Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT GENGSI DONG !!! (By : FigurX)

:ngeteh:

ngenteni next up,.
tak melu antri tiket cak, ora intuk kursi VIP ra popo, tak ngintik seko lawang mburi ae,.
:ngupil:

lewat aku wae kang mbayar separo.. mlebu lewat pintu wc
 
najar sini sama abang ajahhhh, daripada maennya sendiri,.,.,.





:pandajahat:
ini termasuk pro
#Nada
#dona
atau #najar nih??

hajar ga punya pendukung ihh kasihan
 
page 30 kayaknya masih jauh ya????
 
GENGSI DONG ! (by : FigurX)






#########
#########
#########
#########


Bagian 8 : Just for Nada


-------





Malam semakin larut. Mendung bergelayut pekat menyimpan bermilyar ton air yang siap dimuntahkan membasahi kota buaya. Dana, Khusna, Hajar, Indra, Najar, berikut Pak ali dalam dekapan ketegangan menunggu di depan Ruang Gawat Darurat bagian pemeriksaan intensif Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya. Di dalam sana, Nada sedang diperiksa intensif terkait peristiwa tabrak lari yang dialami dara cantik tersebut beberapa saat yang lalu.

Tak ada luka luar yang terlihat parah kecuali hanya sedikit baret-baret di pelipis dan beberapa bagian tubuhnya. Namun kondisi pingsan Nada membuahkan kerisauan tersendiri kalau-kalau terdapat luka serius dalam tubuh Nada.





"Bapak ga popo ta Sayang ikut kesini?, kasihan lho jek dorong fit", (Bapak ga papa kah Sayang ikut kesini?, kasihan beliau masih belum fit) Khusna sedikit berbisik ke arah Hajar yang ada disampingnya.





"Santae ae Khus, bapak wes kuat kok. Ngejak balapan mlayu ta saiki? Hehe", (Santai saja Khus, bapak sudah kuat kok. Ngajak lomba lari kah sekarang? Hehe) tanpa disadari ternyata Pak Ali mendengar bisikan Khusna. Sedikit komentar menggelitik beliau sengaja untuk sedikit mencairkan suasana tegang diantara mereka.

"Hehe ampun pak, saya mending diajak balapan makan daripada lari", Khusna terkekeh mendengar candaan Pak ali.





"Aduhh.. Mugo-mugo Nada ga popo rek", (Aduhh.. Semoga Nada baik-baik saja) senewen Hajar tetap saja menyeruak meski Pak Ali dan Khusna berusaha memberikan candaan pereda stress.

"Koen seh No, katek ngejer-ngejer Nada barang.. Areke poleh gedandapan", (Kamu sih No, pakai acara ngejar Nada segala.. Tuh cewek kan jadi kelabakan) giliran Indra menyuguhkan banyolan segar dengan maksud mengajak lebih santai.








"Cuk, lambe tak solder lho yo engkok lek angger njeplak ae ngomonge!", (Brengsek, aku solder mulutmu nanti kalau asal nyablak) candaan Indra ternyata dibalas dengan sewot oleh Dana yang terlihat sangat khawatir terhadap Nada melebihi kekhawatiran Hajar sebelumnya.

"Solder of fortune ta maksudmu? Hehe lagu cinta rek.. Ciee ciee.. Ihirrrr...", (Solder of fortune kah maksudnya? Hehe lagu cinta nih yee.. Ciee ciee.. Ihirrr..) candaan Indra kali ini benar-benar membuat Dana naik pitam. Dana mendesak Indra hingga ke tembok dan kemudian mencengkeram krah baju yang dikenakan Indra.

"Sing enak po'o koen lek ngomong", (Yang enak napa kalau ngomong) gemeretuk gigi Dana mengumpat ke Indra penuh emosi.

"Hei.. J*nc*k, ga usah emosi cak.. kalem ae lek ngomong", (Hei.. J*nc*k, ga usah marah bos, slow aja kalau ngomong) alis mata Indra naik terdorong kerutan di dahinya. Panas juga ia merasakan cengkeraman di lehernya yang belum dilepaskan Dana.

"Koen ga iso ta prihatin sithik? Pringisan ae. Ancen repot nggenahno arek ga duwe gendakan iku Hahh. Dasar ga duwe perasaan koen!", (Kamu apa ga bisa sedikit saja menunjukkan rasa prihatin? Becanda mulu. Emang repot ya kalau ngomong ama orang yang jomblo Hahh. Dasar kau ga punya perasaan!) Bentakan Dana kali ini cukup untuk memantik panas telinga Indra. Dengan gusar didorongnya Dana mundur beberapa langkah. Namun Dana yang sudah tersulut api amarah langsung mendaratkan satu pukulan telak ke pipi kanan Indra.

Bukk..
Meski pukulan itu tak terlalu keras karena posisi Dana yang sedang melangkah mundur, namun reflek Indra yang seorang atlit karate spontan menjawab berupa benturan tendangan ke arah perut Dana. Jlebbb.. Seketika Dana tersungkur menahan sakit.

"Hehhh.. Entut koen kabeh. Kok malah gelut karepe dewe. Stopp stop. Hajar, tolong ajak Dono menjauh. Indro biar ku urus dulu", (Hehh.. Kentut kau semua. Kok malah bertengkar sendiri. Stopp stop. Hajar, tolong ajak Dono menjauh. Indro biar ku urus dulu) Khusna cepat menengahi pertengkaran dua sohibnya. Kondisi kalut dan stress seperti ini memang sangat mudah untuk digunakan setan menggerogoti kesabaran dan mengadu domba.

Hening sejenak suasana di sekitar Dana. Semuanya terdiam tak berani angkat bicara. Beberapa pengunjung lain yang sempat memperhatikan pertengkaran Dana dan Indra juga sudah kembali pada aktifitas masing-masing.

"Keluarga Annada Kamaniai?", dokter jaga yang sedang memeriksa Nada tiba-tiba muncul dari balik ruang pemeriksaan. Serentak Dana dan yang lain mendekat.

"Jadi begini Pak, mas, mbak.. Pasien Annada mengalami trauma di daerah kepalanya, istilah umumnya disebut gegar otak. Namun belum diketahui seberapa parah trauma tersebut sebelum kami mendapatkan foto scan rontgen kepala. Beliau telah sadar barusan. Selama pemeriksaan mbak Annada beberapa kali muntah dan mengeluh pusing hebat. Besok pagi kami akan melakukan rontgen. Sementara silahkan jika njenengan ingin melihat kondisi pasien, tapi jangan gaduh karena ybs baru saja bisa tertidur. Tolong juga diurus administrasi untuk memindahkan pasien ke kamar inap." dokter menutup kalimatnya dengan sebuah senyum penghibur. Semoga saja senyuman itu adalah bentuk keoptimisan dokter dalam menanganinya.


-------

Sebuah ruangan kamar kelas VIP dipilih Hajar untuk kamar tidur bos sekaligus sahabatnya. Jam telah menunjukkan pukul 00.05 malam. Seluruh yang ada masih terpaku di teras kamar VIP Nada. Hanya Dana yang masih duduk mematung disisi Nada. Melihat 'calon kekasihnya' masih tertidur, akhirnya Danapun berdiri dan melangkah beranjak duduk di teras bersama dengan yang lain.





"Eh sayang, mending bapak karo mbak Najar diterno balik sik ae. Mesakno bapak kebengen, adem. Mbak Najar jen ngancani bapak cek ga dewean", (Eh sayang, mending bapak dan mbak Najar dianter pulang dulu. Kasihan bapak kemalaman, dingin. Mbak Najar biar nemenin bapak) Hajar angkat bicara mengarahkan bapak kesayangannya untuk istirahat terlebih dahulu mengingat kondisi Pak ali yang belum terlalu sehat.

"Aduh Ndut, aku sakjane pingin ngancani Nada. Kepikiran aku lek ndok omah ae", (Aduk Ndut, aku sebenarnya pingin nemenin Nada aja. Malah kepikiran kalau nunggu dirumah) berat hati Najar untuk meninggalkan Nada yang masih tergolek lemah tanpa diketahui kepastian kondisinya.

"Bapak yo sakjane ga tego nduk nontok kondisi Nada. Tapi ga lucu lek malah nambahi beban pikiran wong-wong nang kene lek sampek aku karo koen malah loro pisan. Giliran ae ngonconi Nada, gantian istirahat. Mene koen lak iso rene maneh", (Bapak ya sebenarnya tidak tega melihat kondisi Nada. Tapi tidak lucu kalau malah nambahin beban pikiran orang-orang disini kalau aku dan kamu drop kesehatannya. Giliran aja nemenin Nadanya, gantian istirahat. Besok kan kamu bisa kesini lagi) kebijakan Pak ali muncul memberikan cara pandang dewasa. Najarpun akhirnya nurut pada keputusan tersebut.

Khusna baru saja hendak melangkah untuk menghantarkan Pak ali dan Najar pulang ketika muncul sepasang suami istri bersama seorang pria.
 






"Hajar, piye kondisine Nada? Bocah wedok kluyuran wae bengi-bengi. Ngisin-ngisini wong tuwo. Ngene iki oleh-olehane, kuwalat!", (Hajar, gimana kondisi Nada? Anak gadis keluyuran malam-malam. Bikin malu orang tua. Ya begini ini akhirnya, kena karma orangtua!) laki-laki paruh baya dari sepasang suami istri tadi memanggil Hajar sembari ngomel tak jelas.

"Sampun to Romo, sampun duko rumiyin. Prayogi mirsani Nada, mbokbilih saget ngendikan langsung kalihan piyantune", (Sudahlah papa, jangan marah dulu. Lebih baik kita lihat Nada, mungkin bisa kita interogasi langsung orangnya) istri dari laki-laki tersebut menenangkan. Dibalik halus tutur katanya terbesit sifat arogan tak ubahnya seperti sang suami.

"Romo.. Biyung.. Langkung prayogi malih menawi mboten langsung nuduh Nada ingkang mboten-mboten. Naminipun kesripahan njih diluar kekuasaan kita", (Papa.. Mama.. Lebih baik lagi jika kita tidak langsung menghakimi Nada. Namanya musibah itu diluar kekuasaan kita) seorang pria muda berkisar usia 30 an tahun yang datang bersama mereka turut urun berbicara menengahi ketegangan yang terjadi.

"Nada mengalami tabrak lari om, rencana besok pagi mau di foto rontgen, tadi saya sudah mengabarkan via sms ke kak Angga kalau kondisi Nada tidak memungkinkan untuk langsung dibawa pulang", Hajar berusaha serapi mungkin menata kalimatnya menghadapi sepasang suami istri yang ternyata adalah orangtua Nada. Orangtua Nada datang bersama dengan kakak tertua Nada yang bernama Bangga Pambudi. Nada biasa memanggilnya dengan sebutan kak Angga. Kak Angga adalah seorang co-pilot suatu maskapai penerbangan domestik. Ia telah menikah, namun belum dikaruniai putra. Saudara kandung Nada yang lain adalah kak Andira Kirana, seorang cewek yang lahir diantara Angga dan Nada. Saat ini kak Dira hidup dan tinggal bersama suaminya di Jakarta. Suami Dira seorang yang kaya di Jakarta. Ia memimpin di salah satu anak perusahaan PT. Tiga Mandiri Perkasa.

Orangtua Nada yaitu Raden Kusno Hadiwidjojo dan Raden Roro Estu Kinasih adalah keturunan dari keratonan solo yang konon masih mengalir darah biru di dalam tubuh mereka. Latar belakang pekerjaan pak Raden..eh..pak Kusno yang sebagai pemilik pabrik plastik di Surabaya juga turut menunjang karakter tinggi hatinya ala kebangsawanan.

"Halah..ngalem cah kuwi. Ayo kono digugah Bune, tak ceramahane kene!", (Halah..manja tuh anak. Ayo Ma bangunin aja, biar ku ceramahi!) Pak Raden yang uring-uringan tak jelas berniat merangsek ke dalam ruang VIP Nada. Namun langkah itu terhenti saat Dana tiba-tiba menghalangi di ambang pintu.

"Hehh..kowe sopo kowe?!. Ora nduweni sopan santun ngalangi dalane wong sepuh !", (Hehh..kamu siapa?!. Tidak sopan menghalangi jalan orang tua!) mata pak Raden melotot sangar melihat seorang pemuda menghambat niatnya.

"Sebelumnya maaf pak jika dianggap kurang sopan. Tapi kondisi Nada masih lemah. Rontgen saja baru dilakukan besok. Apa tidak sedikit over jika harus dibangunkan dan dimarahi?", dengan sopan Dana berusaha memberikan pemahaman kepada orangtua Nada yang terlihat grasa-grusu.

"Kowe cah wingi sore wae wes wani-wani nuturi aku hah??!", (Kamu anak kemaren sore aja kok sudah beraninya menceramahi aku hah??!) Nada suara pak Raden meninggi. Intonasi tajam dan kaku laksana mencabik relung hati Dana dan yang lain.

"Hajar, bisa tolong kamu jelaskan kepada bapak ini tentang siapa kita?. Dan beliau bertiga ini siapa?. Agar tidak terjadi kesalahpahaman lebih jauh", Dana dengan tatapan tajam dan sorot mata yang tegas memandang dingin kepada pak Raden. Baru kali ini Indra dan Khusna yang notabene adalah sahabat dekat Dana melihat ketajaman pandangan dingin mata Dana yang seperti ini.

"Beliau bertiga ini adalah orangtua dan kakaknya Nada mas. Namanya Pak Kusno, Bu Estu, dan Kak angga. Dan perkenalkan Pak.. Bu..kami ini sahabat-sahabatnya Nada", bening suara Hajar mengalir lembut menghantarkan kalimat sejuk yang secara nurani seharusnya orang akan mereda emosinya bila mendengarnya.

"Lhukk koen..Kusno jenenge Jo. Memper jenengmu, Khusna heheh", (Lho.. Kusno namanya Jo. Mirip namamu, Khusna heheh) Indra berbisik lirih disamping Khusna. Untung saja si empunya nama Kusno tak mendengarnya. Bisa ngamuk tuh orang kalau tahu namanya dipakai oleh Indra menjadi bahan candaan.

"Iya pak. Kalau memang hendak marah, silahkan marahi kami, karena Nada sedang bersama kami saat musibah terjadi. Kami dan Nada sedang menjenguk Pak ali yang sedang sakit. Njenengan bisa tanya langsung ke beliau jika tidak percaya", pembelaan Dana atas Nada semaksimal mungkin ia lakukan demi menyelamatkan Nada dari amukan pak Raden dan Nyai Dasima.

"Niliki wong kumel iki?. Potongane ae jelas wong mlarat. Nyapo Nada sampek kenal lan kluyuran tekan omahe wong susah iku??!", (Menjenguk orang kusam ini?. Dari tongkrongannya aja udah keliatan kalau orang miskin. Ngapain Nada sampai kenal dan keluyuran kerumah tuh orang susah??!) Bukannya mengendurkan tensi amarahnya, sekarang malah Pak ali yang menjadi bulan-bulanannya Pak Raden.

"Pak!. Jaga mulut bapak jika ingin dihargai orang!. Katanya ningrat, terpelajar, tapi omongannya ga mencerminkan sekali. Aku ga terima jika bapakku di umpat seperti itu!", telinga Najar panas mendengar bapaknya dihujat habis-habisan oleh pak Raden.

"Eh kowe cah wadon menengo kowe. Ora ilok ngomong kasar marang priyayi. Klambi lan paesanmu wae pating pecotot njlekonet koyok upruk ngono. Wehh.. Bapak lan anak kok yo podo
wae..", (Eh kamu anak cewek tutup mulutmu. Ga pantas kamu berkata kasar pada seorang ningrat. Baju dan dandananmu aja seksi menor kayak pelacur gitu. Wahh.. Bapak dan anak kok ya sama aja..) Bu Estu yang awalnya terlihat lembut dan diam ternyata setali tiga uang tak ubahnya seperti karakter Pak raden. Bu Estu mencemooh Najar tanpa ampun.

"SUDAHHHH.. Hikks hik..dia bapak dan kakakku!. Tolong jangan hina mereka!. Nada yang kukenal itu orang yang baik dan halus perasaannya. Aku bingung, menurun dari siapa sifat Nada itu! Hikk..", tangis Hajar pecah menerima hadiah pahit dari keluarga Nada untuk keluarganya. Khusna berusaha memberikan pelukan penenang di bahu kekasihnya.

"Ooo..kowe anake to Jar?. Kok ga memper yo. Ojo-ojo kowe di pek anak karo wong kuwi..ehhm.. Podo karo Nada lan sak dulure. Papa mama mu yang asli kan wong sugih ning dharmahusada !", (Ooo.. Kamu anaknya Jar?. Kok ga mirip ya. Jangan-jangan kamu anak pungutnya orang itu..ehmm.. Sama dengan posisi Nada berikut saudaranya. Papa mama kamu yang asli kan orang kaya raya di dharmahusada!) Kembali Bu Estu mengobral ucapan tanpa mengenal belas kasihan.

"Hikks..kami salah apa buu?? Sampai kalian berdua menghina kami seperti itu!. Ohhh..jadi Nada, kak Dira, dan kak Angga itu anak angkat kalian ya??", Hajar sudah habis kesabarannya. Dengan menahan tangisan, Hajar menghardik kedua orangtua Nada.

"Sudah... Ini rumah sakit. Jangan ribut. Romo biyung tolong simpan saja kalimat-kalimatnya. Mending Romo biyung saya antar pulang daripada marah-marah disini!", suara Angga dengan berwibawa menyerobot masuk diantara perseteruan keluarga tersebut. Angga benar-benar sangat menyayangkan perilaku orangtuanya.

"Kowe cah lanang kurang toto kromo, potonganmu yo koyoke kowe wong kurang. Nada kuwi pacarmu yo??. Mulai saiki ojo cedaki Nada maneh!. Awas kowe sampek aku ngerti yen isih nggambasi Nada maneh!. Ayo Ngga bali wae. Sumpek aku kumpulan karo wong-wong kampungan..", (Kamu cowok yang kurang tata krama, tongkronganmu juga sepertinya kamu orang miskin. Nada kamu pacari ya??. Mulai detik ini jangan dekati Nada lagi!. Awas kamu jika masih ketahuan PDKT ke Nada lagi!. Ayo Ngga kita pulang. Alergi rasanya kumpul sama orang-orang udik..) Pak raden menyisakan satu umpatan lagi sebelum akhirnya mereka beranjak pulang. Satu bisikan Angga kepada Hajar mengisyaratkan bahwa ia akan kembali lagi setelah ini tanpa orangtuanya.

Apakah jiwa Nada bisa diselamatkan? next bagian 9, Cum-ing soon..
 
updet berikutnya nunggu page agak bnyakan ya..rajin aja buat komen :jempol:
 
malah panggah udur ae dono kie..

dhek nada cepet sembuh yaa, jangan maen maen di jalanan lagi besok..
 
malah panggah udur ae dono kie..

dhek nada cepet sembuh yaa, jangan maen maen di jalanan lagi besok..

opo udur iku om?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd