SEMBILAN

Azka mengernyit, "Cahaya Bumi? Kelompok Naga Sembilan? Siapa mereka itu?"

Karena penasaran, Azka membuka buku lainnya dan ternyata semua buku-buku itu diselipkan lembaran kertas yang berisi peringatan yang sama di halaman pertamanya.

Sekarang Azka semakin penasaran, siapa itu member cahaya bumi dan apa maksudnya dikirimi buku? Sementara dirinya bukanlah member cahaya bumi.

Azka berselancar di internet dengan handphone nya untuk mengetahui tentang member cahaya bumi itu.

Dia akhirnya menemukan salah satu artikel di dalamnya, yang menerangkan bahwa Cahaya Bumi adalah nama organisasi rahasia yang tersebar di seluruh dunia untuk melawan organisasi illuminati yang memeras rakyat miskin untuk menambah kekayaan para pengikutnya hingga mampu mengendalikan setiap negara.

Sementara organisasi rahasia cahaya bumi memiliki visi misi untuk memakmurkan penduduk dunia dengan menciptakan para pengusaha yang akan mendonasikan sebagian keuntungan perusahaan untuk rakyat miskin agar bisa menempuh pendidikan tingkat tinggi hingga bisa menaikkan derajat keluarganya.

Cahaya Bumi juga memberantas para mafia di seluruh dunia dan ingin menghapus kemiskinan di seluruh dunia.

Organisasi Cahaya Bumi memiliki organisasi pelindung yaitu Kelompok Naga yang tersebar di seluruh dunia dan para anggotanya merupakan pilihan terbaik dari yang terbaik. Tugas mereka adalah melindungi para pengusaha yang tergabung dalam organisasi di Cahaya Bumi itu.

Kelompok Naga memiliki kesetiaan sangat tinggi pada orang-orang yang dilindunginya bahkan rela mengorbankan nyawa demi keselamatan orang yang dilindunginya.

Kelompok Naga memiliki kehidupan yang terjamin dan tidak akan pernah miskin selama hidupnya. Mereka hidup makmur dengan kesejahteraan. Semua biaya hidup mereka adalah hasil dari keuntungan para pengusaha yang dibagi sekian persennya untuk mereka.

Cahaya Bumi dan Kelompok Naga sangat rahasia dan bermain sangat rapih hingga kini tidak dapat diketahui siapa saja para anggotanya. Bahkan seluruh intel di seluruh dunia pun tidak dapat menemukannya hingga sekarang.

Azka memijat-mijat keningnya, "Apa ini sebuah konspirasi? Lalu kenapa semua buku ini dikirim ke gue? Gue bukan dari member mereka."

"Bodo amatlah! Berhubung gue kuliah di jurusan manajemen bisnis gak ada salahnya gue baca semua buku-buku ini, ya hitung-hitung menambah wawasan."

Tiga jam berlalu, semua buku-buku dihadapannya telah dilahap habis oleh Azka. Dengan kemampuannya saat ini, dia dengan mudahnya menghafal semua isi buku berikut pemahamannya.

Dari guratan wajahnya, kini Azka tampak tercengang ketika telah selesai membaca semua buku tersebut. Bagaimana rahasia-rahasia berbisnis yang terkuak dari para pelaku bisnis langsung, yang selama ini hanya diajari sepuluh persennya saja di kampus-kampus besar di seluruh dunia.

Seketika pikiran Azka semakin terbuka. Dia seperti mendapatkan harta karun memiliki kesempatan untuk membaca semua buku-buku yang tidak semua orang bisa membacanya.

Azka mengingat kembali tulisan peringatan di halaman terakhir di semua buku yang dibacanya.

SEGERA DIBAKAR JIKA SUDAH SELESAI MEMBACA.

"Dibakar?"

Karena ngeri mendapatkan masalah, akhirnya dia segera pergi ke belakang area kosan yang memiliki pagar batas yang cukup tinggi. Azka langsung membakar semua ketujuh buku tersebut, lalu menyiram abunya dengan air hingga mengalir ke dalam selokan di belakang area kosannya.

Setelahnya dia kembali ke kamar kosnya dan hendak berbaring, namun diurungkan karena mendengar suara ketukan pintu.

Azka terkejut saat membuka pintu melihat seorang wanita dengan luka lebam di wajahnya, sedang menatap Azka dengan mata berkaca-kaca.

"Kalinda!"

"Azka! Tolongin gue, Please!!" Isak Kalinda.

"Masuk dulu!" ajak Azka.

Kalinda pun masuk lalu dipersilahkan duduk di atas tikar.

"Lu kenapa? Dan dari mana lu tahu gue tinggal disini?" tanya Azka heran.

"Dari Ari! Dia juga yang udah nganterin gue kesini"

"Sekarang Ari dimana?"

"Udah pulang, cuman nganterin gue aja"

"Ya udah sekarang lu cerita, ada apa nemuin gue kesini?"

"Rumah gue di ancurin sama orang-orang gak dikenal. Ibu gue sekarang berada di rumah sakit lagi diurus sodara gue. Bapak gue diculik Az! Tolong bantu selamatkan Bapak gue, Az!!"

"Sebentar-sebentar, sewaktu kejadian itu kan elu masih disana, gue denger suara tembakan! Tembakan siapa itu?"

"Itu tembakan dari bapak, dua temen Boby ditembak mati ditempat, sedangkan Boby sendiri cuman ditembak kakinya sama bapak."

"Kemudian, bapak mengajakku pulang kerumah, menemui ibu untuk secepatnya kabur. Rencananya kami bertiga akan kabur ke Jogja tapi kami didatangi segerombolan orang. Bapak gak tega lihat aku dan ibu disiksa jadi bapak membiarkan dirinya di tangkap. Saat bapak akan di bawa pergi, bapak bilang sembunyi jangan sampai tertangkap dari orang-orangnya Dirga. Dan gue baru paham bahwa yang ngebawa bapak gue itu adalah anak buah Dirga. "

Mendengar cerita Kalinda, Azka hanya menghela nafas panjang.

"Selama ini, lu tau kerjaan bapakmu apa?"

"Gue dan ibu gak pernah tau pekerjaan bapak apa selama ini, karena tiap kali bertanya, bapak pasti akan marah!"

Azka hanya mengangguk-anggukan kepalanya, dirinya juga kaget kemarin, kalau Kalinda rupanya anaknya Suripto yang merupakan bawahan Dirga.

"Sekarang rencana elu apa?"

"Gak tau, gue mau jenguk ibu di rumah sakit aja gue takut, takut di tangkap sama anak buahnya Pak Dirga." Ujar Kalinda yang tak berhenti menangis.

Azka bangkit lalu mendekati dispenser, dia membuatkan teh hangat manis lalu menghidangkannya.

"Lo pasti dari kemarin belum makan, kan?"

"Ya udah sekarang diminum dulu, nanti gue minta sahabat gue buat bawakan makanan kesini".

Kalinda mengangguk, lalu menyeruput teh hangat manisnya pelan-pelan karena bibirnya dipenuhi luka.

Azka mengambil handphonenya dan menelpon Udin yang berada di Cafe.

"Din di kulkas ada makanan apa?"

"Stok makanan seperti biasa, memang kenapa?"

"Buatin menu makanan dua porsi, terserah apa saja. Habis itu elu anterin ke kosan gue sekarang!".

Tanpa banyak bertanya lagi, udin segera membuatkan apa yang diminta Azka.

"Makasih ya Az!” ucap Kalinda yang sekarang lebih terlihat agak tenang.

"Gue bakal bantu cari tahu dimana mereka ngurung bapak lo! Sebisa mungkin gue bakal cari cara buat ngebebasin bapak lo itu!"

Kalinda mengangguk, "Terima kasih".

"Sekarang lo nenangin diri dulu. Sementara lo bisa tinggal di sini dan gue bakal tinggal di Cafe di tempat kerjaan gue."

Kalinda mengangguk lagi dan air matanya kembali menetes ke pipinya.

Selang dua puluh menit kemudian, pintu kamar kosnya ada yang mengetuk lagi. Saat Azka membukanya, matanya terbelalak saat melihat Syifa yang datang sambil memegang kresek dan konsep bisnis cafe yang dulu pernah dibuat Azka.

"Syifa!" Ucap Azka.

Wajah Syifa cemberut manakala melihat ada seorang gadis yang memunggunginya di dalam kamar kos.

"Oh! Pantesan nyuruh gue jangan berlebihan? Rupanya ada teman kumpul kebonya di kosan?" Kata Syifa dengan wajah kesal lalu bergegas pergi.

Azka tidak terima dituduh seperti itu. Dia pun mengejar Syifa lalu menarik tangannya.

"Tunggu!"

Syifa melepas paksa tarikan tangan Azka sambil menoleh padanya dengan penuh kebencian.

"Apa?!!" Kata Syifa terdengar nyolot.

"Gue gak seperti yang lo sangka! Gadis di dalam kamar itu namanya Kalinda, dia anak kampus arjawinangun juga! Orang yang hampir diperkosa dan dibunuh oleh Boby kemarin." Terang Azka dengan mengecilkan suaranya karena tak ingin ada orang lain yang mendengarnya.

Mulut Syifa terbuka begitu lebar, Azka meraup wajah Syifa karena menyebalkan melihat ekspresi dari wajahnya itu.

"Ishh!! Asin tau tangan lo itu. Jorok!!!" Umpat Syifa.

"Kok bisa Boby…."

Sebelum Syifa menyelesaikan kalimatnya, Azka sudah menarik tangan Syifa dan membawanya masuk ke dalam kamar Kos.

Syifa duduk dihadapan Kalinda, dirinya terkejut melihat Kalinda dengan wajah luka dan memar.

"Lo disakiti Boby?" tanya Syifa.

"Gak kok, ini tadi itu" Gugup Kalinda.

"Gue balik ya Az! Soal yang tadi gue minta tolong, batalin aja!" Kalinda berdiri dan hendak keluar kamar.

"Tunggu, Kalinda!! Lo akan bahaya kalau berkeliaran diluar sana. Pak Dirga gak akan ngebiarin anak musuhnya berkeliaran, lu beruntung bisa dibebasin oleh anak buahnya sewaktu di rumah lu, kalau Pak Dirga ada disana sudah pasti elu gak dibiarin pergi.

"Gak Azka! Apapun yang terjadi gue udah pasrah…. makasih udah suguhi minum buat gue" Kalinda melepas tangan Azka.

Syifa merasa tidak enak hati dan merasa bersalah. Akhirnya dirinya mendekati Kalinda lalu memeluknya.

"Maafin kata-kata gue tadi ya, Lin!! Gue emang bego, main ngucap aja tanpa tahu kebenarannya" Sesal Syifa.

Kalinda melepaskan pelukan Syifa sambil tersenyum, "Gak apa-apa, gue gak tersinggung kok!"

Syifa membalas dengan senyuman juga, lalu mengajak Kalinda untuk duduk kembali. Syifa menggenggam erat tangan Kalinda yang terasa dingin, dirinya tahu bahwa Kalinda saat ini sedang tertekan.

"Nih gue bawain makanan pesanan Azka, sebelum kesini gue mampir dulu tadi ke cafe, ya udah sekalian gue bawain".

Kalinda mengangguk.

"Makasih ya Fa! Sebenarnya gue malu sendiri, soalnya lo kan artis sedangkan gue cuman orang biasa"

"Ngomong apa sih, Lin! Gue berteman sama siapa aja kok, bebas! Ngomong-ngomong lo ambil prodi apa?"

"Akuntansi" jawab Kalinda.

"Oooh… mulai sekarang lo temen gue, Oke! Sekarang lo makan dulu mumpung masih anget"

Azka yang melihat interaksi keduanya tersenyum hangat.

"Ngapain lo senyum-senyum?!"

"Kagak! Gue cuman mau ambil ini! Gue kalau lapar suka senyum! Kilah Azka sambil membuka satu bungkusan makanan yang dibawa Syifa tadi.

Syifa memutar bola matanya.

Setelah Kalinda menghabiskan makanannya, Syifa dan Azka kembali mengajaknya berbincang. Syifa menanyakan kronologi kejadian yang menimpa Kalinda kemarin.

Kalinda menceritakan semuanya, Syifa terlihat geram hingga buku konsep yang dibawanya dibanting.

"Mentang-mentang anak pemilik kampus saja belagu! Lagian tuh kampus bukan milik bapaknya kok, cuman warisan doang!!" Dumel Syifa.

“Dia sekarang lagi bingung mau tinggal dimana, yaudah gue saranin buat tinggal di kosan gue aja, biar gue sementara tinggal di cafe! Lu gak keberatan kan, gue tinggal di cafe?"

Syifa tampak berpikir sejenak lalu berkata, "Tetap bahaya kalau tinggal disini. Gini aja, lu tinggal di apartemen gue aja! Gue ada kamar buat lo, gimana? Mau kan?"

"Gak! Gak! Itu terlalu berlebihan, Fa!" Tolak Kalinda.

Syifa mengelus lembut punggung Kalinda, "Lu sekarang temen gue, dan gue gak mau temen gue celaka. Mau yah tinggal di apartemen!" Bujuk Syifa.

Kalinda menangis terharu tak menyangka Syifa akan memperlakukannya seperti itu. Keduanya berpelukan, menangis bersama.

"Gue keluar ajalah, mata gue perih! Siapa sih yang ngiris bawang!!" Gerutu Azka sambil bangkit berdiri.

Keduanya entah sedang membicarakan apalagi, karena kini Azka sedang duduk sendiri di depan kamar kosnya sambil menghisap rokok.

"Lo mau ikut gak?" Tanya Syifa yang keluar dari kamar bersama Kalinda.

"Emang kalian mau pada kemana?"

"Kalinda mau gue bawa ke apartemen, lo ikut sekalian elo tau dimana gue tinggal, sekalian juga mau ngebahas soal cabang cafe!"

"Terus ngapain elu ngasih gue pilihan ikut apa gak? Kalau ujung-ujungnya lu juga yang ngasih jawaban!"

"Bawel luh kayak anak cewek, dah buruan kunci kamar lu. Kita jalan sekarang!"

“Eit tunggu! Gue gak mau liat lo ngerokok di apartemen gue! Paham gak lo!!”

“Iya!! Ngatain orang bawel, taunya lu lebih bawel!” Dengus Azka membuang puntung rokoknya yang tersisa setengah lalu berdiri dan lekas mengunci pintu.

-------------------------------------

Dua Bodyguard menyambut kedatangan Syifa, Kalinda dan Azka. Mereka membukakan pintu apartemen, Syifa mengajak keduanya masuk.

Apartemen yang dimiliki Syifa mirip dengan apartemen Adirata saat diajaknya kala itu, yang ditempati Syifa juga memiliki dua lantai. Perabotannya terlihat mewah dan mahal. Foto-foto Syifa terpajang menghiasi dinding.

"Lo tunggu bentar disini, gue mau nunjukin kamar Kalinda dulu!" Ujar Syifa pada Azka.

Azka mengangguk lalu duduk di ruang tamu yang menghamparkan pemandangan yang indah di balik dinding kacanya.

Syifa menunjukkan sebuah kamar lain pada Kalinda.

"Lo tinggal dikamar ini" Kata Syifa.

"lya, Mbak. Makasih ya!" ucap Kalinda.

"Sama-sama" jawab Syifa.

"Tapi manggilnya jangan, Mbak. Panggil nama aja, Syifa!"

"lya" sahut Kalinda.

"Oh ya, di lemari itu ada banyak pakaian gue! Bukan bekas sih? Itu pakaian dari brand ambassador yang gak gue pakai lagi! Semuanya lengkap dan kamu boleh pake yang mana aja yang kamu mau! Untuk handuk mandi dan sebagainya nanti pembantu gue yang nyiapin."

"lya, Fa! Gue boleh langsung numpang mandi gak? Soalnya dari kemarin gue belum mandi."

"Boleh dong! Kan kamar ini lo yang nempatin sekarang, jadi kedepannya jangan minta izin gue lagi! Yaudah, gue suruh pembantu siapin handuk, nyiapin sabun dan lain sebagainya ya"

Kalinda mengangguk tersenyum. Syifa pun berjalan keluar dari kamar itu.

Saat Syifa tiba di ruang tamu, Azka malah berdiri hendak pamit.

"Gue pergi dulu ya!" Kata Azka.

Syifa mengernyit, "Kan mau bahas cabang cafe?"

"Gue mau bantu lapor polisi soal bapaknya Kalinda" Jawab Azka menyimpan rahasia.

"Oh! Yaudah! Tunggu sebentar!"

Seketika Syifa menghilang membuat Azka terheran.

Tak lama kemudian Syifa kembali datang membawa kunci motor lalu menyerahkannya ke Azka.

"Lo pake ini!"

Azka menolak, "Gue naik ojek online aja."

"Ini motor gue beli sebagai fasilitas buat pegawai di cafe. Dan lo perlu difasilitasi karena elo sebagai manager di cafe gue yang mengurus semua halnya. Jadi menurut gue biar kerja lo lebih efektif karena harus kuliah juga, lo harus bawa motornya, diurus sama elo, nanti kalau lo udah gak kerja lagi di gue, motor itu harus dibalikin lagi ke gue" Terang Syifa.

"Oke!" ucap Azka dengan meraih kunci motor di tangan Syifa.

"Helmnya ada sama bodyguard gue. Lo tanya aja sama dia sekalian minta anterin ke parkiran buat nunjukin motornya ke elo."

Azka mengangguk, "Titip Kalinda ya, dan makasih udah mau bantu dia."

"Sama-sama."

Azka segera pergi dari sana. Dia sebenarnya bukan mau ke kantor polisi melainkan ingin main ke rumah Ari. Dia ingin meminta tolong pada teman kuliahnya itu untuk melacak keberadaan Suripto saat ini. Jika Ari bisa melacaknya, dia ingin menyelamatkan Suripto dan membawanya pada Kalinda.

Meskipun Suripto adalah musuh awalnya dan pernah hendak membunuhnya, mungkin itu hal terakhir yang bisa dilakukannya untuk Kalinda, mengingat pekerjaannya membunuh tentu saja berpenghasilan besar, semua itu demi bisa membahagiakan keluarganya dan menyekolahkan Kalinda ke jenjang yang lebih tinggi.

Ari membuka gerbang rumahnya. Dia terkejut melihat Azka membawa motor vespa keluaran terbaru berwarna orange. Helm khas vespa yang dikenakan Azka pun terlihat unik.

"Buset! Baru sebulan kerja di cafenya Syifa udah bisa beli vespa lo?" ucap Ari dengan takjubnya.

"Ini fasilitas cafe! Katanya sih khusus buat manager Cafe!" jawab Azka.

"Oh! Yaudah masuk!" ajak Ari.

Azka memasuki gerbang lalu memarkirkan motornya di depan teras. Mereka pun masuk ke dalam rumah yang cukup mewah itu. Saat tiba di ruang keluarga, Azka heran rumahnya terasa sunyi dan sepi. Foto di dinding pun hanya terpajang dia seorang tak ada foto sanak family yang lain.

"Lo tinggal sendirian?" tanya Azka heran.

"lya!" jawab Ari.

"Sama siapa lagi gue tinggal? Gue itu dari kecil tinggal di panti. Pas lulus SMA, gue terus beli rumah ini deh!"

Azka terkejut bukan main, "Baru lulus SMA udah kebeli rumah semewah ini?"

"lya, lah! Zaman sekarang kalau tahu caranya, gampang nyari duit, Az! Emang lo gak tahu soal main saham?"

"Lo main saham-saham gitu?" Tanya Azka tak percaya.

"lya, dong! Kalau bukan karena itu mana bisa gue kebeli rumah, mobil, terus bisa kuliah di universitas arjawinangun yang bergengsi itu!!"

"Nanti ajarin gue praktek main saham! Selama ini gue tau teorinya doang itupun dari buku.” Kata Azka

“Siap! Kalau perlu gue modalin” Jawab Ari.

“Oh ya, gue kesini sebenarnya mau minta bantuan lo!”

"Bantuan apa? Kalau mau nangkep penjahat gue kagak mau! Gue udah trauma hampir mati gara-gara ikut lo!"

"Gue cuma minta bantuan lo buat lacak nomor doang! Gue pengen tahu orang ini lagi ada di posisi mana! Udah itu aja, kok!"

"Nomor siapa?" tanya Ari curiga.

"Ada pokoknya!" Jawab Azka.

"Yaudah, ikut gue!" ajak Ari lalu bangkit menuju sebuah ruangan.

Azka mengikuti langkah Ari dari belakang.

Setiba mereka di sebuah ruangan yang dipenuhi banyak layar komputer. Ari meminta Azka untuk duduk lalu menyebutkan nomor handphone yang hendak dia lacak itu.

Ari pun memasukkan nomor yang disebut Azka kes ebuah kolom di layar komputer, lalu tiba-tiba terlihat gambaran peta dan sebuah titik merah yang berkedip-kedip.

"Ketemu! Orangnya lagi ada di titik merah ini!" ucap Ari.

"Dan kalau lo mau ke sana, nanti gue share lokasinya buat petunjuk jalan ke sana."

Azka lega setelah mengetahui titik keberadaan nomor handphone Suripto itu. Meski dia belum yakin kalau handphone-nya masih berada di tangan Suripto, Azka harus mengeceknya ke sana dan akan menyelamatkan Suripto jika memang dia terkurung disana.

----------------------------------------

"Udah hubungin sodara lo yang lagi jagain ibu lo di rumah sakit?" tanya Syifa pada Kalinda.

Mereka sekarang sedang berbincang di sebuah ruangan dengan dua gelas teh yang sudah tersaji di atas meja.

"Udah" jawab Kalinda.

"Mereka masih dijalan menuju ke sini."

"Pokoknya kita tunggu Azka dulu. Ibu lo gak apa-apa sementara di sini dulu sama lo. Yang penting lo bedua aman." ujar Syifa.

"Lo gak shooting?"

"Seminggu ini gue lagi off" jawab Syifa.

“Oh, ya. Emang beneran Pak Dirga adiknya almarhum Pak Santanu yang nyulik bapak lo?"

Kalinda menceritakan semuanya dari awal dia pingsan di mobil Boby sampai dengan dia dan ibunya dipukuli oleh anak buah Dirga saat akan kabur dengan bapaknya.

“Aneh ya? Gue sih gak nyangka kalau Pak Dirga sejahat itu, soalnya kan dia adiknya Pak Santanu. Kalau Pak Dirga jahat, mana mungkin semua perusahaan kakaknya itu diberikan ke adiknya.”

“Isi dalamnya hati seseorang gak ada yang tau, Fa!”

“Buktinya aja, kalau bapak gue ternyata selama ini kerja jadi anak buahnya Dirga. Itupun gue baru tahu saat bapak akan dibawa, bapak udah cerita semuanya. Kalau dari awal gue tau, gak akan berani gue jadi pacarnya Boby dan kenapa Boby nekat ngelakuin hal bejat ke gue karena gue udah mutusin dia sepihak, itu pun gue diminta sama bapak buat ngejauhin Boby, rupanya bapak selama ini sudah tau hubungan gue dengan Boby.”

Mendengar itu, Stifa hanya menghela nafas.

“Lo sendiri sama Azka, pacaran?” Tanya Kalinda.

Mendengar pertanyaan Kalinda membuat Syifa salah tingkah.

“Lu pacaran kan? Kalau gak, kenapa tingkah lu kelihatan aneh gitu?”

“Aneh gimana, gak kok! Gue gak pacaran sama Azka. Gue sama anak tengil itu cuma sekedar hubungan kerja, karena dia kerja di cafe gue!”

“Oooh…” Kata Kalinda.

“Lagian kalau iya pacaran, kalian cocok kok! Serasi sama-sama ganteng dan cantik. Kalau dipermak habis, Azka bisa ngalahin para artis pria loh…”

“Gak tau lah, LIn! Kedepannya akan seperti apa.”

“Jangan sampai lo nyesel, pria yang lo taksir malah di ambil orang!” Cekikik Kalinda yang agak kesusahan tertawa karena bibirnya yang terluka.

“Oh ya tadi di jalan, Azka minta ke gue nomernya bapak, katanya dia mau lapor polisi.”

“Buat apa minta nomer bapak lo? Harusnya kan minta nomer lu, logikanya agar polisi bisa ngasih kabar ke elo. Kan gitu!”

“Eh iya, kok gue gak kepikiran sih!” Sahut Kalinda.

Dalam hati Syifa bertanya, “Mau ngapain lagi tuh si tengil? Mau sok-sok an jadi pahlawan? Gak cukup apa dengan luka di kepala dan wajahnya yang bonyok gitu? Awas aja lo Azka, kalau perbuatan lo itu ngerugiin cafe gue, gue bakal nyuruh bodyguard gue buat jadiin lo lemper!!”

-----------------------------------

Malam harinya, Azka turun dari ojek online di dekat titik lokasi nomor handphone Suripto yang berhasil di lacak oleh Ari. Rupanya kawasan itu adalah kawasan pergudangan.

Setelah ojek online pergi, Azka yang mengenakan celana hitam, sepatu casual dan jaket hitam itu langsung memasang penutup kepala yang memiliki dua lubang untuk penglihatannya saja. Headset terpasang di telinganya sebagai alat komunikasi dengan Ari yang menunggunya di dalam mobil yang tak jauh dari gudang itu.

"Gue udah mau masuk!" ucap Azka pada Ari di seberang sana.

"Lo siap-siap kalo gue berhasil bawa orangnya."

"Oke!" jawab Ari di seberang sana.

Azka memasuki lorong yang di kiri dan kanannya terdapat sebuah pagar yang sangat tinggi. Lorong itu dijadikan jalan untuk pemotor. Dirinya sudah memeriksa lokasi itu di peta dan sudah memiliki cara untuk memasuki tempat lokasi handphone itu berada.

Di titik yang sudah direncanaka, Azka mendaki pagar lalu berjalan mengendap-endap di atas atap gudang. Saat mengamati dari atas, begitu banyak sekali penjagaan di bawah.

“Ini akan sangat merepotkan, jika gue turun langsung! Gue harus pakai cara lain”

Dari atas atap gudang, Azka merapal mantra yang pernah diajarkan Si nenek tua.

Sihir Lontar Pinang Lontr
Terletak di Ujung Bumi
Setan Buta Jembalang Buta
Akan Sapa Tak Berbunyi

Setelah membaca mantra itu, tubuh Azka perlahan menjadi transparan. Setelah sempurna, dia turun dari atas atap dan mulai mencari titik merah di handphonenya.

“Sudah kuduga!” Kata Azka setelah menemukan titik merah, dia tidak menemukan keberadaan Suripto. Karena handphone Suripto hanya tergeletak begitu saja di ruangan lain.

Azka mengambil handphone milik Suripto tersebut dan memasukkannya ke dalam saku. Lalu mencari keberadaan Suripto dimana dia di sekap. Setelah sebelumnya dia berhasil menemukan penjaga dari sekian banyak penjaga yang berhak memegang kunci-kunci gudang.

Setelah mengecek satu persatu ruangan gudang, akhirnya Azka menemukan Suripto yang dalam keadaan meringkuk di lantai dengan kepala tertutup karung tanpa adanya cahaya lampu yang menerangi ruangan itu.

Setelah masuk ke dalam, Azka kembali merapal mantra kali ini yang dirapalkannya adalah

Putih Bukan Berarti Suci
Hitam Bukan Berarti Gelap
Aku adalah cahaya dari secangkir kopi
Yang didalamnya teraduk sepi

Tak lama tubuhnya berangsur ke kondisi normal, lalu mengunci pintu dari dalam dengan sangat hati-hati. Selanjutnya, Azka mendekati Suripto dan melepaskan karung yang menutupi wajahnya.

“Aku akan membawamu pergi sekarang!!” Bisik Azka.

“Siapa itu?” Pekik Suripto yang masih terikat kaki dan tangannya.

Azka langsung membekap mulut Suripto agar tak membuat keributan sehingga memancing kecurigaan para penjaga.

“Sudah jangan banyak bicara! Aku datang menyelamatkanmu karena permintaan Kalinda, karena dia menangis terus mengkhawatirkan keadaan bapaknya!” Bisik Azka yang kini membuat Suripto menjadi tenang agak terdengar sedikit menangis.

Azka melepaskan ikatan tali yang mengikat tangan dan kaki Suripto.

“Anda masih punya tenaga untuk berlari?”

“Ya! Terimakasih sudah mau membantuku” Jawab Suripto yang dalam pikirannya masih bertanya-tanya siapa sosok yang ada di hadapannya itu, ruangan yang gelap ditambah sosok itu terlihat samar-samar menggunakan penutup wajah.

DUAAAAARR

Disaat Suripto memikirkan hal itu, dirinya dibuat terkejut karena mendengar seperti suara ledakan. Dan seberkas cahaya masuk kedalam ruangan gudang.

Rupanya itu ulah Azka yang menjebol tembok gudang, suaranya membuat penjaga di luaran kelimpungan mencari arah sumber suara, setelah para penjaga meyakini sumber suaranya, mereka semua ribut di luar mencari kunci gudang untuk bisa masuk.

Kesal tak kunjung menemukan kunci gudang, mereka beramai ramai mendobraknya hingga akhirnya pintu terbuka. Mereka semua terkejut melihat sisi tembok yang sudah berlubang, ada sorotan cahaya dari luar yang masuk ke dalam gudang melalui celah lubang tersebut.

“Tahanannya Cari!!” Teriak salah satu penjaga yang baru menyadari.

Beberapa penjaga mendekati tembok yang berlubang itu, kepala mereka dijulurkan melihat situasi, namun jantung mereka dibuat nyut-nyutan karena melihat pemandangan di bawahnya.

“Mereka terjun setinggi ini?” Kata seorang penjaga.

Yang ditanyakan penjaga itu tidak salah, gudang-gudang ini dibangun di atas tanah yang lebih tinggi dari milik para warga.

“Grup lima! Kalian turun ke bawah, masuk kepemukiman warga itu dan cari tahanan secepatnya!!”

Di tempat lain, Azka dan Suripto sedang menunggu kedatangan Ari, dirinya telah menelpon dan menshare titik lokasi penjemputan karena Azka telah merubah rencananya.

Dari balik pohon besar di sisi tepi jalan kecil yang agak gelap, sepasang lampu sorot mobil terlihat dari kejauhan dan lambat laun makin mendekat dan berhenti.

“Masuklah!” Kata Ari dari balik kemudi yang jendelanya sudah ia turunkan.

“Azka dan Suripto masuk ke dalam mobil, lalu Ari membawanya pergi meninggalkan tempat itu.

Azka dan Suripto tampak bernapas lega saat mereka kini sudah berada di jalanan umum yang dilalui banyak kendaraan.

Suripto akhirnya membuka obrolan di dalam mobil.

“Bukankah kamu anak yang ditodong pistol olehku kemarin kan?” Tanya Suripto yang duduk dibelakang pada Ari.

“Ya” Jawab Ari.

“Jangan bilang yang duduk di sebelahku ini adalah orang yang sudah menyelamatkan anakku?”

“Hm” Kata Azka sambil membuka penutup di wajahnya.

Melihat itu adalah Azka, Suripto menunduk malu dengan hati yang bercampur aduk.

“Aku….”

“Sudahlah! Aku sudah memaafkanmu. Kalinda juga sekarang adalah temanku. Aku melakukan ini karena anakmu Kalinda datang padaku meminta menyelamatkanmu.”

Suripto menarik nafas berat, ada rasa bersalah yang mendalam pada Azka.

“Apa kamu sudah pernah bertemu dengan Dirman?”

“Siapa Dirman?” Tanya Azka penasaran, siapa tahu yang disebutkan Suripto itu adalah sekutu Dirga. Bisa jadi kan?

“Dia itu sahabat karibku, kami berdua mendirikan Geng Macan Kumbang bersama. Hingga akhirnya kami berdua pecah kongsi, terakhir kudengar dari si gondrong (orang yang membiarkan Azka bebas saat penyekapan) bahwa kamu adalah orang yang menyebabkan Dirman pensiun.”

Azka mengingat hal itu dan berkata, “Aku tidak menyuruhnya untuk pensiun, aku hanya melepaskannya dari kematian karena saat itu dia dan anak buahnya hendak membunuhku lebih dulu.”

Suripto mendengar penjelasan Azka sambil melihat pemandangan dari kaca jendela, dirinya merasa malu jika harus bertatap muka dengan Azka.

“Kedepannya berhati-hatilah. Dirga sedang memburumu, dia menargetkanmu untuk dibunuh!”

“Selama ini aku salah mengincarmu, orang yang sebelumnya aku ingin bunuh justru menyelamatkanku dan anakku. Ini benar-benar konyol!”

“Kamu tau… Hal yang paling tidak ingin aku lakukan seumur hidupku adalah meminta maaf. Tapi pengorbananmu membuatku membuka hati.”

“Aku Suripto meminta maaf padamu” Isaknya dengan bercucuran air mata.

"Aku sudah tamat! Langkahku sudah dimatikan oleh Dirga, dan aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi di kota ini. Aku akan pensiun seperti sahabatku Dirman.”

“Yang akan aku lakukan sekarang adalah memberikan ketenangan untuk istri dan anakku. Aku akan pergi jauh ke kota lain.”

“Kalau begitu kita ke apartemen Syifa, karena anakmu Kalinda sekarang tinggal sementara di sana” Kata Azka.

Lalu Azka mengembalikan handphone Suripto yang ditemukannya saat itu, dia terbelalak.

“Aku bisa menemukanmu karena handphone ini”.

“Aku tak menyangka kau secerdik itu, pantas saja licin sekali untuk kubunuh” Kata Suripto dengan tersenyum, hatinya kini sudah lebih lega karena telah meminta maaf.

“Jika anda ingin berterima kasih, berterima kasihlah pada Ari, karena dialah yang berhasil melacak posisimu.”

“Terimakasih, Ri! Sudah membantuku”.

“Oke!” Sahut Ari yang berbunga-bunga, dirinya tak menyangka bisa menolong orang lain dengan kemampuannya. Dia senyum-senyum sendiri di balik kemudi mobilnya.

“Apa gue sudah pantas disebut pahlawan?” Tanya Ari dalam hati dengan terkekeh.

Azka melihat Suripto mengutak-atik handphone nya, membuang nomer lamanya dan menggantinya dengan nomer yang lain. Setelah itu dia menelpon seseorang.

"Halo! Jemput aku di lokasi yang aku kirim nanti. Siapkan perbekalan, karena malam ini juga aku bersama keluargaku akan melakukan perjalanan jauh.”

Setelahnya, Suripto pun menyimpan handphone-nya.

Mobil yang dibawa Ari akhirnya tiba di sebuah apartemen dan kini sudah terparkir di lantai bawah apartemen tersebut.

Saat mereka bertiga sudah berada di dalam apartemen Syifa, Kalinda dan Ibunya langsung berlari menghampiri Suripto.

Tanpa berlama lagi, Suripto pun langsung mengajak Kalinda dan istrinya pergi dari sana karena anak buahnya sudah menunggu di bawah sana.

Kalinda berjalan mendekat ke hadapan Azka dengan mata berkaca-kaca.

"Terima kasih atas semuanya, Azka!" Isak Kalinda.

Azka mengangguk dan matanya pun berkaca-kaca.

"Gue pamit! Jaga diri lo baik-baik."

Azka kembali mengangguk.

Kalinda juga mengucapkan terima kasih pada Ari dan Syifa.

Suripto, istrinya dan Kalinda akhirnya keluar dari apartemen itu diantar oleh salah satu Bodyguard Syifa.

Syifa menatap Azka dengan tajam, banyak sekali pertanyaan dibenaknya untuk dibicarakan dengan Azka.

Merasa tatapan Syifa itu seakan menyelidik, dirinya berkata pada Syifa, "Gue cabut! Ayo Ri! Anterin gue pulang!"

“Hei tunggu!!!” Kata Syifa sambil menangkap tangan Azka yang hendak kabur.

"Lo bisa nyelametin bapaknya Kalinda gimana caranya? Lo ikutin mobil polisi buat nyelametin dia dari penculik gitu?" tanya Syifa penasaran.

"lya" jawab Azka terpaksa berbohong padanya.

"Berarti elo yang jadi superhero nya dong! Selesaikan tugas dan dapatkan koin. Mau mendapatkan lebih banyak reward? Saatnya berubah jadi superman! Menyelesaikan misi memberantas para penculik!”

Azka melirik ke arah Ari yang cekikian mendengar ocehan Syifa barusan.

“Lo ngomong apa kumur-kumur sih?!!” Tanya Azka dengan menempelkan punggung tangannya di kening Syifa.

“Kali aja lo udah jatuh cinta sama Kalinda, relain nyawa demi nyelamatin bapaknya dari sangkar macan, apa bukan bunuh diri namanya?”

Azka menghela nafas, merasa malas bertengkar dengan gadis itu.

"Gue balik!" Kata Azka.

Seketika Azka mendengar suara rintihan kesakitan Syifa.

"Aduh, aduh, aduh, aduh!"

Azka berbalik dengan panik, "Lo kenapa?"

"Perut gue mendadak sakit! Kayaknya harus segera dibawa ke dokter!"

"Sakit kenapa?" tanya Azka kian panik.

"Gak tau Pokoknya sakit banget! Aduh, aduh, aduh!"

Azka kebingungan, lalu menyuruh Ari memanggilkan bodyguard dan pembantunya Syifa.

Mereka berdatangan dengan panik.

"Non kenapa?"

"Perut gue sakit banget! Kayaknya harus periksa ke dokter Luki yang ada di lantai dua! Aduh! Udah nggak tahan lagi nih! Gue takut kenapa-napa nih!"

"Emang ada dokter di bawah?" tanya Azka panik.

Syifa mengangguk.

"Ayo, Non. Saya anterin ke dokter, Non!" ajak bodyguard nya.

"Gue aja!" Sela Azka.

Azka langsung membungkuk membelakangi Syifa agar dia naik ke punggungnya, lalu Azka berlari menuju lift dan membawanya ke dokter Luki yang katanya ada di lantai dua tersebut.

Sementara Syifa senyum-senyum senang berada di gendongan Azka.

"Apa aksinya ini wujud kasih sayangnya ke gue? apa dia cinta sama gue?" Syifa diam-diam tersenyum sendiri lalu mengeratkan pegangannya di punggung Azka.

-----------------------------------

Malam itu Dirga heran melihat anak buahnya datang ke kantornya dengan wajah pucat dan melangkah dengan ketakutan. Dirga menyingkirkan semua berkas di hadapannya lalu menatap anak buahnya dengan tatapan curiga.

"Jangan bilang ada sesuatu yang buruk yang hendak kamu laporkan padaku!"

Anak buahnya semakin gemetar dan tidak berani bersuara.

Dirga menggebrak meja hingga anak buahnya terkejut ketakutan.

"Cepat katakan!"

"Su... Su.. Suripto berhasil kabur, Pak!" jawab anak buahnya dengan gemetar dan hampir saja terkencing di dalam celana.

Mata Dirga kian mengembang mendengar itu.

"Apa?!!!!"

"ly., iya, Pak."

"Bagaimana bisa?!" teriak Dirga.

"Tembok gudangnya tau-tau sudah bolong, Pak! Kami tidak melihat siapa yang membantunya.”

“Sepertinya ulah anak mahasiswa itu pak! Persis sama yang dilakukannya saat menjebol tembok saat membebaskan Si Gondrong”

"Bedebah!! Anak sialan itu kenapa memiliki kemampuan hebat!!” Kesal Dirga mengacak rambutnya.

"Apa kami boleh bertindak malam ini juga untuk memberi pelajaran pada mahasiswa itu, Pak? Kami memiliki seseorang yang memiliki penangkal ilmu kebal! Dengan membawanya untuk membantu kami, kami yakin mahasiswa itu tak akan bisa berkutik lagi" jawab anak buahnya.

"Kalau seandainya kelompok naga sembilan tidak melindungi anak itu, aku tidak akan memerintahkan kalian untuk memberi pelajaran pada anak itu! Aku sendiri yang akan menemui dan membunuhnya dengan caraku!" teriak Dirga.

“Bodoh! Memang bisa apa? Sekali hajar bisa langsung mati anda!” kata anak buahnya dalam hati.

“Sekarang kita tidak bisa berbuat seenaknya, pastinya kelompok naga sembilan akan selalu mengawasinya dan bersiap melawan jika kita mengganggunya! Kita harus mencari cara lain untuk menyingkirkannya!”

“Kita harus membuat kelompok naga sembilan tidak lagi melindunginya! Untuk memberi pelajaran pertama pada pemuda itu, aku sudah punya cara dan kalian harus membantuku melakukan cara itu!"

"Ba... baik, Pak!"

"Keluar kau dari ruanganku!" bentak Dirga.

"Ba.. baik, Pak!" anak buahnya itu langsung bergegas keluar dengan gemetar dari ruangan tersebut.

Dirga menarik laci meja kerjanya lalu meraih sebuah foto cetak di dalamnya. Dia menatap foto itu sambil tersenyum. Pada foto itu terlihat wajah Syifa yang sedang memegang produk lipstik produksi dari perusahaannya selama ini.

--------------------------------------

Ari lebih dulu pamit pulang, sedang Azka menunggu dengan khawatir di depan ruangan dokter, ditemani dua bodyguard dan seorang pembantu yang sedang menunggu juga disana dengan khawatir.

Tak lama kemudian Syifa keluar dari ruang dokter dengan wajah lesu.

Azka langsung berdiri dan mendekatinya.

"Apa kata dokter?" tanya Azka terlihat sangat khawatir.

"Katanya sakit perut biasa" jawab Syifa masih dengan mimik lesunya.

"Gara-gara kebanyakan makan sambel."

"Untung aja! Gue kira sakit keras! Makanya jangan kebanyakan makan sambel! Saran Azka.

"lya," jawab Syifa sambil menganggukkan kepalanya dengan lesu.

"Sekarang masih lemes?"

"lya."

"Obatnya mana?" tanya Azka heran.

"Nanti suruh bodyguard aja beli ke apotek."

Syifa menatap Bodyguardnya, "Nanti beliin ke apotek ya?"

"Siap, Non!" jawab Bodyguardnya

"Resepnya mana?" tanya Azka lagi.

Syifa menyembunyikan kebingungannya, “Ada sama dokter, biar nanti diambil sama bodyguard gue."

Syifa kembali menatap bodyguardnya itu, "Nanti ambil resepnya sama dokter ya?"

"Siap, Non!"

Azka memperhatikan Syifa yang masih terlihat lesu di matanya.

"Sekarang bisa jalan sendiri gak?"

Syifa menunjukkan wajah lesunya kembali, "Kayaknya masih lemes.."

Azka menghela nafas lalu kembali membelakanginya sambil membungkuk. Dengan menyembunyikan senyumnya, Syifa langsung naik ke punggung Azka lalu Azka kembali menggendongnya menuju lift.

Bodyguard dengan pembantunya melihat Syifa mengangkat jempolnya ke udara, bodyguard dan pembantunya hanya senyum senyum saja melihat kelakuan ratunya tersebut.

“Bisa aja, main sandiwaranya Non Syifa ini!” Celetuk pembantunya.

“Namanya juga artis, soal sandiwara mah udah ahlinya! Biasa akting di film!” Sahut salah satu bodyguardnya.

Syifa senyum-senyum sendiri saat berada di gendongan Azka yang tengah menuju lift.

"Makanya jangan kebanyakan makan sambel! Kalau lagi shooting mendadak sakit perut gini gimana?" celetuk Azka.

"lya," sahut Syifa.

"Gue perhatian gini bukan karena berlebihan ya? Gue cuma gak tegaan aja liat orang sakit!" tegas Azka.

"lya," sahut Syifa yang masih menahan senyumnya.

"Gue mau gendong lo, jangan anggap gue curi-curi kesempatan! Gue cuma gak mau aja liat bos gue gak bisa jalan karena sakit perut!" tambah Azka.

"lya"' sahut Syifa lagi.

Azka sudah tiba di depan lift dan pintu lift terbuka. Azka segera masuk ke dalamnya dengan masih menggendong Syifa.

Di dalam lift itu, Azka mendadak baru sadar kalau dia sudah refleks perhatian dengan gadis di punggungnya itu. Seketika dia salah tingkah sendiri dan bingung mau berkata apa lagi pada gadis itu.

"Kenapa gue ngelakuin ini semua buat dia?"

tanya Azka dalam hatinya.

Sementara Syifa masih menikmati keberadaannya di punggung Azka. Dia pun semakin menguatkan pegangan tangannya sambil menahan senyumnya.

Saat mereka keluar lift dan berjalan di lorong menuju pintu kamar apartemen, Azka heran karena sedari tadi Syifa diam saja.

"Kita udah sampai!” Kata Azka.

Tak ada sahutan dari Syifa, saat Azka menoleh ke belakang, dirinya melihat Syifa sedang tertidur lelap di punggungnya.

Azka menghela nafas.

"Gimana, nih?" ucap Azka bingung.

Tak lama kemudian dua bodyguard dan pembantunya datang, Azka menoleh pada mereka.

"Dia tidur..." ucap Azka pelan pada mereka.

"Masukin ke kamar aja, Bang Azka!" sahut pembantunya.

Azka mengernyit, "Nggak!"

"Tapi kasian kalau Non Syifa harus dibangunin, dia ngantuk karena shootingnya kemalaman dan belum cukup tidur" jawab pembantunya.

Azka pun terpaksa mengikuti permintaan pembantu itu.

"Kamarnya di mana?" tanya Azka.

Pembantunya menunjukkan kamar Syifa. Azka pun bergegas menuju kamar gadis itu. Saat Azka berhasil membuka pintu kamar lalu membaringkan Syifa diatas tempat tidur, tak lupa juga Azka melepaskan sepatu Syifa.

Lalu menyelimutinya sambil memandangi wajah Syifa sebentar yang tampak terlelap. Tak lama kemudian dia keluar dari kamar itu sambil menutup pintunya dengan pelan.

Bodyguardnya datang membawa tas Syifa yang ketinggalan.

"Non Syifa di mana, Bang ?" tanya Bodyguard itu.

"Udah tidur di kamarnya" jawab Azka.

Bodyguard tampak bingung, "Bang, tolong anterin tas ini ke Non, Bang."

Azka mengernyit, "Gak! Nanti dia kebangun."

"Tapi saya gak berani ngetuk pintu kamarnya" sahut Bodyguard.

“Non Syifa itu galak banget, kalo ngomel bisa seharian gak berenti-berenti."

"Simpen aja dulu, gue mau pulang!"

"Di dalam tasnya ini barang-barang penting semua. Non pasti nyalahin kita kalau gak dianterin ke kamarnya" Mohon Bodyguardnya itu.

"Suruh aja yang lain!”

"Mereka juga gak berani, Bang! Kalau sama abang, Non Syifa pasti gak bakalan marah kalau sampai kebangun. Abang kan pacarnya..."

Azka mengernyit, "Siapa yang pacaran? Dia itu hanya bos gue di cafe."

"Tapi yang penting Abang udah deket sama dia. Non pasti gak marah."

Azka menghela napas lalu terpaksa meraih tas di tangan Bodyguard itu dan membawanya masuk kembali kedalam kamar.

Di dalam kamar, Syifa membuka mata lalu senyum-senyum sendiri.

"Tuh anak pasti udah kepincut sama pesona gue! Ya iya lah, cowok mana sih yang gak kepincut sama Syifa Hadju?"

Syifa bangkit lalu berjingkrak-jingkrak dengan senang.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Syifa yang sedang berjingkrak-jingkrak terkejut dan bengong melihat kedatangan Azka yang membawa tasnya.

Di pintu, Azka berdiri terdiam dan mulai curiga.

"Ngapain elo main masuk aja?!" teriak Syifa.

“Kalo mau masuk kamar orang, ketuk pintu dulu!"

"Lo ngapain jingkrak-jingkrak? Bukannya tadi lagi tidur?!" Azka berpikir lalu kembali menatap Syifa dengan kesal, seperti baru menyadari sesuatu.

"Oh! Jadi tadi itu lo bohong ya? Lo pura-pura sakit biar gue gendong terus pura-pura tidur biar gue makin capek gendong lo, gitu?"

Syifa terbelalak tidak menerima tuduhan Azka.

"Eh! Siapa yang pura-pura! Gue beneran sakit perut! Ini gue jingkrak-jingkrak karena manager gue ngasih tahu, gue dapet film yang shootingnya di luar negeri. Gue kesenengan lalu jingkrak-jingkrak!" bohong Syifa.

"Gak percaya!"

Azka langsung meletakkan tas Syifa lalu bergegas keluar kamar. Syifa langsung duduk dengan lemas. Dia malu sendiri melihat Azka sudah mencurigainya.

Seketika rasa senangnya berubah menjadi memalukan baginya.

Setelah keluar dari apartemen, Azka berdiri di tepi jalan sambil membuka aplikasi ojek online. Setelah memesan, Azka menunggu sembari menyalakan sebatang rokok.

Sebuah mobil menepi di dekat Azka berdiri.

Melihat itu Azka bertanya dalam hati, “Perasaan gue tadi pesennya motor, kenapa mobil yang datang?”

“Hallo bang” Sapa lelaki bertato yang turun dari mobil.

“Gue kan pesannya motor, kenapa yang datang mobil? Lo ojek online bukan?” Kata Azka yang curiga karena mengenal gambar tato di tangan pria itu.

“Eh ojek online? Bukan bang… bukan! Perkenalkan saya Marwan, saya kesini mau jemput abang” Kata Marwan sambil menyodorkan handphone pada Azka.

“Maksudnya apa ini?” Tanya Azka.

“Ada orang yang ingin bicara sama abang” Sahutnya.

“Hallo…” Sapa Azka.

"Ini aku Suripto" sahut Suripto di seberang sana.

"Sekarang aku sudah di tol menuju tempat pengasingan. Kamu ikut saja dengan mereka, mereka akan mengantarmu ke sebuah tempat. Kamu tenang saja gak bakal kenapa-napa. Aku mau ngasih hadiah sebagai ucapan terimakasih.

“Hadiah apa?”

“Aku tahu kamu tidak butuh balas budi! Tapi aku mohon tolong ikut dengan mereka!” Kata Suripto yang langsung mematikan sambungan teleponnya.

Azka menyerahkan kembali handphone-nya pada Marwan. Dirinya tampak bingung, namun penasaran dengan hadiah apa yang ingin diberikan Suripto.

Setelah berpikir sejenak, Azka segera mengcancel orderan ojek online sebelumnya yang sudah dipesan.

Azka masuk ke mobil, lalu Marwan membawanya pergi. Azka semakin heran karena Marwan memberhentikan mobilnya di sebuah gedung futsal yang sudah lama tak terpakai.

"Silahkan turun, Bang! Di dalam sana sudah ada yang menunggu Abang!" Kata Marwan mempersilahkan.

Azka akhirnya turun, Marwan bergegas menutup pintu lalu berjalan cepat untuk mengantarkan Azka ke dalam. Azka terbelalak ketika melihat puluhan pria bertato sedang berbaris rapi di dalam lapangan futsal.

"Beri salam pada Ketua Besar!!" teriak pria bertato berambut gondrong.

"SELAMAT DATANG KETUA BESAR! SALAM BAHAGIA DARI KAMI! JAYA SELALU!!”

Azka semakin dibuat bingung mendengar teriakan mereka semua.

"Ketua Besar? Apa maksud dari semua ini?" Tanya Azka yang menoleh pada Marwan.

Pria bertato berambut gondrong yang berdiri paling depan itu maju, lalu berhenti di hadapan Azka.

"Salam bahagia Ketua Besar! Senang bisa bertemu anda kembali. Perkenalkan, saya Juki! Saya komandan para penguasa di tiap wilayah yang menjadi kekuasaan kita! Saya gerbang pertama untuk mendapatkan perintah dari ketua besar untuk menyampaikannya pada semua anggota!"

"Dan saya sekretaris Abang kedua" timpal Marwan.

"Saya siap mengantar jembut Abang kemana pun abang hendak pergi" Lanjut Marwan.

Setelah itu maju satu lagi lelaki bertato bertubuh kekar yang memakai topi, "Salam Bahagia Ketua Besar! Perkenalkan, saya Nugi! Saya bendahara utama! Saya siap mendapatkan perintah untuk mengatur dan mengelola keuangan Geng Macan Kumbang”.

“Jadi ini hadiah yang dimaksudkan Suripto? Menjadikanku sebagai penggantinya?” Ucap Azka dalam hati.

"Maaf, Bang. Mantan Ketua Besar ingin bicara” Kata Marwan kembali menyodorkan handphone.

Azka meraih handphone-nya lalu menggunakannya.

"Halo! Apa maksud ini semua?" tanya Azka pada Suripto di seberang sana.

Terdengar suara gelak tawa Suripto di seberang sana.

“Aku sudah bicara dengan Dirman, sahabatku! Dan kami berdua sudah setuju”.

"Mulai hari ini, geng macan kumbang sebagai penguasa wilayah disana, aku serahkan sepenuhnya padamu.

Azka terkejut mendengarnya.

“Anda berhak menjemput tongkat estafet dari kami berdua (Dirman & Suripto), tidak ada lagi orang yang bisa kami berdua percayai selain dirimu! Surat penandatangan pengunduran diriku sudah ku tandatangani sekarang giliranmu yang harus menandatangani untuk melanjutkannya.”

Sekarang seluruh anak buah ku dan anak buah Dirman yang berada di hadapanmu itu, aku serahkan semuanya padamu. Itu masih separuhnya, masih ada banyak lagi yang belum bisa hadir di sana karena aku mengumpulkan mereka secara mendadak. Mereka akan menuruti semua perintahmu tanpa pamrih.”

“Terimalah hadiah dari kami berdua (Dirman & Suripto), kelak dimana kamu kesulitan menghadapi badai, kami berdua akan datang dan berdiri dibelakangmu!”

Sambungan telepon terputus.

Azka bimbang dengan semua ini. Ditengah kebimbangannya itu, Putri muncul dihadapan Azka.

“Tidak ada yang bisa kamu lakukan seorang diri, dirimu menjadi kuat itu juga karena ku. Kamu butuh orang-orang disekitarmu agar menjadi lebih kuat!!” Kata Putri kemudian menghilang dari pandangan Azka.

Dua orang datang menggotong sebuah meja lalu meletakkannya di hadapan Azka. Seorang lagi meletakkan sebuah surat, lengkap dengan capnya.

"Silahkan ditandatangani ketua besar!” Pinta Marwan.

Azka mendekat ke meja lalu memeriksa isi surat itu. Dalam isi surat itu Azka harus bertanggung jawab untuk menjaga nama baik Geng Macan Kumbang dan segera menyerahkan jabatan nya kepada yang dipercaya jika dia sudah tidak sanggup lagi mengelola mereka.

Azka menarik napas berat lalu menandatangani surat itu dan membubuhkan cap yang sudah disediakan.

"JAYA KETUA BESAR! JAYA KETUA BESAR!!"

Teriakan semua anggota menggema di gedung lapangan futsal.

Marwan langsung menyerahkan sebuah handphone jadul pada Azka.

"Kami siap diperintah dengan nomor ini"' ucap Marwan.

Semua nomor-nomor penting sudah tersimpan di dalamnya."

Azka menerima handphone jadul itu lalu menyimpannya di saku celana. Tak lama kemudian Juki berbalik badan lalu menghadap ke puluhan preman di hadapannya.

"Mulai saat ini! Nyawa ketua besar adalah tanggung jawab kita semua! Kita wajib menjaga dan melindungi termasuk orang-orang yang dekat dengan ketua besar!

"JAYA KETUA BESAR! JAYA KETUA BESAR!!!"

----------------------------------------

Di sebuah Villa yang terletak di pulau terpencil, berdiri seorang lelaki tua mengenakan pakaian batik, peci hitam dan celana training panjang. Di tangan kanannya sebuah tongkat yang menyeimbangkan tubuh ringkihnya hingga bisa berdiri tegak sempurna. Dia sedang menatap ke arah dermaga.

Seorang lelaki berpostur gemuk dan pendek berjalan tertatih dari dermaga menuju lelaki tua itu. Saat dia berhenti di hadapan lelaki tua itu, dia langsung salim penuh hormat.

"Sudah kau dapatkan informasi kenapa anak bau kencur itu harus menjadi target utama untuk kita lindungi? Bukankah sudah ada kabar bahwa dia kini menjadi Penguasa Macan Kumbang yang menguasai separuh wilayah kota ini, yang sejak lama bermusuhan dengan Penguasa Kuda Hitam yang menguasai separuh kota ini lainnya?" tanya lelaki tua itu dengan suara tegas.

"Anak itu ternyata anak kandung Pak Santanu, Tuan Naga!" jawab lelaki gemuk dan pendek itu.

Lelaki tua yang dipanggil Tuan Naga itu terbelalak mendengarnya.

"Bukankah Pak Santanu sudah lama keluar dari organisasi Cahaya Bumi? Dan sejak kita meninggalkannya, dia mati dibunuh oleh keluarganya sendiri? Kenapa anak kandungnya harus kita lindungi?"

"Orang kepercayaan Pak Santanu telah mendaftarkan perusahaan Nusantara kembali ke organisasi Cahaya Bumi, Tuan Naga. Dan hingga kini, aliran dana dari Perusahaan Nusantara itu masih mengalir ke organisasi. Namun yang didaftarkannya itu bukan Pak Dirga yang mewarisi semua usaha Pak Santanu, tapi anak yang bernama Azka itu."

Lelaki tua itu kian mengernyit, "Jika Pak Dirga yang menguasai perusahaan Pak Santanu, berarti dia tahu kalau aliran dana perusahaan mengalir ke organisasi kita? Itu tidak mungkin!"

"Aliran dananya tidak mengalir langsung dari perusahaan, Tuan Naga. Akan tetapi dari tabungan rahasia milik Pak Santanu yang dikelola oleh orang kepercayaannya, tabungannya itu bernilai kuadriliun rupiah.”

“Dan kabarnya tabungan itu akan diwarisi oleh anak itu, dan Perusahaan Nusantara yang secara hukum sebenarnya menjadi milik anak itu, justru jatuh ke tangan Pak Dirga karena dibantu oleh aparat hukum di belakangnya. Hingga sampai saat ini orang yang menjadi kepercayaan Pak Santanu belum memiliki cara untuk meruntuhkannya."

Lelaki Tua itu kini mengerti kenapa Kolompok Naga Sembilan harus melindungi anak itu.

"Di mana orang kepercayaan mendiang Pak Santanu itu berada?"

"Saat ini dia menghilang, Tuan Naga. Tidak ada yang tahu keberadaannya di mana. Mungkin dia sedang mendapatkan kebuntuan untuk mengurus anak itu karena dihalangi oleh Pak Dirga yang anak buahnya ada di mana-mana".

Lelaki Tua yang dipanggil Tuan Naga itu menghela nafas mendengarnya.



Bersambung….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd