Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI HISTORY OF AXEL

AXEL
#12
BRAWL


Axel yang memang kelelahan, tertidur di kursi yang menghadap ke arah jendela dimana dari posisinya sekarang ini, ia bisa dengan jelas melihat pemandangan serta situasi sekolah yang persis berada di depan ruko yang ia tempati sekarang ini. Riuh suara jalanan di bawah tidak terlalu dengar, hawa semilir dari ventilasi yang berada di lantai 2 ruko berfungsi dengan baik. Membuat Axel terpekur tertidur sembari memeluk sebotol bir yang baru ia minum beberapa teguk.

Sementara Axel tertidur nyenyak, sekitar jam satu siang, Alfa beserta kawanannya mulai merapat dan bersiaga di sekitaran SMA NEGERI RRR. Mereka semua sudah mengganti celana abu-abu panjang dengan celana jeans. Seragam juga sudah berganti dengan kaos oblong di padu dengan jaket hoodie hitam. Mata Alfa mengawasi dengan tajam sambil sesekali melihat ke arah jam tangannya, sekitar setengah jam lagi, bel SMA NEGERI RRR yang menjadi penanda kegiatan belajar-mengajar sudah usai hari ini.

Alfa yang menunggu di halaman parkir sebuah mini maret, beberapa kali menelepon dan memastikan posisi teman-temannya semua sudah bersiaga. Alfa tersenyum puas bahwa teman-temannya sudah siap. Alfa beberapa kali meraba ke arah belakang punggungnya. Memastikan belati yang sebentar lagi bersimbah darah, ada di posisinya.

Niat Alfa sudah sedemikian bulat untuk menghabisi Axel, tidak ada lagi yang mampu membuatnya mengurungkan niat. Di benak Alfa, satu-satunya cara mengusir rasa penasaran dalam dirinya adalah menusukkan belati ke dada Axel. Alfa sudah beberapa hari ini mencoba mencari Axel tetapi ia tidak bisa menemukannya. Alfa sama sekali tidak bisa masuk ke dalam area perumahan elit tempat Axel tinggal. Kalau pun bisa masuk, ia tidak tahu lokasi kediaman Axel.

Alfa malah mendapatkan info bahwa Axel masih masuk ke sekolah, sehingga ia pun memantapkan niat untuk menyelesaikan permasalahan hari ini juga. Alfa dan dua puluh orang teman-temannya yang sudah membawa senjata, sempat minum-minum untuk mengusir rasa takut.

Pokoknya Axel mati dulu hari ini, urusan lain di pikir belakangan, batin Alfa.

Sementara itu, Rido salah satu siswa kelas 1 SMA NEGERI RRR, merasa feelingnya semakin memburuk dan semakin menjadi-jadi tatkala bel sekolah berbunyi. Ia mencoba menyembunyikan kegelisahan bahwa mungkin ia sedang tidak enak badan.

“Do, pucet amat lo, sakit ?” tanya Erwin, teman sebangku Rido yang menyadari perubahan ekspresi Rido.

“Lagi gak enak badan kali gue,” jawab Rido.

“Kebanyakan main game lo sampai pagi. Untung udah bel pulang, cabut yok. Elo bawa motor gak ? kalau gak kuat, gue anterin elo balik naik motor lo.”

“Lha motor lo gimana ?”

“Gampang, ntar sampai di rumah elo, elo pesenin gue Gojek ke sekolah, heueue.”

Sebenarnya usulan Erwin cukup melegakan hatinya, namun ada rasa malu ia langsung pulang. Karena biasanya ia dan Erwin beserta anak-anak lain, nongkrong dulu di warung siomay depan sekolah. Entah pesan jus atau sekedar nongkrong nunggu guru-guru pada pulang kemudian pada main bola di lapangan basket dalam sekolah.

“Gak sih gue gak apa-apa.”

“Yakin nih gak apa-apa ? yawis, ngejus dulu kalau gitu yuk,” ajak Erwin.

Pada akhirnya Rido mengangguk dan mengikuti Erwin ke depan sekolah.

“Eh Do, anak kelas 2 dan 3, rencananya besok mau silahturahmi ke SMA SWASTA RRR. Elo mau join kagak?” ujar Erwin ketika keduanya berjalan ke depan sekolah.

Rido jelas tahu, maksud dari silahturahmi yang di maksud Erwin. Baik Erwin maupun Rido, pada dasarnya termasuk anak yang bengal dan sering ikut tawuran, tanpa tahu masalahnya. Tapi untuk masalah yang berhubungan dengsan sekolah rival mereka, keduanya sudah tahu. Ini buntut dari serangan anak SMA SWASTA RRR kepada Hito dan Coki, kedua kakak kelas mereka yang di serang sampai di rawat di RS karena mengalami cedera yang cukup serius.

Perkataan Axel tempo hari yang mengingatkan bahwa Alfa cs semakin menjadi-jadi mulai main kasar, menandakan bahwa masalah ini sudah semakin serius dan menuju ke titik didih hubungan antara kedua sekolah dimana para siswanya memang tidak pernah akur.

“Axel ada ?”tanya Rido.

“So pasti.Kalau ada Axel mah, entah kenapa jiwa berandalnya ikut nular, malu kalau sampai kita gak join.”

Rido berpikir sejenak. “Kuy lah ! anak SMA SWASTA RRR gak pada ngelunjak dan sok keras,” jawabnya kemudian.

“Nah itu baru asyik. Tenang, besok mah matahin tulang satu atau dua orang anak sana, udah cukup puas,” ujar Erwin sembari merangkul pundak Rido.

Dan semakin mendekati gerbang sekolah, entah kenapa debaran jantung Rido makin keras, dari dahinya keluar keringat dingin, padahal cuaca panas terik siang ini.

“Njir panas banget, jus mangga dingin enak benar ini,” ujar Erwin.

Di Siomay Pele, yang berada persis di seberang sekolah sudah ramai oleh para siswa dan menyediakan siomay, batagor serta aneka jus segar memang menjadi tongkrongan favorit setelah sepulang sekolah oleh anak-anak SMA NEGERI RRR.

Tempatnya yang persis berada di bawah pepohonan rindang, membuat tempat ini semakin populer, selain di dalam warung tenda, juga di sediakan meja dan kursi yang adem dan rindang. Sering kali tempat ini menjadi tempat pedekate antar siswa, beberapa ada yang terang-terangan pacaran.

Erwin dan Rido memesan jus mangga. Sembari menunggu, mereka gabung sama anak-anak lain. Mereka membicarakan tentang cewek-cewek lucu yang nongkrong di Siomay Pele dan tentang hasil pertandingan bola semalam, tentang game online dan aneka pembicaraan ringan lainnya.

Tanpa Erwin, Rido cs sadari bahwa ada puluhan pasang mata yang menatap dengan tatapan penuh dendam.

Puluhan pasang mata itu lekat menatap satu persatu, mencari keberadaan Axel, namun belum ada satupun anak yang melihat keberadaaan Axel.Dan anak-anak pun semakin ribut karena target utama mereka tidak kelihatan batang hidunnya.

Alfa yang menyadari kegaduhan kecil di antara teman-temannya yang sudah bermata merah dan mengeluarkan nafas naga, memutuskan untuk bertindak. Alfa menegakkan hoodie dan keluar dari persembunyiannya. Alfa diikuti tiga orang temannya lantas menyeberang jalan menuju Siomay Pele setengah berlari.

Tidak ada yang menyadari keberadaaan Alfa yang sudah mencabut belati dan menghunusnya.

Alfa sudah tidak peduli jika Axel tidak ada, karena ia melihat Kribo anak kelas 3 yang pernah mematahkan hidungnya dalam sebuah perkelahian massal beberapa tahun yang lalu. Langkah Alfa ini lantas menjadi kode di antara para penyerang. Mereka sudah bersiaga dengan celurit, badik, belati, pisau lipat, stik bisbol, rantai gir dan pipa besi.

Dari sekian banyak siswa SMA NEGERI RRR, Erwin-lah yang pertama kali menyadari ada segerombolan orang asing yang berjalan dengan cepat mendekati mereka.

Mata Erwin langsung melihat kilatan pisau di tangan kanan Alfa, ketika ada satu orang kemudian menghujamkan pisaunya, Erwin melihat Rido yang paling dekat, terancam.

“AWAS DO !!”

JLEB !!

***

Di saat yang bersamaan, Axel tersadar ketika bir yang ia pegang posisinya miring dan airnya mulai membasahi perut. Axel tergagap bangun dan birnya pun terjatuh menggelinding, menumpahkan isinya.

Namun Axel tidak tertarik untuk mengambil bir yang isinya sudah tumpah dan berceceran di lantai.

Mata Axel membelalak lebar melihat pemandangan tepat di bawahnya.

Seorang berjaket hitam tengah menghujamkan pisau ke tubuh salah satu siswa yang ia kenal. Di ikuti serangan sporadis lainnya, Axel bisa melihat dengan jelas Alfa menyabetkan pisaunya ke arah Kribo. Tetapi Kribo berekasi cepat dengan meloncat ke samping, meski begitu, lengannya kena sayatan.

Axel tidak bisa mendengar dengan jelas suara kekacauan di bawah sana, tapi dalam kepalanya sudah terdengar teriakan ketakutan, kemarahan.

Sadar mereka kini tengah di kepung dan di serang, anak SMA NEGERI RRR tidak tinggal diam, mereka mengambil benda apa saja yang bisa di jadikan senjata. Mulai dari batu, helm, gelas hingga botol-botol kaca bekas coca-cola yang tergeletak di situ. Beberapa siswa malah ada yang masuk ke warung Siomay Pele untuk mengambil beberapa pisau, ada juga yang menyambar bangku.

Suasana menjadi benar-benar kacau ketika anak SMA NEGERI RRR mulai menyerang balik para penyerangnya. Beberapa penyerang ada yang tergeletak saat kepalanya kena lemparan batu dan bangku yang di lemparkan.

Tetapi para penyerang yang sudah tidak memiliki rasa takut karena pengaruh alkohol juga semakin menggila, aneka sajam berkelabatan menyambar siapapun siswa yang dari SMA NEGERI RRR.

Rido yang perasaan gelisahnya menjadi kenyataan, di sibukkan dengan seorang penyerang yang membabi-buta mengayunkan pisau ke arahnya, Rido reflek mundur sembari mencoba menggapai apa saja yang bisa ia jadikan senjata. Rido yang bergerak ke belakang warung, melihat sebongkah batu sekepalan tangannya di tanah.

WUSH !!

Rido menunduk dan berguling ke bawah sambil menggenggam batu. Setelah berguling ke bawah, Rido terpojok karena penyerangnya sudah berteriak dan mengarahkan ujung belati, Rido langsung melemparkan batu tersebut ke arah muka penyerangnya dan kena telak mengenai mata kanannya.

Ia mengaduh kesakitan namun pisau belum lepas dari genggamannya. Rido langsung berdiri dan memuntir tangan si penyerang yang masih memegang pisau hinngga tangan tersebut patah. Pisau terjatuh ke tanah, Rido menendang pisau tersebut menjauh.

BAM !!BAM !!BAM !!BAM !!BAM !!BAM !!

Rido menghajar penyerangnya dengan pukulan tangan kosong sampai si penyerang, tergolek dengan muka bersimbah darah.

Rido tanpa pikir panjang segera mengambil pisau belati milik penyerangnya dan menghambur ke depan mencari Erwin.

Di tengah suasana kacau, Rido merasakan ada hawa panas dan nyeri di punggungnya. Rido membalikkan badan sembari menendang perut penyerang yang ada di belakangnya. Penyerang tersebut terlempar ke belakang dan di sambut pemotor yang langsung menabraknya hingga tergeletak di tengah jalan.

Rido yang sudah di kuasai adrenalin tinggi, melihat Erwin tergeletak di samping depan warung Sioma Pele, seragam putih sekolahnya kini sudah berwarna merah pekat, bermandikan darah. Erwin tidak bergerak.

Rido berteriak panik dan saat itu juga Rido menyadari sahabatnya sudah tewas. Rido yang kalut dengan pisau belati pun menggila !

“Hahahahahah !! mantapppp !”

Plok !Plok !Plok !

Axel menyaksikan pemandangan berdarah di bawah sembari tertawa girang dan bertepuk tangan.

“Kebangetan ini kalau sampai tidak ada yang mampus di tempat, hahaha !”

Apa yang melatari perbuatan Axel yang membuat perangkap, jebakan, mengadu-domba para siswa sampai mereka terlibat tawuran berdarah ?

Apakah Axel kejiwaannya sudah gila ?

Jawabannya tidak.

Pikiran dan jiwa Axel sekarang dalam kondisi sehat dan normal.

Beberapa tahun ini Axel menyadari, bahwa ia mempunyai kekuatan dan tidak ada orang sebayanya yang sanggup meladeni duel dengannya. Puluhan pertarungan jalanan yang sudah Axel lakukan semenjak usia belia, membuat jiwa berandalan Axel bak api yang menyala dengan hebat, tidak terpadamkan. Karena menyadari ia terlalu kuat, Axel pun jadi cepat bosan. Hingga sebuah kata yang terngiang dalam kepalanya saat pelajaran Sejarah, membuat tercetus sebuah ide yang membuat Axel panas-dingin karena pikirannya tidak bisa berhenti membayangkan efeknya.

Divide et impera, sebuah kombinasi strategi politik, militer dan ekonomi dari para negera kolonial di abad 15 seperti Belanda, Spanyol, Portugis, Inggris dan Perancis, yang bertujuan mendapatkan serta mempertahankan area kekuasaan dengan cara memecah belah kelompok besar penentangnya menjadi beberapa grup kecil, dimana tiap grupnya sudah di berikan pemahaman yang salah bahwa grup lain yang menjadi penyebab perselisihan, sehingga grup-grup kecil ini akan saling berperang satu sama lain untuk mempertahankan konsesi siapa yang paling benar.

Axel belia melihat ini sistem yang menarik dan jauh lebih menantang di bandingkan ia turun dan menghajar langsung lawan-lawannya. Terlebih kekaguman Axel terhadap salah satu villain paling terkenal dalam sejarah komik yakni Joker, the Clown Prince of Crime semakin menjadi-jadi.

Kombinasi kekaguman, kecerdasan dan kekuatan yang sudah mengakar kuat dalam diri Axel, membuat Axel yang masih belia, memunculkan karakter rumit dalam dirinya.

Axel sanggup berhari-hari menyusun rencana bagaimana agar para siswa nakal di sekitaran dirinya saling terlibat perselisihan dan kemudian dengan mudahnya di adu untuk saling bertempur, berkelahi satu sama lain.

Jika rencana Axel terwujud, ada perasaan puas yang tidak terkira, adrenalin yang menderu-deru yang hanya bisa di saingi ketika dirinya tengah di landa orgasme.

Tiga tahun masa SMP di habiskan Axel dengan berpindah sekolah tiga kali. Semua sekolah yang di tinggalkan Axel, selalu terjadi keributan besar antar kelompok sehingga berujung dengan tawuran mematikan. Berbekal kecerdasan di atas rata-rata, Axel selalu bisa berdalih kepada Ayahnya agar ia bisa berpindah sekolah yang lebih tenang.

Dan kekacauan yang tejadii di bawah, seolah menjadi masterpiece Axel yang terbaik. Kedua siswa dari dua sekolah rival yakni SMA NEGERI RRR vs SMA SWASTA RRR, sedang saling serang dan bunuh di bawah sana.

Axel girang saat melihat ada satu orang berpakaian biasa tengah di keroyok oleh para siswa dari sekolahnya. Orang tersebut dipukuli di tengah jalan sampai ada satu orang yang kemudian menghujamkan batu ke arah muka sehingga ia tidak lagi bergerak, bahkan ada yang mengambil clurit yang milik si penyerang kemudian membacok-bacokan ke badan orang yang nyawanya barusan lepas dari raganya.

“FUCKK YEAHHH ! HAHAHAHAHHAHA ! BUNUH ! BUNUH !!” ujar Axel girang.

Namun rasa girang Axel berubah menjadi rasa gusar ketika datang beberapa mobil polisi di ikuti mobil ambulan yang bunyi sirene nya memekakkan telinga. Para penyerang segera lari kocar-kacir, sementara para siswa SMA NEGERI RRR, mayoritas langsung terduduk di tengah jalan raya dengan menahan luka, serta cedera masing-masing. Polisi di bantu warga berhasil mengamankan para penyerang dan mereka segera di lumpuhkan.

Puluhan siswa dari kedua sekolah, semuanya mengalami luka sayat, sabetan, baik akibat serangan benda tajam maupun tumpul. Ada beberapa orang yang jelas-jelas sudah meninggal di tempat akibat tawuran paling berdarah di Kota RRR.

“Huftt ! Polisi brengsek, cepat sekali datangnya, mengganggu saja,” gerutu Axel sambil menghempaskan pantatnya untuk kembali duduk.

Kemudian Axel mengamati jalanan depan sekolah serta Siomay Pele menjadi TKP, jalanan di tutup untuk proses olah kejadian perkara. Axel sudah menduga polisi akan menutup akses tempat ini.

Axel bersantai dahulu ia tidak terburu-buru atau merasa khawatir, karena jika ia pergi sekarang, ada potensi ketahuan karena Polisi pasti masih bersiaga dan menyisir lokasi dekat-dekat sini untuk mengumpulkan barang bukti tawuran. Kalau ketahuan bisa menjadi hal yang berbahaya. Polisi tentu curiga, kenapa ada satu siswa yang berada di salah satu ruko, seakan sudah memiliki tempat terbaik untuk melihat jalannya tawuran berdarah. Belum lagi, Polisi akan menyelidiki, status ruko ini dan dengan mudah Polisi akan mengetahui bahwa ruko ini sudah di sewa oleh seseorang yang bekerja sebagai security di kediaman milik keluarga Sidharta.

Jadi sambil melihat kesibukan para polisi dan petugas medis membawa para korban masuk ke ambulan di angkut pergi, Axel meraih isi tasnya dan mulai mengunyah snack serta minuman yang ia bawa sebagai bekal. Sebelum magrib tiba, Axel memastikan semua penerangan di ruko ini baik yang di lantai 1 dan 2 posisi Off. Akan sangat konyol, jika Axel teledor dan ada lampu di dalam ruko yang menyala. Ini bisa mengundang kecurigaan polisi.

Saat Axel sedang asyik menikmati snack, ia langsung terdiam tatkala mendengar gedoran di pintu ruko bawah. Axel lalu memundurkn pelan kursinya menjauh dari jendela. Meski kaca ini satu arah, orang di luar tidak bisa melihat ke dalam dan cukup tinggi sekitar 3 meter, Axel tetap waspada. Ia menajamkan pendengaran dan samar-samar mendengar suara seseorang di bawah, tepat berada di depan pintu rukonya.

“Ini ruko kosong Ndan, terkunci, milik salah satu Ketua RW di sekitar sini dan infonya sudah di sewa, namun sekarang belum di tempati.”

“Oh kosong. Yawislah. Lanjut sisir lokasi lain untuk mencari barang bukti sajam.”

Kemudian suara tersebut menjauh dan perlahan hilang.

“Hihihihihih !”

Sambil terduduk dalam gelap, Axel tertawa pelan.

Sekitar jam tujuh malam, memanfaatkan lampu penerangan jalan, Axel membersihkan sisa makanan serta minumam serta tumpahan bir. Ada kain pel di kamar mandi lantai 2. Axel memasukkan botol serta bekas minunam ke dalam plastik lalu ia masukkan ke tas.

Axel melongok ke bawah, jalanan sudah di buka untuk umum dan nampak ada beberapa polisi berseragam berjaha di area dan depan sekolah.

“Oke, saatnya cabut.”

Axel kemudian turun ke bawah, kali ini ia tidak keluar dari rolling door depan karena bisa langsung terlihat Polisi yang berjaga di depan sekolah

Axel menajamkan pendengaran, ia tidak mendengar suara apa-apa di balik pintu. Kemudian dengan pelan dan berhati-hati, Axel keluar melalui pintu belakang yang langsung tembus ke gang kecil belakang area ruko. Axel menutup pintu dan kembali mengunci.

Gang ini sepi, Axel kemudian menegakkan hoodie dan mulai berjalan ke salah satu ujung gang yang tembus ke jalan raya. Axel terus berjalan menjauh dari area sekolah. Axel langsung menuju ke Taxi yang sedang mangkal. Si supir sedang merokok di luar.

“Pak, mobilnya kosong ?” tanya Axel.

“Oh iya mas kosong, silahkan masuk,” ujar si sopir Taxi yang langsung membuang rokoknya yang masih tersisa setengah batang.

“Fiuh, macet parah dari tadi sore, gara-gara jala Marga di tutup karena ada tawuran. Ngeri ya anak sekarang, tawuran sampai ada yang mati, tadi saya dengar dari cerita warga.”

“Iya pak, ngeri, anak sekarang pada nekat gak punya otak, masih jadi beban orang tua, tapi udah pada nekat tawuran sampai bunuh orang segala. Mau jadi apa mereka nanti.”

“Itulah Mas, untung saja, putra saya tidak sekolah di SMA NEGERI RRR situ. Ah maaf melantur, mas mau kemana ?”

“Bandara Pak.”

“Penerbangan jam berapa Mas?”

“Masih lama Pak, jam Sembilan malam.”

Si supir kemudian menghidupkan mesinnya. “Oke, sampai di bandara sekitar jam delapana.”

“Iya pak Santai, gak perlu buru-buru, hari weekday gini, ke arah bandara tidak terlalu macet,” terang Axel.

“Iya Mas.”

Kemudian Taxi yang membawa Axel melaju dengan kecepatan sedang menuju ke arah bandara. Di dalam Taxi, Axel sibuk membaca berita di portal berita online Kota RRR. Dan tentu saja, peristiwa tawuran menjadi tajuk utama pemberitaan.


Tawuran berdarah antar pelajar di depan SMA NEGERI RRR, 4 pelajar Tewas


RRR.com - Tawuran dua kelompok pelajar pecah di Jalan Marga, Kota RRR tepatnya di depan SMA NEGERI RRR pada Selasa (12/3) sore. Empat pelajar meninggal dunia. Tiga orang meninggal di lokasi karena luka bacok serta pukulan benda tumpul, yakni Erwin(16 tahun), Aldo (18 tahun), Barata (17 tahun). Erwin dan Aldo adalah siswa SMA NEGERI RRR dan sementara Barata adalah siswa SMA SWASTA RRR.

Sementara satu siswa lagi, Sapto (18 tahun) siswa SMA SWASTA RRR meninggal karena kecelakaan di Jalan Marga V setelah korban yang di duga salah satu pelaku tawuran, panik dan mencoba lari dari kejaran Polisi dengan menaiki motor, melaju kencang di jalan Raya dan dari arah berlawanan ada Bus Akap sehingga tabrakan tidak bisa dihindari. Korban meninggal di tempat akibat tabrakan yang cukup fatal.

"Kami sudah menangkap 34 orang dari kedua kelompok dan sekarang sudah di amankan di Polresta , tapi masih di dalami perannya masing-masing," kata Kasat Reskrim Polresta RRR Kota, Kompol Junaedi pada Selasa (12/3) malam.

Berdasarkan data dari kepolisian dan para saksi mata, tawuran pecah sekitar pukul 14.00 WIB. Tawuran ini melibatkan dua kelompok pelajar SMA dari dua sekolah yakni SMA NEGERI RRR dan SMA SWASTA RRR.

Tawuran bermula ketika para siswa SMA NEGERI RRR sedang nongkrong di depan sekolah seusai jam pelajaran, namun tiba-tiba datang sekitar 20 siswa SMA SWASTA RRR yang membawa sajam jenis clurit, parang, belati. Mereka kemudian secara sporadis melakukan penyerangan terhadapa para siswa SMA NEGERI RRR yang berada di TKP.

Total empat siswa meninggal, dua puluh dua siswa dari kedua kelompok mengalami luka berat dan sebelas siswa mengalami luka ringan.Semua korban yang mengalami luka berat maupun ringan sedang menjalani perawatan intensif di RS Kota.

"Penyebabnya karena saling menantang dan kelompok siswa yang melakukan penyerangan diketahui dalam pengaruh alkohol," tutup Junaedi.

Begitu melihat nama Sapto, sebagai salah satu korban meninggal, Axel nyaris saja tertawa terbahak-bahak. Namun ia bisa menguasai diri.

“Bodoh sekali lo Sapt. Tinggal kabur saja, bisa-bisanya malah tabrakan sampai mampus. Ya baguslah, gak ada lagi saksi mata keterlibatan gue dalam masalah ini, heuhuehuheu,” batin Axel girang memikirkan Sapto, siswa SMA SWASTA XXX yang selama ini menjadi informan dan menyediakan informasi yang di bayar Axel dengan uang cukup banyak.

Tepat jam delapan lebih dua puluh, tanpa di duga, arah menuju bandara macet, Taxi yang mengantar Axe sudah sampai di bandara dan setelah membayar ongkos Taxi, Axel bergegas ke toilet terminal terlebih dahulu. Di tempah sampah dekat toilet, Axel membuang plastik berisi botol serta bekas snack, kemudian mencuci muka dan mendengar namanya di sebutkan di pengumuman keberangkatan.

“This is the announcement of final boarding call especially for passengers mister Axel Sidharta William booked on flight 682B to XXX City. Please go to gate A1 immediately. The final checks are going to be completed soon and the captain will then order the doors of the aircraft to close in five ten minutes time. I will repeat again. This is the final boarding call for mister Axel Sidharta William. Thank you.”

Axel tesenyum menatap ke arah kaca toilet dan bergumam, “XXX City… I’m coming…”


XXX *** XXX



TRIT TENTANG PREMIUM CONTENT LPH BISA KLIK DI LINK DI BAWAH :

https://www.semprot.com/threads/premium-content.1360970/
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd