-------
Jarum jam sudah mendekati angka 9 malam, bahkan hanya tinggal menyisakan beberapa menit lagi. Namun jangan berharap jalanan akan lengang. Surabaya akan tetap 'hidup' meski sebagian penduduknya telah lelap dalam buaian permadani mimpi. Terutama di jalan-jalan tengah kota yang dekat dengan tempat hiburan seperti kawasan delta dan tunjungan, mungkin surutnya hanya berkurang sekian persen saja dibanding pada jam efektif.
Hari ini aku memang masih mengambil cuti karena kondisi tubuh rasanya sedang kurang fit. Bisa jadi lamunan yang menggelayut telah menjamah konsentrasi kesehatanku menurun ke titik letih. Namun, meski 'sakit', tetap kupacu brio putihku membelah jalanan ibukota provinsi jawatimur dari arah jalan Dharmawangsa menuju sekitaran basra yang dekat dengan jalan tunjungan.
Setelah melihat mobilku akan melintasi gramedia expo, segera kugeser posisi mobil lebih ke arah bahu jalan sebelah kanan, namun itupun juga harus hati-hati agar tidak terseret arus menuju jalan taman apsari atau lebih dikenal dengan radio suzana.
Lampu sein kanan mulai kunyalakan saat melihat restoran fastfood McDona** dan kuputar haluan untuk masuk ke gang di sebelah restoran tersebut. Pembaca pasti sudah bisa menebak gang apa yang kumaksud. Yapp.. Gang setan. Mengenai kenapa tempat itu disebut sebagai gang setan kayaknya tidak perlu dibahas disini. Yang pasti disitu adalah tempat cangkruk (kumpul) alternatif selain pilihan berbagai cafe yang begitu menjamur di Surabaya. Tempat tersebut hanya berupa pedagang kopi biasa lengkap dengan gerobaknya yang menyediakan lesehan emper berjajar disepanjang gang. Selain kopi, terkadang gerobak nasi goreng juga ikut mengais rizki disana.
Seseorang melambaikan tangan kearahku saat baru saja alarm central lock pintu mobilku berbunyi. Kulangkahkan kaki ini menuju tempat lesehan dimana orang yang memanggil tadi duduk.
"Hai.. Sudah lama?", sapaku pada orang tersebut sembari berjabat tangan.
"Yaa.. 10 menitan lah. Sing angel iku coro nilap e Nada. Bingung aku golek alasan. De'e mekso ae kate ngeterno moleh hehe", (Yaa.. 10 menitan lah. Yang sulit itu cara menghindar dari Nada. Bingung aku cari alasannya. Lah dia maksa mau nganterin aku pulang hehe) seorang dara cantik berbicara santai sambil matanya tak lepas dari menatapku.
"Lha trus yo'opo carane kok isok ucul?,(Lalu gimana caranya kok bisa lolos dari Nada ?)! tanyaku balik menanggapi penjelasannya.
"Ya terpaksa aku bohong. Tak omongi ae lek aku kate mbungkusno kentaki adikku sik, nah iku kan ngantrine rodok suwe.. Dadi aku isok alasan lek mulihe tak numpak taxi ae!", (Ya terpaksa aku bohong. Aku bilang kalau mau bungkusin adikku kentucky, nah itu kan antrinya lumayan lama.. Jadi aku bisa kasih alasan kalau aku pulang naik taxi saja!) lanjut gadis cantik tersebut.
"Hehe.. Isok ae golek alesan!, eh Jar..wes pesen ngombe durung?", (Hehe... Bisaaa aja cari alasan. eh Jar..udah pesan minum belum?) aku bertanya balik pada nona cantik yang ternyata adalah si Hajar.
"Uwis mas, pesen nutrisar* iku mau tapi durung diterno, sampean tak peseno pisan ta? ", (Sudah mas, pesan nutrisar* tadi tapi belum diantar kesini, mau aku pesankan sekalian?) ucap cewek cantik bernama Hajar dengan gerakan hendak berdiri dari duduknya.
"Ga usah, tak pesen dewe ae Jar", (Ga usah, aku pesan sendiri aja Jar) kutahan bahu Hajar yang hendak berdiri sehingga terpaksa ia jatuhkan kembali tubuh indahnya ke hamparan kain terpal lesehan. Rok bagian bawahnya yang sebatas lutut sedikit terangkat naik saat ia kembali duduk, terlihatlah sekilas putih bersih kulit pahanya yang padat berisi membuat mata ini terotomatis menikmati suguhan langka tersebut. Namun ia menyadari hal itu dan segera merapikan duduknya.
Setelah memesan secangkir kopi jahe pahit dan sepiringan gorengan (yang pasti enakan gorengannya Dana tentunya), akupun ikut duduk di samping Hajar dan kemudian diam. Ya diam tanpa tahu berucap apa. Hajarpun demikian jua adanya. Kami saling diam tanpa bisa memulai obrolan. Sesekali kutoleh cak (mas) penjual untuk menghalau rasa kikuk ini dengan menggunakan alibi seperti tak sabar menunggu minuman datang.
Dalam diam kunyalakan sebatang marlbor* black menthol untuk mengusir keheningan yang ada. Asap putih langsung mengepul di sekitarku saat hisapan pertama kulakukan.
"Uhukkk.. Uhuk", terdengar Hajar terbatuk-batuk akibat asap rokokku.
"Waduh sori Jar..", ucapku merasa bersalah dan bergerak hendak mematikan rokok yang terselip di antara jari tengah serta telunjuk tangan kiriku.
"Ga popo mas, ga usah dipateni. Iki watuk flu. Duduk mergo rokoke sampean kok. Terusno ae ga popo..!", (Ga papa mas, tak usah dimatikan. Ini batuk flu kok. Bukan karena rokok kamu. Teruskan aja ga papa..!", jemari lentik Hajar secara reflek menempel di atas lengan kiriku untuk menahan gerakan mematikan rokok.
"Aku seneng arek rokokan. Luwih ketok gagah...", (Aku suka cowok merokok. Lebih kelihatan macho...) Hajar sedikit condong ke arahku dan kemudian membisikkan sesuatu namun masih dalam keadaan tangan menempel di lenganku.
"Aku yo seneng arek wedok nyenengi rokokku. Opo maneh rokokku dirokoki..", (Aku juga suka sama cewek yang menyukai rokokku. Apalagi dia merokok pakai rokokku) imbuhku asal ngomong yang menghasilkan satu cubitan gemas di lenganku yang tadi.
"Huss.. Mesum la'an pikirane !", (Huss.. Mesum ihh pikirannya!) sambil mencubit, Hajar tersenyum dengan mimik sewot. Kamipun tertawa bersama mencairkan gunung es menjulang yang berada diantara kami. Keakraban mulai tercipta. Selanjutnya... Terserah anda.. Hehe.
"Lagi suntuk nih mas. Pengen refreshing ngilangno sumpek. Sampean ga lagi repot kan?, koyoke aku butuh konco melekan bengi iki", (Lagi suntuk nih mas. Pingin refreshing buat menghilangkan stress. Kamu ga lagi repot kan?, kayaknya aku butuh teman begadang malam ini) Hajar membuka pembicaraan saat tawa kami mereda.
"Sante ae. Tapi sakjane ojok melekan nang njobo ngene. Isok masuk angin awakmu engkok!, katanya tadi flu kan??", (Santai aja. Tapi harusnya jangan duduk begadang di udara terbuka gini. Malah masuk angin kamu nanti!, katanya tadi flu kan??) sambutku atas obrolan yang diciptakan Hajar.
"Lha terus..?", Hajar menggantung kalimatnya menunggu respon.
"Mari ngene muter-muter ae numpak mobil karo awakmu be'e pingin curhat pekoro sumpekmu mau. Pisan refreshing muter-muter ngumbah moto, nontok sembarang gae obat sumpek!, tapi entekno sik rek ngombene !.. Kadung pesen e", (Habis ini kita muter-muter aja naik mobil sekalian kamu mungkin ingin curhat perihal rasa stressmu tadi itu. Sekalian juga refreshing muter-muter cuci mata, lihat apapun yang bisa buat obat stress!, tapi habisin dulu lho minumnya !, terlanjur pesan ini) kutanggapi antusias kegundahan Hajar dengan berupaya maksimal memberikan solusi terbaik dan nyaman untuk masalah yang sedang dihadapinya.
Obrolan ringan santai mengiringi malam yang semakin larut bersama segelas kopi jahe dan nutrisar*. Gang setan bukannya semakin sepi, beringsut lebih malam semakin bertambah banyak pengunjungnya, semakin beragam pula bentuk dan penampilannya.
"Iki wes setengah suwelas bengi Jar. Ga digoleki papa mama mu ta?", (Ini sudah jam 22.30 malam Jar. Apa papa mama mu ga nyariin?) kusampaikan kekhawatiranku karena sudah cukup larut bagi seorang dara kembang seperti Hajar untuk kelayapan di kota buaya yang konon banyak buaya buntungnya hihi.
"Hehe.. Dek sore aku wes pamit kate nginep omahe Nada mas..!", (Hehe.. Tadi sore aku sudah pamit mau tidur di rumah Nada mas..!) sedikit malu-malu tersirat dari wajah ayu nya saat Hajar menceritakan kalau ia telah berbohong pada orang tuanya.
"Aduhh koen... Hajar rek. Kudune ga oleh awakmu nggorohi wong tuwo Jar!", (Aduhh runyam.. Hajar.. Hajar. Harusnya kamu tidak berbohong pada orang tua Jar!) nasehatku pada Hajar yang nampak malah cemberut mendengar petuah sok bijak yang kusampaikan.