Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi saat Nada menaiki tempat tidur roda yang didorong memasuki lab. rontgen oleh dua orang perawat cantik. Pagi ini kondisi Nada ngedrop lagi setelah semalam sempat sadar dan bisa tidur. Tensinya meninggi, mulut Nada tiada henti merintihkan rasa pusing hebat di kepalanya. Wajah-wajah para penunggu Nada juga sudah mulai lesu karena kurang tidur. Kak Angga, Dana, Khusna, Indra, Hajar, dan Najar kompak menemani Nada dirumah sakit. Kak Angga memberikan alibi ke Pak kusno bahwa ia saja yang memantau perkembangan Nada. Namun efek sampingnya, ia harus rela me reject tugas beberapa penerbangan demi sang adik tercintah.
Pagi itu juga Dira yaitu kakak Nada yang kedua, sedianya akan tiba di bandara juanda menggunakan penerbangan terpagi. Persaudaraan Nada, Dira, dan Angga begitu solid. Terlebih Dira dan Angga telah mengetahui bahwa pak kusno bukanlah ayah mereka. Oleh karena alasan itulah membuat perhatian mereka ke Nada sebagai adik bungsu begitu kuat.
Proses foto scan sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Yang sangat ditunggu saat ini adalah hasil foto yang akan dijelaskan oleh dokter. Harap-harap cemas menyelimuti semua yang ada disana. Tak terkecuali Angga yang begitu kebat-kebit hatinya merisaukan kondisi Nada. Segala perlakuan Pak kusno dan bu estu kemarin benar-benar membuat Angga mengerti bahwa dialah satu-satunya pemimpin bagi adik-adiknya.
Sekitar setengah jam menunggu akhirnya dokter mamanggil pihak perwakilan keluarga untuk mendengarkan penjelasannya di ruang dokter. Pihak keluarga Nada diwakili oleh kak Angga serta Dana. Pembicaraan berlangsung sekitar 10 menit hingga kemudian Kak Angga dan Dana muncul dari pintu ruang dokter dengan wajah kuyu.
"Gimana hasilnya kak? Mas?..", tak sabar Hajar bertanya penuh dengan rasa ingin tahu bercampur kekhawatiran. Namun pertanyaan Hajar tak mendapatkan jawaban dari Dana maupun kak Angga. Semua menjadi risau. Pak ali yang baru muncul ditengah mereka setelah bermalam di masjid juga ikut menjadi tegang. Bagaimanapun juga Pak ali lah yang paling merasa tidak enak. Beliau merasa ikut bertanggung jawab karena kejadian itu terjadi di depan rumahnya. Dan juga karena Nada yang menjenguknya.
"Aduhh.. Ayo ndang crito mas.. Kak.. Kene iki was-was ngenteni kok! ", (Aduhh.. Ayo buruan cerita dong mas.. Kak.. Kita ini sudah was-was menunggu dari tadi!) Hajar mendesak untuk mendapatkan informasi tentang hasil rontgen sahabatnya.
Bersamaan Kak angga maupun Dana mengelengkan kepala dengan lemas. Melihat itu, Hajar langsung histeris dan merangkul Najar. Keduanya pun menangis tersedu memilukan jiwa. Khusna dan Indra juga terlihat menunduk duka.
"Hhaha..lapo podo sedih heee? Iki malah onok sing nangis barang", (Hhaha.. Ngapain pada sedih?? Ini malah ada yang nangis) Angga tiba-tiba tersenyum lebar.
"Lhoooh pean kok malah ngguyu??", (Lhoooh kamu kok malah ketawa??) Najar merasakan keanehan dari kak Angga.
"Lho godeg iku mau diartekno opo?", (Lho. Gelengan tadi emang diartikan apa?) suara Dana semakin menimbulkan pertanyaan di dalam benak mereka.
"Hadohhh.. Ngene lho rek. Iku ngunu artine ga onok hasil scan sing memprihatinkan. Jare pakdhe dokter nang njero iku mau Nada mok gagar otak ringan. Ga onok organ njero sing rusak. Yo mok rodok kopyor ae mergo ngembung aspal. Istirahat sing cukup plus mimik obat wes beres!", (Hadohhh.. Gini lho. Itu tadi artinya tidak ada hasil scan yang memprihatinkan. Kata pakdhe dokter di dalam tadi Nada hanya gegar otak ringan. Tak ada organ apapun yang bermasalah. Ya hanya sekedar goncangan karena mencium aspal. Istirahat yang cukup plus minum obat sudah beres!) Dana bercerita riang dihadapan wajah-wajah sedih yang tertipu oleh acting Dana maupun Angga.
"Asemm ii. Tiwas aku mewek hhehe", (Asem nih. Terlanjur aku nangis hhehe) Hajar tersipu malu karena telah salah mengartikan gerak tubuh.
-------
Mendung berjelaga telah tertiup angin sepoi. Redup hati tak lagi tergambar. Diluar sana terdengar burung-burung bernyanyi riang celotehkan rasa syukur atas hadirnya pagi nan indah. Beberapa perawat berbaju putih nampak mulai sibuk beraktifitas.
"Aduh sirahku isih pleng-pleng rasane..", (aduh kepalaku masih puyeng rasanya) Nada angkat bicara saat semua telah berkumpul di dalam kamar VIP.
"Iyo..diempet yo. Engkok lak mari. Koen maem ta? Iki tak dulang bubur..", (Iya..ditahan ya. Nanti juga sembuh. Kamu mau makan? Ini aku suapin bubur..) kak Angga yang duduk ditepi ranjang dengan lembut memberikan perhatian ke Nada. Satu paket bubur lengkap dengan lauk yang disediakan pihak rumah sakit ia tawarkan ke Nada.
"Aku ae mas sing ndulang", (aku aja mas yang nyuapin) Dana berdiri sigap menawarkan bantuan untuk ikut memberikan perhatian pada Nada.
"Wooo.. Ciee ciee perhatian bingit sih say. Aku kok ga disuapin sihh?? Sebel dehh", suara cempreng indra kembali terdengar menyuarakan guyonan. Namun kali ini tsnpa respon emosi Dana. Semua yang ada dalam ruang VIP menjadi riuh tertawa.
"Ndul, koen isih iling njoki libom kan?, aku njaok tulung mbak Najar ambe pak ali ulihno sek. Hajar ketoke butuh tak konconi nang kene soale", (Ndul, kamu masih ingat cara nyetir mobil kan?, aku minta tolong mbak Najar dan Pak ali pulangin dulu. Hajar kelihatannya masih butuh aku temanin disini" Khusna meminta bantuan kepada Indra setelah senyuman mereka mereda.
"yoi coy..with pleasure..dengan senang hati", jawab Indra bersemangat, entah karena semangat ngantar Najar, atau bisa juga semangat karena bisa nyicipin mobil Khusna. Hanya Indra yang tahu.
Bersamaan dengan Indra yang akan mengantarkan Najar dan Pak ali pulang, muncul seorang wanita cantik di pintu kamar VIP dengan membawa rantang susun yang nampaknya penuh dengan makanan.
"Wah istriku datang. Ayo pak ali makan dulu baru pulang. Ini sudah dibawakan makanan banyak lho. Eh perkenalkan semua, ini istriku namanya mbak Hera", kak Angga menyambut kedatangan wanita cantik tersebut yang ternyata adalah istrinya.
"Eh Dan, isok ngomong diluk nang njobo ?", (Eh Dan, bisa ngobrol bentar didepan?) Pak Ali sedikit berbisik ke arah Dana. Demi mendengarnya, Dana langsung nengangsurkan nampan bubur kepada Hajar untuk melanjutkan suapan.
"Nggih pak pripun?", (Iya pak ada apa?) tanya Dana begitu mereka telah berada diluar kamar.
"Ngene lho le. Koen kudu belajar gae sabar. Ojok gampang kepancing emosi koyok mambengi. Lek koen ancen naksir Nada yo kono perjuangno. Dadi wong lanang iku ojok mlempem. Masio bapak ibuke cangkeme koyok asu ojok ngeper. Aku percoyo koen duwe semangat gae ngentukno Nada. Masalah bapak ibuke sing lambene ndomble ke'i silit ae. Perasaanku kok rasane Nada duduk anake wong iku!", (Begini lho nak. Kamu harus belajat sabar. Jangan gampang terpancing emosi seperti tadi malam. Kalau kamu memang cinta ke Nada ya perjuangankan. Jadi cowok jangan letoy. Meski ortunya bermulut mirip gukguk jangan mundur. Aku percaya kalau kamu punya semangat untuk dapatkan Nada. Mengenai ortu Nada yang rese mulutnya kasih tahi aja. Kayaknya Nada tuh bukan anak dia!) nasehat pak ali membawa semangat yang baru dalam hati Dana. Harapan bergerak mengejar asa yang terbelenggu dalam sangkar. Dana tak akan gentar.
"Sembah nuwun pitururipun Pak ali..", (Terima kasih nasehatnya Pak ali) ucap Dana penuh rasa kagum pada sosok baja didepannya.
Next,
Tubi tukinyut bagian 10
Cumming Su'un