Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hak Asasi Money 21+ [On Going]

Keren ceritanya hampir mirip yang pondok merah, saya suka saya suka
 
Bimabet
***
15
Misi Baru

Sesi minum-minum berkedok curhat antar penghuni dimulai. Banyak sekali perjalanan hidup para penghuni yang mereka bagi. Barulah sampai sore hari acara bertajuk kaum mendeng-mending selesai. Bukan karena cerita yang disampaikan selesai, tapi mayoritas penghuni sudah mabuk tak karuan. Terutama Elle. Duh, gadis itu ternyata doyan minum. Meski harus dibayar mabuk kepayang ngereog tak karuan, si bule cukup hebat mengimbangi minum penghuni lainnya, yang di dominasi lelaki.

Sekarang, seperti biasa, ada Bara dan Loki yang masih sober segera mengkondisikan teman-teman untuk beristirahat di kamar masing-masing. Leo dan Rio yang terkenal kuat minum, harus tumbang di hadapan alkohol jenis Rum murni tanpa campuran. Wajar, Bara sendiri kalau diajak minum dan kondisi tubuh kurang fit, banyak tumbangnya.

"Ini yang terakhir." Ucap Bara, yang baru saja melemparkan tubuh Saga ke dalam kamar si idol para wanita setengah baya. "Bukannya mabuk, aku malah kecapekan. Asu," gerutunya, sambil menyeka peluh di dahi.

Loki yang juga telah membawa Rio ke kamarnya di lantai dua, mendengar keluhan Bara. Ia berjalan santai menghampiri si sableng. Menepuk bahunya. "Kamu itu manusia bukan, sih?" tanyanya, heran.

"Lah? Manusia lah, Mas. Apa sampeyan ngeliat aku kayak beng-beng?" sahut Bara, ngawur.

Loki tersenyum kecut. "Nggak gitu. Selama ini aku belum pernah liat kamu mabuk aja. Kamu monster, cuk."

"Mabuk sih enggak. Pusing, iya."

"Ora iso berword-word aku. Kentir ancene." (Tidak bisa berkata-kata aku. Gila memang.)

Hahahahahaha!

"Fuck cinta! Aku mau nikah sama keong!" terdengar teriakan serak Saga. Mengigau di dalam mimpi. Lebih parahnya, suara Saga terdengar benci. Kali ini bukan gimmick seperti biasa. Ini sungguhan. Dibalik sikap selengekan bin cabulnya, Saga masihlah lelaki normal. Ia mengalami fase jatuh cinta dan patah hati. Menyedihkan.

Tanpa disuruh, Bara menutup pintu kamar Saga. Mengajak Loki untuk kembali ke lantai satu.

Di tangga, Bara berhenti sejenak untuk sekadar membakar rokok. Setelah disulut, Bara sodorkan sebungkus rokok Surya andalan kepada Loki.

Tak ada percakapan di antara dua pemuda yang memiliki postur tubuh kurang lebih sama, hanya di bagian rambut saja yang berbeda. Jika rambut Bara bergelombang, nah Loki panjang lurus dibelah dua.

Kembali ke tempat semula. Bara dan Loki duduk saling menyampingi. Merokok santai menikmati udara sore yang berembus tenang melewati celah ventilasi bangunan berbentuk kubus ini. Sesekali terdengar erang desahan dari kamar paling pojok. Tentu saja pelakunya Berto dan Sarah. Dua sejoli yang selalu terlihat bersama di mana pun mereka berada.

"Gimana Dira, Bar?" Loki memulai percakapan. Ia letakkan rokok yang membara di sudut bibir, lantas menguncir rambut dengan gelang karet yang ada di pergelangan tangan.

Bara melirik Loki tajam, lalu balik bertanya, "Seorang Mas Loki, apa perlu basa-basi seperti ini?"

"Kamu emang menyebalkan." Loki menghisap rokok dalam. Menghembuskannya ke atas. Auranya berbeda dari sebelumnya. Lebih menekan dan terasa sesak. Tatapannya setajam elang memandang Bara. "Gimana perasaanmu sama Dira, Bar?" Loki memperbaiki pertanyaan. Lebih spesifik.

"Biasa aja."

"Aura udah nganggep kamu papanya. Dan kalau kamu pingin tau, nggak ada seorang pun dari anak Rantai Hitam, termasuk aku, yang dipanggil 'papa' sama Aura. Paham maksudku?"

Helaan nafas Bara terdengar malas jika topik yang diusung Loki membahas Dira. Apalagi sampai membawa nama Aura. Bara memang tidak memiliki perasaan lebih kepada Dira. Namun, berbeda dengan Aura, yang entah mengapa, Bara ingin mempertahankan senyum si mungil menggemaskan. Hanya saja, jika berhubungan dengan Aura, mau tak mau Dira ikut andil di dalamnya.

"Ada kalanya rasa itu tak perlu diungkapkan. Tak perlu pula orang-orang tahu soal itu." Bara menjeda, "Mas Loki. Aku kira sampeyan lebih mengenal Mbak Dira dan Aura daripada aku. Bahkan si Putra Duyung keliatan akrab sama mereka. Misi yang aku ambil alih waktu itu telah selesai. Tapi, bukan berarti aku akan lepas tangan dan mengabaikan keduanya."

"Singkatnya?"

"Aku ingin menjaga mereka tanpa melibatkan perasaan macam-macam. Dengan caraku, tentunya."

"Apa ada hati yang sedang kamu jaga?" tebak Loki.

Bara hanya tersenyum. Senyuman yang tak bisa Loki artikan. Senyuman seorang lelaki sejati yang tak mengharapkan imbalan. Bahkan jika seisi dunia mengutuk keras bagaimana cara Bara dalam mengambil keputusan, Bara bukanlah lelaki plin-plan.

"Bukan hati yang sedang aku jaga. Tapi nyawa banyak manusia. Selain itu, aku belum pantas menyandang nama 'papa' untuk siapa pun itu sebelum tujuanku tercapai."

"Mencari pembunuh papa angkatmu, kah?"

"Itu tau. Hebat juga informan sampeyan mencari tau tentang aku."

"Kalau yang kamu maksud Erwin, sudah jelas dia tau segala macam informasi tiap orang di Kota Anggur."

"Hehehe, aku merasa sedang dimata-matai."

"Jangan marah. Kamu masih terhitung orang luar, apalagi kamu anggota baru kami, wajar kan jika kami mencari tahu tentang kamu."

Bara mengendik. "Nggak masalah. Lagipula aku nggak berniat menjadikan kalian musuh."

"Kenapa kamu bisa berpikir begitu? Apa kamu nggak punya pikiran negatif andai kamilah yang menghabisi papa angkatmu?"

"Benar pun, aku tetap menolak pikiran negatif itu. Yang aku pikirkan sekarang hanya mencari, lalu memikirkan hukuman apa yang pantas untuk pelaku nantinya."

"Ya, ya, ya. Aku paham jalan pikiranmu sekarang."

Bara bergidik jijik. "Gendeng. Jangan berkata seolah-olah kita pasangan mesra pakai paham jalan pikiranku segala."

"Oh, arek telo. Gak ngunu, lo. Tak kepruk saklar kon suwe-suwe." (Oh, anak telo. Tidak gitu, lo. Aku hantam saklar kamu lama-lama.)

"Hahaha. Sampeyan lek nesu ngunu iku mirip jerapah kenthu." (Hahaha. Kamu kalau marah gitu itu mirip jerapah bersenggama.)

"Bajingan." Loki garuk-garuk kepala frustasi. "Tau gini mending aku bangunin Saga biar dia aja yang kamu usili, cuk."

"Biarin aja Mas Saga sibuk sama mimpinya. Mending kita pedang-pedangan aja, Mas Loki. Hayuk!"

"Bajingan! Stress aku cok musuh tembelek kingkong iki." (Bajingan! Stress aku cok lawan tai kingkong ini.)

Sesaat hening.

Tak ada suara selain alunan musik jedag-jedug dari dobel sound system full bass di pojok sofa.

Mata Bara berputar. Mencari topik. Sampai akhirnya ia diingatkan akan pertanyaan di otaknya yang belum sempat di convert menjadi untain kata membentuk kalimat utuh.

"Mas Loki."

"Oi."

"Sebenarnya papan tulis yang ditutupi tirai itu apa isinya?" tunjuk Bara ke belakang dengan jempol terbalik.

Loki menoleh sekilas, lalu tersenyum menyebalkan. "Kepo amat."

Decak Bara terdengar kesal. "Ealah. Kepet. Yo wes, tak turu ae lek ngunu." (Ealah. Tai. Ya sudah, aku tidur aja kalau begitu.)

Loki ikut berdecak. "Cuk. Porekan arek iki. Mentolo tak buntel terpal raimu." (Cuk. Ngambekan anak ini. Greget aku bungkus terpal kamu.)

"Kandanono, a. Poleh gak isok turu engkok." (Kasih tahu, lah. Bikin tak bisa tidur nanti.)

"Yo, yo. Reneo, melok aku, lo, telo." (Ya, ya. Sinilah, ikut aku, lo, telo.)

"Asu, asu. Sempet-sempetnya dipanggil telo." Meski menggerutu, Bara tetap mengekor Loki dari belakang.

"Ini ..." Loki menyibak dari ke samping. Barulah terpampang sebuah papan tulis warna hitam dengan belasan kertas yang menempel di sana. Kertas-kertas berwarna putih tersebut berisikan foto orang tak dikenal, keterangan misi serta nomer telepon yang bisa dihubungi, dan bounty yang diberikan. "Ini kumpulan permintaan misi warga Kota Anggur yang resmi. Tingkatan misinya dikualifikasikan sesuai seberapa sulit misi yang tertulis di sana. Nah, tugasnya Erwin yang memberikan label tingkatan misi dari yang mudah yaitu level C sampai yang tersulit yaitu S," jelasnya, seraya menunjuk satu persatu kertas, dan berakhir menunjuk kertas dengan level S. "Misi ini belum ada yang ngambil sejak pertama kali ditempel di papan satu tahun yang lalu. Mungkin kamu minat?"

Bara menyimak dengan baik penjelasan Loki. Banyak sekali misi dengan segudang masalah kehidupan. Salah satunya kertas hitam kusam level Snyang ditunjuk Loki. Di sana tertulis misi atas nama Miss Meylia, berikut keterangannya: selamatkan anak saya yang bernama Firly Greta Anastasya, yang terjebak di Rumah Bordil Darmo.

"Rumah Bordil Darmo?" gumam Bara.

"Persentase kematian 95 persen kalau kamu mengambil misi ini tanpa persiapan dan mental. Nggak cuma perlu uang untuk nebus wanita yang ingin kamu bawa pulang, tapi soal tradisi di sana. Kamu beli, kamu nikahi."

"Tunggu dulu, Mas Loki. Aku belum pernah dengar tempat ini sebelumnya. Rumah Bordil Darmo ini punya siapa?"

"Kelompok bajingan di sektor selatan, Radical Raiders."
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd